Turorial In Clinic Minggu Ke 2 (1).docx

  • Uploaded by: Avrileotra Elin
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Turorial In Clinic Minggu Ke 2 (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,586
  • Pages: 25
TURORIAL IN CLINIC KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF) AN. S DI RUMAH SAKIT YARSI PONTIANAK UNIT GAWAT DARURAT (MINGGU KE 2)

Nama Kelompok : 1.

FITRI RATNAWATI

2.

SISKA PUTRI UTAMI

3.

AVELINTINA BRIGIDA C

4.

AUDINA SAFITRI

5.

SUCI RAMADHANTY

6.

YOSSI CLAUDIA EVAN

7.

MAKHYAROTHIL ASHFIYA

8.

DESKA KURNIASARI

9.

LILY SEFTIANI

10. ULFA MUZLIYATI

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2019

TUTIORIAL IN CLINIC (TIC) Kasus An S berusia 16 tahun dibawa oleh keluarganya ke RS YARSI Pontianak, pada tanggal 7 Maret 2019, dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 1 hari yang lalu, pasien sudah selesai menstruasi sejak 1 minggu yang lalu, darah yang dikeluarkan berbau, klien mengatakan badannya terasa lemah dan merasakan nyeri di bagian perutnya. Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan badannya terasa lemah, kepala pusing, dan menurunya nafsu makan, klien mengatakan sesekali merasakan sesak. P : Nyeri Q : Seperti di tusuk-tusuk R : Seluruh bagian abdomen S : Skala 5-6 T : Nyeri hilang datang (TTV) TD : 80/70 mmHg N : 90 x/m RR : 26 x/m T : 36,4OC CRT >3 detik (Hasil laboratorium tanggal 07 maret 2019) HB Leukosit Trombosit Hematokrit Eritrosit Ureum GDS Pregcy test

: 16,3 mg/dl : 6,64 : 308.000 : 15,2 % : 1,79 : 230,4 : 143 mg/dl : Negatif

STEP 1 Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Pregnancy test adalah sebuah tindakan untuk mencari tahu tentang adanya tanda-tanda

hormon

yang

berasal

dari plasenta,

pada darah dan

pada urine perempuan, sehingga dapat dipastikan adanya proses kehamilan. STEP 2 1.

Apa penatalaksanaaan yang tepat untuk pasien di atas ?

2.

Apa diagnosa untuk kasus diatas ?

STEP 3 1.

2.

Apa penatalaksanaaan yang tepat untuk pasien di atas -

Lakukan pemeriksaan laboratorium

-

Kolaborasi dalam pemberian obat obatan sesuai indikasi

-

Mengajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam

-

Melakukan USG pada abdomen

-

Memasang Transfusi set

Apa diagnosa untuk kasus diatas -

Nyeri akut

-

Resiko syok

-

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

STEP 4 Etiologi

Dangue High Fever

Patofisiologi

A. Pemeriksaan Penunjang

Manifestasi Klinis

Penatalaksanaan

STEP 5 Learning objective 1.

Definisi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.

2.

Klasifikasi

Derajat Demam Berdarah menurut WHO Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan Klasifikasi WHO 2011 DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium DD Demam disertai minimal  Leukopenia (jumlah dengan 2 gejala : leukosit ≤4000  Nyeri Kepa sel/mm3)  Nyeri retro-orbita  Nyeri Otot

 Nyeri sendi/ tulang  Ruam kulit makulopapular  Manisfestasi perdarahan  Tidak ada tanda perembesan plasma



Trombositopenia <100.000 sel/mm3; peningkatan hematokrit ≥20%

 

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000 sel/mm3) Peningkatan hematokrit (5%10%) Tidak ada bukti perembesan plasma

DBD

I

Demam dan manifestasi perdarahan (uji bendung positif) dan tanda perembesan plasma

DBD

II

DBD*

III

DBD*

IV

Seperti derajat I ditambah Trombositopenia perdarahan spontan <100.000 sel/mm3; peningkatan hematokrit ≥20% Seperti derajat I atau II Trombositopenia ditambah kegagalan <100.000 sel/mm3; sirkulasi (nadi lemah, peningkatan hematokrit tekanan nadi ≤ 20 mmHg, ≥20% hipotensi, gelisah, diuresis menurun Syok hebat dengan tekanan Trombositopenia darah dan nadi yang tidak <100.000 sel/mm3; terdeteksi peningkatan hematokrit ≥20%

Diagnosis infeksi dengue: Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi, dikonfirmasi dengan deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif (IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)

3.

Etiologi Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang di kenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype.(3) Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.(1)

Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang terbanyak ditemukan di Indonesia dan merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.(4,6) Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus. Pada Artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.1 Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga factor yang memegang peranan, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation priod) sebelum dapat menularkan kembali kepada manusia saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun peranannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation priod) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. 4.

Patofisiologi Terdapat beberapa macam teori yang mengenai infeksi virus ini, seperti

hipotesis

infeksi

sekunder,

hipotesis

antibody

dependent

enhancement (ADE), teori virulensi virus, teori antigen antibodi, dan teori mediator virus Dengue (Soegeng, 2013). Sementara dua teori yang banyak

dianut dalam adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE). Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk dan akan menuju organ sasaran virus, yaitu organ RES meliputi sel kupfer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum tulang serta paruparu. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Menurut hipotesis infeksi sekunder, pada infeksi pertama terjadi antibody yang memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibody terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi, akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktivitas komplemen. Akhirnya banyak virus yang dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi tidak ada cross protektif terhadap serotip virus yang lain. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotype berbeda, virus yang bertindak sebagai super antigen akan difagosit oleh monosit dan makrofag. Makrofag akan menampilkan antigen yang bermuatan peptide MHC II ini pada APC. Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat dinetralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag. Selanjutnya akan terjadi reaksi tubuh dengan pengeluaran IL-1, prostaglandin, ICAM 1, radikal bebas, adhesi dari neutrofil yang mempunyai efek terhadap endothelial sel. Akibatnya endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok. Selain ini akan terjadi aktivasi limfosit T yang bersifat sitolitik sehingga semua sel yang mengandung virus akan dihancurkan (Soegeng, 2013). Sedangkan menurut teori kedua, singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika terdapat antibody spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibody tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya bila antibody yang terdapat dalam tubuh merupakan antibody

yang tidak dapat menetralisasi virus, akan terbentuk kompleks antigenantibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Hal ini akan menyebabkan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Soegeng, 2013). Walaupun demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus yang sama, tetapi pada DBD terjadi mekanisme kebocoran plasma sehingga menyebabkan manifestasi yang berbeda. 5.

Manifestasi klinis Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami demam dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana kuda), fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-3 selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat. Fase Febris: - Demam mendadak tinggi 2-7 hari - Muka kemerahan, eritema kulit - Sakit kepala - Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan,injeksi faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. - Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa, walau jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan gastrointestinal. Fase Kritis:

- Terjadi pada hari 3-7 sakit.

- Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kepiler dan timbul kebocoran plasma yang biasanya berlangsun 24-48 jam. - Kebocoran plasma sering didahului lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. - Dapat terjadi syok.

Fase Pemulihan: - Terjadi setelah fase kritis. -

Terjadi

pengembalian

cairan

dari

ekstravaskuler

ke

intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya. - KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis membaik.

6.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru. Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :  Uji serologi: deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI  Isolasi virus  Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR).  Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3% Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru terhadap antigen non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi infeksi virus dengue dengan lebih awal bahkan pada hari pertama onset demam. - Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang megalami gejala Demam/klinis lain < 3 hari, dikarenakan Early detection sangatlah penting untuk menentukan pengobatan (terapisupportif) yang tepat (cegah Resistensi antibiotik), serta pemantauanpasien dengan segera. - Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena pemeriksaaan NS1 bersifat komplementer (saling menunjang), terkhususapabila didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala infeksi tetap muncul.

- Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter penganut paham "infeksi sekunder dapat menyebabkan infeksi yang lebih berat dan memerlukan penanganan yang berbeda dengan infeksi primer" - Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan demikian pomakaian pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi dengue 2. Pemeriksaan radiologis Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan ( pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan ) 7.

Penatalaksanaan Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut: 1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20% 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa 5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF tanpa syok. Seorang

yang tersangka menderita DHF

dilakukan pemeriksaan

haemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :  Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.  Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan dirawat. Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF di ruang rawat. Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini : Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut : 1500 + (20 x( BB-20) ml Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :  Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.  Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20

Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF. Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah : perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna (henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.

Perdarahan Spontan dan Masif : - Epistaksis tidak terkendali -

TRANSF USI

Hb < 10 gr% TRANSFUSI PRC Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue. Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian pada sindrom syok dengue sepilih kali lipat dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DHF mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Logaritma DHF menurut WHO (2011)

Gambar 1. Jalur triase kasus tersangka infeksi dengue (WHO 2011) Sumber : World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011dengan modifikasi.

Gambar 2. Tata laksana DBD dengan syok (DSS) Sumber:World Health OrganizationSouth East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011 dengan modifikasi.

8.

Komplikasi a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok b. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok berkepanjangan c. Edema paru, akibat over loading cairan

9.

Asuhan keperawatan pada kasus

ASUHAN KEPERAWATAN A. IDENTITAS KLIEN Nama Klien

: An. s

:

P

No.RM

:-

Usia

: 16 tahun

Tgl.MRS

: 7 Maret 2019

Tgl.Pengkajian

: 7 Maret 2019

Alamat/ telp.

: Jln. Tanjung Raya 1

Status Pernikahan

:-

Agama

: Islam

Suku

: Melayu

Pendidikan terakhir

: SMA

Pekerjaan

: Mahasiwi

Lama Bekerja

:-

Sumber Informasi

: Klien, orang tua

Jenis kelamin

B. RIWAYAT KESEHATAN KLIEN 1. Riwayat kesehatan masa lalu : a. Penyakit yang pernah diderita - Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya b. Alergi - Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi makanan, obatobatan dan minuman. c. Tindakan Operati yang pernah didapat - Klien mengatakan belum pernah dilakukan tindakan operatif sebelumnya. 2. Riwayat Kesehatan saat ini a. Alasan masuk RS Klien datang dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak 1 hari yang lalu, pasien sudah selesai menstruasi sejak 1 minggu yang lalu, darah yang

dikeluarkan berbau, klien mengatakan badannya terasa lemah dan merasakan nyeri di bagian perutnya b. Keluhan utama saat ini (Saat Didata) Saat Pengkajian

: Saat dikaji klien mengeluh nyeri

P : nyeri saat diam Q : tertusuk-tusuk R : nyeri daerah abdomen S : 5-6 T : Hilang datang C. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA - Keluarga klien mengatakan tidak pernah mempunyai riwayat penyakit yang sama D. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum

: Lemah

2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. Tanda- tanda vital : TD : 80/70mmhg, N: 90 x/menit, RR :26x/menit, S: 36,40C 4. BB dan TB

: BB : 45 kg, TB : 155 cm

5. Pengkajian Primer - Airway: tidak ada sumbatan atau obstruksi jalan nafas - Breathing: pola nafas teratur, ada kesulitan dalam bernafas, RR 26 x/menit - Circulation: denyut nadi teraba kuat, N 89 x/menit, ektremitas teraba hangat, tidak tampak sianosis pada membran mukosa, CRT <3 detik - Disability: keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, GCS 15, reaksi pupil +/+, klien dapat merespon dengan baik saat diajak bicara - Exposure: tidak ada cidera atau trauma serta perdarahan pada kulit 6. Pemeriksaan Fisik - Kepala: bentuk simetris, tidak ada kemerahan,pertmbuhan rambut rata, tidak ada lesi maupun perdarahan, tidak teraba adanya massa, tidak ada nyeri tekan

- Mata: mata simetris, tidak ada kemerahan pada sekitar mata, konjungtiva anemis, sklera ikterik, tidak ada nyeri tekan - Hidung: hidung tampak simetris, tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pernapasan menggunakan cupping hidung - Telinga: tampak simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pengeluaran cairan - Mulut : mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak ada lesi - Leher: tidak ada kemerahan, tidak ada lesi, tidak ada massa, tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan - Dada: dada simetris, tidak ada kemerahan dan lesi, tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada bunyi suara nafas tambahan - Abdomen: abdomen simetris, tidak ada distensi abdoemn, terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah - Genitalia: tidak ada keluhan pada area genitalia - Ekstremitas: bentuk ekstremitas kanan dan kiri simetris, tidak ada oedem, tidak ada lesi, akral hangat, CRT <3 detik Data Penunjang Hasil Lab Tgl 07-3-2019 HB Leukosit Trombosit Hematokrit Eritrosit Ureum GDS Pregcy test

: 16,3 mg/dl : 6,64 : 308.000 : 15,2 % : 1,79 : 230,4 : 143 mg/dl : Negatif

F.Medikasi pengobatan - Inf RL 20 tpm - Inj Cefriaxone 1 gr - Inj pantoprazole 4 mg - Inj Ondansentron 4 mg - Inj Rantidine 2 mg - Inj Ketrolac

A. ANALISA DATA No Data 1. Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri P : Nyeri timbul diam / disentuh Q : Nyeri terasa tertusuktusuk R : Nyeri di bagian perut bawah S : Skala nyeri 5-6 T : Nyeri Hilang datang Data Objektif : - Klien tampak lemah - Klien tampak sesekali meringis merasakan nyeri dibagian perut bawah - TTV : TD 80/70mmhg N 90 x/menit RR 26 x/menit S 36,00C 3 Data Subjektif: - Klien mengatakan bernapas sulit - Klien mengatakan sesak saat nyeri tiba Data objektif: - Klien tampak lemah - Klien terpasang infus Nacl20 tpm

Etiologi Age cidera biologis

Masalah Keperawatan Nyeri akut

hiperventilasi

Ketidakefektifan [ola nasfas

No

Data - Turgor kulit baik, membrane mukosa lembab - Mukosa bibir pucat - TTV TD 80/70mmhg N 90x/menit RR 26 x/menit S 36,40C

Etiologi

Masalah Keperawatan

NOC

NIC

Rasional

Tujuan : Setelah diberikan intervensi 3x1 jam nyeri berkurang hingga menghilang Kriteria Hasil: 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakoloi untuk mengurangi nyeri) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

1. Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien secara komprehensif agar dapat memberikan intervensi yang sesuai serta mengurang faktor presipitasi dari nyeri tersebut 2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan klien dan menjadi data objektif 3. Untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan rileks 4. Untuk mengetahui tanda-tanda vital 5. mengurangi nyeri yang dirasakan 6. Pemberian analgesik dapat mengurangi

B. INTERVENSI Diagnosa Nyeri akut b/d agen cidera biologis

2. Observasi reaksi non-verbal dari ketidaknyamanan

3. Tingkatkan istirahat pasien 4. Observasi tandatanda vital 5. Ajarkan teknik non-farmakologi

Ketidakefekti fan pola nafas b/d hiperventilasi

3. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x1 jam diharapkan pola nafas efektif Kriteria Hasil : 1. Menunjukan jalan nafas yang paten 2. Tekanan darah, nadi, suhu tbuh dalam batas normal

6. Kolaborasi pemberian analgetik

nyeri dengan memblok reseptor nyeri

1. Posisikan pasien untuk memaksimalka n ventilasi 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 3. Monitor respirasi dan status O2 4. Monitor TD, nadi, suhu, RR

1. Posisi dapat membantu melonggarkan pernafasan 2. Suara nafas tambahan untuk mengetahui sumber dari sesak 3. Untuk melihat perubahan respirasi 4. Untuk mengetahui perubahan td, nadi, rr, suhu

C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Tanggal

Waktu

7/3/19

09.00 WIB

Implementasi 1. Melakukan pengkajian

Hasil 1. P : Nyeri timbul diam /

nyeri secara

disentuh

komprehensif (PQRST)

Q : Tertusuk-tusuk R : Nyeri di bagian perut bawah S : Skala nyeri 5-6 T : Nyeri hlang datang

09.10 WIB

2. Melakukan observasi reaksi non-verbal dari ketidaknyamanan

2. Klien tampak sesekali meringis

Tanggal

Waktu

Implementasi

Hasil

3. Meningkatkan istirahat

3. Klien tidak bisa tidur akibat

pasien 09.10 WIB

4. Melakukan observasi tanda-tanda vital klien

nyeri yang dirasakan 4.TD 80/70mmhg N 90 x/menit RR 26 x/menit S 36,40C

26/02/19

09.15

5. Mengajarkan teknik

WIB

non-farmakologi

09.20

1. memposisikan pasien

WIB

untuk memaksimalkan

5. Klien mampu teknk tarik nafas dalam untuk mengurangi nyeri 1. posisikan pasien semi fowler

ventilasi 09.30

2. memonitor respirasi

2. RR : 21x/menit

3. Memonitor tanda dan

3 .TD 100/70mmhg

WIB 09.40 WIB

vital

N 88 x/menit RR 21 x/menit S 36,00C

D. EVALUASI KEPERAWATAN Tanggal 26/02/19

Diag. Kep Nyeri akut

SOAP S : 

Skala nyeri P : Nyeri timbul diam / disentuh Q : Nyeri terasa tertusuk-tusuk R : Nyeri di bagian perut bawah S : Skala nyeri 4 T : Nyeri Hilang datang.

O: - Klien tampak lemah - Klien tampak sesekali meringis merasakan nyeri dibagian perut atas - TTV : TD 100/70mmhg N 88 x/menit RR 21 x/menit S 36,00C A : Nyeri akut P : Hentikan Intervensi 26/02/19

Ketidakefek tifan nafas

S:

pola - Klien mengatakan sesak berkurang setelah posisi nya nyaman O: - Klien tampak lemah - Klien terpasang infus Nacl 20 tpm - Turgor kulit baik, embrane mukosa lembab - RR: 21x/menit

Paraf

Tanggal

Diag. Kep

SOAP - SPO2: 98% A : Ketidakefetifan pola nafas P : Hentikan Intervensi

Paraf

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,. 2009. Buku ajar Ilmu penyakit dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI. Jakarta : FK UI Sumarno S, Soedarmo P,Garna H,Rezeki S,Satari H. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri tropis, jakarta: EGC Rejeki S, Adinegoro S. 2014. (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta; Salemba Medika Mansjoer A,Triyanti K, Savitri R,Wardhani W,Setiowulan W, Kapita selekta. Jakarta. FKUI

Related Documents


More Documents from "MALI TAHELL"