Uji Bioaktivitas Ekstraksi Bahan Alam Terhadap Mikroba

  • Uploaded by: Fadhli
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Uji Bioaktivitas Ekstraksi Bahan Alam Terhadap Mikroba as PDF for free.

More details

  • Words: 1,754
  • Pages: 14
BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Mikroorganisme memiliki habitat alami yang beragam. Beberapa habitat yang baik untuk organisme tingkat tinggi juga dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Tetapi ada beberapa habitat dikarenakan faktor fisik ataupun faktor kimia yang ekstrem, organisme tingkat tinggi tidak dapat tumbuh sedangkan mikroorganisme dapat bertahan bahkan berkembang dengan baik. Mikroorganisme dapat hidup pada permukaan tubuh dari organisme tingkat tinggi ataupun pada bagian dalam dari hewan, tumbuhan dan manusia. Beberapa mikroorganisme yang hidup di dalam hewan memberikan keuntungan untuk kebutuhan nutrisi dari hewan tersebut (Brock & Madigan, 1997).

Mikroorganisme indigenous dapat hidup baik pada permukaan kulit, mulut, saluran pernapasan bagian atas, saluran kemih maupun saluran pencernaan. pencernaan

Mikroflora

indigenous

yang

hidup

dalam

saluran

telah diketahui memiliki pengaruh baik secara anatomi,

fisiologi maupun perubahan imunologik terhadap inangnya (Berg, 1996). Salah satu mikroorganisme indigenous pada saluran pencernaan hewan ialah Escherichia coli. Bakteri yang telah diisolasi juga diuji resistensinya terhadap beberapa

antibiotik,

karena

bakteri

pada

lingkungan

alaminya

menunjukkan resistensi terhadap beberapa antibiotik (Desselberger, 1998). Selain daripada itu bakteri yang diisolasi dari lingkungan rumah sakit seperti E.coli menunjukan multiresistensi (Neu, 1992).

1.2 Tujuan Praktikum

Menguji bioaktivitas ekstrak bahan alam terhadap mikroba

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Tinjauan umum uji bioaktivitas

Tahun-tahun terakhir ini senyawa obat yang dihasilkan dari bahan alam telah menjadi perhatian khusus oleh industri farmasi. Sebagai representatifnya

dapat

dilihat

dari

pengembangan

senyawa

taxol,

etoposide dan artemisin yang telah berhasil melalui tahap pengujian klinis. Taxol merupakan senyawa kimia yang pertama kali diisolasi dari tumbuhan Taxus brevifolia. Isolasi dan penentuan struktur senyawa ini dilakukan berdasarkan hasil riset awal dilaboratorium yang menunjukkan bahwa ekstrak dari tumbuhan ini menunjukkan aktivitas melawan sel kanker. Walaupun pengujian bioaktivitas ini telah dilakukan pada awal tahun 1960an, isolasi dan penentuan struktur kimianya baru berhasil dilakukan pada tahun 1971. Setelah melalui berbagai tahap riset, pada tahun 1980 pengujian secara klinis berhasil dilakukan.Sekitar tahun 1990-an senyawa taxol dan derivatnya taxotere ternyata telah terbukti secara klinis efektif melawan kanker payudara (breast cancer) dan kanker indung telur (ovarian cancer) (2) Resin podophyllin pertamakali diisolasi dari tumbuhan Podophyllum peltatum, merupakan senyawa yang bersifat toksik. Komponen utama dari resin ini adalah lignan phodophyllotoxin yang memepunyai aktiviatas menghambat pembelahan sel. Karena sifat toksiknya maka kecil kemungkinan dari senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Tetapi melihat dari aktvitasnya yang dapat menghambat pembelahan sel, senyawa ini dapat diindikasikan mempunyai potensi senyawa kemoterapi kanker. Suatu senyawa semisintetik etoposide yang dibuat berdasarkan model senyawa phodophyllotoxin ternyata telah diujikan secara klinis efektif melawan kanker paru dan testicular cancer (2). Artemisinin merupakan suatu senyawa kimia yang diisolasi dari dari tumbuhan Artemisia annua. Pengujian klinis telah menunjukkan bahwa senyawa ini efektif digunakan sebagai antimalaria dan dapat digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum (2)

Potensi tumbuhan sebagai sumber penemuan senyawa obat sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Sekitar 250.000500.000 spesies tumbuhan yang ada didunia saat ini, tercatat hanya sekitar 6 % yang telah dilakukan pengujian bioaktivitasnya, dan hanya sekitar 15 % yang telah diteliti kandungan kimianya. Diketahui satu tumbuhan mengandung ribuan senyawa metabolit sekunder yang diyakini sangat berperan sebagai penghasil senyawa kimia yang memiliki aktivitas farmakologis. Sangat menjadi tantangan bagi para ilmuwan untuk dapat menggali senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan yang kedepannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat (1,3,4). Pemilihan Sampel Proses pencarian senyawa kimia yang berkhasiat obat dari tumbuhan melibatkan berbagai disiplin ilmu antaralain Botani, kimia, farmakologi, toksikologi dan berbagai bidang ilmu lainnya. Botanist disini berperan dalam hal pemilihan sampel, dimana dibutuhkan informasi detil mengenai tumbuhan yang akan dipilih. Sampel yang telah dipilih harus diidentifikasikan

dan

selanjutnya

disimpan

di

herbarium

untuk

memudahkan untuk penelusurannya kembali. Seorang ahli kimia berperan dalam tahap proses isolasi senyawa kimi yang dikandung oleh tumbuhan yang selanjutnya dilakukan penentuan struktur kimianya. Farmakologis dan Toksikologis berperan penting dalam penentuan bioaktivitas dan pengujian toksisitas senyawa yang telah didapatkan. Dalam proses awal pemilihan sampel, ada beberapa metoda pendekatan yang digunakan antaralain (1,5,6): 1. Pemilihan sampel secara random yang dilanjutkan dengan skrining kandungan kimianya. Kesulitan dalam menggunakan metoda ini adalah ini sangat sukar memprediksikan kemungkinan bioaktivitas senyawa yang telah berhasil diisolasi, karena satu golongan senyawa tertentu akan dapat memiliki aktivitas farmakologis yang beragam. Sebagai

contoh bila yang didapatkan adalah suatu senyawa baru golongan alkaloid, yang mana senyawa alkaloid itu sendiri mempunyai beragam bioaktivitas bisa sebagai analgesik, antispasmodik ,diuretik dll. Maka untuk pengujian bioaktivitas yang spesifik akan memerlukan berbagai tahap yang kemungkinan akan menghabiskan waktu dan biaya yang lebih banyak.. 2. Pemilihan sampel secara random yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian satu atau lebih bioaktivitasnya. Pada pendekatan ini sampel yang telah dikumpulkan dilakukan skrining bioaktivitasnya berdasarkan target bioaktivitas apa yang diinginkan. Dengan menggunakan metoda isolasi “biassay guided” kemungkinan senyawa yang diisolasi adalah senyawa yang memiliki bioaktivitas yang diinginkan. 3. Pemilihan sampel berdasarkan laporan atau jurnal ilmiah tentang pengujian bioaktivitas suatu tumbuhan. 4. Pemilihan sampel berdasarkan informasi penggunaan tradisional tumbuhan tertentu. Biasanya sumber informasi adalah seorang herbalis ataupun dari masyarakat yang biasa menggunakan tumbuhan obat 2.2 Bakteriostatik dan bakterisidal Menurut Gan et al. (1980), antibakteri adalah antimikrob yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pengertian antimikrob secara umum adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikrob, dan digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada manusia dan hewan. Berdasarkan

cara

kerjanya

antibakteri

dibedakan

menjadi

bakterisidal dan bakteriostatik. Bakterisidal bersifat mematikan bakteri, sedangkan bakteriostatik bersifat menghambat bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi (Wattimena et al. 1991). Menurut Jawetz et al. (1996), mekanisme kerja antibakteri secara umum: Menghambat sintesis dinding sel bakteri. Antibakteri terikat pada reseptor

sel (beberapa diantaranya adalah enzim transpeptida), kemudian terjadi reaksi

transpeptidase

sehingga

sintesis

peptidoglikan

terhambat.

Mekanisme diakhiri dengan penghentian aktivitas penghambat enzim autolisis pada dinding sel. Menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri. Terganggunya membran sitoplasma oleh zat yang bersifat surfaktan, menyebabkan permeabilitas dinding sel berubah dan menjadi rusak. Komponen-komponen penting yang berada di dalam sel seperti protein, asamnukleat, nukleotida keluar dari sel dan berangsur-angsur sel akan mati. Menghambat sintesis protein sel bakteri. Suhu dan konsentrasi tinggi zat kimia dapat mendenaturasi protein yang merupakan komponen esensial bagi berlangsungnya kehidupan sel. Senyawa penghambat sintesis protein juga dapat menyebabkan kesalahan dalam pembacaan kode pada mRNA sehingga protein tidak terbentuk, dan sel akan mati. Menghambat sintesis asam nukleat. Senyawa penghambat akan berikatan dengan enzim atau salah satu komponen yang berperan dalam tahapan sintesis asam nukleat, sehingga akhirnya reaksi terhenti karena substrat yang direaksikan dan asam nukleat tidak terbentuk. Berdasarkan senyawa

antibakteri

efektivitas

kerjanya

dikelompokkan

terhadap

menjadi

dua,

mikroorganisme, yaitu

antibakteri

berspektrum luas dan antibakteri berspektrum sempit(Schunack et al. 1990). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kerja antibakteri, diantaranya konsentrasi antibakteri, jumlah bakteri, spesies bakteri, suhu, dan pH (Pelczar dan Chan 1986). Resistensi terhadap antibiotik E.coli merupakan mikroba komensal dan patogen yang penting yang hidup dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Bakteri ini telah diketahui menunjukkan resistensi terhadap beberapa antibiotik (Neu, 1992). Hal ini dapat menjadi sumber penyebaran resistensi yang penting pada patogen lain dari manusia ataupun hewan. Gen resistensi dari bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik tersebut dapat disebarkan

melalui feses manusia ataupun hewan ke organisme lain di lingkungan (Dunlop et al., 1998). Bakteri dapat bersifat resisten terhadap antibiotik karena adanya mutasi kromosom ataupun karena pertukaran material genetik melalui transformasi, transduksi dan konjugasi melalui plasmid (Neu, 1992). Faktor yang berperan dalam perkembangan resistensi terhadap antibiotik ialah : Peningkatan ataupun kesalahan penggunaan antibiotik dalam

bidang

klinik,

mekanisme

transformasi,

transduksi

ataupun

konjugasi, penggunaan tehnik deteksi molekular, penambahan antibiotik pada pakan ternak (Desselberger, 1998). Pendekatan konvensional untuk uji resistensi antibiotik didasarkan atas pertumbuhan koloni pada media selektif dengan atau tanpa penambahan antibiotik (Siegel et al., 1974). Bagaimanapun juga analisa profil DNA merupakan cara yang penting untuk melakukan karakterisasi dan identifikasi gen resistensi antibiotik.

BAB III Metodologi Praktikum

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum Praktikum dilaksanakan pada hari jum’at tanggal 29 Mei 2009 bertempat di laboratorium mikrobiologi jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Jatinangor. 3.2 Alat-Alat dan Bahan-Bahan A. Alat-alat : 1. Api spiritus 2. Cawan petri 3. Inkubator 4. Pipet 5. Tabung reaksi B. Bahan-bahan : 1. Nutrien Agar cair 2. Kertas whatman 3. Temu kunci yang telak di ekstraksi dengan pelarut etanol 4. Suspensi bakteri : •

Gram + (staphylococcus aureus)



Gram – (E.coli)

3.3 Prosedur Kerja 1. Siapkan suspensi bakteri Gram + (Staphylococcus aureus) Gram – (E. coli) 2. Tuangkan 1 mL bakteri ke dalam cawan petri ditambah nutrien agar cair kemudian dihomogenkan (nutrient agar sebanyak 20 ml) 3. Setelah beku, masukkan (tempelkan) kertas Whatman berisi zat (temu kunci yang diekstraksi dengan etanol) pada berbagai konsentrasi.

100% 80% 40% 20% 10% 5% 2.5%1.25% 0% dst sampai 0%

Kertas whatman berisi zat (temu kunci) pada berbagai konsentrasi

4. Inkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil

Konsentrasi

100%

80%

40%

20%

10%

5%

2.5%

1.25%

0%

Gram +

7

7

6

7

7

8

8

8

6

Gram -

7

7

7

7

7

8

8

8

7

Interverensi zona hambatan : •

Resisten

: < 12 mm



Intermediete

: 12-13 mm



Sensitive

: > 13 mm

Berdasarkan hasil uji resistensi materi kemudian dibandingkan dengan interverensi zona hambatan, maka dapat disimpulkan bahwa bakteribakteri tersebut resisten terhadap temu kunci. 4.2 Pembahasan Uji resistensi materi terhadap mikroba dapat kita gunakan untuk mengetahui resistensi terhadap beberapa antibiotik, karena bakteri pada lingkungan alaminya menunjukkan resistensi terhadap beberapa antibiotik. Berdasarkan nilai interverensi zona hambatan pada berbagai konsentrasi ternyata mikroba-mikroba (Staphylococcus aerus, E.coli) tersebut resisten terhadap temu kunci.

Bakteri yang telah diisolasi dapat diuji resistensinya terhadap beberapa

antibiotik,

karena

bakteri

pada

lingkungan

menunjukkan resistensi terhadap beberapa antibiotik.

alaminya

BAB V Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan Uji bioaktivitas bahan ekstrak terhadap mikroba dapat kita gunakan untuk mengetahui resistensi terhadap beberapa antibiotik, karena bakteri pada lingkungan alaminya menunjukkan resistensi terhadap beberapa antibiotik. Maka berdasarkan hasil praktikum uji bioaktivitas bahan ekstrak terhadap mikroba-mikroba (Staphylococcus aerus, E.coli) yang di uji adalah resisten terhadap zat yang diekstrak dari temu kunci. 5.2 Saran Selama praktikum berlangsung praktikan harus menjaga keadaan tetap aseptis dari bakteri nontarget agar dapat diketahui hasil yang sesungguhnya. Karena itu, harus selama proses praktikum dilakukan di dekat api hangat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2009.http://fbaugm.wordpress.com/2008/08/.diakses 21 juni 2009 Anonim.2009.http://ph-ebe99.blog.friendster.com/.diakses 21 juni 2009 Anonim.2009.http://rudyct.com/PPS702-ipb/01101/DIANA_W.htm.diakses 21 juni 2009 Cordell, G.A. 1995.Changing strategies in natural product chemistry. Phytochemistry 40:1585-1612. Fabrican, D.S and Farsworth, N.R. 2001. The value of plants used in traditional medicine for drug discovery. Enviromental Health Prespectives 109:69-75. Hamburger, M. and Hostettmann, K. 1991. Bioactivity in plants: the link between Phythochemistry and Medicine. Phytochemistry 30: 3643874 Philipson, J.D. 2001.Phytochemistry and medicinal plants.Phytochemistry, 56:237-243 Pimm, S. L., Russell, G. J., Gittleman, J. L. and Brooks, T.M. 1995. The future of biodiversity. Science 269:347-350. Rates, S. M. K. 2001. Plants as source of drugs. Toxicon 39:603-613.

Related Documents


More Documents from "Siti hajra hi umra"