Udit Maternal Perinatal.docx

  • Uploaded by: santy widyaningsih
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Udit Maternal Perinatal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,062
  • Pages: 7
UDIT MATERNAL-PERINATAL AUDIT MATERNAL

TUJUAN tujuan umum Tujuan umum audit maternal-perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah suatu kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan perinatal



 

-

-

Tujuan khusus Tujuan khusus audit maternal-perinatal adalah: Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara teratur dan berkesinambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, RS pemerintah/swasta dan puskesmas, rumah bersalin, bidan praktek swasta (BPS) di wilayah kabupaten/kota dan lintas batas kabupaten/kota/provinsi Menentukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota, RS pemerintah dan swasta, puskesmas, rumah bersalin dan BPS dalam perencanaan, pelaksaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang disepakati BATASAN DAN PENGERTIAN Pengertian Audit maternal-perinatal adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta penatalaksaannya, dengan menggunakan informasi dan pengalaman dari suatu kelompok terkait, untuk mendapatkan masukan mengenaai intervensi yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayana KIA di suatu wilayah. Dengan demikian, kegiatan audit ini berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan dengan pendekatan pemecahan masalah. Dalam kaitannya dengan pembinaan, ruang lingkup wilayah dibatasi pada kabupaten/kota, sebagai unit efektif yang mempunyai kemampuan pelayanan obstetrik-perinatal dan didukung oleh pelayanan KIA sampai ke tingkat masyarakat. Audit maternal-perinatal merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian di masa yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. dengan kata lain istilah audit maternal-perinatal merupakan kegiatan Death and case follow-up. Lebih lanjut, kegiatan ini akan membantu tenaga kesehatan untuk menentukan pengaruh keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian. Dari kegiatan ini dapat ditentukan: Sebab dan faktor-faktor terkait dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal Dimana dan mengapa berbagai sistem dan program gagal dalam mencegah kematian Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan Audit maternal-perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan evaluasi sistem rujukan. Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan: Pengisian rekam medis yang lengkap dan benar semua tingkat pelayanan kesehatan

-

Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi verbal, yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yang mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita meninggal, sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian. KEBIJAKAN DAN STRATEGI Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Berdasarkan hal tersebut, kebijaksanaan Indonesia Sehat 2010 dan strategi Making Pregnency Safer (MPS) sehubungan dengan audit meternal-perinatal adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui program jaga mutu di puskesmas, disamping upayaperluasan jangakauan pelayanan. Upaya peningkatan dan pengendalian mutu antara lain dilakukan melalui kegiatan AMP 2. Peningkatkan fungsi kabupaten/kota sebagai unit efektif yang mampu memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan pelayanan KIA di seluruh wilayahnya 3. Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA di tingkat pelyanan dasar (puskesmas dan jajarannya) dan tingkat rujukan primer (RS kabupaten/kota) 4. Peningkatan kemampuan kabupaten/kota dalam perencanaan progrqm KIA dengan memanfaatkan hasil kegiatan AMP mampu mengatasi masalah kesehatan setempat 5. Peningkatan kemampuan menajerial dan keteampilan teknis dari para pengelola dan pelaksana proram KIA melalui kegiatan analisis manajemen dan pelatihan klinis

Strategi yang diambil dalam menerapkan AMP adalah: 1. Semua kabupaten/kota sebagai unit efektif dalam peningkatan pelayanan program KIA secara bertahap menerapkan kendali mutu, yang antara lain dilakukan melalui AMP diwilayahnya ataupun diikutsertakan kabupaten/kota lain (lintas batas) 2. Dinas kesehatan kabupaten/kota berfungsi sebagai kodinator fasilitator yang bekerja sama dengan RS kabupaten/kota dan melibatkan puskesmas dan unit pelayanan KIA swasta lainnya dalam upaya kendali mutu diwilayah kbupaten/kota 3. Ditingkat kabupaten/kota perlu dibentuk tim AMP yang selalu mengadakan pertemuan rutin untuk menyeleksi kasus, membahas dan membuat rekomendasi tindak lanjut berdasarkan temuan dari kegiatan audit (penghargaan dan sanksi bagi pelaku) 4. Perencanaan program KIA dibuat dengan memanfaatkan hasil temuan dari kegiatan audit sehingga diharapkan berorientasi kepada pemecahan masalah setempat 5. Pembinaan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, bersama-sama RS kabupaten/kota (untuk aspek teknik medis) dilaksanakan langsung pada saat audit atau secara rutin dalam bentuk yang disepakati oleh tim AMP

LANGKAH DAN KEGIATAN Langkah-langkah dan kegiatan ditingkat AMP di tingkat kabupaten/kota sebagai berikut:

Anggota

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pembentukan tim AMP Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP Menyusun rencana kegiatan (POA) AMP Orientasi pengelola program KIA dan pelaksanaan AMP Pelaksanaan kegiatan AMP Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan audit oleh dinkes kabupaten/kota bekerja sama dengan RS 7. Pemantauan dan evaluasi

Rincian kegiatan AMP yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Tingkat kabupaten/kota 1. Menyampaikan informasi dan menyamakan persepsi dengan pihak terkait mengenai pengertian dan pelasksanaan AMP di kabupaten/kota 2. Menyusun tim AMP di kabupaten/kota, yang susunannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Secara umum, susunan tim disarankan sebagai berikut: Pelindung : Bupati/walikota kepala daerah Ketua : Kadinkes kab/kota Wakil ketua : Direktur RS kab/kota Sekretaris : Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan RS Dokter spesialis anak RS Tim ahli : SpOG SpA Dokter ahli lainnya : 1. Kasubdin dan kasi yang menangani program KIA 2. Kasubdin dan kasi yang menangani Yankes dasar dan rujukan 3. Dokter umu dibagian kebidanan kandungan dan bagian anak di RS kab/kota 4. Wakil dari unit pelayanan KIA lainnya yang berpotensi dalam memberikan masukan atau sumbangan pemikiran ( misalnya RS swasta, puskesmas, organisasi profesi, dll)

3. -

4. 5. 6.

Tim ini juga menghimpun sumber daya yang dimanfaatkan dan mengidentifikasi “siapa mengerjakan apa” Melaksanakan AMP secara berkala dengan melibatkan: Para kepala puskesmas dan pelaksana pelayanan KIA di puskesmas dan jajarannya Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan serta dokter spesialis anak/ dokter ahli lain RS kab/kota dan staf yang terkait Kepala dinas kab/kota dan staf pengelola program terkait Pihak yang terkait, sesuai kebutuhan, misalnya bidan praktik swasta, petugas rekam medik kab/kota, dll Pada awal kegiatan, pihak yang mutlak perlu dilibatkan adalah puskesmas di wilayah kab/kota dan RS kab/kota. Secara bertahap sesuai kebutuhan, dinkes kab/kota dapat melibatkan pihak lain tersebut diatas Melaksanakan kegiatan AMP lintas batas kab/kota/propinsi Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam pertemuan tim AMP Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan audit serta tindak lanjutnya dan melaporkan hasil kegiatannya ke dinas kesehatan propinsi untuk memohon dukungan

7. Memanfaatkan hasil kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan program KIA secara berkelanjutan b. Tingkat puskesmas 1. Menyampaikan informasi kepada staf puskesmas terkait mengenai upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA melalui kegiatan AMP 2. Melakukan pencatatan atas kasus kesakitan dan kematian ibu serta perinatal dan penanganannya atau rujukannya untuk kemudian dilaporkan ke dinas kesehatan kan.kota 3. Mengikuti pertemuan AMP kab/kota 4. Melakukan pelacakan sebab kematian ibu/perinatal (otopsi verbal) selambat-lambatnya 7 hari setelah menerima laporan. Informasi ini harus dilaporkan ke dinkes kab/kota selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan. Temuan otopsi verbal dibicarakan dalam pertemuan audit di kab/kota. 5. Mengikuti atau melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan KIA sebagai tindak lanjut dari temuan kegiatan audit 6. Membahas kasus pertemuan AMP di kab/kota 7. Membahas hasil tindak lanjut AMP non medis dengan LS terkait c. Tingkat propinsi 1. Menyebarluaskan pedoman teknis AMP kepada seluruh kab/kota 2. Menyamakan kerangka pikir dan menyusun rencana kegiatan pengembangan kendali mutu pelayanan KIA melalui AMP bersama kab/kota yang akan difasilitasi secara intensif 3. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan di kab/kota 4. Memberikan dukungan teknis dan manajerial kepada kab/kota sesuai kebutuhan 5. Merintis kerjasama dengan sektor lain untuk kelancaran pelaksanaan tindak lanjut temuan dari kegiatan audit yang berkaitan dengan sektor diluar kesehatan 6. Memfasilitasi kegiatan AMP lintas batas kab/kota/profinsi d. Tingkat pusat Melakukan fasilitasi pelaksanaan AMP sebagai salah satubentuk upaya peningkatan mutu pelayanan KIA di wilayah kab/kota serta peningkatan kesinambungan pelayanan KIA ditingkat dasar dan di tingkat rujukan primer METODA Metoda pelaksanaan AMP sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan pertemuan dilakukan teratur sesuai kebutuhan oleh dinas kesehatan kab/kota bersama dengan RS kab/kota, berlangsung sekitar 2 jam. Pertemuan sebaiknya dilakukan di RS kab/kota dan kadinkes/direktur RS memimpin acara tetapi moderator pembahasan klinik adalah dokter ahli. Presentasi kasus dilakukan oleh dokter/bidan RS kab/kota atau puskesmas terkait, tergantung dimana kasus ditangani 2. Kasus yang dibahas dapat berasal dari kab/kota atau puskesmas. Semua kasus ibu/perinatal yang meninggal di RS kab/kota/puskesmas hendaknya di audit, demikian pula kasus kesakitan yang menarik dan dapat diambil pelajaran darinya 3. Audit yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus sejak dari: -

Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh keluarga/tenaga kesehatan dirumah

-

Siapa saja yang memberikan pertolongan dan apa saja yang telah dilakukan Sampai kemudian meninggal atau dapat dipertahankan hidup. Dari pengkajian tersebut diperoleh indiksai dimana letak kesalahan/kelemahan dalam penanganan kasus. Hal ini memberi gambaran kepada pengelola program KIA dalam menentukan apa yang perlu dilakukan untuk mencegah kesakitan/kematian ibu/perinatal yang tidak perlu terjadi. Kesimpulan hasil dicatat dalam from MA untuk kemudian disampaikan dan dibahas oleh tim AMP dalam merencanakan kegiatan tindak lanjut secara nyata 4. Pertemuan ini bersifat pertemuan penyelesaian masalah dan tidak bertujuan untuk menyalahkan atau memberi sanksi salah satu pihak 5. Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir, notulen hasil pertemuan dan rencana tindak lanjut yang akan disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tim AMP yang akan datang 6. RS kab/kota dan puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu perinatal ke dinas kab/kota dengan memakai format yang disepakati

PENCATATAN DAN PELAPORAN Dalam melaksanakan AMP ini diperlukan mekanisme pencatatan yang akurat baik ditingkat puskesmas maupun di tingkat RS kab/kota. Pencatatan yang diperlukan adalah sebagai berikut: Tingkat puskesmas Selain menggunakan rekam medis yang suadah ada di puskesmas, ditambahkan pula; 1. Form R (formulir Rujukan Maternal dan Perinatal) 2. Form OM dan OP (formulir otopsi Verbal maternal dan perinatal) form OM digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas dan perinatal yang meninggal, sedangkan form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal. Untuk mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga puskesmas RS kabupaten/kota Formulir yang dipakai adalah 1. Form MP (formulir maternal dan perinatal) form ini mencatat semua data dasar ibu bersalin/nifas dan perinatal yang masuk ke RS. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat 2. Form MA (formulir Medical Audit) form ini dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun perinatal, yang mengisi format ini adalah dokter yang bertugas di bagian kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)

Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang yaitu: 1. Laporan dari RS kab/kota ke dinkes (LAP RS) laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab

kematian) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta bagian anak 2. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kab/kota (LAP PUSK) 3. Laporan dari dinkes kab/kota ke tingkat dinkes propinsi (LAP KAB/KOTA) laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal yang ditangani oleh RS kab/kota, puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnyaserta tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi. Laporan ini merupakan rekapitulasi dari form MP dan form R yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS. pada tahap awal, jenis kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu maternal dan perinatal.

Menkes: Tingkatkan Keamanan Rumah Sakit Rabu, 26 September 2012

JAKARTA (Suara Karya): Rumah sakit agar meningkatkan keamanan untuk mencegah terjadinya penculikan bayi seperti di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Siti Zachroh, Kabupaten Bekasi beberapa hari lalu. "Itu memang sudah tanggung jawab rumah sakit, tentang keamanan pasien. Tapi saya belum mempelajari betul masalahnya. Tim investigasi sudah kesana," kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. di Jakarta, Selasa. Terhadap kasus penculikan bayi dari pasangan Jaja Nurdiansyah (31) dan Syifa Maisyatul Khoirot (21), Menkes mengatakan bahwa Dinas Kesehatan setempat harus memberikan teguran kepada rumah sakit tersebut dan melakukan pembinaan agar tidak terjadi kasus serupa. Menkes juga tidak menampik adanya dugaan bahwa bayi tersebut diculik oleh sindikat penjualan bayi sehingga ia meminta agar seluruh rumah sakit dapat melakukan pengamanan ekstra kepada ruang bayi. "Kita harus tingkatkan lagi keamanannya, harus ada pelatihan lagi untuk tenaga kesehatannya. Sistem untuk keamanan bayi-bayi di rumah sakit juga harus ditingkatkan, agar terjamin," ujar Nafsiah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan disebut Menkes adalah dengan merawat bayi dalam satu ruangan bersama orang tuanya, sehingga pengawasan langsung dapat dilakukan orang tua dan keluarga lainnya. "Saya tahu bahwa di beberapa rumah sakit tenaga untuk menjaga bayi memang sedikit, jadi mereka seharusnya dirawat bersama orangtuanya, tidak terpisah. Jadi keluarganya juga dapat menjaga keamanan bayi-bayi ini," kata Nafsiah seperti dikutip Antara. Menkes berjanji akan melakukan peninjauan lagi terhadap sistem keamanan ruang bersalin dan perawatan bayi di rumah sakit untuk memastikan kasus serupa tidak terulang. Ia juga menekankan bahwa rumah sakit harus segera menerapkan kebijakan untuk rawat gabung antara ibu melahirkan dengan bayinya. (Dwi Putro AA)

Related Documents

Udit Maternal Perinatal.docx
December 2019 27
Udit
October 2019 7
Maternal Book
April 2020 7
Maternal Nursing
June 2020 19
Maternal Politics
June 2020 6
Maternal Morbidity
April 2020 9

More Documents from ""