Uas Kmb_ Fahreza Rama Aditya.docx

  • Uploaded by: Fahreza Aditya
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Uas Kmb_ Fahreza Rama Aditya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,003
  • Pages: 5
Budaya dan Identitas Kultural (Analisis Vonis Kasus Penistaan Agama Oleh Basuki Tjahaja Purnama) Fahreza Rama Aditya No. BP : 1610863006 E-mail : [email protected] Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Andalas Abstrak. Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keberagaman dan toleransi antar sesama. Setiap budaya dan agama di Indonesia mengajarkan untuk saling menghargai antar sesama, terlebih Indonesia memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang memiliki arti berbeda-beda namun tetap satu. Dari semboyan ini dapat dilihat bahwa Indonesia tidak pernah memandang perbedaan suku, agama, budaya ataupun ras dari seorang individu dan tidak pernah membeda-bedakan seorang individu dengan individu lain. Namun seiring berjalannya waktu semboyan ini mulai tidak diacuhkan oleh beberapa pihak ataupun oknum-oknum tertentu. Kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama merupakan contoh dari terkikisnya semboyan yang sudah ada sejak zaman Majapahit tersebut. Analisis kasus ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana seorang pemimpin dapat merusak suatu identitas sosial. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan observasi dan membandingkan dengan teori-teori ataupun pendapat para ahli. Pemimpi memiliki kekuatan yang luar biasa, baik dalam segi mempimpin ataupun bagaimana Pemimpin tersebut mengundang perhatian publik dengan perilaku yang mereka buat. Berbeda dengan orang biasa, perilaku seorang Pemimpin lebih di perhatikan dan disorot. Kesalahan-kesalahan yang disengaja dilakukan ataupun dibuat-buat dapat menimbulkan permasalahan yang luar biasa di khalayak. Dari kasus yang di analisis, dapat dilihat bahwa dari kata-kata yang dilontarkan oleh seorang pemimpin dapat menimbulkan suatu perpecahan yang luar biasa di suatu negara dan terkikisnya nilai-nilai toleransi antar sesama. Akan lain hal yang terjadi apabila, kata-kata yang terlontar tersebut keluar dari mulut seorang orang biasa atau warga yang tidak memiliki posisi penting disuatu daerah.

Kata Kunci : budaya Indonesia, toleransi, identitas budaya, kekuatan pemimpin.

Pendahuluan Seseorang yang ingin atau akan menjadi seorang pemimpin yang baik, disamping harus dibekali dengan bakat-bakat sejak lahir, harus dilengkapi dengan berbagai pendidikan dan pengalaman serta latihan-latihan yang dapat mengembangkan kemampuan memimpinnya. Karena dalam suatu kepemimpinan, terdapat beberapa unsur yang menentukan tingkah laku seorang pemimpin. Selain itu untuk menjadi seorang pemimpin, harus mengerti dan memahami syarat-syarat untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Karena kelak seorang pemimpin akan ditugasi untuk memimpin suatu organisasi/instansi/daerah yang membawahi orang-orang banyak. Untuk itu seorang pemimpin harus menghayati syarat-syarat untuk menjadi seorang pemimpin, serta menambah ilmu pengetahuan dan kemampuan mereka. Hal ini dimaksudkan agar disamping diterima oleh khalayak, secara hierarki/struktural dapat pula diterima dan dipertanggungjawabkan oleh atasan sang pemimpin itu sendiri. Identitas merupakan jati diri yang dimiliki seseorang yang ia peroleh sejak lahir hingga melalui proses interaksi yang dilakukannya setiap hari dalam kehidupannya dan kemudian membentuk suatu pola khusus yang mendefinisikan tentang orang tersebut. Sedangkan Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sehingga Identitas Budaya memiliki pengertian suatu karakter khusus yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Dalam Lintas Budaya, setiap orang seharusnya memahami masing-masing budaya yang ada di sekitarnya sehingga dapat beradaptasi ketika berada di kebudayaan yang berbeda.

1

Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama. Dalam menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya. Toleransi berasal dari kata “ Tolerare ” yang berasal dari bahasa latin yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilakumanusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas , misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain.

Pembahasan Analisis Kasus Beberapa waktu yang lalu Indonesia digemparkan dengan vonis yang dijatuhkan kepada mantan gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau yang lebih dikenal dengan Ahok atas tuduhan kasus penistaan agama yang dilakukan olehnya. Vonis hukuman 2 tahun penjara tersebut dianggap tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh Ahok. Kasus ini dimulai dengan Ahok yang mengatakan : “Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak-ibu enggak bisa pilih saya, ya—dibohongin pake surat Al Maidah surat 51 macam-macam gitu, lho. Itu hak bapak-ibu. Ya. Jadi, kalo bapak-ibu, perasaan enggak bisa pilih, nih, karena takut masuk neraka, dibodohin gitu, ya, enggak apa-apa. Karena ini kan panggilan pribadi bapak-ibu. Program ini jalan saja. Ya, jadi bapak ibu-enggak usah merasa enggak enak dalam nuraninya enggak bisa pilih Ahok. Enggak suka ama(sama) Ahok. Tapi programnya, gue kalo terima, gue enggak enak dong ama dia, gue utang budi. Jangan. Kalau bapak-ibu punya perasaan enggak enak, nanti mati pelan-pelan, lho, kena stroke,” (Sumber : //nasional.tempo.co/read/873597/kasus-penodaan-agama-ahok-divonis-2-tahunpenjara) Kalimat yang terlontar dari Ahok ini dianggap telah menistakan agama Islam, posisinya sebagai gubernur Jakarta (pada saat itu) dianggap sangat amat tidak pantas untuk mengatakan hal-hal yang menyinggung agama yang bahkan tidak dianut olehnya. Dalam video yang berdurasi 40 menit itu, terlihat Ahok sedang melalakukan kampanye untuk mendukungnya kembali memimpin Jakarta yang sudah memasuki periode kedua, diselasela penyampaiannya, Ahok melontarkan hal-hal yang menyinggung umat Islam dalam kepercayaan mempercayai Al-Quran. 2

Menurut Kamsi (Kamsi, 2014) Penistaan agama atau bisa juga disebut penodaan agama dapat terjadi di semua agama. Persoalan ini sering kali muncul pada intra agama itu sendiri yaitu kelompok mainstream menyesatkan kelompok lain yang berbeda tetapi masih dalam satu agama atau memiliki kesamaan sebagian tradisi keagamaan dengannya. Kelompok yang dituduh sesat ini biasanya merupakan kelompok kecil yang hidup di tengah masyarakat dengan pandangan keagamaan mainstream, dan perbedaan ini dapat memicu potensi konflik bagi kehidupan antar pemeluk agama bahkan antar peradaban. Pada kasus ini, Ahok dianggap tidak bisa bertoleransi antar sesama dalam beragama. Al-Qur’an yang jelas-jelas merupakan kitab kepercayaan umat Islam dikatakan membodohi umat muslim dalam memilih pemimpin. Posisinya sebagai pemimpin Jakarta pada saat itu dianggap tidak netral dan sangat menghina kepercayaan kaum muslim terhadap kitab suci AlQuran. Selain itu, Ahok juga dianggap telah mengikis identitas kultural Indonesia yang terkenal dengan rasa toleransi yang tinggi dalam bermasyarakat, Indonesia yang memiliki beragam suku, ras dan agama bisa hidup tenang dan bernegara, namun Ahok dengan perkataan yang ia lontarkan mengibarkan bendera perpecahan antar masyarakat Indonesia. Menurut MacIver (Casram, 2016), masyarakat dibentuk oleh struktur yang tidak kelihatan dan merupakan kumpulan dari beragam hubungan manusia yang dibangun dan diubah oleh manusia itu sendiri. Masyarakat bergerak dinamis sesuai dengan perkembangan jaman. Dalam masyarakat sederhana atau primitif, manusia memiliki karakteristik yang serba homogen baik dalam budaya, agama maupun struktur sosial. Agama yang dipahami oleh masyarakat seperti ini adalah agama yang dekat dengan simbol-simbol. Simbol-simbol ini memiliki peran dominan terhadap kebera-gamaan mereka. Kebanyakan dari masyarakat sederhana ini berpendidikan rendah atau dalam lingkup ordinary people. Mereka memahami agama orang lain dengan perasaan antipati. Toleransi yang dikembangkan dalam masyarakat ini tidak terjalin atau berjalan normal. Mereka mudah tersentuh atau tersinggung bila ajaran keyakinan agama mereka sepertinya dihina oleh pemeluk agama lain. Mereka merespon langsung dengan mempertahankan taruhan jiwa. Mereka memahami agama orang lain dengan sikap antipati. Buah dari perbuatan Ahok ini, pergerakan yang sejalan dimunculkan oleh seluruh umat muslim di Indonesia untuk bersama-sama menyatakan bahwa Ahok telah menistakan agama dan tidak pandai dalam bertoleransi. Namun, hal ini sebenarnya dibesar-besarkan karena Ahok merupakan seorang pemimpin Jakarta. Menurut Bass (Marianti, 2011) Kekuasaan adalah potensi untuk mempengaruhi orang lain. Pada kasus ini, tindakan yang dilakukan oleh Ahok mempengaruhi kaum muslim untuk sama-sama menghukumnya atas apa yang telah ia lontarkan. Posisinya sebagai sorang pemimpin menimbulkan dan membesarkan masalah yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan seksama, selain itu yang memicu kemarahan khalayak adalah bahwa Ahok bukan merupakan umat muslim dan dengan santainya ia melecehkan ayat Al-Quran. Selain itu, hal ini juga menjadi sorotan media karena Ahok telah mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta periode kedua. Menurut penulis, hal ini juga dibesar-besarkan oleh media yang tidak mendukung Ahok sebagai calon Gubernur Jakarta, penulis juga meyakini hal ini juga dibesar-besarkan oleh mereka tim sukses lawan Ahok pada pencalonan Gubernur beberapa waktu lalu karena ingin menjatuhkan pamor Ahok yang luar biasa dalam memimpin Jakarta menggantikan Jokowi yang naik menjadi Presiden. Robbins dan Judge (Mariati, 2011) mengemukakan konsep kepemimpinan dan kekuasaan mempunyai hubungan, yaitu : 1. Kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak membutuhkan kesesuaian tujuan, hanya ketergantungan, sedangkan kepemimpinan membutuhkan kesesuaian tujuan antara pemimpin dengan orang yang dipimpinnya. 3

2. Arah dari pengaruh. Kepemimpinan berfokus pada pengaruh atasan/pemimpin terhadap bawahannya (downward influence), dan meminimalkan pentingnya bentuk pengaruh ke samping dan ke atas (lateral and upward influence). Sedangkan kekuasaan selain berfokus pada pengaruh terhadap bawahan, juga berfokus pada pengaruh terhadap atasan maupun kepada sesama teman yang berada pada tingkat yang sama. 3. Cara Implementasinya. Kepemimpinan lebih menekankan pada cara atau gaya kepemimpinan yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan. Sedangkan kekuasaan, lebih memfokuskan diri pada taktik-taktik untuk mendapatkan kesepakatan. 4. Pemilik kekuasaan. Kepemimpinan lebih merupakan kekuasaan yang dimiliki secara individual, sedangkan kekuasaan, bukan hanya dapat dimiliki oleh individu tertentu, namun juga dapat dimiliki oleh beberapa atau sekelompok orang. Pada kasus Ahok ini, Ahok seperti mengenyampingkan poin kedua yaitu berfokus pada pengaruh terhadap bawahan, bawahan yang juga dapat dikatakan sebagai masyarakat seperti dikesampingkan oleh Ahok yang penulis anggap merasa yakin dengan kemampuannya dalam memimpin dan mempersuasi khalayak. Kasus ini secara tidak langsung penulis anggap menyalahi poin pertama yaitu antara Ahok dan khalayak tidak memiliki kesesuaian tujuan dengan masyarakat. Masyarakat yang menginginkan toleransi seorang pemimpin malah dikhianati oleh Ahok yang mereka sanjung sebagai Gubernur yang luar bias adalam memimpin Jakarta. Pada kasus ini penulis juga meyakini bahwa Ahok sudah memudarkan budaya tenggang rasa dan toleransi yang menjadi khas Indonesia, hal ini dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin yang ada di Indonesia sudah memudarkan identitas budaya Indonesia dikhalayak dan dimata dunia. Bahwa beberapa pemimpin di Indonesia merupakan orang yang tidak pandai bertoleransi.

Penutup Kesimpulan Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa power seorang pemimpin di Indonesia itu sangat luar biasa, sedikit saja kesalahan perilaku yang ditimbulkan oleh seorang pemimpin, dapat menimbulkan suatu masalah yang luar biasa dan menimbulkan pergerakan yang luar biasa dari khalayak. Terlebih apabila hal tersebut menyangkut tentang ras, agama, suku dan kebudayaan suatu kaum. Seorang pemimpin seharusnya mampu menampilkan sosok yang netral dan mampu bertoleransi dalam bermasyarakat. Masyarakat Indonesia yang mayoritas umat muslim menyebabkan masalah yang mungkin jika terjadi di negara lain yang tidak bermayoritaskan warga muslim akan biasa-biasa saja ini memberikan suatu gerakan yang bahkan melebihi kuasa pemerintah. Hukuman percobaan penjara selama 2 tahun yang diterima oleh Ahok, dianggap tidak setimpal dengan apa yang telah ia lakukan, selain mengikis budaya Indonesia, Ahok juga menimbulkan dan memunculkan pertengkaran antar ras, kaum dan suku. Banyak pihak yang tidak setuju dengan keputusan ini dan berpendapat bahwa Ahok pantas mendapatkan hukuman yang lebih dari pada itu. Seorang pemimpin seperti Ahok seharusnya bisa menjaga sikap dan ucapan di depan khalayak, menimbang Ia merupakan seorang panutan. Dari kasus ini juga bisa diambil kesimpulan bahwa seorang muslim haruslah paham dengan situasi dan kondisi tempat ia memimpin, tak semua orang yang mendengarkan ucapan maupun seruan dari seorang pemimpin itu selalu mendukung apa yang dilakukan oleh pemimpinnya. 4

Daftar Pustaka Casram. (2016). Membangun Sikap Toleransi Beragama Dalam Masyarakat Plural. Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 : 187-198 188. http://dx.doi.org/10.15575/jw.v1i2.588. Dalam teks makalah dituliskan : (Casram, 2016) Kamsi. (2014). Prilaku Penistaan Agama dalam Struktur Budaya Politik Lokal Pada Kerajaan Islam di Jawa (Sebuah Telaah Politik Hukum). Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, Vol. 49, No.1. ipi447472. Dalam teks makalah dituliskan : (Kamsi, 2014) Marianti, Maria Merry. (2011). Kekuasaan dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain Dalam Organisasi. Jurnal Administrasi Bisnis (2011), Vol.7, No.1: hal. 45–58. jabv7n1.tex; 5/07/2011; 11:38. Dalam teks makalah dituliskan : (Marianti, 2011)

5

Related Documents

Rama-rama
June 2020 18
Rama-rama
October 2019 45
Rama
December 2019 34
Rama
November 2019 39
Sri Rama Sri Rama
November 2019 38

More Documents from ""