Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta
Z A K A T , Menyucikan Jiwa dan Harta “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S At Taubah: 103) Zakat menurut bahasa berarti tumbuh, berkembang, bertambah,
subur,
mensucikan
atau
membersihkan.
Menurut istilah zakat berarti mengeluarkan sebagian harta benda yang sudah mencapai nisab kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiq) dengan syarat yang telah ditentukan. Allah SWT adalah pemilik seluruh alam raya dan seluruh isinya (Rabbul ‘Alamin), termasuk pemilik hakiki harta benda. Seseorang yang beruntung memperolehnya pada hakikatnya hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemiliknya (Allah SWT). 1 H. Mas’oed Abidin
Zakat – demikian pula infaq dan shadaqah- merupakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Sang Pemilik. Apabila harta itu harta Allah, sedang seluruh manusia adalah hamba Allah, dan seluruh aktivitas kehidupan dan kesejahteraannya dengan mempergunakan harta Allah, sudah selayaknyalah jika harta itu --meskipun terikat dengan nama orang tertentu -- digunakan bagi kebaikan seluruh hamba Allah, dipelihara dan dimanfaatkan oleh mereka bersama. Bagaimana pendapat dan pandangan para ulama tentang zakat ? Imam Qurthubi mengatakan : "Zakat merupakan bukti
kebenaran iman orang yang mengeluarkannya atau dengan kata lain ; ia bukan termasuk golongan orang-orang munafik, sekaligus sebagai bukti kebenaran akan cintanya kepada Allah SWT atau kesungguhan harapan akan pahalanya atas apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya". Imam Al Sindi mengatakan : "Zakat merupakan bukti
kebenaran iman yang diakui pelakunya. Sebab, tindakan mengeluarkan harta secara tulus karena Allah tidak mungkin terjadi, kecuali jika ada kesungguhan imannya".
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta Dari Abu Ayyub, berkata ; bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah : "beritahukan kepadaku
amal yang dapat memasukkan aku ke surga ?" Beliau menjawab : "Harta ! Harta !" Selanjutnya beliau bersabda : "Yang terpenting bagimu
adalah menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan menyambung silaturrahmi." (HR. Bukhari) Dari Abu Dzar Al Ghifary r.a. ia berkata, aku pernah mendatangi Rasulullah SAW ketika beliau sedang duduk di serambi Ka’bah. Pada saat melihatku, beliau bersabda : "Demi Allah, Pemelihara Ka’bah, mereka adalah orang-
orang yang merugi pada hari kiamat….." Aku pun berkata kepada diriku sendiri ; Apa gerangan yang terjadi padaku. Mungkin telah diturunkan sesuatu kepadaku. Selanjutnya aku bertanya, Siapakah yang engkau maksudkan, wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : "Yaitu orang-orang yang banyak
memiliki harta akan tetapi masih mengatakan begini, begini, dan begini". Beliau mengisyaratkan ke depan, sebelah kanan, dan sebelah kirinya. 3 H. Mas’oed Abidin
Kemudian beliau bersabda : ”Demi Dzat yang aku
berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang mati dan meninggalkan unta atau sapi, sedang ia tidak mengeluarkan zakatnya, melainkan pada hari kiamat kelak akan didatangi oleh apa yang lebih besar dan gemuk dari apa yang dia miliki sewaktu di dunia. Lalu binatang yang tidak dikeluarkan zakatnya itu menginjak-injak orang tersebut dengan kuku-kuku kakinya dan menanduk dengan tanduknya. Setiap kali yang terakhir selesai menginjak dan menanduk, maka yang pertama kembali seperti semula. Sehingga ia diberi putusan pengadilan di antara manusia." (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi) Ajaran kemewahan.
Islam Allah
memerangi dan
kekikiran,
Rasul-Nya
pemborosan,
Muhammad
SAW
memperingatkan dengan keras orang-orang yang kikir membelanjakan hartanya di jalan Allah, "…Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapatkan) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta
mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk diri kamu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu …". (Q.S. At Taubah : 34-35) Rasulullah
bersabda : "Jauhilah
kekikiran. Karena membinasakan orang-orang
sesungguhnya ia telah sebelum kalian, kekikiran telah mendorong mereka menumpahkan darah mereka dan menodai kehormatan mereka." (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Al Hakim) DR. Quraish Shihab dalam "Membumikan Al Qur’an" mengungkap dampak pelaksanaan zakat tersebut, yaitu :
Pertama : mengikis habis sifat-sifat kikir dalam diri seseorang,
serta
melatih
sifat-sifat
dermawan,
dan
mengantarnya mensyukuri nikmat Allah, sehingga pada akhirnya ia dapat mensucikan diri dan mengembangkan kepribadiannya.
Kedua : Menciptakan ketenangan dan ketentraman, bukan hanya kepada penerima, tetapi juga kepada pemberi zakat, infaq dan shadaqah. 5 H. Mas’oed Abidin
Ketiga : Mengembangkan harta benda. Pengembangan ini dapat ditinjau dari dua sisi : a)
sisi spritual, berdasarkan firman Allah dalam surat Al Baqrah ayat 276 : "Allah
memusnahkan
riba
dan
menyuburkan sedekah atau zakat." b)
sisi
ekonomis-psikologis,
yaitu
ketenangan batin dari pemberi zakat, shadaqah
dan
mengantarkannya
infaq
akan
berkonsentrasi
dalam memikirkan usaha pengembangan harta ; di samping itu, penerima zakat atau
infaq
dan
shadaqah
akan
mendorong terciptanya daya beli dan produksi baru bagi produsen yang dalam hal ini adalah pemberi zakat atau infaq dan shadaqah.
ZAKAT MENGUKUHKAN UMAT Zakat dapat dipakai alternatif bagi penghapusan kemiskinan umat. Atas dasar, “Saling bertolonganlah kamu atas kebaikan dan ketaqwaan”. (QS.5, Al Maidah : 2). Alquran, meletakkan prinsip ta‘awunitas atau partisipatif, saling tolong bertolongan untuk kebaikan dan ketaqwaan. Tidak ada prinsip ta’awunitas itu untuk keburukan maupun kemaksiatan.
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta Harus dibedakan, antara zakat dengan infaq dan shadaqah, dalam kaitan perintah Allah. Walaupun diakui semuanya merupakan sumber dana umat. Zakat adalah dana yang wajib dikeluarkan, wajib ditagih, wajib dipungut, dari pemegang dana, harta. Infak dan Shadaqah lain di luar zakat, harus digalakkan untuk dikeluarkan. Alat untuk meningkatkan ukhuwwah solidaritas dan jihad fi sabiilillah, peningkatan amaliyah dalam meningkatkan dan mempertahankan aqidah di jalan Allah. Zakat, sebagaimana halnya shalat, merupakan satu arkaan min arkaanil-Islam. Sendi-sendi dari Islam. Zakat adalah rukun, sendi Islam ketiga, setelah syahadatain, shalat, dan kemudian shaum, puasa. Dalam Kitab suci Alquranul Karim, selalu diseiringkan perintah shalat dan zakat ini. Hingga dapat dikatakan, zakat inilah yang membedakan apakah seseorang itu mukmin atau kafir atau munafik. Orang mukmin yang benar, selain mempercayai hari akhir, serta mengerjakan shalat, dan tidak menserikatkan Allah, juga seorang pembayar zakat. Alquran selalu menghubungkan antara shalat dan zakat. Para sahabat Rasulullah ( salafus-shalih), selalu berperdapat, antara keduanya tidak boleh ada pemisahan. Alquranul Karim juga menyebut zakat dengan kata-kata shadaqah. Bermakna shadaqah wajib. Pembuktian atas pembenaran perintah Allah, yang bertalian dengan harta benda seorang mukmin. Membayarkan zakat kewajiban muslim. Sama dengan kewajiban shalat. Memungut zakat dari seorang yang berkewajiban zakat merupakan pelaksanaan perintah Allah pula. ٌعِليْم َ ٌسمِيْع َ ُشكَنٌ َلهُمْ وَ ال َ َعَليْهِمْ إِنّ صََلوَا َتك َ ّصل َ َطهّرُهُمْ وَ تُزَ ّك ْيهِمْ بِهَا و َ خُذْ مِنْ َأ ْموَاِلهِمْ صَدَ َق ًة ُت
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (At Taubah, 9:103) Dalam pemungutan zakat, harus ada satu badan. Bagi negara-negara Islam, perintah pemungutan datangnya dari Kepala Negara (Amirul Mukminin). Tentu melalui satu penegasan perundang-undangan, sesuai dengan Kitabullah.1 Untuk daerah kita, dapat dilakukan oleh Baitul Maal Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat (BAZ). Apabila manajemen baik, badan ini dapat disempurnakan menjadi rumah harta. Di dalamnya terdapat pengelolaan zakat yang transparan, akunatilitas teruji dan ikhlas. BAZ berfungsi menjadi koleksi zakat dan distribusi harta yang dihimpun dari sumber dana zakat, infaq dan shadaqah umat. Karena itu, dalam pandangan Alquran (Islam), seorang belum dapat disetarakan dengan orang-orang yang bertaqwa, sebelum dia mengeluarkan zakat hartanya. Tanpa zakat, seseorang terjauh dari rahmat Allah.
Tatkala Rasulullah mengirimkan utusan ke Yaman, Nabi menginstruksikan kepada Mu’adz bin Jabal beberapa hal harus dijalankannya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shahihnya. ْعوْا لِذَلِ كَ فَاعِْل ْمهُ مْ أَنّ الَ َقد ُ فَِإ نْ ُه مْ َأطَا،ِسوْلُ ال ُ َحمّدًا ر َ ُشهَا َدةِ َأ نْ لَ إَِل هَ ِإلّ الُ وَ َأنّ م َ عهُ مْ ِإلَى ُ ل ِكتَا بٍ فَا ْد َ ِإنّ كَ تَ ْأتِي َق ْومًا أَ ْه:َ َفقَال،ِث مُعَاذًا ِإلَى ا ْليَمَ ن َ ََبع ْ فَإِ نْ هُ م،ْغنَيَا ِئهِ مْ َفتُرَدّ عَلَى ُفقَرَا ِئهِ م ْ عوْا لِذَلِ كَ فَاعِْل ْمهُ مْ أَنّ الَ َقدْ فَرَ ضَ عََل ْيهِ مْ صَ َدقَ ًة ُتؤْخَ ُذ مِ نْ َأ ُ خمْ سَ صََلوَاتٍ فِي اْل َيوْ مِ وَ الّليَْلةِ فَِإ نْ ُه مْ َأطَا َ َْفرَ ضَ عََل ْيهِ م
) (رواه الشيخان.ٌ وَاّتقَ دَ ْع َوةَ ا ْل َمظُْلوْمِ فَِإنّهُ َل ْيسَ بَ ْينَهَا َو َبيْنَ الِ حِجَاب،َْأطَا ُعوْا لِذَِلكَ فَِإيّاكَ َو كَرَائِمَ َأ ْموَاَلهُم 1 Indonesia memilik UU No.38/1999 tentang pengelola zakat. Dasar dari pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ)
7 H. Mas’oed Abidin
Kau akan berada di tengah umat Ahli Kitab. Ajaklah mereka mengakui, tidak ada Tuhan selain Allah dan Saya (Muhammad) adalah Rasul-Nya. Bila mereka menerima (mengakui), beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka wajib melaksanakan shalat lima kali dalam sehari semalam. Bila mereka telah menjalankannya, beritahukan pula, mereka diwajibkan mengeluarkan zakat, yang dipungut dari orangorang kaya dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Dan bila mereka menjalankannya (shalat dan zakat ), maka kau harus melindungi harta kekayaan mereka itu. Selanjutnya rasulullah menegaskan lagi. Dan takutlah kepada doa-doa orang yang teraniaya (diantaranya orang-orang miskin). Karena antara doa orang teraniaya dengan allah tidak ada batas (penghalang). (HR.Bukhari Muslim, dari Anas Radhiallahu “anhu). َص ُموْا ِمنّ ى ِدمَاءِهِ مْ و َ ع َ َ فَإِذَا َفعَُلوْا ذَلِ ك،َلةَ َو ُي ْؤتُوْا ال ّزكَاة َ َسوْلُ الِ َو ُيقِ ْي ُموْا ال ص ُ َحمّدًا ر َ ُن م َ شهَ ُدوْا َأ نْ لَ إَِل هَ ِإلّ الُ وَ َأ ْ َحتّ ى ي َ َُأمِرْ تُ أَ نْ ُأقَاتِلَ النّا س
) (رواه الشيخان عن ابن عمر.َِأمْوَاِلهِمْ ِإ ّل بِ َحقّ ْالِسْلَمِ وَ حَسَابَهِمْ عَلَى ال Aku diperintahkan memerangi manusia, kecuali bila mereka meng-ikrarkan syahadat, bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah (kemudian) mendirikan Shalat dan membayarkan zakat. (HR.Bukhari Muslim)
Peringatan Rasullulah lainnya, berbunyi “Bila shadaqah (zakat) bercampur dengan kekayaan lain. Bila harta kekayaan tidak dikeluarkan zakatnya . Kekayaan itu akan binasa “ (HR Bazar dan Baihaqi , liaht Nailul Authar, jilid IV-126). Zakat seorang Mukmin memiliki beberapa fungsi , 1.
Perintah Allah, tanda pembenaran syahadat dan shalat.
2. Pembersih harta kekayaan 3. Penghapus Kemiskinan umat, karena ditujukan kepada orang miskin. 4. Sumber dana umat, penggunaanya diarahkan kepada obyek tertentu, asnaf yang delapan 5. Pembeda antara Mukmin dan Munafik Kehidupan sehari-hari menceritakan bahwa “tidak ada orang yang melarat lantaran mengeluarkan zakat“. Sebaliknya, orang kaya (Muslim) tidak pernah mengenyam ketentraman , lantaran selalu menahan hak zakat. Makanya, zakat wajib dikelola dengan management yang benar. Sumbernya jelas. Setiap muslim pemilik harta senisab setahun wajib berzakat. Kewajiban ditetapkan berdasar batas jumlah dan waktu, haul dalam setahun. Besar yang wajib dikeluarkan dari tingkat 2,5 (dua setengah) persen, 5 persen, 10 persen, bahkan sampai 20 persen dari besarnya kekayaan (hisab). Penerima zakat juga dijelaskan dengan tegas. ٌض ًة مِنَ الِ وَ الُ عَِليْم َ ْ فَ ِري،ِس ِبيْل ّ س ِبيْلِ الِ وَ ابْنِ ال َ عَليْهَا وَ ا ْل ُمؤَّلفَةِ قُُل ْو ِبهِمْ وَ فِي الرّقَابِ وَ ا ْلغَا ِر ِميْنَ وَ فِي َ َِإنّمَا الصّ َدقَاتُ لِ ْل ُفقَرَاءِ وَ اْلمَسَاكِيْنِ وَ ا ْلعَامِِليْن ٌح ِكيْم َ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah (IX) ayat 60) Firman Allah menjelaskan penerima zakat tersebut adalah “orang-orang” yang terdiri dari:
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta 1.
Orang fakir
2. Orang Miskin 3. Para Amil (pengelola zakat ). 4. Orang Muallaf yang dibujuk hatinya. 5. Mereka (orang) yang diperhamba, membebaskan perbudakan. 6. Mereka yang dililit hutang, atau orang berhutang. 7. Jihad pada jalan Allah. 8. Dan orang yang terlantar dalam perjalanan . “Demikian diwajibkan Allah Maha Tahu Maha Bijaksana (QS 9, at Taubah : 60). Lima kelompok asnaf ini orang yang memerlukan perhatian khusus. Mereka tengah berada di tepi jurang kemelaratan. Mereka adalah fakir, miskin, budak yang diperhamba, orang yang dililit hutang dan yang terlantar dalam perjalanan. Dua kelompok berhadapan dengan medan dakwah illallah, Muallaf dan fisabilillah. Kelompok Muallaf dengan kesadaran hati menerima Islam. Problema yang dihadapi mereka bukan sedikit. Kadang-kadang berbentuk pengucilan dari kelompok agama anutan lamanya. Mereka cenderung berproses kearah kemiskinan, jika tidak segera diantisipasi. Begitu pula fisabilillah. Mereka tengah berjihad. Pejuang di meda laga. Mempertahankan aqidah Islamiah. Mereka yang tengah berdakwah di daerah sulit. Ruang lingkup fisabilillah cukup luas. Dapat juga dikelompokkan kepada fisabilillah antara lain juga penuntut ilmu pengetahuan yang akan kembali ke tengah umat. Membina dan mencerdaskan umat di lingkungannya. Hakekatnya mereka berjuang untuk kepentingan orang banyak. Mencari redha Allah semata. Mereka perlu mendapatkan perhatian yang mendalam. Semua kelompok asnaf mendapat porsi dari sumber zakat menurut prioritas, kondisi dan situasi. Pengelolanya, amil. Mereka berhak mendapatkan bahagian. Intisarinya agar amanah diprioritaskan. Tidak menyimpang kepada yang lain. Terciptanya keadilan dan pemerataan sesuai dengan program yang hendak dikembangkan. Amil zakat tetap akan menerima bahagian dari zakat itu, walau mereka terdir dari orang-orang berpunya juga. Terserah apakah bahagian mereka akan dinikmatinya berbentuk materi, atau akan mereka kembalikan lagi dalam bentuk shadaqah. Semuanya ini lebih banyak ditentukan oleh kualitas pribadi para amil. Ada kalanya orang berduit yang diberi amanah sebagai amil zakat, dapat meniru yang dilakukan kaum Anshar (Madinah) terhadap kaum Muhajirin, dalam sejarah hijrah Rasullullah SAW. Alangkah mulianya sikap mereka seperti diceritakan Allah . ٌخصَاصَة َ ْن ِبهِم َ ج ًة ِممّا ُأ ْوُتوْا َو ُيؤْثِ ُروْنَ عَلىَ َأ ْنفُسِهِمْ وََل ْو كَا َ ص ُدوْرِهِمْ حَا ُ ن مَنْ هَاجَرَ إَِل ْيهِمْ َولَ يَجِ ُدوْنَ فِي َ ْحبّو ِ ُن مِنْ َقبِْلهِ ْم ي َ ل ْيمًا ِ ن َتبَ ّو ُءوْ الدّارَ وَ ْا َ ْوَ الّ ِذي .َحوْن ُ ِ فَُأوَْل ِئكَ هُمُ ا ْل ُمفْل،ِح َنفْسِه ّ ُن ُي ْوقَ ش ْ ََو م
Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun
9 H. Mas’oed Abidin
mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al Hasyr ayat -9) Mereka tunjukkan kasih sayang kepada orang yang memerlukan bantuan karena hijrah (berpindah) ke kampung mereka. Mereka tidak menaruh keinginan terhadap yang diberikan kepada mereka. Mereka utamakan kawannya lebih dari diri mereka sendiri. Meskipun mereka sedang berada di dalam kesusahan pula. Demikian bentuk dari kualitas umat, yang terbina karena iman kepada Allah. Hidup dalam redha Allah. Tidak pantas, zakat hanya diberikan oleh pemilik harta kekayaan, menurut keinginan dan kepentingannya semata, apalagi hanya beralaskan belas kasihan. Zakat mesti diyakini sebagai titipan milik Allah yang wajib di keluarkan dari harta kekayaan yang sedang dipunyai oleh seseorang berharta. Zakat harus dipungut dan dihitung hisab dan nisabnya secara pasti. Institusi “amil” menjadi pemungut (collector) dan pembagi zakat (distributor). Memudahkan pemungut (kolektor, amil) menjalankan tugas dalam kemajuan iptek dapat disusun lebih dahulu kohir (formulir zakat) yang berisi cara-cara tepat dan mudah untuk pemilik harta menghitung zakatnya. Salah kiprah jadinya, kalau pembayar zakat hanya mengeluarkan berupa kain sarung tua, atau ampelop uang di akhir tahun. Kemudian membagikan merata kepada siapa saja yang menurutnya. Mungkin sasarannya kurang tepat. Dampaknya dapat berakibat memperbanyak jumlah orang miskin. Pendistribusian zakat perlu dipandu oleh amil untuk mempermudah memintasi penghapusan kemiskinan umat. Zakat bukanlah milik pembayar zakat. Zakat adalah “harta milik Allah”, yang diamanahkan untuk dibayarkan kepada orang-orang tertentu. Ketentuannya datang dari Allah yang memberi harta itu. Mungkin saja pemilik tidak bersedia menyerahkan kepada badan (amil) tertentu karena keragu-raguan hati semata. Apakah zakatnya sampai kesasaran atau tidak. Dalam hal ini menjadi tugas pokok amil untuk mengumumkan pertanggungjawaban terbuka kepada umat. Zakat untuk penghapus kemiskinan diphapuskan sejak masa Rasullullah SAW. Dalam sebuah hadist di riwayatkan Bukhari Muslim, diingatkan, “Meminta-minta tidak halal kecuali salah satu dari tiga beban. Yaitu ”orang yang menanggung beban berat, tidak mampu memikul sendiri maka baginya halal meminta “ dan “orang yang di balut kemiskinan maka baginya halal meminta sampai dia kembali tegak dan hidup secara wajar“. Selain dari tersebut diatas haram baginya makan hasil meminta-minta. (HR.Bukhari Muslim, dari Qabishah al Hilali). Batasan Rasulullah ini, membuka peluang boleh meminta sampai terangkat kemiskinan. Terkandung makna berilah kepada seorang miskin sesuatu yang menyebabkan sesudah itu mereka dapat hidup wajar. Hidup layak dan pantas bervariasi sesuai kondisi kehidupan umat dikala itu. Kalangan miskin diangkat melalui pendidikan. Mengajarkan membina hidup layak. Mengajarkan cara mengolah kehidupan. Untuk itu perlu dikaji kesediaan “si miskin” untuk mengubah sikap jiwa. Dari menerima menjadi mengolah, memelihara baru memakan hasilnya, untuk dirinya dan keluarganya. Karena itu, jika fakir miskin diberi zakat boleh hingga berkecukupan dalam bentuk peralatan permodalan. Besarnya bantuan boleh disesuaikan dengan keperluan untuk menghapuskan kemiskinan. Agar dari usahanya diperoleh keuntungan. Meskipun jumlah permodalan itu besar.2 Bahkan Imam Syafei menegaskan, ”Bantuan zakat bisa dalam bentuk memberikan sebuah pekerjaan. Malah kemudian dapat pula ditambah usaha-usaha lainnya hingga dapat memenuhi kebutuhan si-miskin” (Al Umm). Pendapat ini disepakati oleh Imam Ahmad,”orang miskin boleh mengambil zakat untuk seluruh
2
Imam Nawawi, Syarah Minhaj -VI/159.
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta kebutuhan hidup, berupa sumber usaha yang berketerusan.”3 Selanjutnya, pendapat Khattabi, ”Batas pemberian zakat adalah kecukupan. Dengan zakat diciptakan kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Batas itu disesuaikan dengan kondisi serta tingkat kehidupan umum yang berlaku.Tentu akan berbeda pada tiap orang, sesuai dengan keadaaan mereka (bangsa)”.4 Pendapat itu merujuk kepada kebijaksanaan umum yang pernah dilakukan Umar bin Khattab. ” Kalau memberi bantuan hendaknya mencukupi”. Umar mencontohkan dalam masa pemerintahannya. Umar pernah memberi zakat sebanyak tiga ekor unta kepada seorang laki-laki yang memerlukan bantuan. Kemudian Umar pernah mengatakan niatnya yang teguh dalam “menghapus kemiskinan“ di tengah rakyatnya. Akan aku ulangi pembagian zakat (sedekah) walau diantara mereka baru akan cukup dengan menyerahkan seratus ekor unta,”5 Zakat dapat berguna efektif meningkatkan taraf hidup muslimin untuk menjadi keluarga mampu. Hidup layak dalam ukuran ekonomis. Ini pula paham Imam Al Ghazzali, ”Hendaknya zakat dapat dipakai untuk pembeli tanah, diolah untuk keperluan orang miskin dan hasilnya cukup untuk seumur hidup”.6
ALAM YANG
INDAH ANUGERAH
ALLAH,
MENJADI SUMBER REZEKI APABILA
DI OLAH DENGAN MODAL ILMU DAN KEMAUAN DARI TANGAN TERAMPIL
Maka termasuk pantas mempergunakan zakat untuk usaha yang mendatangkan hasil tetap. Pantas membuka perkebunan dan lahan-lahan pertanian sebagai jalan pintas untuk menghapuskan kemiskinan itu. Yang perlu dijaga tujuan utama untuk kepentingan peningakatan taraf hidup orang melarat. Disinilah peran Badan Amil Zakat (BAZ).
ZAKAT
DAN
OTONOMI DAERAH
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, 3 4 5 6
Al Inshaf,III/238. Ma’alim as Sunnah (II/239. Al Anwaal, 565-566. Ihya,I/207, al Halabi
11 H. Mas’oed Abidin
dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S At Taubah: 103) Salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim adalah mengeluarkan sebagian harta yang dimilikinya. Sebab yang halal dimanfaatkan dari harta yang dimilikinya hanya 97,5% dan yang 2,5% persennya harus ia keluarkan untuk mustahiqun (asnaf yang delapan) terutama golongan ekonomi lemah, yang secara syar’i disebut dengan Zakat. Paradigma ini dibangun dari keberadaan Syari’at Islam yang menempatkan ketetapan formulasi hukumnya atas dasar Teosentrisme
Humanisme (Hablum Minallah wa
Hablun Minannas). Hal ini mempertegas bahwa menunaikan zakat tidak semata wujud ketaatan orang Islam terhadap perintah Allah. Akan tetapi, inheren (berhuhungan erat) dengan misi sosial yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, yaitu pengentasan kemiskinan demi terciptanya masyarakat sejahtera yang berkeadilan. Fungsi
zakat
di
awal
kerasulan
ditekankan
pada
kepedulian atas kesejahteraan masyarakat dalam tingkat
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta regional (bersifat daerah). Saat itu, sistem pelaksanaan zakat secara kolektif mulai dibentuk. Rasulullah juga mengutus para petugas zakat ke berbagai daerah dengan membawa berbagai instruksi yang diperlukan, terdiri dari harta yang dikenakan zakat, perasaan kasih sayang, kebijaksanaan, dan pendekatan individual. Nasehat Nabi kepada Mu’adz bin Jabal ketika dikirim ke Yaman, tahun 10 H., boleh dikatakan sebagai pembentukan dasar-dasar
yang
sah
tentang
permasalahan
zakat.
Rasulullah saw. bersabda: « … Kamu akan mendatangi kaum
ahli kitab, karenya. ajaklah kepada persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah Rasulullah. Jika mereka menerima seruanmu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan pada mereka untuk melakukan shalat lima kali dalam sehari semalam. Dan jika mereka telah menerima, maka beritahukanlah mereka bahwa Allah telah mewajibkan mereka mengeluarkan zakat (shadaqah) yang diambil dari harta orang-orang kaya diantara mereka, dan akan dibagikan kepada kaum miskin diantara 13 H. Mas’oed Abidin
mereka. Jika mereka mentaatimu, berarti kamu akan mendapatkan harta yang terbaik, dan takutilah jeritan kaum tertindas, karena tidak ada tabir antara mereka dan Allah…. » (HR. Bukhari) Hadits ini menggambarkan tentang perhatian Islam atas upaya meningkatkan taraf hidup berdasar asas teritorialnya. Sepanjang
satu
wilayah
telah
terbangun
sistem
ekonominya, maka yang perlu dilakukan pada waktu itu adalah upaya memenuhi keperluan kelas dhu’afa’ di wilayah tersebut. Nampaknya, asas desentralisasi dalam paradigma
zakat tersebut erat kaitannya dengan upaya pemberlakuan otonomi daerah belakangan ini. Relasi paradigmatik ini dalam sistem hukum nasional dipetakan dalam pemberlakuan UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan UU No. 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan
daerah.
Keduanya
merupakan
realisasi pemerataan sistem peraturan perundangan yang berbasiskan kesejahteraan rakyat, dan menjadi trade mark pemerintah demokratis pasca rontoknya rezim Orde Baru.
ZAKAT & OTONOMI DAERAH Integrasi zakat ke dalam otonomi daerah sebenarnya
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta pembumian syariat Islam terhadap realitas sosial yang berada dalam lingkungan masyarakat muslim. Kuntowijoyo dalam bukunya Paradigma Islam; Interpretasi Untuk Aksi. Mizan 1998, membagi zakat dalam dua dimensi. Baginya, pemberlakuan zakat dalam konteks masyarakat modern bukan semata tuntutan basis Subyekif Normatif
Syari’at Islam dalam menunaikan zakat, akan tetapi merupakan reaktualisasi dan basis Obyektif Empiris. Karenanya semua elemen masyarakat muslim harus berusaha menjadikan zakat sebagai donasi pembangunan yang ditata dengan
legislasi
peraturan
perundangan
(PERDA).
Sementara pada saat bersamaan telah lahir UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah sebagai regulasi untuk meningkatkan pemerataan ekonomi dan keadilan bagi rakyat Indonesia. Dengan demikian, pengelolaan zakat yang diatur dalam UU No. 38 tahun 1999 tidak bisa luput dari wajah pembangunan dalam masa reformasi dan otonomi daerah sekarang ini. Benang merah antara pengelolaan zakat dan penyelenggaraan demokratisasi,
otonomi peran
serta
15 H. Mas’oed Abidin
daerah
meliputi
masyarakat,
proses
pemerataan
kesejahteraan
dan
keadilan
sosial
serta
potensi
keanekaragaman daerah. Rangkaian proses tersebut di atas dapat kita temukan dasarnya pada UU Number 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, diantaranya sebagai berikut: 1.
Dalam
Bab
III
tentang
Organisasi
Pengelolaan Zakat pada pasal 5, 6, 7 dan 8 disebutkan bahwa, untuk pengelolaan zakat, pemerintah-pusat maupun daerah- membentuk sebuah lembaga pengelola yang disebut badan amil zakat (BAZ) yang memiliki tugas pokok, mengumpul,
mendistribusikan
mendayagunakan ketentuan
zakat
agama.
meningkatnya
sesuai
Dengan
pelayanan
bagi
tujuan
dan dengan guna
masyarakat
dalam menunaikan zakat, meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial serta meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. 2.
Dalam Bab VIII tentang ketentuan-ketentuan lain pada pasal 23 dijelaskan bahwa, dalam
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta menunjang pelaksanaan tugas Badan Amil Zakat
yang
dibentuk,
pemerintah
wajib
membantu biaya operasional BAZ.
PERANSERTA PEMERINTAH MENGELOLA ZAKAT Seperti
halnya
UU
pengelolaan
zakat,
maka
No.
38
tahun
1999
tentang
dalam
upaya
pelaksanaannya
diperlukan pemberlakuan sebuah peraturan daerah (PERDA) agar pengelolaan zakat dimaksud dapat terlaksana baik. Pada dasarnya, secara normative (law in book), korelasi paradigma zakat dan otonomi daerah sebenarnya telah menemukan bentuknya yang sempurna. Dan untuk realitas empirisnya (law in action), maka peran pemerintah selaku pengukuh, pembina dan sekaligus pelindung atas pelaksanaan pengelolaan zakat sangatlah dituntut untuk lebih pro-aktif. Dan pemberdayaannya haruslah terprogram dalam sebuah agenda kerja prioritas pemerintah. Apabila pengelolaan zakat ditangani dengan serius oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama, maka zakat secara realitas akan dapat menjadi penunjang kemandirian ekonomi daerah, insya Allah. Allah a’lam bishawab.
« ZAKAT » RUKUN ISLAM YANG TERABAIKAN? 17 H. Mas’oed Abidin
“ Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan(hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Maha Kaya sedanqkan kamulah orang-orang yang berhendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain. Dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).” (Q.S. Muhammad 38) Di saat sebuah slogan “Ayo Sekolah" diserukan di negeri ini, ada yang menjawabnya dengan berseloroh, “Mana Duitnya ?". Di saat orang-orang bersendawa karena kenyang setelah selesai menyantap makanan, ternyata di tempat lain, masih banyak orang-orang yang menekan perutnya, menahan lapar. Ada juga orang-orang yang bingung besok makan apa, untuk mengganti menu seleranya hari ini. Dan di tengahtengah mereka ada pula yang bingung, karena ia tak tahu, apakah besok ia bisa makan, lantaran ia tak tahu, apakah besok masih ada orang yang berbelas kasihan padanya seperti hari ini. Kondisi ini sering terlihat dengan jelas dan nyata di depan mata kita.
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta Islam, sebagai agama universal telah memerintahkan kepada para aghniya’ (orang-orang yang dikaruniai kelebihan harta) agar memperhatikan para dhu’afa’ (orang-orang yang tak mampu), mengasihi dan menolong mereka agar terlepas dari belenggu kesusahan dan kemiskinan, dengan mewajibkan mengeluarkan sebagian harta (2,5%) bagi yang memerlukan. Terutama diberikan kepada orang-orang yang telah ditetapkan Al Qur’an sebagai yang berhak menerimanya (ashnaf delapan / al mustahiqqun), yaitu dengan mewajibkan setiap orang yang berharta untuk menunaikan zakat. Di negeri ini, masih sering dan mudah dijumpai anak-anak yang putus sekolah atau bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah, begitu pula kaum kolongmelarat yang terlantar, masih banyak kita jumpai. Hal ini terjadi di antaranya karena masih banyak dari kaum
muslimin
yang
enggan
mengeluarkan
zakatnya,
terutama zakat maal (zakat harta). Timbul sebuah pertanyaan, mengapa masih banyak orang Islam yang enggan mengeluarkan zakatnya ? Penyebabnya, apakah dikarenakan umat Islam masih banyak yang tergolong kaum fakir-miskin sehingga tidak 19 H. Mas’oed Abidin
mampu untuk membayar zakat, atau mungkin dikarenakan kurangnya sosialisasi tentang zakat dan sistem pengelolaannya, atau dikarenakan kurangnya perhatian umat Islam terhadap kewajiban zakat ?
Allahu a’lam. Yang
jelas,
menurut
sebagian
ulama,
pakar
dan
pemerhati kesejahteraan ummat (Islam), bahwa kewajiban zakat adalah salah satu Rukun Islam yang terabaikan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibentuklah sebuah lembaga/organisasi pengelola zakat yang dikenal dengan Badan Amil Zakat (BAZ) yang sekarang telah dibentuk langsung oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Badan inilah yang dipercayakan dan diberi amanat oleh pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan zakat. Kemudian, sebagai badan yang mengelola zakat, yaitu melaksanakan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, dan demi tercapainya kewajiban yang akan dilaksanakan BAZ tersebut, maka hal ini sudah barang tentu sangat mengharapkan bantuan dan perhatian semua pihak. Dana zakat yang terkumpul sangatlah potensial dalam
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta pemberdayaan
umat
Islam,
untuk
meningkatkan
kesejahteraan umat dan sekaligus sebagai pembebas umat dari belenggu kemiskinan, baik struktural maupun kultural.
I. APLIKASI KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN Dalam
sistem
ekonomi
kapitalis,
ajaran
yang
di
kembangkan adalah Struggle for Life; bertahan untuk hidup. Akibatnya yang kuatlah yang dapat bertahan dan yang lemah akan tersingkir dengan sendirinya. Sedangkan dalam ajaran Islam, orang-orang lemah (dhuafa) adalah tanggung jawab orang-orang yang kuat (aghniya’). Sehingga terciptalah pemerataan
keadilan
dan
kesejahteraan
sosial
dalam
masyarakat. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak mungkin terjadi,
seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan sandang dan pangan kecuali dikarenakan kebakhilan para hartawan (aghniya’). Ingatlah bahwa, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti serta meminta pertanggung jawaban mereka, lalu akan menyiksa mereka dengan siksaan yang amat pedih.” (HR. Imam Al Ashbahani) 21 H. Mas’oed Abidin
Dapat disimpulkan dua isyarat penting hadist ini :
Pertama, kemiskinan yang diderita fakir miskin bukan semata-mata karena kemalasan mereka dalam bekerja. Akan tetapi
lebih
diakibatkan
oleh
kurangnya
pemerataan
kesejahteraan dan ditambah pula kurangnya perhatian dan tanggung jawab sosial para aghniya’.
Kedua, secara inklusif bahwa Allah SWT mewajibkan para aghniya’ untuk menyisihkan sebagian har-tanya untuk para fakin miskin, yaitu dengan cara membayar zakat. Untuk menciptakan masyarakat yang sejahjera dan berkeadilan, maka solusinya adalah optimalisasi pengelolaan zakat, mulai dari pengambilan (pemungutannya), -- karena Allah SWT berfirman. “Ambillah zakat dari sebagian dari
harta mereka." (Q.S. At Taubah 103) – hingga ke pembagian dan pendayagunaannya secara efektif-efisien, tepat guna dan tepat sasaran.
II.TANTANGAN PELAKSANA KELOLA ZAKAT 1.
Kurangnya pengetahuan umat tentang hukum zakat.
2.
Kurangnya perhatian dan kesadaran umat terhadap
hal-hal
yang
berkaitan
dengan
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta kewajiban zakat. 3.
Pengetahuan
dan
perhatian
setengah-setengah
dalam
umat
yang
melaksanakan
kewajiban zakat yang hanya terfokus pada kewajiban zakat fitrah saja. Kewajiban zakat lainnya, seperti zakat profesi, zakat maal, tidak terperhatikan. 4.
Pendistribusian terkonsentrasi
zakat kepada
yang
hanya
seseorang
atau
kelompok tertentu yang ada di masyarakat. Hal itu mengakibatkan pendistribusiannya tidak merata, tidak tepat guna dan tepat sasaran. 5.
Kurang
pendayagunaan
dana
zakat
yang
terkumpul, di mana al mustahiqun selama ini selalu "diberi ikan yang siap disantap untuk
saat itu saja, dan bukannya diberikan pancing,
agar
di
lain
hari
ia
dapat
memperoleh ikan yang lebih banyak dan lebih
besar
dari
ikan
yang
diberikan
kepadanya hari ini". Hal ini menuntut suatu 23 H. Mas’oed Abidin
upaya menjadikan para mustahiqun tidak terus menjadi penerima zakat selamanya, tetapi berupaya menjadikan mereka sebagai
Muzakki di suatu saat kelak. 6.
Kurangnya personil di Badan Amil Zakat yang mengetahui dan menguasai hukum fiqih khususnya
tentang
fikih
zakat
dan
menejemen pengelolaan zakat. 7.
Kurangnya referensi tentang fikih zakat; klasik maupun kontemporer.
III. PELAKSANAAN KELOLA ZAKAT TERPADU 1.
Segera disosialisasi keberadaan BAZ (Badan Amil Zakat) yang telah dibentuk pemerintah, dan hukumhukum fikih zakat, tentang manajemen pengelolaan zakat, dan hal lainnya yang terkait.
2.
Sosialisasi ini harus dilakukan oleh pengurus BAZ kemudian oleh para Ulama, para da’i, Pemerintah -terkhusus lagi Departemen Agama selaku pengayom dan pelindung pelaksanaan kegiatan keagamaan di masyarakat -- serta oleh masyarakat sendiri.
3.
Membentuk kesatuan visi, misi dan orientasi dalam
Zakat Menyucikan Jiwa dan Harta masyarakait tentang pelaksanaan pengelolaan zakat. 4.
Diperlukannya perhatian khusus dari pemerintah daerah
selaku
Pensubsidi
dana
operasional
pelaksanaan pcngelolaan zakat kcpada Badan Amil Zakat yang telah dibentuk, dan juga perhatian dari para ulama dan tokoh masyarakat selaku "ujung tombak" sekaligus faktor pcnentu Utama kelancaran pelaksanaan program ini. 4.
Perlunya pelatihan khusus bagi para pengelola zakat, terkhusus lagi bagi yang bertugas di Badan Amil Zakat yang sudah terbentuk. Karena
kurangnya
pengetahuan
dan
pengalaman sangat berpengaruh terhadap kelancaran manajemen kerja dan kinerja. 5.
Diperlukan
media
informasi
dan
khusus sosialisasi
untuk
serana
pelaksanaan
pengelolaan zakat. 6.
Terakhir, kerjasama dan perhatian semua pihak mutlak diperlukan.
Layaknya siang dan malam, 25 H. Mas’oed Abidin
kaya dan miskin memang selalu ada. Sebenarnya, persoalannya bukan terletak ada-tidaknya kaya dan miskin. Akan tetapi, mengupayakan agar kesejahteraan dan keadilan terwujud di tengah-tengah umat adalah sebuah keniscayaan