Wrap Up Sk2 B15 Sistitis.docx

  • Uploaded by: Qonita Fitri Martikasari
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Wrap Up Sk2 B15 Sistitis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,758
  • Pages: 39
SKENARIO II SISTITIS Seorang perempuan, usia 22 tahun. Datang ke dokter puskesmas dengan keluhan nyeri saat buang air kecil (anyang-anyang). Keluhan dirasakan sejak satu hari sampai dirumah setelah berpergian jauh, dan pasien malas buang air kecil selama perjalannan. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan warna urin keruh, proteinurea (-), leukosit esterase (+), nitrit (+). Sedimen urin : jumlah leukosit 30-15 sel/LPB, eritrosit 3-5 sel/LPB, epitel (++) dan bakteri (+).

1

KATA SULIT 1. Sistitis : Peradangan pada visika urinaria yang disebabkan oleh infeksi dari mikroorganisme. 2. Anyang-anyangan : Buang air kecil berulang karena infeksi bakteri biasanya disebabkan oleh bakteri Eschericha coli.

2

BRAINSTORMING PERTANYAAN 1. Mengapa terjadi peningkatan leukosit ? 2. Mengapa warna urin keruh pada pemeriksaan urinalisis ? 3. Mengapa terjadi nyeri saat miksi ? 4. Apa saja mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih ? 5. Apa kemungkinan penyakit yang diderita ? 6. Bagaimana hasil interprestasi urinalisis ? 7. Mengapa nitrit positif pada pemeriksaan urinalisis? 8. Mengapa proteinuria negatif pada pemeriksaan urinalisis ? 9. Mengapa wanita lebih banyak terkena infeksi saluran kemih ? 10. Apa hubungan pasien yang malas buang air kecil dengan keluhan ? 11. Mengapa leukosit esterase positif pada pemeriksaan urinalisis ? 12. Mengapa bisa terdapat epitel pada urin saat pemeriksaan urinalisis ? JAWABAN 1. Karena infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri menimbulkan reaksi imun, contohnya leukosit (neutrofil). 2. Karena pada urin ditemukan adanya Piuria/leukosit, sel epitel, dan bakteri sehingga urin akan terlihat keruh. 3. Karena adanya infeksi pada bakteri contohnya Eschericha coli menyebabkan inflamasi pada lapisan mukosa dan muskularis pada visika urinaria sehingga menyebabkan nyeri. 4. Bakteri Eschericha coli merupakan penyebab paling sering ditemui. Selain itu, Bakteri seperti Proteus, Staphylococcus, Pseudomonas biasanya infeksi saluran kemih berulang. 5. Kemungkinan penyakit ini adalah Infeksi Saluran Kemih Bawah contohnya Sistitis. 6. Wanita tersebut terinfeksi bakteri pada saluran kemih bagian bawah dimana ditemukan bakteri, epitel, dan leukosit pada urin. 7. Karena nitrit positif pada pemeriksaan urin membuktikan bahwa adanya bakteri gram negatif dimana bakteri tersebut dapat merubah nitrat menjadi nitrit dengan enzim reduktase contohnya Eschericha coli. 8. Infeksi saluran kemih bawah pada vesika urinaria tidak menyebabkan terjadi proteinuria. 9. Secara anatomis uretra pada wanita lebih pendek daripada pria, posisi dekat dengan vagina dan anus, tata cara pembersihan setelah buang air kecil dan besar, pada pria memiliki faktor antibiotik protease, dan pada wanita memiliki hormon esterogen yang melindungi alat reproduksi. 10. Menahan buang air kecil menyebabkan peradaan pada vesika urinaria, sehingga flora normal pada uretra naik keatas melalui urin kemudian bakteri tersebut menginfesksi vesika urinaria. 11. Leukosit esterasi mengindikasikan adanya inflamasi, dimana leukosit (neutrofil) lisis saat memfagositosis bakteri dan mengeluarkan enzim esterase indoksil sehingga uji urinalisis positif. 12. Karena lapisan mucosa yaitu epitel transisional pada vesika urinaria ditembus oleh bakteri, kemudian epitel akan terlepas dan bercampur dengan urin. 3

HIPOTESIS Sistitis merupakan infeksi saluran bawah yang sering terjadi pada wanita, umumnya disebabkan oleh bakteri gram negatif salah satu contohnya Eschericha coli. Gejala yang timbul berupa dysuria yaitu peradaan pada vesika urinaria karena infeksi, frekuensi dan urgensi. Pemeriksaan urinalisis bertujuan untuk menegakkan diagnosis biasanya ditemukan sel epitel, leukosit esterase, bakteri, dan nitrit pada urin.

4

SASARAN BELAJAR LI. Mempelajari dan Memahami Saluran Kemih Bawah Wanita dan Pria LO.1.1 Menjelaskan Makroskopik Saluran Kemih Bawah A. Ureter Ureter adalah tabung/ saluran yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesika urinaria ( kandung kemih). Panjangnya 25-30 cm. Terdiri dari 2 bagian yaitu : 1. Pars abdominalis : Pada cavum abdominalis 2. Pars Pelvina : Pada rongga panggul (pelvis) 3 Tempat penyempitan ureter:  Uretero pelvic junction → perubahan pelvis renalis jadi ureter  Tempat penyilangan ureter dengan vassa iliaca = flexura marginalis → menyilang dengan A. iliaca communis  Muara ureter kedalam VU → saat menembus dinding VU

Anterior

Posterior

Ureter dx

Duodenum, ileum terminalis, A.V. colica dextra, M. psoas dx, bifurcation A.V iliocolica, A.V testicularis / ovarica dx A. Iliaca communis dx

Ureter sx

Colon sigmoid, mesocolon sigmoid (pembungkus M. psoas sx, bifurcation colon sigmoid), A.V. ileae & Aa. Jejunalis, A.V A. iliaca communis testicularis / ovarica sx

B. Vesica Urinaria Disebut juga bladder/kandung kemih, retroperitoneal karena hanya dilapisi peritoneum pada bagian superiornya. Terletak pada region hypogastrica (supra pubis). Vesica urinaria merupakan sebuah organ berongga yang mengumpulkan urin yang di bentuk oleh ginjal dan 5

pada waktu yang sesuai mengalirkan urin ke uretra. Pengisian maksimal VU berkisar 500-700 ml (perempuan lebih besar daripada laki-laki). Namun keinginan BAK sudah muncul mulai dari pengisian 150-200 ml, pada perempuan yang hamil sudah muncul pada pengisian yang sedikit saja karena ada tekanan dari uterus. 

VU mempunyai 4 bagian : 1. Apex vesicae (vesicalis) : dihubungkan ke cranial oleh urachus (sisa kantong allantois) sampai ke umbilicus membentuk ligamentum vesico umbilicale mediale. Bagian ini tertutup peritoneum dan berbatasan dengan ileum dan colon sigmoideum, sesuai dengan puncak pyramidum. 2. Corpus vesicae, Antara apex dan fundus 3. Fundus (basis) vesicae, sesuai dengan basis 4. Cervix vesicae, sudut caudal mulai urethrae dengan ostium urethra internum Lk2 → menyatu dengan prostat Pr → melekat langsung ke fascia pelvis



Fascia pelvis menebal → lig. Puboprostaticum pd pria, lig. Pubovesicale untuk menahan leher VU pd tempatnya  Lapisan dalam VU pada muara masuknya ureter terdapat plica → plica ureterica yang menonjol.  Membrane mukosa VU pd kosong terlipat → plica interureterica, bila dihubungkan dengan OUI → Trigonum vesicae (litaudi), yg pada angulus superior trigonum menandai pintu untuk ostium ureteris; angulus inferior trigonum berbatasan dg OUI  Lapisan otot VU → 3 otot polos yg membentuk trabekula ; M. detrusor untuk pengosongan kandung kemih vesicae yang menebal di leher VU membentuj sphincter vesicae ( M. sphincter vesicae / M. sphincter internus ) sebagai otot penutup kandung kemih.

6

7

C. Uretra Merupakan saluran keluar dari urin yang dieksresikan oleh tubuh melalui ginjalm ureter, vesica urinary, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium uretra eksternum. Uretra pria lebih panjang daripada wanita karena pada perjalanannya tidak sama dan beda alat-alat di panggul. Uretra pria panjangnya sekitar 15-25 cm sedangkan wanita kurang lebih 4-5 cm.

Uretra Pria

Uretra Wanita

Uretra pria dibagi atas : a. Pars prostatica, uretra melalui prostat. Panjangnya sekitar 3cm. - Uretra melalui prostat, di bagian dorsal ostium uretra internum ada tonjolan disebut uvula vesicae yang akan melanjutkan diri ke dinding dorsal pars prostatica sebagai cridts uretralis, kemudia sebagai collicus seminalis yang disebelah kanan kirinya terdapat sinus prostatica. - Panjangnya 3 cm. - Pada colliculus seminalis di linea mediana bermuara utriculus prostaticus yaitu suatu saluran pendek pada ujung lain buntu. - Paramedian agak ke proximal muara utriculus prostaticus bermuara ductus ejaculatorius. b. Pars membranaceae, melalui trigonum urogenitalis. Panjangnya sekitar 2 cm. - Melalui trigonum urogenitalis, panjangnya 1-2 cm. - Bagian yang penting karena uretra sangat menyempit di bandingkan dengan keduanya dan pada pria berkelok- kelok. - Didepan VU ada rongga yang dibentuk oleh symphisis pubis (depan) lateral ramus inferior os pubis disebut spatium prae vesicale = spatium retopubicum. c. Pars spongiosa, berjalan di dalam corpus cavernosum uretra, dimulai dari fossa intratubularis sampai dengan pelebaran uretra yang disebut fossa terminalis (fossa naviculare uretra). - Berjalan didalam corpus spongiosum dimulai dari fossa intrabulbaris sampai dengan pelebaran uretra disebut fossa terminalis. Karema melebar jika terjadi penurunan batu VU maka akan tersangkut disini dan dapat diambil dengan pinset dari ostium uretra eksterna.

8

-

-

Ikut membentik penis, dipangkal bagian uretra adaa yang melebar disebut bulbus uretra, lanjut membentuk bagian penis yang merupakan bagian erectil dibagi kiri dan kanan. Kelenjar yang terletak parauretral ada yang bermuara langsung di samping ostiu uretra externum. Dikenal lacuna magna terletak di dinding dorsal fossa terminalis. (Sofwan, A., Syam, Edward. 2019).

LO.1.2 Menjelaskan Mikroskopik Saluran Kemih Bawah A. Ureter Pars Pelvica Mucosa : Mucosa saluran urin sejak dari calyx minor, calyx major, ureter dan vesica urinaria dilapisi oleh epitel transitional, permukaan dapat menyesuaikan diri terhadap regangan, impermeable. Muscularis : Merupakan lapisan otot polos. Sebelah dalam: longitudinal, sebelah luar: circular

9

B. Vesika Urinaria Tunika mukosa VU dilapisi oleh epitel transisional dengan ketebalan 5-6 lapisan, namun pada saat sel meregang menjadi 2-3 lapisan. Pada permukaan sel dapat ditemukan sel payung. Tunika muskularisnya terdiri dari 3 lapisan otot yaitu bagian luar terdapat otot polos tersusun secara longitudinal, bagian tengan terdapat otot polos tersusun secara sirkular dan bagian dalam tersusun otot polos tersusun secara longitudinal.

C. Uretra Uretra Wanita Dilapisi oleh epiter berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk berseling dengan epitel bertingkat toraks. Ditengah-tengah uretra terdapat sfingter eksterna / muscular bercorak.

Uretra Pria Pada pars prostatica dilapisi oleh epitel transisional. Pada pars membranaceae dilapisi oleh epitel bertingkat toraks. Pada pars spongiosa umumnya dilapisi oleh epitel bertingkat torak namun diberbagai tempat terdapat epitel berlapis gepeng.

10

D. Glandula Prostat  Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar.  Sekret mengandung fosfatase asam  Konkremen (corpora amylacea) : kondensasi sekret yg mungkin mengalami perkapuran

LO.1.3 Menjelaskan Vaskularisasi dan Persyarafan Saluran Kemih Bawah A. Ureter Vasikularisasi ureter dibagi menjadi dua, ureter atas mendapat perdarahan dari A. renalis, sedaangkan ureter bawah dari A. vesicalis inferior. Inervasi ureter oleh plexus hypogastric inferior T11-L2 melalui neuron simpatis. B. Vesika Urinaria

Vasikularisasi berasal dari Aa.Vesicalis superior dan A.vesicalis inferior cabang dari A.iliaca interna, sedangkan pembuluh baliknya melalui V.vesicalis menyatu disekeliling VU membentuk plexus dan akan bermuara ke V.iliaca interna. Inervasi vesika urinaria oleh cabang-cabang plexus hypogastricus inferior yaitu : a. Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2 b. Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N.S2,3,4 melalui N.splancnicus dan plexus hypogastricus inferior mencapai dinding vesica urinaria (Sofwan, A., Syam, Edward. 2019). 11

LI.2 Mempelajari dan Memahami Fisiologi Berkemih

Setelah dibentuk di ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (buli-buli). Aliran urin di ureter tidak semata-mata bergantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltik otot polos di dalama dinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ketika kandung kemih terisi, ujung ureter yang terdapat di dalam dinding kandung kemih tertekan dan menutup. Namun urin masih tetap dapat masuk ke kandung kemih, karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk mengatasi resistensi dan mdorong urin melewati muara saluran yang tertutup itu. Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh jenis khusus. Untuk meningkatkan luas permukaan sel-sel epitel ketika kandung kemih terisi, vesikel-vesikel sitoplasma disisipkan ke dalam membran permukaan melalui proses eksositosis; vesikelvesikel tersebut ditarik kembali melalui proses endositosis untuk memperkecil luas permukaan pada saat isi kandung kemih keluar. Sebagaimana sifat otot polos, otot polos kandung kemih dapat sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding kandung kemih. Selain itu, dinding kandung kemih yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan serat parasimpatis, yang apabila dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar melalui uretra terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin dari kandung kemih. Pintu keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter; sfingter uretra interna dan sfingter uretra eksterna. Sfingter adalah cincin otot yang, bila berkontraksi, menutup aliran yang melewati lubang yang bersangkutan:  Sfingter uretra interna → otot polos dan, dengan demikian berada di bawah kontrol involunter. Walaupun bukan sfingter sejati, otot ini melakukan fungsi yang sama dengan sfingter. Sewaktu kandung kemih melemas, susunan anatomis sfingter uretra interna menutupi pintu keluar kandung kemih.  Sfingter uretra eksterna → diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis yaitu suatau lembaran otot rangka yang membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ-organ panggul. Neuron-neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksternal dan diafragma 12

pelvis secara terus menerus melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali bila mengalami inhibisi, sehingga otot-otot ini mengalami kontraksi tonik untuk mencegah keluarnya urin melalui uretra. Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih melemas dan terisi, sfingter uretra interna dan eksterna tertutup untuk mencegah urin keluar. Selain itu, karena merupakan otot rangka, sfingter eksterna dan diafragma pelvis berada di bawah kontrol kesadaran. Keduanya dapat dengan sengaja dikontraksikan untuk mencegah pengeluaran urin sewaktu kandung kemih berkontraksi dan sfingter interna terbuka. Mikturisi, atau berkemih, yaitu proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volume. Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada seorang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan di dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antar neuron, merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksterna. Stimulasi parasimpatis pada kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Untuk membuka sfingter interna tidak diperlukan mekanisme khusus; perugahan bentuk kandung kemih sewaktu organ tersebut berkontraksi secara mekanis menarik sfingter interna terbuka. Secara simultan, sfingter eksterna melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Sekarang kedua sfingter terbuka dan urin terdorong ke luar melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks berkemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, mengatur pengosongan kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah yang cukup untuk memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol. Pengisian kandung kemih juga menyebabkan timbulnya keinginan sadar untuk berkemih. Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks melemas, sehungga hal tersebut memberi “peringatan” bahwa proses berkemih akan segera dimualai. Apabila saat berkemih tidak tepat sementara refleks berkemih sudah dimuali, pengosongan kandung kemih dapat secara dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan masuka inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neiron-neuron motorik yang terlibat (keseimbagan relatif EPSP dan IPSP), sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak dikeluarkan. Proses berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, walaupun kandung kemih belum teregang, oleh relaksasi volunter sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Penurunan lantai panggul juga memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan membuka sfingter uretra internal dan meregangkan kandung kemih. Pengosongan kandung kemih secara vlunter dapat dibantu lebih lanjut oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang selanjutnya “memeras” kandung kemih untuk mengosongkan isinya. Inkontinensia urin, atau ketidakseimbangan mencegah pengeluaran urin, terjadi akibat gangguan jalur-jalur desendens di korda spinalis yang memperantarai kontrol volunter atas sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Dalam hal ini, karena komponen lengkung reflrks 13

berkemih masih utuh di krda spinalis bagian bawah, pengosongan kandung kemih diatur oleh refleks spinal yang tidak dapat dikontrol, seperti pada bayi. Inkontenensia dengan tingkat yang lebih ringan yang ditandai oleh keluarnya urin akibat peningkatan mendadak tekanan kandung kemih., misalnya sewaktu batuk atau bersin, dapat terjadi akibat gangguan fungsi sfingter. Hal ini tidak jarang terjadi pada wanita yang sering melahirkan atau pada pria yang sfingternya cedera selama pembedahan prostat. (Sherwood, L. 2016) Pusat Miksi Pons Pons merupakan pusat yng mengatur miksi melalui refleks spinal-bulberspinal atau long loop refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan bahwa pusat miksi pons merupakan titik pengaturan (switch point) dimana refleks transpinal-bulber diatur sedemikian rupa baik untuk pengaturan pengisian atau pengosongan kandung kencing. Pusat miksi pons berperansebagai pusat pengaturan yang mengatur refleks spinal dan menerima input dari daerah lain di otak Daerah Kortikal Yang Mempengaruhi Pusat Miksi Pons Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial dari lobus frontal dapat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi,inkontinens, hilangnya sensibilitas kandung kemih atau retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya kandung kencing yang hiperrefleksi.

Gambar 7. Kontrol Refleks dan Volunter Atas Berkemih 14

LI.3 Mempelajari dan Memahami Sistitis LO.3.1 Menjelaskan Definisi Sistitis adalah infeksi kandung kemih dengan sindroma klinis yang terdiri dari disuria, frekuensi, urgensi dan kadang adanya nyeri pada suprapubic (Kurnia P. dkk. 2015). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna (Enday, S. 2014) LO.3.2 Menjelaskan Etiologi

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa Escherichia. coli menempati peringkat pertama sebanyak 32.1% dilanjutkan oleh Pseudomonas spp (17%), Klebsiella spp (14.5%), Acinetobacter spp (9.1%), Enterobacter spp (7.3%), Gram positif lain (7.3%), Gram negative lain (4.8%), Staphylococcus spp (4.2%), Proteus spp (3.6%). Sedangkan data pola kuman terbaru yang berasal dari rawat jalan Urologi yang didapatkan dari spesimen urin, dilihat pada tabel 2 kuman terbanyak yang didapatkan dari spesimen urin adalah E.coli (61.7%), Klebsiella pneumonia (16.1%), Staphylococcus coagulase negatif (13%) dan sisanya sebanyak (9.2%) merupakan persentase dari gabungan beberapa jenis bakteri (Kurnia P. dkk. 2015). LO.3.3 Menjelaskan Epidemiologi Infeksi saluran kemih tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevelensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bualan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibanding laki-laki. ISK berulang jarang dilaporkan, kecuali ada faktor predisposisi (pencetus). Faktor Predisposisi : 1. Litiasis 2. Obstruksi saluran kemih 3. Penyakit ginjal polikistik 4. Nekrosis papilar 5. Biabetes mellitus pasca transplantasi ginjal 6. Nefropati analgesik 7. Penyakit sickle cell 15

8. Senggama 9. Kehamilan dan peserta KB 10. Kateterisasi (Enday, S. 2014) Faktor resiko inang dalam ISK Tipe Faktor Resiko Contoh Faktor Resiko Kategori FR yang tidak diketahui/ diasosiasikan - Wanita pramenopause O yang sehat FR ISK berulang, tapi tidak ada hasil - Perilaku seksual dan alat kontrasepsi R akhir yang parah -Defisiensi hormonal paska menopause -Tipe secretory dari grup darah tertentu - Diabetes mellitus terkontrol FR Extra-urogenital, dengan resiko - Kehamilan E hasil akhir yang lebih parah - Gender pria -Diabetes mellitus yang tidak terkontrol - Immunosuppression relevan - Penyakit jaringan konektif - Prematuritas, new-born FR Penyakit Nephropathic, dengan - Insufisiensi renal yang relevan N resiko hasil akhir yang lebih parah - Polycystic nephropathy FR Urologis, dengan resiko hasil akhir -Obstruksi ureteral (misal., batu, U yang lebih parah, yang bias stricture) diselesaikan selama terapi - Kateter saluran kemih jangka pendek dan sementara - Asymtomatic bacteriuria Disfungsi kandung kemih neurogenic yang terkontrol - Bedah urologi FR Kateter permanen dan FR urologis -Perawatan kateter saluran kemih C tanpa penyelesaian, dengan resiko jangka panjang hasil akhir yang lebih parah - Obstruksi saluran kemih yang tak Terpecahkan - Kandung kemih neurogenic yang tidak terkontrol FR=Faktor Resiko Pada wanita faktor risiko terjadinya sistitis berbeda pada usia muda dan usia tua. Pada wanita usia muda dan premenopause faktor risikonya berupa hubungan seksual, penggunaan spermatisida, partner seksual baru, ibu dengan riwayat ISK, riwayat ISK pada masa kanakkanak. Sedangkan pada wanita tua dan post menopause factor risiko terjadinya sistitis adalah riwayat ISK sebelum menopause, inkontinensia, vaginitis atrofi karena defisiensi estrogen, sistokel, peningkatan volume urin pasca berkemih, golongan darah, kateterisasi dan status

16

fungsional yang memburuk pada wanita tua di rumah jompo. Pada pria, angka kejadiannya hanya sedikit dan paling sering terjadi pada usia 15-50 tahun (Kurnia P. dkk. 2015). LO.3.4 Menjelaskan Patofisiologi Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat koloonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious gram-positive dan gram negatif. Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini diperudah refluks vesikoureter (Enday, S. 2014). Patogenesis a. Peranan Patogenesis Bakteri Sejumlah flora saluran cerna termasuk E.coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenitas E. coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dan lipopolisakarin (LPS). Faktor Virulensi Escherichia coli Penentu Virulensi Alur Fimbriae Adhesi Pembentuk jaringan ikat (scarring) Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh Perlengketan (attachment) Lipopolysacharide side chains (O Resistensi terhadap fagositosis antigen) Lipid A endotoksin Inhibisi peristalsis ureter Pro-inflamatori Membran protein lainnya Kelasi besi Antibiotika resisten Kemungkinan perlengketan Hemolysin Inhibisi fungsi fagosit Sekuestrasi besi 

Peranan Bakterial Attachment of Mucosa. Fimbriae merupakan salah satu pelengkap patogenisitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih.  Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenitas lain dari E. coli berhubungan dengan toksin. Beberapa sifat uropatogen MO ; seperti resistensi serum, sekustrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul mendahului manifestasi klinik.  Faktor virulensi variase fase. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. b. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)  Faktor predisposisi pencetus ISK. Faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi

17



saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Bstatus imunologik pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevaleni ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis. (Sukandar, Edar. 2009)

Patofisiologi Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut dari bakteremia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat stafilokokus aureus. Beberapa peneliti melaporkan PNA sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negative. ISK rekuren. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu : a) Re-infeksi → Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan mikroorganisme (MO) yang berlainan. b) Relapsing Infection → Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. Klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO) Klasifikasi Pathogenesis Mikroorganisme Gender ISK Reinfeksi Berlainan Laki-laki atau wanita Sekalisekali ISK Sering episode ISK Berlainan Wanita Sering ISK ISK persisten Sama Wanita atau laki-laki Terapi tidak sesuai Sama Wanita atau laki-laki ISK setelah terapi Terapi inefektif setelah Sama Wanita atau laki-laki Tidak reinfeksi adekuat (relapsing) Infeksi persisten Sama Wanita atau laki-laki Reinfeksi cepat Sama/berlainan Wanita atau laki-laki Fistula enterovesikal Berlainan Wanita atau laki-laki

18

Dua jalur utama masuknya bakteri ke saluran kemih adalah jalur hematogen dan asending, tetapi asending lebih sering terjadi. 1. Infeksi Hematogen (Desending) Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah, karena menderita suatu penyakit kronik, atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen dapat juga terjadi akibat adanya fokus infeksi di salah satu tempat. Contoh mikroorganisme yang dapat menyebar secara hematogen adalah Staphylococcus aureus, Salmonella sp, Pseudomonas, Candida sp., dan Proteus sp.

-

Ginjal yang normal biasanya mempunyai daya tahan terhadap infeksi E.coli karena itu jarang terjadi infeksi hematogen E.coli. Ada beberapa tindakan yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal yang dapat meningkatkan kepekaan ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen. Hal ini dapat terjadi pada keadaan sebagai berikut : Adanya bendungan total aliran urin Adanya bendungan internal baik karena jaringan parut maupun terdapatnya presipitasi obat intratubular, misalnya sulfonamide Terdapat faktor vaskular misalnya kontriksi pembuluh darah Pemakaian Obat Analgetik Atau Estrogen Pijat Ginjal Penyakit Ginjal Polikistik Penderita Diabetes Melitus 2. Infeksi Asending A. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina Saluran kemih yang normal umumnya tidak mengandung mikroorganisme kecuali pada bagian distal uretra yang biasanya juga dihuni oleh bakteri normal kulit seperti basil difteroid, streptpkokus. Di samping bakteri normal flora kulit, pada wanita, daerah 1/3 bagian distal uretra ini disertai jaringan periuretral dan vestibula vaginalis yang juga banyak dihuni oleh bakteri yang berasal dari usus karena letak usus tidak jauh dari tempat tersebut. Pada wanita, kuman penghuni terbanyak pada daerah tersebut adalah E.coli. Kolonisasi E.coli pada wanita didaerah tersebut diduga karena : - adanya perubahan flora normal di daerah perineum 19

-

Berkurangnya antibodi lokal Bertambahnya daya lekat organisme pada sel epitel wanita

B. Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih Proses masuknya mikroorganisme ke dalam kandunh kemih belum diketahui dengan jelas. Beberapa faktor yang mempengaruhi masuknya mikroorganisme ke dalam kandung kemih adalah : 1) Faktor anatomi Kenyataan bahwa infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki disebabkan karena : uretra wanita lebih pendek dan terletak lebih dekat anus, uretra laki-laki bermuara saluran kelenjar prostat dan sekret prostat merupakan antibakteri yang kuat. 2) Faktor tekanan urin pada waktu miksi Mikroorganisme naik ke kandung kemih pada waktu miksi karena tekanan urin. Selama miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih setelah pengeluarann urin. 3) Faktor lain Misalnya : perubahan hormonal pada saat menstruasi, kebersihan alat kelamin bagian luar,adanya bahan antibakteri dalam urin,pemakaian obat kontrasepsi oral a. Multiplikasi bakteri dalam kandung kemih dan pertahanan kandung kemih Dalam keadaan normal, mikroorganisme yang masuk ke dalam kandung kemih akan cepat menghilang, sehingga tidak sempat berkembang biak dalam urin. Pertahanan yang normal dari kandung kemih ini tergantung tiga faktor yaitu :  Eradikasi organisme yang disebabkan oleh efek pembilasan dan pemgenceran urin  Efekantibakteri dari urin, karena urin mengandung asam organik yang bersifat bakteriostatik. Selain itu, urin juga mempunyai tekanan osmotik yang tinggi dan pH yang rendah  Mekanisme pertahanan mukosa kandung kemih yang intrinsik Mekanisme pertahanan mukosa ini diduga ada hubungannya dengan mukopolisakarida dan glikosaminoglikan yang terdapat pada permukaan mukosa, asam organik yang bersifat bakteriostatik yang dihasilkan bersifat lokal, serta enzim dan lisozim. Selain itu, adanya sel fagosit berupa sel neutrofil dan sel mukosa saluran kemih itu sendiri, juga IgG dan IgA yang terdapat pada permukaan mukosa. Terjadinya infeksi sangat tergantung pada keseimbangan antara kecepatan proliferasi bakteri dan daya tahan mukosa kandung kemih. Eradikasi bakteri dari kandung kemih menjadi terhambat jika terdapat hal sebagai berikut : adanya urin sisa, miksi yang tidak kuat, benda asing atau batu dalam kandung kemih, tekanan kandung kemih yang tinggi atau inflamasi sebelumya pada kandung kemih. b. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal Hal ini disebabkan oleh refluks vesikoureter dan menyebarnya infeksi dari pelvis ke korteks karena refluks internal. Refluks vesikoureter adalah keadaan patologis karena tidak berfungsinya valvula vesikoureter sehingga aliran urin naik dari kandung kemih ke ginjal. Tidak berfungsinya valvula vesikoureter ini disebabkan karena :  Memendeknya bagian intravesikel ureter yang biasa terjadi secara kongenital  Edema mukosa ureter akibat infeksi  Tumor pada kandung kemih  Penebalan dinding kandung kemih

20

LO.3.5 Menjelaskan Manifestasi Klinis Gejala iritatif berupa disuria, frekuensi, urgensi, berkemih dengan jumlah urin yang sedikit, dan kadang disertai nyeri supra pubis. Sistitis ditandai dengan adanya leukosituria, bakteriuria, nitrit, atau leukosit esterase positif pada urinalisis. Bila dilakukan pemeriksaan kultur urin positif (Kurnia P. dkk. 2015). Manifestasi Klinis : ISK ATAS Disuria Nyeri tekan suprapubic Frequency Urgency Inkontnensia Anoreksia

ISK BAWAH Demam > 39 derajat celcius Kekakuan Malaise Anoreksia Nyeri pinggang Frequency dan urgency Hematuria Disuria

( Grace, P. & Baerly,N. (2007) LO.3.6 Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding A. Diagnosis 1. Anamnesis Infeksi saluran bawah bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik. ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk memeriksa adanya kondisi-kondisi yag dapat menjadi predisposisi terjadinta infeksi saluran kemih. Meliputi pemeriksaan fisik secara umum yang berhubungan dengan gejala ISK misalnya demam, nyeri ketok sudut kostovertebral atau nyeri tekan supra simfisis, teraba massa pada abdomen atau ginjal teraba membesar, dan pemariksaan neurologis terutama ekstremitas bawah. Pemeriksaan genetalia eksterna yaitu inspeksi pada ostium uretra eksterna, anomali pada penis yang mungkin berhubungan dengan kelainan pada saluran kemih dan adanya testis yang tidak turun pada prune-belly syndrome harus dilakukan. Stigmata kelainan konginetal saluran kemih lain seperti : arterium bilikalis tunggal, supernumerary nipples, tumor wilm. 3. Pemeriksaan Penunjang Cara Pengambilan Sampel Bahan untuk pemeriksaan urin harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture = spp), kateterisasi dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril. ketepatan diagnosis ISK dapat dilakukan dengan cara menurunkan kontaminasi bakteri ketika sampel urin diambil. 1. Urin Porsi Tengah (mid stream) a. Pada Pria: 21

Pria yang tidak disirkumsisi kulit penutup kepala penis harus ditarik kebelakang dan dibersihkan menggunakan sabun lalu dicuci bersih dengan air sebelum pengambilan sampel. Urin 10 mL pertama menggambarkan keadaan urethra, spesimen porsi tengah merepresentasikan kandung kemih dan spesimen ini adalah spesimen yang biasanya diambil untuk pemeriksaan. Cairan prostat didapat dengan cara memijat prostat dan meletakkan cairan prostat pada slide kaca. Sebagai tambahan, spesimen urine pasca pemijatan prostat sebanyak 10mL mencerminkan keadaan cairan prostat yang ditambahkan pada spesimen urethra. b. Pada Wanita: Pada wanita kontaminasi urin porsi tengah dengan bakteri pada introitus vagina dan sel darah putih adalah hal yang biasa, khususnya ketika adanya kesulitan dalam memisahkan kedua labia. Sehingga untuk wanita harus diinstruksikan untuk memisahkan labia, mencuci dan membersihkan daerah peri urethra dengan kasa yang lembab baru dilakukan pengambilan spesimen. Membersihkan dengan antiseptik tidak dianjurkan karena dapat mencemari spesimen yang dikemihkan dan menyebabkan terjadinya hasil negatif palsu pada kultur urin. Spesimen yang dikemihkan menunjukkan adanya kontaminasi apabila ditemukan adanya epitel vagina dan laktobasillus pada urnalisis dan bila hal tersebut terjadi maka urin harus diambil menggunakan kateter. 2. Kateterisasi Penggunaan kateter pada pria maupun wanita hanya diindikasikan pada pasien retensi urin atau pada wanita dengan ditemukannya kontaminasi berupa epitel vagina dan /atau laktobasillus pada specimen. Kateterisasi dan spesimen mid kateterisasi lebih akurat dibandingkan dengan urin yang dikemihkan tetapi dapat menyebabkan terjadinya infeksi iatrogenik. 3. Aspirasi Suprapubik Aspirasi suprapubik sangatlah akurat tetapi dapat menyebabkan morbiditas, kegunaan klinisnya tidak terlalu berguna kecuali pada pasien yang tidak dapat berkemih spontan. Sangat direkomendasikan pada bayi baru lahir. Pada aspirasi suprapubik, urin didapatkan langsung dari kandung kemih tanpa melewati urethra. Sebelum dilakukan aspirasi supprapubik, pasien dianjurkan untuk minum banyak sehingga kandung kemih dalam keadaan penuh. Tempat dilakukan pungsi aspirasi adalah midline antara umbilicus dan symphisis pubis dan secara langsung pada kandung kemih yang terpalpasi, Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam setelah penampungan. Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel baru. Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4o selama tidak lebih dari 24 jam.

22

4. Pemeriksaan Urin Empat Porsi Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari urin empat porsi yaitu : (1) Porsi pertama (VB1): 10 ml pertama urin, menunjukkan kondisi uretra, (2) Porsi kedua (VB2): sama dengan urin porsi tengah, menunjukkan kondisi buli- buli, (3) Porsi ketiga (EPS): sekret yang didapatkan setelah masase prostat, (4) Porsi keempat (VB4): urin setelah masase prostat. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan. 1. Pemeriksaan Dipstik Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil). Sedangkan untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate reductase pada bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil negatif palsu karena tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau kadar nitrat dalam urin menurun akibat obat diuretik. Kedua pemeriksaan ini memiliki angka sensitivitas 60-80% dan spesifisitas 70 – 98 %. Sedangkan nilai positive predictive value kurang dari 80 % dan negative predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur urin. Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif, maka urin tidak perlu dilakukan kultur. 2. Pemeriksaan Mikroskopik Urin Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri dalam urin. Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah > 10 /lapang pandang besar (LPB). Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan langsung kuman patogen dalam urin sangat tergantung kepada pemeriksa. Apabila ditemukan satu atau lebih kuman pada pemeriksan langsung, perlu dilakukan pemeriksaan kultur. Berikut interpretasi urin yang secara klinis termasuk relevan : • ≥103 cfu/mL uropatogen dalam sebuah urin sampel tengahdalam acute unkomplikata cystitis pada wanita • ≥104 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU dalam acute unkomplikata pyelonephritis pada wanita • ≥105 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU pada wanita, atau ≥104 cfu/mL uropatogen dalam sebuah MSU pada pria, atau pada straight catheter urine pada wanita, dalam sebuah komplikata ISK.

23

a. Eritrosit : Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih. b. Piuria : Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000/ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5/LPB pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin . Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan : 1. Infeksi tuberkulosis; 2. Urin terkontaminasi dengan antiseptik; 3. Urin terkontaminasi dengan leukosit vagina; 4. Nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik); 5. Nefrolitiasis; 6. Tumor uroepitelial c. Silinder : Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain: 1. Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal; 2. Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis; 3. Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut; 4. Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik. d. Kristal : Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal. e. Bakteri :  Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.  Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu: Pengambilan Spesimen Aspirasi supra pubik Kateter Urine bag atau urin porsi tengah

Jumlah Koloni Bakteri Per mL Urin > 100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme pathogen > 20.000 cfu/ml dari 1 organisme pathogen > 100.000 cfu/ml

f. Tes Kimiawi Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat. g. Tes Plat – Celup (Dip-Slide) Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui . 24

Pemeriksaan Kultur Urin Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh > 105 koloni/mL urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah < 103 koloni/ mL urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra. Jika diperoleh jumlah koloni antara 103 - 105 koloni/mL urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat disingkirkan dan sebaiknya dilakukan biakan ulang dengan bahan urin yang baru. Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien, frekuensi berkemih dan pemberian antibiotika sebelumnya. Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis bakteri yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah terkontaminasi. Diagnosis Banding Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Pielonefritis bila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisis, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respon terhadap antibiotik kurang baik. LO.3.7 Menjelaskan Tatalaksana Pilihan antibiotik untuk terapi sebaiknya dengan panduan pola resistensi kuman dan uji sensitivitas antibiotik di rumah sakit atau klinik setempat, tolerabilitas obat dan reaksi negatif, efek ekologi negatif, biaya, dan ketersediaan obat. Lama pemberian antibiotik tergantung dari obat yang digunakan dan berkisar dari 1-7 hari. Terapi antibiotik jangka pendek dapat dipikirkan untuk terapi sistitis non komplikata pada kehamilan, Secara umum terapi sistitits pada kehamilan dapat diberikan penisilin, sefalosporin, fosfomisin, nitrofurantoin (tidak boleh pada kasus defisiensi G6PD dan pada masa akhir kehamilan), trimethoprim (tidak boleh pada masa awal kehamilan), dan sulfonamide (tidak boleh pada masa akhir kehamilan). a. Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotic yang sesuai b. Mengkoreksi kelainan anatomi yang merupakan faktor presdisposisi Tujuan dan pengobatan infeksi saluran kemih: − menurunkan morbiditas berupa symptom, − pengangkatan bakteri penyebab, − mencegah terjadinya rekurensi dan kerusakan struktur organ saluran kemih (Junizaf, et al. 1994) Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, dan jika perlu terapi simtomatik untuk alkalinasi urin a. Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotik tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetropim 200 mg. b. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari. c. Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekosuria. 25

Reinfeksi berulang (frequent re-infection) 1) Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif dan diikuti koreksi faktor resiko. 2) Tenpa faktor perdisposisi : Asupan cairan banyak, cuci setelah melakukan senggama diikut terapi antimikroba takaran tunggal (mis: trimetropim 200 mg). 3) Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.  Sindrom Uretra Akut : Pasien dengan SUA dengan hitung kuman >10³ memerlukan antibiotik yang adekuat infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobik diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon (Enday, S. 2014) The Infectious Diseases Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48 - 72 jam setelah diketahui MO sebagai penyebabnya : a. Fluorokuinolon b. Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin c. Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa amiglikosida 1. Ciprofloxacin − Menghambat DNA gyrase sehingga sintesa DNA bakteri terganggu − Aktif pd bakteri gram negative ; Salmonella, Shigella, Kampilobakter, Neisen Pseudomonas − Gram positif; Pneumonia, Streptococcus faecalis. Tapi bukan obat utama Pneumonia streptococcus. − Indikasi : Infeksi Saluran Kemih, Sinusitis Akut, Infeksi Kulit, Infeksi Tulang dan Sendi, Demam Typhoid, Pneumonia Nosokomial − KI : Hipersensitif terhadap Ciprofloxacin atau golongan quinolon lain − Bentuk Sediaan : Tablet, kaplet (250 mg, 500 mg, 750 mg); Tablet lepas lambat (500 mg, 1000 mg) − Dosis : Dewasa : 250 mg tiap 12 jam − Efek Samping : ruam kulit, diare, mual, muntah, nyeri perut, sakit kepala, susah tidur, jantung berdebar-debar, halusinasi − Resiko Khusus : Pasien dengan gangguan ginjal, Wanita hamil dan menyusui. 2. Trimetropim-Sulfametoksazol (Kotrimoksazol) − Dikombinasi krn sifat sinergis ke-2nya → inhibisi enzim berurutan pada jalur asam folat − Sulfametoksazol → menganggu sintesa asam folat bakteri dan pertembuhan lewat penghambat pembentukkan asam dihidrofolat dari asam para-aminobenzoat − Trimetropim → menghambat reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (Tjay dan Raharja, 2007) − Indikasi : Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Saluran Pencernaa, Infeksi Saluran Pernapasan, Infeksi kulit − KI : hipersensitif terhadap komponen obat, anemia megaloblastic − Bentuk Sediaan: 26

  

Tablet (80 mg Trimethoprim – 400 mg Sulfamethoxazole) Kaplet Forte (160 mg Trimethoprim – 800 mg Sulfamethoxazole) Sirup suspensi (Tiap 5 ml mengandung 40 mg Trimethoprim – 200 mg Sulfamethoxazole) − Dosis:  Anak diatas 2 bulan : 6-12 mg trimethoprim/ kg/ hari, terbagi dalam 2 dosis (tiap 12 jam)  Dewasa : 2 x sehari 2 tablet atau 2 x sehari 1 kaplet forte − Efek Samping : mual, muntah, hilang nafsu makan, kemerahan pada kulit − Resiko Khusus : defisiensi G6PD, defisiensi asam folat, wanita hamil dan menyusui, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal. 3. Amoksisilin − Termasuk golongan penisilin → bekerja engan menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. − Pd mikroba yg sensitive → efek bakterisid − Merupakan turunan ampisilin, berbeda pada 1 gugus hidroksil dan memiliki spectrum antibakteri yang sama. − Diabsorpsi lebih baik peroral dan menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan. 4. Seftriakson − Gol. Sefalosporin generasi III − Bakterisid dalam fase pertumbuhan bakteri, berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. − Punya waktu paruh yang lebih panjang drpd sefalosporin yang lain → cukup diberikan 1x/hari. − Indikasi untuk infeksi berat → septikemia, pneumonia, meningitis 5. Gentamycin − Aminoglikosida yg paling banyak digunakan − Spectrum antibakterinya luas, tapi tidak efektif terhadap bakteri anaerob 6. Ampicilin − Antiseptic ISK, ototis media, sinusitis, bronchitis kronik, salmonellosis invasid dan gonore − Efektif terhadap beberapa mikroba gram negative dan tahan asam, sehingga dapat diberikan peroral (Istiantoro dan Gan. 2005) − Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500 mg setiap 6 jam. − Efek: Pada beberapa penderita, pemberian secara oral dapat disertai diare ringan yang bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus. Umumnya pengobatan tidak perlu dihentikan. Flora usus yang normal dapat pulih kembali 3 - 5 hari setelah pengobatan dihentikan.

27

(Novriyanti, R. 2010) Penggunaan Antibiotik secara rasional → seleksi antibiotic yang selektif terhadap mikroorganisme penginfeksi dan efektif untuk memusnahkan dan sejalan dalam hal memiliki potensi terkecil untuk menimbulkan toksisitas, reaksi alergi ataupun resiko lain bagi pasien. (Wattimena, dkk. 1991) Mencakup: 1) Tepat indikasi → pemberian antibiotic yang sesuai dengan keluhan / diagnosa 2) Tepat penderita → kesesuaian pemberian obat pada pasien sesuai kondisi untuk menghindari ki 3) Tepat obat → kesesuaian pemilihan jenis obat dengan memperhatikan efektifitas obat yang bersangkutan 4) Tepat dosis regimen → pemberian obat yang: − Tepat takaran − Tepat rute pemberian (peroral, suppositoria, sk, im, iv) bergantung keadaan pasien − Tepat saat pemberiannya (perut kosong, perut isi, sesaat sebelum operasi) 28

− Tepat interval pemberiannya ( 6 jam sekali, 12 jam sekali) − Tepat lama pemberiannya (sehari, 2 hari, 3 hari, 5-7 hari) 5) Waspada terhadap eso Efek samping penggunaan antibiotic 1. Resistensi → suatu mekanisme pertahan tubuh bakteri 2. Supra infeksi → infeksi baru pada pengobataan infeksi primer dg antibiotic. → relative sering, berpotensi berbahaya krn mikroba yang menginfeksi sulit diindeksi dg anti infeksi yang tersedia (Enterobacter, Pseudomonas, Candida, atau jamur lainnya ) 3. Efek samping negative → reaksi alergi, reaksi toksik LO.3.8 Menjelaskan Komplikasi Komplikasi ISK tergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan tipe berkomplikasi (complicated) a. ISK sederhana (uncomplicated). ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama. b. ISK tipe berkomplikasi (uncomplicated) 1) ISK selama kehamilan 2) ISK pada DM. Penelitian epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM. 1. Pielonefritis Akut Non Komplikata : Infeksi akut pada parenkim dan pelvis ginjal dengan sindroma klinis berupa demam, menggigil dan nyeri pinggang yang berhubungan dengan bakteriuria dan piuria tanpa adanya faktor risiko. Sistitis Pielonefritis Gejala iritatif berupa Pielonefritis akut ditandai oleh menggigil, Gejala disuria, frekuensi, demam (>38oC), nyeri pada daerah urgensi, berkemih dengan pinggang yang diikuti dengan bakteriuria jumlah urin yang sedikit, dan piuria yang merupakan kombinasi dari dan kadang disertai nyeri infeksi bakteri akut pada ginjal. supra pubis. Pemeriksaan Ditandai dengan adanya Urinalisis (dapat menggunakan metode leukosituria, bakteriuria, dipstik) termasuk penilaian sel darah merah nitrit, atau leukosit dan putih, dan nitrit, direkomendasikan esterase positif pada untuk diagnosis rutin. Hitungan koloni urinalisis. Bila dilakukan uropatogen ≥104 /mL dianggap sebagai pemeriksaan kultur urin petanda bakteriuria yang bermakna secara positif. klinis. 2. Batu Saluran Kemih : Mikroba tersering adalah organisme penghasil urease antara lain Proteus, Providencia, Morganella, dan Corynebacterium urealyticum. Mikroba lain yang biasa ditemukan adalah Klebsiella, Pseudomonas, Serratia, dan Staphyloccocci. 3. Transplantasi Ginjal : ISK adalah salah satu komplikasi post transplantasi ginjal dengan kemungkinan 17% pada enam bulan pertama pasca transplantasi; 60% pada wanita dan 47% pada pria setelah tiga tahun pasca transplantasi.

29

4. Pielonefritis Emfisematus : Mikroba penyebab tersering adalah E. coli, K. pneumonia, E. cloacae yang memfermentasi glukosa (Kurnia P. dkk. 2015). LO.3.9 Menjelaskan Pencegahan Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat selektif dengan tuhuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinis ISK. Uji saring bakteriuria asimtomatik harus rutin dengan jadwal tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterisasi perempuan dan laki-laki. Selain itu ada pula cara-cara untuk mencegah terjadinya ISK: a. Asupan cairan yang banyak, terutama air. Meminum air yang banyak dapat membantu mencegah ISK dengan cara sering berkemih sehingga urin dapat mendorong bakteri keluar dari traktus urinarius. b. Basuh alat pengeluaran urin dari depan ke belakang. Melakukan hal ini setelah berkemih mencegah bakteri dari daerah anal menyebar ke daerah vagina dan uretra. c. Kosongkan kandung kemih sesegera setelah intercourse (hubungan seksual) d. Hindari penggunaan produk kewanitaan yang dapat menimbulkan iritasi. Penggunaan deoderan semprot atau produk kewanitaan lainnya di daerah genital dapat menyebabkan iritasi pada uretra. LO.3.10 Menjelaskan Prognosis Infeksi saluran kemih bawah tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adequat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang adequat dan dilakukan koreksi bedah. Hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluk. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut. kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangan diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah pada terminal gagal ginjal kronis. LI.4 Mempelajari dan Memahami Pemeriksaan Urinalisis Pemeriksaan urin dapat memberikan banyak informasi tentang keadaan fisiologi dan patologi tubuh. Pemeriksaan urinalisis saat ini terdiri dari mikroskopik/sedimen, makroskopik/fisik dan kimia urin. Tipe dan Tujuan Spesimen Urin Sewaktu

Pemeriksaan rutin

Pagi

Pemeriksaan rutin, Pemeriksaan kehamilan dan protein ortostatik

Puasa

Pemantauan diabetes

2 jam postpradial

Pemantauan diabetes dan tes glukosa

30

Tes Toleransi Glukosa (GTT)

Tes toleransi glukosa dan keton

24 Jam

Pemeriksaankimia kuantitatif (kreatinin urin)

Kateterisasi

Kultur Bakteri

Midsteram clean-catch

Skrining rutin dan kultur bakteri

Aspirasi supra pubik

Sitologi dan kultur bakteri

3 Gelas

Infeksi Prostat

Spesimen Pediatrik

Pemeriksaan rutin dan kultur bakteri

Untuk mendapatkan spesimen yang benar-benar menunjukan keadaan pasien, perlu diperhatikan beberapa aspek yaitu waktu dan periode pengumpulan, makanan dan obat-obatan yang dimakan pasien, serta cara pengambilan. Spesimen yang didapat harus ditampung dalam wadah yang bersih dan kering. Tutup wadah tidak mudah bocor, dengan bukaan minimal 5 cm dan spesimen harus dikirim segera ke laboratorium dan diperiksa sebelum 2 jam. Cara Pengambilan Sampel Bahan untuk pemeriksaan urin harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture), kateterisasi dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril. ketepatan diagnosis ISK dapat dilakukan dengan cara menurunkan kontaminasi bakteri ketika sampel urin diambil Urin Porsi Tengah (mid stream) a. Pada Pria: Pria yang tidak disirkumsisi kulit penutup kepala penis harus ditarik kebelakang dan dibersihkan menggunakan sabun lalu dicuci bersih dengan air sebelum pengambilan sampel. Urin 10 mL pertama menggambarkan keadaan urethra, spesimen porsi tengah merepresentasikan kandung kemih dan spesimen ini adalah spesimen yang biasanya diambil untuk pemeriksaan. Cairan prostat didapat dengan cara memijat prostat dan meletakkan cairan prostat pada slide kaca. Sebagai tambahan, spesimen urine pasca pemijatan prostat sebanyak 10mL mencerminkan keadaan cairan prostat yang ditambahkan pada spesimen urethra. b. Pada Wanita: Pada wanita kontaminasi urin porsi tengah dengan bakteri pada introitus vagina dan sel darah putih adalah hal yang biasa, khususnya ketika adanya kesulitan dalam memisahkan kedua labia. Sehingga untuk wanita harus diinstruksikan untuk memisahkan labia, mencuci dan membersihkan daerah peri urethra dengan kasa yang lembab baru dilakukan pengambilan spesimen. Membersihkan dengan antiseptik tidak dianjurkan karena dapat mencemari spesimen yang dikemihkan dan menyebabkan terjadinya hasil negatif palsu pada kultur urin. Spesimen yang dikemihkan menunjukkan adanya kontaminasi apabila ditemukan adanya epitel vagina dan laktobasillus pada urnalisis dan bila hal tersebut terjadi maka urin harus diambil menggunakan kateter (Kurnia P. dkk. 2015).

31

Pemeriksaan Makroskopis/Fisik 1. Warna Warna

Penyebab

Tidak bewarna

Konsumsi cairan

Kuning/straw

Poliurea/diabetes insipidus

Kuning Pucat

Diabetes melitus

Kuning gelap

Urin terkonsentrasi

Oranye

Bilirubin, akriflavin,vitamin A, piridium

Kuning hijau

Bilirubin

Kuning coklat

Biliverdin

Hijau

Infeksi Pseudomonas

Biru-hijau

Antidepresan, relaksan otot, infeksi bakteri, klorets dan biru metilen

Merah muda-merah Eritrosit, hemoglobin, mioglobin, porfirin, beets, fenomendione, kontaminasi menstruasi Coklat-hitam

Metildopa, methemoglobin, asam homogen, melanin, dan derivat fenol

2.

Turbiditas : Normal transparan, urin keruh karena hematuria, infeksi, dan kontaminasi

3.

Bau Bau normal

Asam volatil

Bau busuk

Infeksi bakteri (infeksi saluran kemih)

Bau buah-buahan/ ketonuria

Keton (diabetes mellitus, dehidrasi)

Bau tikus/ fenilketonuria

Penyakit asam amino

Tengik/anyir

Tirosinuria

Maple syrup disease

4.

Bau kubis

Malabsorpsi metionin

Bau keringat

Asam isovalerik/glutarik

Ikan busuk

Trimetilaminuria

Kejernihan Pada umumnya urin segar dan normal akan tampak jernih atau sedikit keruh. Kekeruhan urin dapat disebabkan oleh keadaan patologik misalnya karena adanya eritrosit, leukosit, bakteri, jamur, sel epitel, kristal abnormal, cairan limfa maupun lemak. Penyebab

32

kekeruhan non patologik dapat berupa sel epitel skuamosa, mukus, semen, kontaminasi fekal,kontras medida radiografik, bedak maupun krim vaginal. 5. Densitas Relatif a. Berat Jenis : Diukur memakai urinometer mudah dilakukan, butuh urin 25 cc. berat jenis dipengaruhi oleh suhu urine, protein, glukosa, dan kontras media nilai normal 1010 sampai 1030. b. Refraktometri : Mudah dilakukan dan hanya butuh 1 cc urin. c. Osmolalitas : Berbeda dengan berat jenis, temperatur, dan protein tidak mempengaruhi osmolalitas urine normal 50 sampai 1200 mOsm/L. d. Dipstick : Memakai indikator Perubahan warna pada lipstik dan sudah luas dipakai (Imam Effendi. 2014)

Pemeriksaan Mikroskopis/Sedimen A. Unsur Organik 1. Epitel : Epitel hanya sedikit dijumpainpada sedimen urin, jumlahnya dapat meningkat pada keadaan radang. Jenis epitel yang dapat dijumpsi pada sedimen urin adalah epitel transisional, epitel gepeng, dan epitel tubuli ginjal. 2. Eritrosit : Eritrosit normal pada urin hanya 0-1/LPB. Pada urin yang encer (hipotonik) eritrosit akan mengembang sedanglan urin yang pekat (hipertonik) eritrosit akan mengkerut. Morfologi eritrosit dapat memberikan gambaran hetaturia glomerular atau skstraglomerular, pada hematuria glomerular ditemukan eritrosit dismorfik >70%. Eritrosit berbentuk akantosit >5% mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis. Hematuria dengan eritrosit eumorfik terutama berasal dari saluran kemih bawah dapat disebabkan oleh tumor, batu atau infeksi. 3. Leukosit : Pada keadaan normal leukosit 0-5/LPB. Peninkatan jumlah leukosit dapat ditemukan pada keadaan infeksi seperti pielonefritis, sistitis, uretritis, maupun pada keadaaan lain seperti glomerulonefritis, dehidrasi, demam atau SLE. 4. Silinder : Terbentuk di tubulus distalis dan tubulus kontortus. Silinder ini memberikan gambaran mikroskopik mengenai keadaan nefron. Faktot-faktor penunjang untuk terbentuknya silnder antara lain berkurangnya aliran urin, suasana asam, urin yang pekat, dan proteinuria. Jenis-jenis silinder ialah silinder hialin, silinder eritrosit, silinder leukosit, silinder berbutir/ granula halus, silinder lilin, silinder epitel dan silinder lemak.

33

5. Mikroroba : Bakteri, parasit dan jamur dapat ditemukan dan membantu menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih. B. Unsur Anorganik 1. Urin asam/ urat amorf : Granulasi kuning kemerahan, seperti debu bata. 2. Asam urat : Bentuk oval dengan ujung tajam, seperti lemon/tong. 3. Kalsium oksalat : Bentuk seperti amplop. 4. Urin basa/ fosfat amrof : Bentuk bulat halus. 5. Tripel fosfat : Bentuk seperti tutup peti. 6. Kalsium karbonat : Granul halus seperti barbel/dumbbell. 7. Sistin : Heksagon, tipis, berlaminasi. 8. Tirosin : Seperti jarum halus, tanpa warna. 9. Leusin : Sferis, kuning, seperti minyak, pada urin asam. 10. Kolesterol : Seperti lembar heksagonal rata dengan tepi bertatik. 11. Bilirubin : Seperti jarum, coklat kemerahan, seperti rumpun/sferis. 12. Hemosiderin : Granul kasar, kuning-coklat dalam keadaan bebas atau dalam sel/ silinder. 13. Ampicilin : Seperti jarum, panjang, halus, tidak berwarna (Diana, A. 2014) Pemeriksaan Kimia 1. pH : Tes memakai dipstik pada pH < 5,5 atau >7,5 akurasinya kurang dan harus memakai pH meter. pH hasilnya dipengaruhi oleh asam basa sistemik. 2. Hb : Dalam kondisi normal tidak dijumpai dalam urine. Bila positif harus dicurigai hemolisis atau mioglobinuria. 3. Glukosa : Dengan dipstik untuk menilai reabsorpsi glukosa dan bahan lain. Tes ini sangat sensitif dan dapat dilanjutkan dengan kadar glukosa urin secara kuantitatif dengan metode enzimatik 4. Protein : normal proteinuria tidak lebih dari 150 mg/hari untuk dewasa. Pada kondisi patologis proteinuria dapat dibedakan : a. Proteinuria glomerulus : ini terjadi pada penyakit glomerulus karena gangguan permeabilitas protein contohnya albumin dan globulin. b. Proteinuria tubular : ni terjadi pada penyakit tubulus dan interstisium dn disebabkan gangguan reabsorbsi protein berat molekul ringan c. Proteinuria overload : ini disebabkan peningkatan protein berat molekul rendah melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus (bence-jones protein, lisosom, mioglobin) 34

d. Proteinuria benigna : protein ini termasuk proteinuria karena demam,ortostatik atau kerja fisik. 5. Leukosit Esterase : Tes dipstik ini berdasarkan aktivitas enzim esterase indoksil yang dihasilkan oleh neutrofil, granulosit dan makrofag dan akan memberi nilai positif bila ada paling sedikit 4 leukosit/LPB. 6. Nitrit : Dasar tes ini adalah adanya bakteri yang dapat mengubah nitrat menjadi nitrit melalui enzim reduktase nitrat. Enzim ini bayak pada bakteri gram negatif dan tidak ada pada bakteri jenis Pseudomonas, stapylococcus albus dan Enterococcus. 7. Keton : Tes dengan metode dipstik menunjukan adanya asam asetoasetat dan aseton. Positif di urin pada penyakit asidosis diabetik, puasa, muntaha maupun olahraga yang berlebihan. Tes ini bedasarkan reaksi keton dengan nitroprusid (Imam Effendi. 2014). 8. Bilirubin : Menandakan adanya penyakit hepatoseluler atau sumbatan empedu intra/ekstrahepatal. Reasi bilirubin dengan senyawa diazotized dichloroaniline dalam suasana asam kuat akan menghasilkan suatu kompleks yang bewarna coklat muda hingga merah coklat. Hasilnya dilaporkan sebagai negatif 1+ (0,5 mg/dL), 2+ (1 mg/dL), 3+ (3 mg/dL). Sensitivitas reagen uji carik celup untuk deteksi bilirubin bervariasi pada 0,2-1 mg/dL. (Diana, A. 2014). Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan Carik Celup Urin : Pemeriksaan Positif Palsu

Negatif Palsu

Bilirubin

Piridium

Klorpromazin,selenium

Darah

Dehidrasi,

latihan

hemoglobinuria,

fisik, Captopril, peningkatan berat jenis, pH darah <5,1, proteinuria, vitamin C

menstruasi, mioglobinuria Glukosa

Keton, levodopa

Peningkatan beraj jenis, asam urat, vitamin C

Keton

Urin asam, peningkatan berat Keterlambatan pemeriksaan urin jenis,

mesnex,

fenolftalein,

metabolit levodopa Leukosit esterase

Kontaminasi

Peningkatan berata jenis, glikosuria, ketonuria, proteinuria, obat oxidator, vitamin C

35

Nitrit

Kontaminasi,

paparan

carik Peningktan berat jenis, urobilinogen,

celup pada udara, fenazopiridin

bakteri nitrit reduktase negatif, pH <6,0, vitamin C

Protein

Urin alkali atau terkonsentrasi, Urin asam atau terdelusi, protein selain fenazopiridin, senyawa amonia

Berat jenis

Larutan

dextran,

albumin

pewarna Urin alkali

radiologi, proteinuria Urobilinogen

Peningkatan

nitrit,

fenazopiridin (Diana, A. 2014) LI.5 Mempelajari dan Memahami Pandangan Islam Kita sebagai manusia wajib dan harus bersyukur terhadap semua penciptaan yang begitu sempurna yang diberikan oleh Allah kepada manusia dengan menggunakan tubuh kita hanya untuk beribadah kepada Allah dan melakukan segala hal yang baik-baik dan tidak melanggar syari’at agama karena itu adalah salah satu bentuk implementasi rasa syukur kita kepada Allah Swt. Sebagaimana dalam firmannya dalam Qur’an surat Ibrahim ayat 7:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS.Ibrahim:7). Allah telah mendesain organ-organ tersebut dengan begitu rapi dan tertata serta memiliki struktur tersendiri yang berkaitan dengan fungsinya sehingga proporsi kerjanya sungguh luar biasa. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Tin ayat 4 :

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS.Attiin:4).

36

Pengertian Thaharah Kata thaharah berasal dari kata bahasa Arab at-thaharah yang berarti suci dan bersih. Jadi, masalah thaharah terkait dengan masalah kesucian dan kebersihan. At-thaharah juga bisa berarti bersuci (dari kotoran). Dalam pemahaman syariah (hukum) Islam, thaharah berarti bersuci dari hadas dan najis. Thaharah memiliki kedudukan yang penting dalam hukum Islam. Thaharah merupakan persyaratan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah Swt., seperti : shalat, thawaf, dan membaca al-Quran. Dalam al-Quran ditegaskan bahwa Allah mencintai orang-orang yang selalu menjaga kebersihan dan kesucian, seperti firman-Nya dalam surat alBaqarah (2) ayat 222:

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. al-Baqarah (2): 222).

Macam-macamThaharah

Thaharah

Hadas

Hadas Kecil

Najis

Hadas Besar

Najis mukhaffafah

Najis mughallazhah

Najis mutawasithah

Najis hukmiyah

Najis ‘ainiyah

Secara umum thaharah (bersuci) dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Bersuci dari hadas, yaitu mensucikan diri dari hadas, baik hadas kecil maupun hadas besar dengan melakukan wudlu, mandi, atau tayammum. b. Bersuci dari najis, yaitu mensucikan badan, pakaian, dan tempat dari najis dengan air yang suci dan mensucikan, atau dengan benda-benda suci yang keras, seperti batu, kayu, tisu, dan lain-lainnya.

37

Hadas ada dua macam, yaitu: a. Hadas kecil, yaitu hadas yang dapat disucikan dengan melakukan wudlu atau tayammum, seperti bersentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim (kerabat dekat), mengeluarkan sesuatu dari lubang qubul (uretra) maupun lubang dubur (anus). b. Hadas besar, yaitu hadas yang bisa disucikan dengan mandi wajib atau tayammum, seperti haidl, nifas, atau melahirkan bagi perempuan, serta junub atau janabat bagi laki-laki maupun perempuan. Najis ada tiga macam, yaitu: a. Najis mukhaffafah, yaitu najis yang ringan. Yang termasuk najis ini adalah air kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan dan minum selain air susu ibu. Dengan demikian air kencing anak perempuan yang belum berumur dua tahun tidak termasuk najis ini meskipun belum makan dan minum selain air susu ibu. Cara mensucikan najis ini cukup dengan memercikkan air pada benda yang kena najis ini. b. Najis mughallazhah, yaitu najis yang berat. Yang termasuk ke dalam najis ini adalah air liur anjing atau babi dan bekas jilatannya. Cara mensucikannya adalah dengan membasuh bekas jilatan tersebut dengan air yang suci sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah yang suci. c. Najis mutawasithah, yaitu najis pertengahan antara najis yang ringan dan yang berat. Yang termasuk dalam najis ini adalah semua najis selain dari najis mukhaffafah dan najis mughallazhah. Yang termasuk dalam najis ini adalah: 1) Bangkai binatang selain dari binatang laut (ikan) dan binatang darat yang tidak berdarah seperti belalang. 2) Darah baik merah maupun putih selain hati dan limpa. 3) Air kencing selain yang tidak termasuk najis mukhaffafah. 4) Air madzi, yaitu cairan berwarna putih yang keluar dari kemaluan baik lakilaki maupun perempuan yang tidak disertai tekanan syahwat yang sangat kuat, misalnya karena berciuman, berangan-angan tentang masalah seksual, dan yang sejenisnya. 5) Semua yang keluar dari lubang qubul dan dubur, kecuali air mani (cairan putih yang keluar karena tekanan syahwat yang sangat kuat). 6) Khamer atau minuman keras yang memabukkan. 7) Muntah. 8) Darah haidl, nifas, dan istihazhah (darah penyakit). 9) Bagian binatang yang diambil dari tubuhnya sewaktu masih hidup. Najis mutawasithah dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Najis hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya, tetapi tidak tampak zat dan warnanya, baunya, atau rasanya, seperti air kecing yang sudah kering. Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang kena najis. 2) Najis ‘ainiyah, yaitu najis yang masih jelas zat dan warnanya, baunya, atau rasanya. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zat, warna, bau, dan rasanya (Marzuki, 2015) 38

DAFTAR PUSTAKA

Kurnia P, dkk. 2015. Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015. Surabaya : Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Marzuki, 2015. Fikih. Buku Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1 SMP Bab IV (http://staffnew.uny.ac.id/upload/132001803/pendidikan/Dr.+Marzuki,+M.Ag_.+Buku+PAI+SMP++7+Syariah-Bab+4.pdf) diunduh pada 24 Maret 2019.

Sherwood, L. 2016. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 11. Jakarta: EGC Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. (2019) : Sistem Urinarius, Jakarta. Enday Sukandar. 2014. Ilmu Penyakit Dalam edisi VI Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. Imam Effendi. 2014. Ilmu Penyakit Dalam edisi VI Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. Diana, A. 2014. Ilmu Penyakit Dalam edisi VI Jilid I. Jakarta: Interna Publishing. Grace, P., & Baerly,N. (2007). At A Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta :Erlangga Carneiro J. 2014. Histologi Dasar Junquira, LC: Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC Sukandar, Edar. 2009. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam oleh Sudoyo AW dkk Jilid II Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Novriyanti, R. 2010. Evaluasi Pengobatan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

39

Related Documents


More Documents from ""