2. Muslim Awam Meringkus Intelek Liberal 30 Januari 2005 http://www.freewebs.com/ulil-awam/ringkus.htm To:
[email protected] From: "Ulil Abshar-Abdalla" <
[email protected]> Date:Thu, 27 Jan 2005 21:43:01 -0800 (PST) Subject:~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Meutia
Meutia, Saya kira, masih banyak orang Islam yang percaya bahwa hukum orang murtad adalah bunuh. Sebab, itulah ketentuan seperti yang tertuang dalam hadis. Dengan demikian, jika ada orang Islam pindah agama, maka ia harus dibunuh. Jika ajaran semacam ini masih dipercayai umat Islam, maka tak bisa dielakkan lagi jika umat agama lain berpandangan bahwa ajaran Islam tentang kebebasan agama itu bohong belaka. Kalau benar-benar Islam menghargai kebebasan agama, kenapa tidak ada kebebasan untuk pindah agama. Saya pernah mendengar jawaban kaum konservatif seperti berikut ini: kalian bebas untuk menerima atau menolak Islam. Tetapi begitu anda menerima, maka anda terikat dengan ketentuan Islam, salah satunya ketentuan tentang hukum bunuh bagi orang murtad. Jawaban semacam ini memperlihatkan bahwa Islam tidak menghargai kebebasan dengan sungguh-sungguh. Bebas hanya sebelum masuk Islam. Begitu sudah masuk, maka harus "terpaksa" mengikuti segala hal di dalamnya, tanpa boleh protes. Kaum konservatif itu akan menjawab seperti ini: ya, itu kan biasa juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Anda bebas daftar atau tak daftar di, katakan saja, Sekolah "Mawar". Tetapi begitu anda sudah ada di dalam sekolah itu, anda tak bebas lagi. Anda harus mengikuti segala aturan di sana. Jawaban saya simpel: bedanya dalam hal Islam dan Sekolah Mawar adalah berikut ini. Kalau anda masuk Sekolah Mawar, anda harus ikut aturan di sana. Itu benar. Tetapi jika aturan itu sudah dianggap tak masuk akal, maka anda boleh protes, boleh demo, dan aturan itu boleh diubah. Tetapi, begitu anda masuk Islam, jika Islam dipahami secara "konservatif", maka anda harus ikut aturan di sana, dan tak boleh protes, sebab aturan itu dari Tuhan. Karena itu, perbandingan antar Islam dan Sekolah Mawar tak tepat. Dalam pandangan kaum liberal, jelas. Tidak setiap aturan yang sifatnya operasional dalam Quran dan Sunnah harus diikuti. Yang harus diikuti adalah nilai-nilai pokok yang sifatnya umum dan abstrak. Jika aturan (operasional) itu sudah tak sesuai dengan zaman, seperti hukum bunuh buat orang murtad itu, ya ketentuan tersebut boleh ditinggalkan.
1
Apakah dengan begitu kita melawan Quran dan Sunnah? Jawabannya: tidak! Bukankah sahabat Umar (ra), sahabat besar yang "rating"-nya kedua setelah Abu Bakar (ra), menolak ketentuan tentang zakat buat orang muallaf, padahal ketentuan itu ada dalam Quran. Apakah Umar melawan Quran? Jawabannya" tidak! Umar memakai (kalau mau meminjam istilah modern) "hermeneutika liberal" dalam memahami agama. Jadi, hukum mati buat orang murtad sudah tak relevan lagi, dan harus ditinggalkan, karena jelas berlawanan dengan prinsip kebebasan keyakinan yang merupakan hak dasar manusia. Sekian, Ulil To:
[email protected] From:"abd razak" <
[email protected]> Date:Sun, 30 Jan 2005 19:56:33 -0800 (PST) Subject:~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Ulil
Misal perbandingan antara Islam dengan Sekolah memang kurang tepat. Masalahnya, Islam (menurut Islam itu sendiri) adalah satu-satunya agama yang benar dan diterima di sisi Allah; sedang sebuah sekolah, tidak bisa mengklaim diri sebagai satu-satunya sekolah yang sah. Sebuah sekolah juga tidak pernah mewajibkan semua orang bersekolah dan resiko tidak bersekolah juga tidak fatal. Sedangkan resiko tidak berislam adalah api neraka yang jelas bukan bencana tsunami. Hukuman mati bagi orang murtad memang ada dalam hukum Islam. Namun (seperti halnya hukum potong-tangan, rajam, dan hudud lainnya) untuk menjalankannya membutuhkan perangkat "daulah" atau pemerintahan yang resmi dan diakui (secara de facto dan de jure) menjalankan hukum syariat. Bila perangkat hukum tersebut ada, maka mereka berhak untuk menjalankannya demi hukum (tentunya bagi warga negaranya yang muslim). Terlepas dari masalah mereka dianggap melanggar prinsip kebebasan dan HAM sehingga dicap sebagai "negara pelanggar HAM" yang harus diboikot dan diinvasi oleh sang polisi dunia. Adapun bila daulah tersebut merupakan "khilafah 'ala minhaj annubuwwah" atau sebentuk pemerintahan global yang tidak mengenal sekat-sekat teritorial, maka hukum tersebut berlaku atas seluruh kaum muslimin di seluruh dunia. Bedanya ketika itu (pada saat khilafah tersebut eksis dan efektif), tidak ada lagi cap pelanggaran HAM bagi mereka, karena yang menjadi "polisi dunia" ketika itu bukan lagi 2
PBB, Amerika atau negara liberal manapun, melainkan khilafah itu sendiri. Begitulah sekelumit gambaran tentang syariat Islam yang berkaitan dengan masalah hukum murtad. Menyinggung tentang prinsip kebebasan dan hak asasi manusia, itu bukanlah segala-galanya. Menurut Islam ada hak asasi yang lebih mendasar dan prinsipil dibanding itu semua. Yaitu Hak Asasi Tuhan. Dalam sebuah Hadits Shahih BukhariMuslim, Nabi saw menyatakan bahwa ada "haq Allah atas manusia dan haq manusia atas Allah". "Haq Allah atas manusia" yaitu agar Dia disembah (dengan ibadah yang benar) dan tidak dipersekutukan dengan sesuatu apapun. Sedangkan "haq manusia atas Allah" manakala mereka telah melaksanakan "haq Allah" tadi adalah bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Model dan konsep "haq asasi" ini bersifat vertikal dan berdimensi dunia-akhirat. Tentunya jauh lebih tinggi dan berharga dibanding segala hakhak lainnya. Kesimpulannya, hukuman mati bagi orang murtad adalah sah dan operasional dengan sejumlah prasyarat tertentu. Adapun bila (menurut pandangan liberal) dianggap melanggar prinsip kebebasan dan HAM, yah silakan saja. Asalkan jangan membawabawa nama Islam dalam pandangan liberal. Apa perlunya Islam dengan yang namanya "liberal-liberalan". Jadi, terserah anda, "al-Haqqu min rabbikum faman sya-a falyu'min wa man sya-a falyakfur" (Kebenaran itu dari Tuhan kalian maka siapa yang mau silakan beriman dan siapa yang mau silakan kufur)! Sekian. Bagi yang ingin mengetahui apa sebetulnya JIL itu, silakan membaca diskusi antara Koordinator JIL (Ulil Abshar Abdalla) dengan seorang awam di http://ulil-awam.cjb.net. To:
[email protected] From:"Chodjim Achmad [JKTSN Jakarta Performance Chemicals]" <
[email protected]> Date:Tue, 1 Feb 2005 15:30:51 +0700 Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Ulil
(1) Hukuman Mati Bagi Orang Murtad Kalau kita meyakini bahwa Alquran itu satu-satunya kitab Islam yang valid isinya, dan tidak diragukan lagi kebenarannya, maka jelas "tidak ada hukuman mati" dalam Alquran. Lha, wong di Alquran, orang boleh memilih kafir atau iman. Lha, kalau ada hukuman mati untuk orang murtad kan sama saja Alquran itu bohong alias "rayb fii hi", diragukan kandungannya. Dalam Hadis pun, kalau kita mau jujur, juga tidak ada hukuman mati bagi si murtad (ansich karena pindah agama). Jadi, kesimpulannya ya tidak ada hukuman mati bagi orang murtad kalau mengacu Alquran dan Hadis. Itu sama dengan hukuman rajam bagi orang yang berzina, tidak ada di Alquran. Tapi, budaya Arab tetap memberlakukan hukuman rajam, meski Islam sudah datang dan mengatur hukumnya lewat Alquran. Ini kalau kita membaca Alquran dengan jernih! Mengapa hukuman rajam tetap diberlakukan meski sudah dihapus oleh Alquran? Karena, hukuman rajam itu menguntungkan penguasa. Coba analisis sendiri mengapa hukuman rajam menguntungkan penguasa. Hukuman mati bagi orang murtad juga tetap
3
diberlakukan meski tidak ada di dalam Alquran, karena hukuman ini menguntungkan penguasa! Kalau Islam kayak begini, sadis namanya dan bukan rahmat lil alamin. (2) Kekhalifahan Islam Hidup memang harus realistis. Ketika agama Islam bersentuhan dengan aneka budaya, maka kita tidak bisa lagi bermimpi tentang kekhalifahan Islam. Jangankan sistem Kekhalifahan, lha wong menyatukan negara-negara Arab saja sulit, kok. Masing-masing memiliki jenis akar budaya yang berbeda, meski prinsip Islamnya sama. Jadi, pemerintahan global tanpa sekat-sekat teritorial itu hanya ada ketika kita hidup di zaman kegelapan (the dark age). Dalam manajemen pemasaran, memang dikenal adanya borderless country. Pada zaman sekarang ini barang apa saja sudah tidak kenal batasbatas negara. Tapi, budaya tidak dapat dibuat universal. Mengapa? Karena budaya itu bagaikan ibu kandung yang melahirkan sebuah bangsa. Ada "rasa" yang sangat subjektif yang tak akan pernah bisa dibabar secara objektif! Karena "rasa yang sangat subjektif" itulah perkawinan sesama anak manusia biasanya dibatasi oleh "adat-istiadat" atau budayanya. Makin sedikit perbedaannya, makin tinggi harapan kesejahteraan hidupnya dalam berkeluarga. (3) HAM Sebagaimana Hadis yang Anda kutip, ada Hak Allah atas manusia. Siapa yang tahu hak Allah, ya tentunya Allah itu sendiri. Kalau ada manusia mengatakan hak Allah itu begini dan begitu, itu artinya orang itu telah menyekutukan Tuhan dengan dirinya yang bicara ini-itu tadi. Maka, satu-satunya hak Allah yang dinyatakan di Alquran adalah QS 2:21, yaa ayyuha al-naas 'buduu rabbakum alladzii khalaqakum walladziina min qablikum laallakum tattaquun, wahai manusia beribadahlah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa. Sengaja kata "u'buduu" tidak saya terjemahkan "sembahlah". Mengapa? Karena Tuhan tidak gila disembah seperti raja yang ingin disembah. Lha wong Tuhan itu sudah Maha Tinggi kok, meski sama sekali tak ada orang yang menyembah. Raja ingin disembah karena ingin diakui kebesarannya. Lha, Tuhan, Allaahu akbar, Dia Maha Besar!! Karena ibadah itu tidak sebangun dengan "penyembahan", maka tak ada orang yang berhak menetapkan cara menyembah kepada Tuhan. Kalau ada orang yang menetapkan penyembahan, jelas orang itu melanggar hak Tuhan. Nabi Muhammad saja tidak berani menetapkan cara penyembahan. Sehingga tak satu pun cara ibadah di dalam Islam yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw. Cobalah cara-cara salat, puasa, zakat, dan haji itu sudah ada sebelum Islam datang. Nabi Muhammad cuma memformulasikan kembali tatacara ibadah-ibadah tersebut agar umat dibawah pimpinannya bisa bersatu dan hidup dalam keharmonisan. Makanya, tata-cara salat, zakat, puasa, dan haji tidak dinyatakan dengan kualifikasi yang "qath'i", alias tegas, jelas, terang, yang tidak memungkinkan makna ganda dalam memahaminya. Itulah yang membuat timbulnya mazhab-mazhab dalam agama Islam. Kalau semua tata-cara ibadah itu sudah jelas digariskan dengan tegas di dalam Alquran, maka pasti dunia Islam hanya ada "satu macam" saja! Kata Syekh Siti Jenar, "agama yang dijalankan oleh umat itu adalah hasil dari pandangan
4
atau pendapat para ulama atau elite agamanya." Sungguh keliru kalau kita mengatakan bahwa orang Islam itu beribadah mengikuti Nabi Muhammad saw. Yang benar, orang Islam beribadah mengikuti ulama-ulamanya atau cendikianya. Dan, para ulama ini adalah orang-orang yang menafsirkan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Karena hasil dari penafsiran apa yang diajarkan Nabi, maka jangan heran bila wujud peribadatan dalam Islam itu beraneka-ragam. Kalau kita lihat tata-cara salat saja, amat beragam sekali bentuknya, meski ada bentuk-bentuk yang sama seperti berdiri, rukuk, sujud, dan duduk. Tapi, tata-cara itu pun sudah ada di dalam agama Yahudi maupun Kristen Orthodoks, dan bukan hal baru yang dibuat Nabi. Semoga kita arif dalam memahami agama, dan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Salam, chodjim To:
[email protected] From: "Ulil Abshar-Abdalla" <
[email protected]> Date:Tue, 1 Feb 2005 20:05:25 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Mas Chodjim
Mas Chodjim yang baik, Surat-surat anda di milis ini sangat bermutu. Kalau dikumpulkan, bisa jadi buku tersendiri, dan siapa tahu kalau diterbitkan akan laris-manis seperti buku-buku anda yang lain. Serius lho ini... Catatan: Dalam email, nama anda tertulis "Chodjim Achmad [JKTSN Jakarta Performance Chemicals]". "Jakarta Performance Chemicals" kayaknya mengganggu ya Mas. Apalagi anda ahli mistik Islam, kayaknya nama anda kurang pas kalau ada imbuhan "chemicals". ;););) Ulil To:
[email protected] From:"abd razak" <
[email protected]> Date:Tue, 1 Feb 2005 23:01:14 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk Mas Chodjim
(1) Hukuman Mati Dua ayat yang sering dikutip orang untuk menyalahartikan kebebasan beragama yaitu 2:256-257 dan 18:29 *) kalau kita jujur dan utuh membacanya maka tampak sekali bahwa "kebebasan" yang ditawarkan itu bukanlah kebebasan tanpa konsekwensi (seperti yang diidam-idamkan para pengikut hawa nafsu). Melainkan kebebasan yang berkonsekwensi. Setiap pilihan ada resiko dan konsekwensinya. Tidaklah sama antara terang dan gelap, iman dan kufur, baik dan buruk (renungkan baik2 QS 68:35-40) **). Ada konsekwensi di dunia dan ada konsekwensi di akhirat. Untuk yang terakhir ini, 5
kiranya tidak perlu saya perjelas, terlalu mengerikan.... (tsunami tidak ada apa-apanya). Sedangkan konsekwensi di dunia menyangkut aturan syariah terhadap orang kafir (nonmuslim); mulai dari persoalan "larangan memberi ucapan selamat natal" (sebagai contoh) hingga "hukuman mati dan perang" bagi kafir harbi (kafir yang bersikap ofensif thd Islam). Tentu saja semuanya dilakukan dengan syarat, aturan dan adab-adab tertentu. Terlalu panjang dan akan tidak efisien untuk kita uraikan satu-persatu di sini. Demikian pula tentang hukum rajam, saya merasa tidak perlu terjebak untuk membahas dari tinjauan fiqh dan ushul fiqh. Sudah sering saya sampaikan (baca diskusi Ulil dengan orang awam di http://ulil-awam.cjb.net) bahwa kerancuan dan kecurangan kaum liberal adalah mereka tidak pernah konsisten dalam melakukan analisa hukum, tidak jelas aqidah dan qaidahnya (namanya juga liberal) lantas mereka menuduh ulama ummat ini (yang berpegang dengan aqidah dan qaidah islam) melakukan "siasat hukum". Siapa sebenarnya yang bersiasat? Ushul fiqh dibuat bukan untuk menyiasati hukum (pelajari sejarah tasyri') melainkan untuk melindungi hukum agar tidak dijadikan karet dan gabus oleh orangorang jahil dan pengikut hawa nafsu (liberal). (2) Khilafah Siapa bilang Khilafah tidak realistis? Siapa bilang Imperium Israel Raya tidak realistis? Siapa bilang sekarang bukan lagi "zaman kegelapan"? Gelap dari sudut pandang mana dulu; dari sisi sains "lampu edison", dari sisi material "bursa saham", dari sisi moral "ham", ataukah dari sisi agama dan akhlaq? Realistis mana mendirikan "pemerintahan global" di zaman "merpati pos" ataukah di era "electronic mail"? Di zaman "busur dan anak-panah" ataukah di era "rudal balistik"? Tahukah anda bahwa "dunia" sekarang ini sudah semacam "kampung" atau bahkan sebentuk "keluarga"? Ketika interaksi antar negara sudah hampir tanpa sekat maka kebutuhan akan adanya satu "polisi dunia" menjadi tak terelakkan. Tidak mungkin suatu komunitas (global) bisa stabil tanpa adanya satu pemimpin peradaban. Persoalannya anda mau dipimpin siapa? Apakah Amerika dengan HAM dan demokrasinya? Ataukah Khilafah dengan "Tauhid" dan "Syura"-nya? Anda (kaum liberal) pilih yang pertama, kan? Hormatilah kami yang memilih yang kedua. Tapi jangan bilang tidak realistis. (3) HAM Ini yang lebih konyol lagi ala orang liberal. Mempertentangkan antara Allah dan Rasul Allah. Tapi tidak jelas juga dimana pertentangannya. Adakah pertentangan antara Hadits "Haq Asasi Tuhan" dengan ayat yang dikutip itu (QS 2:21)? Apalagi mengatakan "orang Islam beribadah bukan mengikuti cara Nabi melainkan cara ulama". Bolehlah anda berkata demikian, tapi kalau ditanya: "Ulama itu mengikuti siapa atau apa?" Ikut mimpi? Atau wangsit? Bila anda mengatakan cara ibadah ummat Islam (termasuk ulamanya) tidak persis sama (100%) dengan cara ibadah Nabi, itu yang betul. Al-Quran memerintahkan "bertaqwalah kepada Allah semampu kalian" dan Nabi mengatakan "apa yang aku perintahkan, laksanakan semampu kalian". Semampu kalian bukan berarti semau kalian. Ngawur dan nglantur (ala orang liberal). Tengoklah cara ibadah antara mazhab-mazhab. Dimana sih letak perbedaannya? Adakah yang shalat shubuh tiga
6
rakaat? Atau bertakbir dengan mengangkat kaki? Ada-ada saja si liberalis ini. *) [002:256] Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [002:257] Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [018:029] Dan katakanlah: "Kebenaran itu dari Tuhanmu; maka siapa yang mau silakan beriman, dan siapa yang mau silakan kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. **) [068:035-040] Maka apakah patut Kami menjadikan muslimun itu sama dengan mujrimun? Bagaimana kalian ini, bagaimana kalian mengambil keputusan (bahwa muslimun sama dengan mujrimun)? Ataukah kalian punya kitab yang kalian pelajari di dalamnya bahwa kalian benar-benar boleh memilih (semaunya)? Ataukah kalian memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami yang berlaku sampai hari kiamat bahwa kalian benar-benar dapat mengambil keputusan (semaunya)? Tanyakanlah mereka: "Siapakah di antara mereka yang bertanggung-jawab terhadap (akibat dari keputusan) itu?" To:
[email protected] From: "Ulil Abshar-Abdalla" <
[email protected]> Date:Wed, 2 Feb 2005 02:48:18 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul razak
Salam, Saya tahu, ternyata anda, abdul razak, ini adalah Yusuf Anshar yang berkirim surat secara pribadi dengan saya. Jika anda benar-benar Yusuf Anshar, maka saya ingin mengatakan hal berikut ini: Anda telah menyebarkan diskusi pribadi antara saya dengan Yusuf Anshar (yang ternyata, mungkin, adalah anda sendiri) tanpa meminta izin dari saya. Ini jelas melanggar etik. Debat saya dengan M. Nur Abdurrahman dari Makasar yang tersebar di berbagai internet dulu disebarkan oleh seorang teman yang terlebih dulu minta izin pada saya. Jika anda minta izin pada saya, jelas saya keberatan diskusi itu anda sebarkan ke internet, sebab diskusi itu belum selesai. Saya akhirnya malas menanggapi surat anda yang terakhir, karena saya anggap sudah tak ada gunanya lagi berdiskusi dengan orang "pikirannya" tertutup, dan hanya ingin "mengkafirkan" orang yang berbeda pedapat. Saya
7
sudah berkesimpulan, orang-orang seperti andalah yang membuat Islam buruk rupa di hadapan Barat. Karena itu, saya memutuskan untuk tidak menulis tanggapan lagi. Lagi pula, saat itu pecah bencana tsunami. Saya menganggap, tak baik kita debat soal beginian, pada saat terjadi bencana. Perhatian saya juga tertuju pada Aceh. Sekali lagi, jika anda benar-benar Yusuf Anshar, maka anda melakukan tindakan yang tak etis. Sekali lagi, jika anda benar-benar Yusuf Anshar, maka saya meminta hal berikut ini. Karena diskusi itu sudah tersebar di internet dan diketahui oleh publik, maka mari kita teruskan di milis JIL ini. Saya tak keberatan dengan pemuatan seperti itu, asal ada permintaan izin dulu dari saya. Begitulah etikanya. Salam, Ulil To:
[email protected] From: "hamiludd2kwah" <
[email protected]> Date:Wed, 02 Feb 2005 18:59:03 -0000 Subject:~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul razak
Cukup menarik diskusi Sheikh Ulil dan orang awam (Abd Razak dibawah ini. Gimana kalau saya bukukan agar kawan2 lain bisa membacanya...? Sekaligus saya minta izin agar dikemudian hari tidak ada yang menuntut kalau saya membuat buku tanpa izin/ Tolong di jawab ke
[email protected] http://ulil-awam.cjb.net./ Diskusi via Email antara Koordinator JIL (Ulil Abshar Abdalla) dengan Orang Awam File PDF (bukti otentik) dari diskusi ini download di sini dst... ["hamiludd2kwah" menyalin ulang seluru isi diskusi tsb] To:
[email protected] From:"MTD4 Ethylene Mechanic" <
[email protected]> Date:Thu, 3 Feb 2005 09:42:38 +0700 Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul razak
Mas ulil, (persiapkan stamina meminjam istilah dari wak hamid...he-he-he) 8
Ini persengkokolan khas orang-orang hizbuttahrir....:-) Yusuf anshar, abd razak, hamiludd2kwah, m. nur abdurrahman...ya sama saja. Saya jadi ingat ucapan seorang da'I dari HT di majalah sahid namanya hari mukti (dulu dia seorang rocker dari bandung, lagunya juga enak2 saya juga waktu muda menjadi penggemarnya :-)), mengatakan bahwa "sekarang saya tidak menjadi rocker lagi, itu masa jahiliah saya, sekarang tugas saya yg utama adalah berdakwah terutama untuk membentengi masalah ghawzul fikri dari barat contohnya pemikiran2 sesat ulil abshar dari islam liberal...dst." Sekarang silakan dilanjut perdebatannya...biar enak ya babnya di runut misalnya mulai dari bab ke-khilafahan yg katanya dulu pernah terang-benderang memayungi umat islam, kemudian dilanjutkan dengan bab-bab lainnya. Monggo... Mungkin biar rame tidak monothon ya di bantu temen2 JIL dan HT lainnya yg ada di milis ini. Salam, Syaikhul Amin To:
[email protected] From:"abd razak" <
[email protected]> Date:Wed, 2 Feb 2005 22:48:01 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak
Benar, saya adalah Yusuf Anshar dan saya seorang "abdul razak" (hamba dari Tuhan Pemberi Rezki). Tapi sayang seribu sayang, saya tidak ada kaitan sedikitpun dengan hizbuttahrir atau kelompok manapun juga. Sungguh! Saya benar-benar orang awam, tidak berafiliasi dengan apa dan siapapun juga kecuali "ummat Islam". Istilah guyonnya, "single fighter" atau "prajurit kesepian" :)) Terus-terang saya sengaja ikutan di milis JIL sekedar untuk menyebarkan "diskusi ulilawam" itu. Niatnya "amar ma'ruf nahi mungkar", tiada maksud lain yang berbau negatif apalagi destruktif. Sebelum aksi "publikasi diskusi" ini saya lakukan, saya mengirim email ke Hidayatullah Online sbb: "Saya tidak tahu, apakah sebaiknya kita minta izin (atau sekedar pemberitahuan) kepada si Ulil untuk pemuatannya. Yang jelas, ummat perlu mengetahui belang dan kedok JIL yang menggunakan nama "Islam" untuk menyebarkan paham liberalnya." Hidayatullah Online membalas email saya tsb sbb: "Kadang-kadang saya bertanya dalam hati kecil. Apakah ketika dia (Ulil) melecehkan ayat-ayat Allah, melecehkan saudara2 kita .... apakah dia juga pernah izin Allah atau
9
dengan saudara2 kita? Tapi saya sangat setuju jika anda meminta izin. Atau sekurangkurangnya pemberitahuan." (titik-titik di tengah sebagai pengganti kalimat yang tidak saya tulis, kuatir dibilang tidak etis lagi). Setelah mempertimbangkan bolak-balik, akhirnya saya mengirim sekedar "pemberitahuan" ke email Ulil (bukti otentik ada di email saya) yang antara lain berbunyi sbb: "Dengan ini saya merasa perlu sekedar memberitahukan kepada anda bahwa saya bermaksud mempublikasikan di internet diskusi kita lewat email dari tanggal 12 s/d 26 Desember 2004..." Ironisnya, "pemberitahuan" tsb tidak digubris sama-sekali (tidak ada balasan emailnya yang bernada keberatan). Saya jadi berpikir, email dari Hidayatullah Online tadi mungkin ada juga benarnya. Sebetulnya, di sini saya ingin sekali mengucapkan kata "maaf" kepada Ulil, tapi kalau membaca lagi email kawan saya tsb, bulu-kuduk saya merinding, kuatir ucapan maaf kepada orang yang bersikap sedemikian beraninya kepada ayat-ayat Allah tsb tidak diridhai oleh-Nya. Jadi, dilematis. Sebetulnya, jika anda mau menerima salah satu dari tiga saran yang saya berikan di akhir diskusi kita (lihat kembali di http://ulil-awam.cjb.net), itu sudah cukup bagi saya. Tidak perlu ada aksi publikasi. Karena, "in uriidu illaa al-ishlah ma-statha'tu" (tidak ada yang kuingini selain perbaikan, semampuku). Saya kira saran yang saya tawarkan di akhir diskusi tsb cukup aspiratif dan akomodatif. Dialog, diskusi, debat atau apapun namanya tidak ada manfaatnya kalau tidak membawa kepada perubahan sikap menjadi lebih baik (menurut ukuran syariat) atau dikenal dengan istilah "taubat". Kalau sekedar diskusi untuk menang-kalah atau bermain retorika sambil melempar pemikiran spekulatif yang kontroversial, alangkah ruginya umur kita yang singkat dan sekali ini. Wassalam, abdul razak To:
[email protected] From: "Ulil Abshar-Abdalla" <
[email protected]> Date:Thu, 3 Feb 2005 22:08:19 -0800 (PST) Subject:RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak
>Setelah mempertimbangkan bolak-balik, akhirnya saya mengirim >sekedar "pemberitahuan" > ke email Ulil (bukti otentik ada di >email saya) yang antara lain berbunyi sbb: > >"Dengan ini saya merasa perlu sekedar memberitahukan kepada anda >bahwa saya bermaksud mempublikasikan di internet diskusi kita >lewat email dari tanggal 12 s/d 26 Desember 2004..."
10
Tanggapan: Saya mencoba men-trace back kotak surat saya, dan saya sama sekali tak menemukan surat anda yang berisi permintaan izin untuk menyebarkan diskusi itu. Saya sudah teliti sampai berkali-kali, tetapi saya tak menemukan surat itu. Jika saya mendapat surat itu, sudah pasti saya keberatan, sebab diskusi itu belum selesai. Catatan kecil: Anda mengaku sebagai orang awam. Pertanyaan saya: orang awam kok berani mengkafirkan? Dari mana dasarnya? Kalau awam, ya tahu diri dong. Ulil Entah Ulil lupa atau "sengaja lupa" tentang email pemberitahuan itu. Yang jelas inilah bukti adanya email pemberitahuan itu. Date:Fri, 4 Feb 2005 17:08:37 +0700 (WIT) Subject:[Fwd: RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak] From:"Heru Hendratmoko" <
[email protected]> To:"abd razak" <
[email protected]>
Hihihi... saya juga orang awam. dan karena itu boleh dong mengklaim mewakili pendapat awam pribadi: tanggapan anda terhadap tulisan ulil bikin saya, ups, geli. tetapi o tetapi, saya lebih terhibur membaca karya kho ping hoo ketimbang membaca tulisan anda yang suka main cap terhadap orang lain. di situ juga ada tokoh putih, ada tokoh hitam juga lho. belang-belang juga ada. tadinya sih saya hampir ngikutin paham anda, tapi akhirnya gak jadi deh. habis geli sih. kecele kan. hehehe eh, omong-omong, anda ngikutin serial pendekar pulau es gak? atau nonton crouching the tiger? To:
[email protected] From: "Dondy Sentya" <
[email protected]> Date:Fri, 4 Feb 2005 14:20:55 +0000 (GMT) Subject:Rubbish! RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak
Saya sepakat menilai bahwa bukan substansi yang dibicarakan yang penting dalam hal Razak's Gate ini yang memposting korespondensi pribadi dalam ruang publik. Coba tanyakan diri Anda, Saudara Razak, ketika memulai korespondensi apakah hal itu dimaksudkan untuk dirilis kepada publik? Selain itu, jika kemudian intensi perilisan korespondensi dilakukan kemudian, adalah patut dan merupakan praktik etika standar ilmiah di manapun untuk mendapatkan IZIN dan bukan sekadar pemberitahuan karena konteks publikasi tersebut pada awalnya adalah privat. Hal ini berbeda ketika Anda 11
mengutip pendapat atau tulisan seseorang (quotation/footnoting) yang telah dipublikasikan secara luas, untuk hal ini tidak perlu dimintakan izin melainkan cukup acknowledgment. Sesuai judul posting Anda yang menamakan diri Anda "Orang Awam", saya jadi percaya dengan cara-cara Anda yang tidak etis itu. Tapi, sayangnya "terlalu awam" bagi se-"orang awam" sampai bersusah payah meng-compile dan bahkan mem-posting korespondensi awam di internet. Lain kali ke-awam-an Anda Razak perlu digiatkan jadi kita lebih percaya lagi Anda benar-benar awam. Namun karena orang awam pun selalu ingin belajar dan pintar maka jangan lupa pengetahuan mengenai etika publikasi harus diperdalam. Tidak usah repotrepot ngomongin soal Tuhan dulu deh...["kan kamu toh orang awam"]....mending katamkan dulu metodologi penelitian ilmiah ya. Singkatnya begini saja, tentu Anda pun tidak mau (misalnya) korespondensi Anda dengan Mak Erot yang sifatnya privat itu untuk memperpanjang "barang" Anda yang penuh masalah itu dipublikasikan di majalah Times, kecuali Anda bersepakat untuk men-disclose, bukan? Ciao, dondys Regards, Dondy Sentya School of Law (Postgraduate) University of Warwick Coventry United Kingdom CV4 7AL To:
[email protected] From:"abd razak" <
[email protected]> Date:Sun, 6 Feb 2005 01:36:06 -0800 (PST) Subject:Re: Rubbish! RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak
Pada hari Sabtu (5/2/2005) saya memposting email balasan untuk Ulil yang dilengkapi dengan attachment file namun sayang sampai sekarang belum ditampilkan di milis. Dugaan saya mungkin milis ini tidak menerima attachment file. Karenanya, berikut ini saya salinkan kembali isi email saya kemarin tapi kali ini tanpa attachment file. Kalau ada pembaca yang ingin meminta bukti otentik tsb (file PDF) bisa menghubungi saya lewat japri (email pribadi) saja. Inilah isi email saya kemarin: See attachment! (mudah2an milis ini menerima attachment file. Kalau tidak, yang berminat bisa saya kirimkan ke emailnya masing2)
12
Itu adalah bukti otentik (file PDF) email "pemberitahuan" yang telah terkirim (berada dalam "sent folder" dan perhatikan tanggalnya). Terserah pembaca, mau percaya ucapan Ulil atau "mesin" email Yahoo! ? Baca baik2 diskusi kita di
, adakah barang sepotong kalimat yang memvonis "Ulil kafir"? Saya hanya menyatakan bahwa menurut al-Quran dan alHadits serta ijma' para ulama, paham liberal yang "membenarkan semua agama" adalah kufur. Siapa yang mempercayainya dengan sepenuh hati, ya... kafir. Saya heran, kenapa kalian sangat risih dan alergi dengan "sinyalemen kafir" dari seorang awam tapi tidak takut dan kuatir dengan "statement kafir" dari al-Quran dan al-Hadits serta ijma' para ulama terhadap orang-orang yang "membenarkan semua agama"? Wassalam, abd razak To:[email protected] From: "Ulil Abshar-Abdalla" <[email protected]> Date:Sun, 6 Feb 2005 19:17:54 -0800 (PST) Subject:Re: Rubbish! RE: ~JIL~ Re: Soal hukum mati buat orang murtad -- Untuk abdul ra zak
Bung, Quran, sebagaimana kata Imam Ali, mempunyai banyak segi penafsiran, "hammalun dzu wujuh'. Anda mengatakan bahwa menurut Quran dan Hadis paham liberal tentang kebenaran semua adalah kufur. Saya katakan, itu bukan kata Qur'an dan Hadis, tetapi Quran dan Hadis sebagaimana anda tafsirkan. Bedakan antara kedua hal itu. Banyak orang mendaku, Qur'an bilang begini, bilang begitu. Padahal, itu bukan Qur'an, tetapi Qur'an setelah ditafsirkan oleh orang-orang itu. Catatan: ternyata anda tidak mengirim pemberitahuan itu secara pribadi ke saya. Jadi, saya anggap anda belum minta izin saya. Anda telah melakukan tindakan tak etis. Ulil Date:Mon, 7 Feb 2005 19:35:14 -0800 (PST) From:"abd razak" <[email protected]> Subject:Re: ~JIL~ Re: ulil - awam To:[email protected]
Ulil menulis sbb: Quran, sebagaimana kata Imam Ali, mempunyai banyak segi penafsiran, "hammalun dzu wujuh'. Anda mengatakan bahwa menurut Quran dan Hadis paham liberal tentang kebenaran semua (agama*) adalah kufur. Saya katakan, itu bukan kata Qur'an dan Hadis, tetapi Quran dan Hadis sebagaimana anda tafsirkan. Bedakan antara kedua hal itu. Banyak orang mendaku, Qur'an bilang begini, bilang begitu. Padahal, itu bukan Qur'an, tetapi Qur'an setelah ditafsirkan oleh orang-orang itu.
13
*)Tambahan kata dari saya (abdul razak), agar maksudnya jelas. Saya berkata: Aha...! Inilah salah satu jurus andalan "perguruan" liberal. Jurus ini saya namakan jurus "langkah-seribu" (lari dari kenyataan); jurus paling pengecut yang pernah saya kenal di rimba perfilsafatan. (Apa kabar Heru Hendratmoko, sang penggemar kho ping hoo?) :)) Ulil sudah lari dari lapangan pertarungan, biarkan saja, jangan kita kejar. Makanya, di sini saya hanya akan mengutip (bukan menafsirkan) ayat-ayat al-Quran dan Hadits Nabi yang berkaitan dengan orang-orang kafir. Silakan dibaca saja dan jangan ditafsirkan. Supaya Ulil tidak makin lari, saya salinkan dulu "bahasa asli" (Bahasa Arab)-nya baru terjemahannya (khusus untuk pembaca yang buta bahasa Arab). Soalnya kata orang, "terjemahan" adalah sebentuk "penafsiran" juga. Inilah ayat al-Quran surat al-Kafirun (kata orang ayat toleransi, tapi itu penafsiran): "Qul yaa ayyuhal kaafiruun. Laa a'budu maa ta'buduun. Wa laa antum 'aabiduuna maa a'bud. Wa laa ana 'aabidun maa 'abadtum. Wa laa antum 'aabiduuna maa a'bud. Lakum diinukum wa liya diin." Terjemahannya: "Katakanlah: Hai orang-orang kafir! .... Bagi kalian agama kalian dan bagi kami agama kami" (Titik-titik adalah kalimat yang sengaja tidak saya terjemahkan untuk menghindari debatkusir tentang terjemahan kata "abada-ya'budu" yang katanya tidak boleh diterjemahkan "menyembah"). (Apa kabar Chodjim, sang ahli tafsir?) :)) Adapun Hadits, Rasulullah saw bersabda: "Walladzii nafsu muhammadin biyadihi, laa yasma'u bii ahadun min haadzihil-ummati, yahuudiyyun walaa nashraaniyyun, tsumma yamuutu walam yu'minu billadzii ursiltu bihii illaa kaana min ashhaabin-naari." (Rawaahu Muslim) Terjemahannya: "Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Siapa saja dari ummat ini, baik ia Yahudi maupun Nasrani, yang mendengar tentang aku kemudian ia mati sedang ia tidak beriman dengan risalah yang aku bawa, melainkan ia akan menjadi penghuni neraka" (HR. Muslim) Ingat! Kutipan ayat dan hadits di atas tidak perlu dikomentari. Karena siapa yang menanggapi berarti menafsirkan. Begitu kata Ulil. Jadi saya tidak akan menuding siapa itu Yahudi dan siapa itu Nasrani. Karena, kata Ulil, itu namanya penafsiran. Anda atau siapa pun juga tidak boleh menyela, bukan Yahudi itu dan bukan Nasrani itu yang dimaksud. Karena itu juga penafsiran anda. Jadi, biarkanlah Allah dan Rasul-Nya yang berbicara, kita yang mendengarkan.
14
Lupakanlah "sinyalemen" kafir dari seorang awam yang tentunya merupakan sebuah penafsiran, tapi ingatlah "statement" kafir dari Allah dan Rasul-Nya yang tentunya merupakan sebuah kebenaran. Supaya Ulil tidak lari terlalu jauh, kita ke soal yang lain saja ah. Yaitu, tentang email "pemberitahuan" Yusuf Anshar yang dikirim ke email Ulil tanggal 2 Januari 2005. Email "pemberitahuan" tsb saya forward saja ke email Ulil. Bila ada yang berminat bisa diforward-kan juga. Inilah bukti bahwa Yusuf Anshar sudah mengirim pemberitahuan. Dengan sendirinya Razak's Gate batal demi hukum. Tapi Ulil juga menyangkal ia menerima email pemberitahuan tsb sedang kita tidak bisa menuntut buktinya. Maka Ulil's Gate pun batal demi hukum. Tinggallah pihak ketiga! Jadi kita namakan saja kasus ini dengan Yahoo!'s Gate. (Apa kabar Dondy Sentya, sang pakar hukum?) :)) Mohon maaf bagi para pemerhati diskusi ulil dengan orang awam yang belum sempat disapa satu-persatu. Wassalam, abd razak Email terakhir ini tidak sempat termuat di milis berhubung keanggotaan "abdul razak" di milis keburu dicabut. Tapi email yang sama juga dikirim ke email pribadi Ulil Abshar Abdalla namun tidak pula dibalas. Jurus "langkah seribu" memang jurus pamungkas Ulil. Selanjutnya orang awam membanting intelek liberal
15