UNIT COSTING Disiapkan oleh : Deddi Nordiawan Direktur Medina Consulting
[email protected]
TABLE OF CONTENTS 1.
PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 2
2.
TINJAUAN TEORI DAN KONSEP ................................................................................................. 4
3.
4.
2.1.
Anggaran Kinerja ....................................................................................................................... 4
2.2.
Cost ............................................................................................. Error! Bookmark not defined.
PENGATURAN DALAM PERMENDAGRI 13/2006 ..................................................................... 7 3.1.
Pendekatan Penganggaran ......................................................................................................... 7
3.2.
Belanja ......................................................................................................................................... 8
3.2.1.
Belanja tidak langsung ....................................................................................................... 9
3.2.2.
Belanja langsung ............................................................................................................... 10
MEKANISME PERHITUNGAN UNIT COST ............................................................................. 11 4.1.
Menentukan Unit ...................................................................................................................... 11
4.2.
Menentukan Klasifikasi dan Menghitung Biaya .................................................................... 11
4.3.
Menentukan Unit Cost.............................................................................................................. 14
1. PENDAHULUAN Dengan kebijakan otonomi daerah, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan sekaligus tanggung jawab yang lebih besar dalam menyediakan pelayanan publik demi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Transfer kewenangan tersebut diikuti pula oleh transfer sumber-sumber pendapatan bagi daerah (money follow function). Istilah money follow function memiliki tiga komponen utama, yaitu dana, tugas, dan tanggung jawab. Ketiga komponen tersebut harus ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004, timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan Negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan sebuah proses yang terdiri atas beberapa tahapan dimulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban. Keseluruhan proses tersebut dilaksanakan secara simultan melibatkan berbagai pihak dalam struktur pemerintahan daerah dan meliputi ribuan bahkan jutaan transaksi. Tahapan-tahapan itu juga dituntut agar terlaksana secara efisien, efektif, transparan dan akuntabel. Reformasi keuangan daerah yang ditandai yang dilaksanakan dalam 10 tahun terakhir mencoba menempatkan keseluruhan proses pengelolaan keuangan daerah tersebut dalam struktur yang dianggap lebih efisien dan efektif. Salah satu konsekuensi dari reformasi adalah modernisasi pendekatan penganggaran dari yang sebelumnya tradisional menjdai pendekatan kinerja. Bahkan dalam ketentuan paling akhir, kita diamanatkan untuk melakukan proses penganggaran menggunakan pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM/MTEF). Pendekatan kinerja adalah sebuah teknologi, yang di dalamnya terangkai teknik-teknik penganggaran dalam patron asumsi-asumsi, yang jika rangkaian dan/atau asumsi tersebut tidak terpenuhi maka tujuan reformasi tidak akan tercapai. Anggaran Kinerja adalah suatu pendekatan dimana pemerintah diharapkan lebih menitikberatkan pada aspek kinerja dibandingkan dengan pendekatan tradisional yang lebih berkonsentrasi pada angka-angka semata. Dengan demikian, pendekatan kinerja menuntut adanya indikator, baik pada saat input dikelola maupun pada saat keluaran (output) dan hasil (outcome) diperoleh. Salah satu teknik penting yang digunakan dalam pendekatan kinerja adalah penghitungan unit cost dalam pengukuran kinerja output program/kegiatan. Pengukuran
kinerja pada output menuntut adanya informasi tentang unit cost, karena salah satu kriteria keberhasilan output adalah efektifitas penggunaan biaya. Unit cost dengan demikian akan menjadi salah satu alat ukur untuk menguji efisiensi dan efektifitas penggunaan biaya-biaya yang digunakan dalam suatu kegiatan, menambah instrument yang selama ini digunakan yaitu menggunakan pola pengukuran efisiensi berdasarkan perhitungan realisasi anggaran. Selain itu, Dengan didapatkannya perhitungan unit cost, pemerintah akan dapat mengukur efektifitas penggunaan input dan sumberdaya yang digunakan, sekaligus memberikan feedback yang tepat waktu, karena output masih berada dalam frame tahunan.
Di sisi lain, perhitungan unit cost sendiri membutuhkan pengetahuan dan tahapan tersendiri karena perhitungannya: Membutuhkan teknik akuntansi biaya Membutuhkan infrastruktur yang dapat menghasilkan data2 yang diperlukan untuk poerhituangannya Oleh karena itu, diperlukan sebuah pedoman dalam proses perhitungan tersebut yang sesuai dalam payung peraturan perundangan yang ada.
2. TINJAUAN TEORI DAN KONSEP 2.1. Anggaran Kinerja Pendekatan ini merupakan pendekatan penyusunan anggaran belanja yang didasarkan pada kinerja kegiatan dan program kerja yang dapat diukur. McKinney mengatakan bahwa ”performance budgeting comprises specific techniques directing attention to the services to be provided and the work to be performed.”1 Menurut Freeman dan Shoulders, hal-hal pokok dalam pendekatan ini dapat diikhtisarkan sebagai berikut : • • •
classifying budgetary accounts by function and activity; investigating and measuring exising activities to obtain maximum efficiency and to establish cost standards; basing the budget of the succeeding period on unit unit cost standards multiplied by the expected number of units of the activity estimated to be required in that period.”2
Dengan demikian, untuk menyusun anggaran dengan pendekatan performance tersebut, suatu organisasi perlu menentukan biaya per unit yang paling efisien dari masing-masing bentuk kegiatannya. Selain itu, organisasi juga harus menentukan volume atau unit kegiatan dimaksud yang hendak dilaksanakan dalam periode anggaran berikutnya. Dengan 2 variabel utama utama tersebut organisasi baru bisa menyusun anggaran dengan pendekatan performance atau kinerja. Bentuk anggaran yang dihasilkan akan diuraikan dan diklasifikasikan secara bertingkat mulai dari fungsi, unit organisasi, kegiatan, hingga jenis belanja. Selanjutnya, menurut McKinney, beberapa keunggulan dari pendekatan ini adalah sebagai berikut : • • •
Meringankan pengendalian terhadap input atau masukan sumber daya; Melonggarkan pengendalian eksternal dan lebih menekankan pada pengendalian internal organisasi; Mengalihkan perhatian dari pengendalian anggaran ke pengendalian administratif;
1
McKinney, Jerome B. (1986). Effective Financial Management in Public and Nonprofit Agencies : A Practical and Integrative Approach. Westport, Connecticut : Quorum Books, Greenwood Press, Inc. Halaman 207. 2 Freeman, Robert J.; & Shoulders, Craig D. (2003). Governmental and Nonprofit Accounting – Theory and Practice. Seventh Edition. Pearson Education, Inc. Halaman 94.
• • • •
Mengatur pelaksanaan audit dan pengendalian atas kegiatan yang telah dilaksanakan secara lebih mantap; Mendorong perencanaan dan penjadwalan kerja yang lebih baik; Mendorong pertanggungjawaban manajemen; Menjadi alat pengendalian manajemen yang penting untuk menganalisis penyimpangan dan kinerja dari anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya.3
Namun demikian, di samping keunggulan di atas, McKinney juga mencatat beberapa keterbatasan dan kelemahan dari pendekatan penganggaran ini yaitu sebagai berikut : •
•
•
•
Hasil perhitungan biaya per unit input dan output acapkali tidak akurat karena beberapa faktor eksternal organisasi seringkali berubah dan sulit diprediksikan secara tepat. Pengumpulan data yang berguna untuk menentukan biaya per unit sulit tercapai karena laporan anggaran yang dihasilkan pada umumnya tersusun dari suatu sistem pencatatan yang berdasarkan pendekatan belanja, bukan berdasarkan full cost; Pertanggungjawaban masing-masing unit organisasi sering bias. Hal ini terjadi karena suatu kegiatan seringkali melibatkan lebih dari satu unit organisasi sehingga kontribusi masing-masing unit organisasi yang terlibat terhadap keberhasilan atau kegagalan kegiatan tersebut tidak bisa diidentifikasikan secara jelas; Lebih menonjolkan pada proses yang dapat dikuantifikasikan dan kurang memperlihatkan tujuan atau hasil akhir yang sifatnya kualitatif.4
2.2. Biaya Biaya dapat digolongkan berdasarkan keterkaitan pada obyeknya. Dalam sebuah organisasi, mungkin ada biaya-biaya yang terkait dengan obyek tersebut dan mungkin ada biaya yang tidak terkait dengan obyeknya tersebut . Biaya-biaya yang terkait dengan obyek itu sendiri digolongkan menjadi dua (2) yaitu terkaitnya secara langsung dengan obyek dan tidak terkait langsung. Obyek-obyek itu sendiri dapat bermacam-macam bentuknya, bisa berupa aktivitas, bisa berupa produk, bisa berupa unit organisasi dan lain-lain. 3
Disadur dan disarikan dari McKinney, Jerome B. (1986). Effective Financial Management in Public and Nonprofit Agencies : A Practical and Integrative Approach. Westport, Connecticut : Quorum Books, Greenwood Press, Inc. Halaman 207. 4 Ibid., Halaman 217 – 219.
Dari penjelasan tersebut, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu: 1. Biaya yang tidak terkait dengan aktivitas 2. Biaya yang terkait dengan aktivitas secara langsung, yaitu biaya-biaya ini secara kasat mata sudah jelas untuk aktivitas tertentu. 3. Biaya yang terkait dengan aktivitas tetapi secara tidak langsung, yaitu adanya suatu kondisi dimana secara kasat mata kita tidak bisa menjelaskan biaya tersebut untuk aktivitas yang mana. Sekarang yang menjadi pertanyaaannya adalah bagaimana kita mendapatkan biaya atas suatu aktivitas tertentu. Berdasarkan penggolongan di atas, maka kita harus menjumlahkan biaya yang terkait secara langsung ditambah dengan porsi tertentu dari biaya yang terkait secara tidak langsung dengan aktivitas tersebut. Formula itu dasar fikirnya adalah, kita melihat kegiatan A misalnya, kegiatan A mengambil biaya-biaya yang terkait langsung dengannya, dan tidak menutup kemungkinan kegiatan A akan mengambil biaya-biaya lain yang terkait secara tidak langsung dengan kegiatan A. yang ia rasakan benefitnya untuk kegiatan itu. Dengan demikian, kita membutuhkan adanya metode-metode untuk mengalokasikan biaya-biaya yang terkait secara tidak langsung dengan aktivitas. Contohnya biaya listrik, biaya listrik digunakan dan dirasakan manfaatnya oleh kegiatan A, Kegiatan B dan kegiatan C. Misalkan biaya listrik besarnya adalah Rp. 1.500.000, berarti berapa yang harus kita bebankan ke kegiatan A, kegiatan B, dan ke kegiatan C tentu kita harus memiliki metode untuk mempertanggungjawabkan biaya listrik tersebut. Untuk melakukan alokasikan biaya-biaya tersebut ada dua metode yaitu: 1. Simplify Method. Kita gunakan satu rate untuk semua biaya tidak langsung yang ada, kemudian berdasarkan rate itu kita tetapkan proprosinya untuk setiap kegiatan. 2. Multiple Allocation Method. Kita mengelompokkan terlebih dahulu biaya tidak langsung berdasarkan sifatnya. Misalnya kita memiliki biaya tidak langsung yang terdiri atas Listrik dan penggunaan ATK. Dua jenis biaya ini memiliki perilaku yang berbeda. Contohnya listrik, biaya ini naik dipicu oleh penggunaan peralatan yang ada di kantor tersebut, misalkan penggunaan computer. Sedangkan biaya ATK kita tentukan berdasarkan jumlah orang. Dengan demikian, maka kita menentukan proporsi untuk biaya listrik per kegiatan bersadarkan jumlah komputer yang digunakan, dan proporsi untuk biaya ATK berdasarkan jumlah orang.
3. PENGATURAN DALAM PERMENDAGRI 13/2006 3.1. Pendekatan Penganggaran Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD disusun menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah (KPJM) dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan. Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja berdasarkan pada: indikator kinerja, adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan capaian (target) kinerja , merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan analisis standar belanja, merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan standar satuan harga, adalah harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah standar pelayanan minimal, adalah tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah
Agar penyusunan RKA-SKPD berdasarkan ketiga pendekatan tersebut tercapai dan supaya tercipta kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil
pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan.
3.2. Belanja Belanja daerah merupakan kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Kewajiban tersebut dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Belanja daerah tersebut dapat dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja Berikut adalah penjelasan dari klasifikasi belanja daerah: 1. Belanja menurut urusan pemerintahan yang terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan 2. Belanja menurut organisasi yaitu disesuaikan dengan susunan organisasi pada masing-masing pemerintah daerah. 3. Belanja menurut program dan kegiatan yaitu disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 4. Belanja menurut kelompok belanja yaitu terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung.
3.2.1. Belanja tidak langsung Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: 1. belanja pegawai, merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan; 2. bunga, yaitu digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang; 3. subsidi, yaitu digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak; 4. hibah, yaitu digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya; 5. bantuan social, yaitu digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat; 6. belanja bagi hasil, yaitu digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; 7. bantuan keuangan, yaitu digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan; dan
8. belanja tidak terduga, merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahuntahun sebelumnya yang telah ditutup.
3.2.2. Belanja langsung Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja terdiri dari: 1. Belanja pegawai, yaitu belanja yang digunakan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah; 2. Belanja barang dan jasa, yaitu belanja yang digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah; dan 3. Belanja modal, yaitu belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
4. MEKANISME PERHITUNGAN UNIT COST
4.1. Menentukan Unit Unit adalah produk atau aktivitas yang menjadi obyek perhitungan unit cost. Bagi pemerintah daerah, obyek perhitungan unit cost ditentukan berdasarkan target capaian kinerja di setiap urusan yang dikelola SKPD. Target capaian kinerja tersebut dapat dikembangkan dan/atau diturunkan dari SPM yang ada maupun target misi daerah yang terdapat dalam dokumen perencanaan. Langkah berikutnya adalah menentukan satuan dari capaian target yang telah ditetapkan. Misalnya, dalam urusan pendidikan ditetapkan : No
Target Capaian
Satuan
1
Penyelenggaraan Pendidikan PAUD
Jumlah anak
2
Penyelenggaraan Pendidikan Dasar
Jumlah anak % Angka Partisipasi Sekolah
4.2. Menentukan Klasifikasi dan Menghitung Biaya Berdasarkan data dan informasi yang terdapat di Anggaran maupun laporan realisasi anggaran, Pemda melakukan mapping (reklasifikasi) untuk mendapatkan 4 klasifikasi biaya sebagai berikut: • • • •
Biaya Langsung Biaya Tidak Langsung Biaya Tidak Terkait Capaian Kinerja Biaya Terkait Aset Tetap
Ilustrasi klasifikasi dan perhitungan dapat dilihat dalam tabel di halaman berikut:
BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai dan Tunjangan BELANJA LANGSUNG: NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
14,007,202,400
PROGRAM Pelayanan Administrasi Perkantoran Pelayanan Administrasi Perkantoran Pelayanan Administrasi Perkantoran Pelayanan Administrasi Perkantoran Pelayanan Administrasi Perkantoran Pelayanan Administrasi Perkantoran Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
KEGIATAN Penyediaan surat‐menyurat Penyediaan jasa komunikasi sumberdaya air dan listrik Penyediaan jasa peralatan dan perlengkapan kantor Penyediaan alat tulis kantor Penyediaan barang cetakan dan penggandaan Penyediaan makanan minuman Pengadaan perlengkapan gedung kantor Pemeliharaan rutin/berkala gedung kantor Pemeliharaan rutin/berkala mobil operasional
BELANJA MODAL
TOTAL
‐ 36,000,000 ‐ 120,000,000 ‐ 198,000,000 ‐ 1,095,600,000 180,000,000 18,000,000 72,000,000 633,117,000 105,600,000
10 Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan CPenyusunan laporan capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja SKPD
4,800,000
4,800,000
Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan CPenyusunan pelaporan keuangan semesteran Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan CPenyusunan pelaporan keuangan akhir tahun Pendidikan Anak Usia Dini Pemeliharaan rutin / berkala bangunan sekolah Wajib Belanja Pendidikan Dasar 9 Tahun Pembangunan ruang kelas sekolah Wajib Belanja Pendidikan Dasar 9 Tahun Pembinaan SMP terbuka Penyediaan bantuan operasional Sekolah (BOS) SD/SDLB/MI, 16 Wajib Belanja Pendidikan Dasar 9 Tahun SMP/SMPLB/SMP Terbuka/MTs dan Salafiyah setara SD dan SMP
4,800,000 4,800,000 3,142,350,000 600,000,000 10,800,000
4,800,000 4,800,000 3,142,350,000 600,000,000 10,800,000
30,000,000
30,000,000
17 Wajib Belanja Pendidikan Dasar 9 Tahun
BELANJA BARANG & JASA
‐ 36,000,000 ‐ 120,000,000 ‐ 198,000,000 ‐ 1,095,600,000 180,000,000 18,000,000 72,000,000 633,117,000 105,600,000
11 12 13 14 15
BELANJA PEGAWAI
Pembinaan minat, bakat dan kreatifitas siswa SD
27,000,000 27,000,000
‐
54,000,000
‐
24,960,000
18 Peningkatan Mutu Pendidik & Tenaga PendidikaPelaksanaan Uji kompetensi Pendidik dan Tenaga kependidikan
17,472,000 7,488,000
19 Peningkatan Mutu Pendidik & Tenaga PendidikaPenilaian Kinerja Kepala SD
75,000,000 ‐
20 Pengembangan Budaya Baca dan pembinaan
400,000 ‐ 20,000,000
Penyediaan bahan pustaka perpustakaan umum daerah
75000000 20,400,000
Berdasarkan informasi di atas kita dapat mengalokasikan dalam klasifikasi yang baru sebagai berikut : Belanja Belanja Terkait Kinerja Secara langsung Kinerja PAUD kegiatan 13
BTL
Jumlah 5,142,350,000
kegiatan 14‐17, kegiatan19
769,800,000 Guru SD & SM 5,500,000,000
6,269,800,000
kegiatan 1‐6, kegiatan 18, kegiatan 20
1,692,960,000
Belanja Tidak Terkait Kinerja
kegiatan 10‐12
14,400,000
14,400,000
Belanja Terkait Aset Tetap
kegiatan 7‐9
810,717,000
810,717,000
Belanja Terkait Kinerja secara tidak langsung
3,142,350,000 Guru PAUD
Biaya Lainnya
2,000,000,000
Kinerja Pendidikan Dasar
BL
6,507,202,400
Depresiasi Aset Tetap
1,510,000,000 9,710,162,400
4.3. Menentukan Unit Cost Berdasarkan klasifikasi biaya tersebut, dilakukan perhitungan unit cost dengan terlebih dahulu melakukan alokasi biaya tidak langsung.
Biaya Langsung PAUD Rp. 5.142.350.000
PAUD Biaya Tidak Langsung
Biaya Langsung Pendidikan Dasar
Rp. 9.710.162.400 Pendidikan Dasar
Rp. 6.269.800.000
Alokasi biaya tidak langsung untuk dua kegiatan di atas dihitung berdasarkan proporsi Belanja Tidak Langsung (Gaji). Total biaya tidak langsung untuk dua kegiatan ini adalah sebesar Rp. 9.710.162.400. Alokasi Biaya tidak langsung untuk PAUD:
Alokasi biaya tidak lagsung untuk Pendidikan Dasar:
Dengan demikian kita akan mendapatkan biaya kegiatan masing-masing sebagai berikut : No
Target Capaian
Alokasi Biaya Langsung
Alokasi Biaya Tidak Langsung
Unit Cost
1
Penyelenggaraan Pendidikan PAUD
5.142.350.000 2.589.376.640 7.731.726.640
2
Penyelenggaraan Pendidikan Dasar
6.269.800.000 7.120.785.760 13.390.585.760
5. KESIMPULAN
1. Reformasi keuangan daerah mensyaratkan adanya proses penganggaran yang berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja tersebut membutuhkan perumusan unit cost sebagai salah satu target kinerjanya. 2. Banyak studi yang menunjukkan bahwa perhitungan per unit output seringkali tidak akurat karena laporan anggaran dan realisasinya disusun berdasarkan belanja, bukan berdasarkan full cost. 3. Struktur belanja dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang terbagi menjadi belanja tidak langsung dan belanja langsung ditujukan untuk menghasilkan perhitungan unit cost untuk setiap kegiatan yang dianggarkan. Namun perhitungan tersebut tidak dapat serta merta dilakukan karena per definisi pengelompokan yang dilakukan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tersebut tidak sinkron dengan pengelompokan biaya yang dipersyaratkan untuk menghitung unit cost. 4. Untuk mendapatkan perhitungan unit cost terdapat dua alternatif, yaitu: a. Merubah struktur belanja dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 menjadi: Belanja tidak terkait kegiatan, seperti hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan, subsidi, dan sejenisnya Belanja terkait kegiatan secara langsung (belanja langsung) Belanja terkait kegiatan tidak secara langsung (belanja tidak langsung) b. Mempertahankan struktur belanja seperti yang ada di Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan mengeluarkan pedoman perhitungan unit cost melalui pendekatan reklasifikasi seperti yang dijelaskan dalam bagian 4 paper ini.