Tugas Transmisi.docx

  • Uploaded by: Komangh
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Transmisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,910
  • Pages: 54
TUGAS TRANSMISI DAN DISTRIBUSI

OLEH : Nama

: I Komang Widi Astawa

Nim

: 1705542024

Jurusan

: Teknik Elektro (Paralel)

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2019

TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Gambar 1 Transmsi Tenaga Listrik (Alfiana, 2018)

I.

Pengertian Sistem Tenaga Listrik Sistem Tenaga Listrik secara umum terdiri dari beberapa bagian meliputi;

1.

Pusat Pembangkit Listrik (Power Plant). Pusat Pembangkit Listrik adalah tempat energi listrik pertama kali dibangkitkan,

dimana terdapat turbin sebagai penggerak mula (Prime Mover) dan generator yang membangkitkan listrik. Peralatan utama pada gardu induk antara lain: transformer, yang berfungsi untuk menaikan tegangan generator (11,5 kV) menjadi tegangan transmisi /tegangan tinggi (150kV) dan juga peralatan pengaman dan pengatur. Jenis pusat pembangkit yang umum antara lain PLTA (pembangkit Listrik Tenaga Air), PLTU (Pusat Listrik Tenaga Uap), PLTG (Pusat Listrik Tenaga Gas), PLTN (Pusat Listrik Tenaga Nuklir). (Hilmangkey,2012)

Gambar 2 Pusat Pembangkit Listrik (Hilmangkey, 2012)

2.

Transmisi Tenaga Listrik. Transmisi Tenaga Listrik Merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat

pembangkit tenaga listrik (Power Plant) hingga Saluran distribusi listrik (substation distribution) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumen pengguna listrik. (Hijriansyah, 2012)

Gambar 3 Kabel Saluran Distribusi Listrik (Hijriansyah, 2012)

a.

Pengertian Transmisi Tenaga Listrik Transmisi tenaga listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat

pembangkit tenaga listrik (Power Plant) hingga substation distribution sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumer pengguna listrik melalui suatu bahan konduktor, misalnya : - Dari pembangkit listrik ke gardu induk. - Dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya. - Dari gardu induk ke jaring tegangan menengah dan gardu distribusi. (Hijriansyah,2012) b.

Ketentuan Dasar Sistem Tenaga Listrik 1. Menyediakan setiap waktu, tenaga listrik untuk keperluan konsumer. 2. Menjaga kestabilan nilai tegangan, dimana tidak lebih toleransi ±10%. 3. Menjaga kestabilan frekuensi, dimana tidak lebih toleransi ±0 1Hz. 4. Harga yang tidak mahal (Efisien). 5. Standar keamanan (safety). 6. Respek terhadap lingkungan.(Hijriansyah,2012)

c.

Diagram dasar dari sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik.

Gambar 4 Diagram dari Sistem Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik (Hijriansyah, 2012)

a. Terdiri dari stasiun pembangkit (generating station) b. Transmission substation menyediakan servis untuk merubah dalam menaikan dan menurunkan tegangan pada saluran tegangan yang ditransmisikan serta meliputi regulasi tegangan. c. Percabangan hubungan antar substation (interconnecting substation) untuk pasokan tenaga listrik yang berbeda untuk keperluan pengguna konsumer. d. Distribution Substation, pada bagian ini merubah tegangan aliran listrik dari tegangan medium menjadi tegangan rendah dengan transformator step-down, step down, dimana memiliki tap otomatis dan memiliki kemampuan untuk regulator tegangan rendah. (Hijriansyah, 2012) d.

Tegangan Transmisi.

a. Tegangan generator dinaikkan ke tingkat yang dipakai untuk transmisi yaitu antara 11 kV dan 765 kV. b. Tegangan extra-tinggi (Extra High Voltage – EHV) : 345 500 dan 765 kV. c. Tegangan tinggi standar (High Voltage-HV standard) :115kV, 138kV, dan 230kV d. Untuk sistem distribusi, tegangan menengah yaitu antara 2,4kV dan 69kV. Umumnya antara 120V dan 69kV dan untuk tegangan rendah yaitu antara 120V sampai 600V (Fiqi Astrid,2019)

Gambar 5 Klasifikasi Tegangan Untuk Power Industri dan Komersial Sistem Nilai Tegangan (YendyMw, 2013)

Kategori sistem distribusi listrik dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Sistem Transmisi, dimana saluran tegangan antara 115kV sampai 800kV 2. Sistem Distribusi, dimana rentangan tegangan antara 120V sampai 69kV. Distribusi listrik ini di bagi lagi menjadi tegangan menengah (2,4kV sampai 69kV) dan tegangan rendah (120V sampai 600V). (YendyMW,2 013) II.

Saluran Transmisi Saluran Transmisi merupakan media yang digunakan untuk mentransmisikan

tenaga listrik dari Generator Station/ Pembangkit Listrik sampai distribution station hingga sampai pada konsumer pengguna listrik. Tenaga listrik di transmisikan oleh suatu bahan konduktor yang mengalirkan tipe Saluran Transmisi Listrik Penyaluran tenaga listrik pada transmisi menggunakan arus bolak-balik (AC) ataupun juga dengan arus searah (DC). Penggunaan arus bolak-balik yaitu dengan sistem tiga-fasa atau dengan empat-fasa (Pakpahan, 2016). Saluran Transmisi dengan menggunakan sistem arus bolak-balik tiga fasa merupakan sistem yang banyak digunakan, mengingat kelebihan sebagai berikut: Mudah pembangkitannya, Mudah pengubahan tegangannya, Dapat

menghasilkan medan magnet putar. Dengan sistem tiga fasa, daya yang disalurkan lebih besar dan nilai sesaatnya konstan. 1.

Kategori Saluran transmisi Berdasarkan pemasangannya, saluran transmisi dibagi menjadi dua kategori,

yaitu; a.

Saluran Udara (Overhead Lines) Saluran Udara (Overhead Lines) merupakan saluran transmisi yang menyalurkan

energi listrik melalui kawat-kawat yang digantung pada isolator antara menara atau tiang transmisi. Keuntungan dari saluran transmisi udara antara lain : a. Mudah dalam perbaikan b. Mudah dalam perawatan c. Mudah dalam mengetahui letak gangguan d. Lebih murah Kerugian dari saluran transmisi udara antara lain : a. Kehandalannya sangat berpengaruh terhadap cuaca, mudah terjadi gangguan dari luar seperti; gangguan hubungan singkat, gangguan tegangan bila tersambar petir dan gangguan lainnya. b. Dari segi estetika/keindahan kurang, sehungga saluran transmisi bukan pilihan yang ideal untuk transmisi di dalam kota. (Guntoro, 2009)

Gambar 6 Saluran Udara (Overhead Lines) (Alfiana, 2018)

2.

Desain Saluran Udara Sistem saluran udara komersil, industri, perumahan maupun bandara harus

mempertimbangkan (1) ketersediaan ruang, (2) difusi ruang udara, (3) tingkat kebisingan, (4) kebocoran pipa, (5) beban panas dalam ducting dan kerugian yang terjadi, (6) balancing, (7) pengendalian kebakaran, (8) biaya investasi awal, dan (9) biaya operasional

Kesalahan dalam desain saluran udara dapat menghasilkan sistem tidak baik, dan mahal biaya operasinya. Kekurangan distribusi udara dapat menyebabkan ketidak nyamanan; sementara kurangnya peredam suara attenuators akan meningkatkan tingkat kebisingan. Saluran udara yang buruk menghasilkan system yang tidak seimbang (tidak balance). Pemasangan konstruksi ducting atau kurangnya duct sealing untuk mejaga kekedapan menghasilkan system saluran udara yang mahal biaya operasinya. Insulasi saluran udara yang benar dapat mengurangi kerugian panas. (Firmansyah, 2008) 3.

Pertimbangan Desain Tujuan dari sistem saluran udara adalah untuk mengalirkan sejumlah udara

melalui tiap outlet kedalam suatu ruangan yang dikondisikan pada tekanan total yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk menjamin bahwa beban udara ruangan yang diserap dan aliran udara yang baik dapat dicapai. Metode yang digunakan untuk menentukan lay out ducting dan ukuran ducting harus menghasilkan suatu sistem saluran udara yang tidak bising dan mampu mengalirkan udara dengan baik ke setiap ruangan. Tingkat kebisingan yang rendah biasanya dicapai dengan kecepatan aliran yang rendah, sementara kecepatan aliran udara yang tinggi cenderung untuk menimbulkan kebisingan. Kebisingan juga dapat dikurangi dengan menggunakan material yang lebih halus, menggunakan peredam kebisingan, dan menghindari perubahan (penyempitan) yang mendadak pada ducting. Ducting harus bebas dari kebocoran dimana kebocoran bisa berasal dari kekurang kedapan ataupun kondensasi udara dingin, untuk itu seal dan insulasi adalah sangat penting untuk dipasang pada ducting guna mencegah kebocoran ini. Selain itu ducting juga harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan bahaya kebakaran. Secara otomatis biasanya sistem saluran udara memiliki hubungan dengan sistem pemadam kebakaran, dimana jika terjadi kebakaran maka sistem saluran udara secara otomati harus menutup dan menghentikan suplly udara ke dalam ruangan (Firmansyah, 2008) 4.

Konstruksi Ducting a.

Maximum Pressure Difference Sistem saluran udara dibedakan berdasarkan perbedaan tekanan maksimum

antara udara didalam ducting dengan udara luar (atmosphere). Biasanya untuk system saluran udara di gedung, tekanannya adalah kurang dari 750 Pa. Namun pada umumnya

aplikasi tekanan system saluran udara dapat dibedakan menjadi 3, yaitu tekanan rendah, tekanan menengah dan tekanan tinggi. Untuk tekanan rendah biasanya digunakan pada gedung – gedung komersial maupun kantor, tekanannya kurang dari 500 Pa, dengan kecepatan aliran udara sekitar 12 m/s. Untuk tekanan sedang berkisar antara 500 Pa sampai dengan 1500 Pa, dengan kecepatan aliran udara sekitar 17,5 m/s. Untuk system saluran udara di Industri, dimana seringkali digunakan ventilasi mekanik dan untuk mengontrol polusi digunakan system saluran udara dengan tekanan yang lebih tinggi dari 1500 Pa. (Firmansyah, 2008) b.

Material Ducting Underwriters Laboratory (UL) mengklasifikasikan system saluran udara

berdasarkan kemampuan materialnya untuk mudah terbakar dan menjalar serta menghasilkan asap, untuk itu UL membaginya menjadi 3 kelas ; a. Class 0. Ducting tahan api, tidak bisa terbakar dan tidak menghasilkan asap. b. Class 1. Ducting bisa terbakar namun tidak lebih dari 25% dan tidak berlanjut. c. Class 2. Suatu ducting bisa terbakar dengan kecepatan 50% dan rate asap yang dihasilkan diberi nilai 100. Sementara untuk bentuk ducting bisa dibedakan menjadi ducting persegi (kotak), ducting bulat, ducting oval dan ducting fleksible sebagaimana di tunjukan pada gambar 2. (Firmansyah, 2008)

Gambar 7 Berbagai tipe bentuk ducting, (a). Kotak, (b). bulat, (c). oval, dan (d). Ducting fleksible (Firmansyah, 2008)

5.

Prosedur Desain Prosedur untuk merencanaan suatu sistem saluran udara secara umum bisa

dijelaskan sebagai berikut : a. Pelajari layout gedung atau ruangan yang akan dipasangi saluran udara, rencanakan system suplai dan ekhaust untuk mendapatkan distribusi udara untuk tiap ruangan dengan memperhitungkan jumla udara yang dibutuhkan untuk ruangan termasuk untuk mengatasi beban panas dan kebocoran. Tentukan jumlah suplai (inlet) dan ekhaust (outlet) yang dibutuhkan sesuia dengan tekanan yang dibutuhkan. b. Pilih ukuran outlet sesuai dengan yang ada di pasaran. c. Pilih system saluran udara, hubungan inlet dan outlet yang telah ditentukan posisi nya dengan system saluran udara tersebut, gunakan saluran udara tipe bulat jika memungkinkan. d. Bagi system saluran udara dalam section, tentukan suplai dan ekhaust terminal, fitting, dan komponen – komponen ducting yang lain. e. Tentukan ukuran ducting dengan menggunakan metode desain yang tepat. Hitung tekanan total dari system, dan pilih fan. f. Gambar layout system saluran udara dengan detail, jika ducting dan fitting berubah hitung kembali kerugian tekanan total dan pilih kembali fan. g. Sesuaikan ukuran ducting untuk memenuhi criteria balancing. h. Analisa ducting yang sudah direncanakan terhadap noise. 6.

Metode Desain Saluran Udara Desain saluran udara (ducting) adalah untuk menentukan dimensi masing –

masing section pada saluran udara. Setelah setiap section ditentukan ukurannya maka tekanan total dari system saluran udara dapat dihitung dan tekanan suplai dari fan dapat ditentukan dari kerugian tekanan total dalam system pengkondisian udara. Ada beberapa metode desain sistem saluran udara yang sering kali digunakan, yaitu : 1.

Metode gesekan sama dengan kecepatan maksimum (Equal-friction method

with maximum velocity) Pada metode gesekan sama ini, ducting ditentukan ukurannya sedemikian rupa sehingga kerugian gesekan per satuan panjang ducting untuk tiap section adalah sama /

konstan. Setelah dihitung/dipilih dimensi akhir dari ducting biasanya akan diambil ke pendekatan yang ada sesuai dengan ukuran ducting standard. Kerugian total tekanan dari system ducting

pt sama dengan jumlah dari kerugian gesek dan kerugian dinamis pada

berbagai section sepanjang system ducting yang kritis (biasanya diambil system ducting yang paling panjang).

Dimana ; L1, L2, . . . , Ln panjang ducting pada section 1, 2, . . . , n, (m) Le1, Le2, . . . , Len panjang equivalent fitting pada section 1, 2, . . . , n, (m) Jika kerugian dinamis dari suatu fitting saluran udara sama dengan kerugian gesek dari suatu ducting dengan panjang equivalent Le, dalam m, maka ;

Dan panjang equivalent dapat dicari sebagai berikut ;

Pemilihan pf,u biasanya berdasarkan pengalaman, misalnya untuk system tekanan rendah digunakan nilai sebesar 0.82 Pa / m. Dan kecepatan maksimum aliran udara dalam ducting digunakan sebagai pembatas. Metode gesekan sama ini biasanya tidak optimal dalam biaya, dan damper seringkali diperlukan untuk membuat system balance. Dan karena perhitungan yang digunakan cukup sederhana, system ini banyak digunakan untuk mendesain system saluran udara yang kecil. (Firmansyah, 2008) 2.

Metode kecepatan konstan (Constant-velocity method) Metode kecepatan konstan seringkali digunakan pada system saluran udara buang

(exhaust system) yang membuang partikel emsisi keluar ruangan, jadi aplikasi pada system pengkondisian udara pada industry. Pertama – tama dari metode ini adalah menentukan minimum kecepatan aliran udara pada masing – masing section ducting dengan mengacu pada partikel yang harus dibuang (semakin berat partikel, semakin besar kecepatan / tekanan yang dibutuhkan) sesuai dengan pengalaman ataupun data yang ada. Berdasarkan kecepatan ini, maka luas penampang ducting dan dimensi ducting dapat ditentukan. Kerugian tekanan total dari system ducting pt berikut :

(Pa)

dapat dihitung sebagai

Dimana : v1, v2, . . . , vn adalah kecepatan rata –rata aliran udara pada ducting section 1, 2, . . . , n, (m/ s) C1, C2, . . . , Cn adalah koefisien gesekan local pada section 1, 2, . . . , n, Nilai K = 5.35 x 105 for I-P unit (1 for SI unit) 3.

Static regain method Pada metode ini ukuran ducting didesain sedemikian rupa sehingga kenaikan

tekanan static (static region) akibat penurunan kecepatan didalam cabang utama setelah masing – masing cabang keluar mendekati / hamper sama dengan kerugian tekanan section ducting sepanjang cabang utama secara berututan.

Akibatnya, tekanan statis dari ujung ducting akan sama dengan tekanan pada section sebelumnya. Sebagai contoh, suatu ection dari ducting persegi pada titik 1 – 2 ditunjukan pada gambar. Ukuran dari ducting ini ditentukan sehingga v1 dan v2 kecepatan rata – rata pada bidang 1 dan 2, dan V1 dan V2 adalah laju aliran vlume, dan A1 and A2 luas penampang melintang. Kerugian tekanan total pada section 1 – 2 terdiri atas kerugian gesekan pf1-2 dan kerugian dinamik pada aliran yang melewati diverging tee p1c,s. Hubungan antara tekanan total pada bidang 1 dan 2 dapat dituliskan sebagai berikut :

Karena pt = ps+ pv , dan densitas udara

1 dan

2 diabaikan maka pf1-2 = pf,u. L1-

2. Disini L1-2 menunjukan panjang ducting pada section 1 – 2. Jika tekanan static pada bidang 1 dan 2 sama, maka ps1 = ps2, sehingga:

Jika v adalah kecepatan aliran udara dalam m/sm dan pf,u dalam Pa per meter, dan  adalah 1,20 kg/m3, dan gc adalah 9,81 kg.m/s2. Maka kecepatan rata – rata aliran udara pada ducting dengan ukuran tertentu adalah :

Untuk setiap section ducting pada bidang n – 1 dan n, jika kerugian koefisien total pada fitting adalah cn, dan koefisien kerugian adalah C(n-1)c,s maka kecepatan aliran pada ducting tersebut ; {

4.

2 − ∆𝑝𝑓,𝑢 𝑙𝑛]0.5 [1 − (𝐶(𝑛−1) 𝐶2 𝑆)𝑉𝑛−1 } 1 + 𝐶𝑛

T method T – method diaplikasikan berdasarkan ide tree staging sehingga dinamakan

sebagai T method. Tujuan dari methode ini adalah untuk mengoptimasikan ratio antara kecepata pada setiap section saluran udara. T method ini terdiri dari prosedure sebagai berikut; a. System condensing, menyederhanakan berbagai section ducting menjadi satu sistem yang lebih sederhana dengan karakteristik hidrolik yang sama. b. Fan selection, pemilihan fan untuk mendapatkan tekanan yang optimum c. Ekpansi system - mengembangkan section ducting menjadi sistem seperti sebelumnya dengan distribusi kerugian tekanan total yang optimum pada berbagai section ducting. T – method dapat digunakan untuk menentukan dengan pasti kerugian tekanan total pada cabang ducting. Namun begitu, koefisien kerugian total yang bervariasi pada saat iterasi juga harus dipertimbangkan pada saat optimasi. (Firmansya, 2008)

5.

GMR dan GMD

1. GMR Geometric Mean Radius (GMR) atau jejari rata-rata geometris dari suatu luas (area) adalah limit dari jarak rata-rata geometris (GMD) antara pasanganpasangan elemen dalam luas iti sendiri jika jumlah elemen itu diperbesar sampai tak berhingga. Khusus untuk kawat bundar, GMR untuk satu kawat ialah jejari dari suatu silinder berdinding yang sangat tipis mendekati nol sehingga induktansi dari silinder itu sama dengan induktansi kawat asli. 

Induktansi 𝐿1 = 2𝜋 × 10−7 ℎ[𝑙𝑛 𝐿1 = 2𝜋 × 10−7 ℎ[𝑙𝑛

1 1 + + ln 𝐷12 ] 𝑟1 4

1 1 + ln 𝑒 ⁄4 + ln 𝐷12 ] 𝑟1

𝐿1 = 2𝜋 × 10−7 ℎ[𝑙𝑛

1 1 𝑟1 𝑒 −4

+

1 + ln 𝐷12 ] 4

Pemakaian GMR ini membutuhkan distribusi arus yang uniform dan tidak ada bahan-bahan magnetik. Jika yang dibahas adalah penghantar ACSR dimana berinti baja yang merupakan bahan magnetik, maka dalam hal ini biasanya diasumsikan arus mengalir dalam kawatkawat penghantar, dan arus yang sangat kecil pada inti baja diabaikan. Dengan demikian pengertian GMR pada ACSR dapat dipergunakan. 2. GMD Jika suatu lingkaran pada jejari r terdapat n titik yang jaraknya satu sama lain sama besar maka GMD antara titiktitik itu adalah: 𝑛−1

𝐺𝑀𝐷 = 𝑟 √𝑛 

Kapasitansi dan reaktansi kapasistif pada rangkaian fase tunggal Jika ada dua kawat paralel dipisahkan oleh media isolasi akan terbentuk kapasitor,

jadi mempunyai sifat untuk menyimpan muatan listrik. Jika suatu perbedaan tegangan dipertahankan antara kedua kawat maka muatan-muatan listrik pada kawat-kawat tersebut mempunyai tanda-tanda yang berlawanan. Jika kita memandang dua kawat penghantar, yaitu kawat 1 dan kawat 2, masingmasing memiliki potensial e1 dan e2. Perbedaan potensial antara kawat 1 dan kawat 2 diberikan oleh persamaan berikut.

𝑒12 = 𝑒1− 𝑒2 =

𝑞1 1 1 [ln + ln + 2 𝐷12 2𝜋𝜀𝑣 ℎ 𝑟1 𝑟2

dengan, 𝜀𝑣 = konstanta dielektrik ruang hampa

= 8,854 x 10-12 farad per meter.

(Novika, 2011) b.

Saluran kabel bawah tanah (underground cable),

Saluran Kabel Bawah Tanah (Underground Cable) merupakan saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik melalui kabel yang dipendam didalam tanah. Kategori saluran seperti ini adalah favorit untuk pemasangan didalam kota, karena berada didalam tanah maka tidak mengganggu keindahan kota dan juga tidak mudah terjadi gangguan akibat kondisi cuaca atau kondisi alam. Namun tetap memiliki kekurangan, antara lain mahal dalam instalasi dan investasi serta sulitnya menentukan titik gangguan dan perbaikkannya. (FebrianaRamdan,2019)

Gambar 8 Saluran Kabel Bawah Tanah (Alfiana, 2018)

c.

Saluran Isolasi Gas

Saluran Isolasi Gas (Gas Insulated Line/GIL) adalah Saluran yang diisolasi dengan gas, misalnya: gas SF6, seperti gambar Karena mahal dan resiko terhadap lingkungan sangat tinggi maka saluran ini jarang digunakan. (Ardhana Nabila,2016)

Gambar 9 Saluran Isolasi Gas (Ardhana, 2016)

d.

Saluran Kabel Laut (Submarine Line) Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) adalah system yang menggunakan media

transmisi kabel yang ditanam atau diletakkan di dasar laut untuk menghubungkan komunikasi antar pulau atau negara.

Gambar 10 Saluran Kabel Bawah Laut (Kushartadi, 2010)

2.

Klasifikasi Saluran Transmisi Berdasarkan Tegangan Transmisi tenaga listrik sebenarnya tidak hanya penyaluran energi listrik dengan

menggunakan tegangan tinggi dan melalui saluran udara (overhead line), namun transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, yang besaran tegangannya adalah Tegangan Ultra Tinggi (UHV), Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV), Tegangan Menengah (MHV), dan Tegangan Rendah (LV). Sedangkan Transmisi Tegangan Tinggi adalah berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu substation (gardu) induk ke gardu induk lainnya. Terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang (tower) melalui isolator, dengan sistem tegangan tinggi. Standar tegangan tinggi yang berlaku diindonesia adalah 30kV, 70kV dan 150kV. Ditinjau dari klasifikasi tegangannya, transmisi listrik dibagi menjadi: 1.

Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200kV-500kV Pada

umumnya saluran transmisi di Indonesia digunakan pada pembangkit dengan kapastas 500 kV. Dimana tujuannya adalah agar drop tegangan dari penampang kawat dapat direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien. Akan tetapi terdapat permasalahan mendasar dalam pembangunan SUTET ialah konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi, memerlukan tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga memerlukan biaya besar. Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET adalah masalah sosial, yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan.

2.

Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30kV-150kV Pada saluran transmisi

ini memiliki tegangan operasi antara 30kV sampai 150kV. Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau doble sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netralnya diganti oleh tanah sebagai saluran kembali. Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing phasa terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan Berkas konduktor disebut Bundle Conductor. Jarak terjauh yang paling efektif dari saluran transmisi ini ialah 100km. Jika jarak transmisi lebih dari 100 km maka tegangan jatuh (drop voltaje) terlalu besar, sehingga tegangan diujung transmisi menjadi rendah. 3.

Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 30kV-150kV Saluran transmisi ini

menggunakan kabel bawah tanah, dengan alasan beberapa pertimbangan: a. Ditengah kota besar tidak memungkinkan dipasang SUTT, karena sangat sulit mendapatkan tanah untuk tapak tower. b. Untuk Ruang Bebas juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena padat bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi. c. Pertimbangan keamanan dan estetika. d. Adanya permintaan dan pertumbuhan beban yang sangat tinggi. (Guntoro, 2009) 3.

Komponen Transmisi Listrik.

Komponen-komponen utama dari saluran transmisi udara, terdiri dari: a.

Menara atau Tower Transmisi Listrik

a. Kontruksi Saluran Tiang Penyangga Saluran transmisi dapat berupa saluran udara dan saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara

sebagai

media

isolasi

antar

kawat

penghantar.

Dan

untuk

menyanggah/merentangkan kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara/tower. Antar menara/tower listrik dan kawat penghantar disekat oleh isolator. (Versia Jhos,2012) Konstruksi tower besi baja merupakan jenis konstruksi saluran transmisi tegangan tinggi (SUTT) ataupun saluran transmisi tegangan ekstra tinggi (SUTET yang paling

banyak digunakan di jaringan PLN, karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan didaerah pegunungan dan jauh dari jalan raya, harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan penggunaan saluran bawah tanah serta pemeliharaannya yang mudah. Namun demikian perlu pengawasan yang intensif, karena besi-besinya rawan terhadap pencurian, dimana pencurian besi-besi baja pada menara/tower listrik mengakibatkan menara/tower listrik tersebut roboh sehingga penyaluran listrik ke konsumen pun terganggu. Suatu menara/ tower listrik harus kuat terhadap beban yang bekerja, antara lain: 1. Gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan) 2. Gaya tarik akibat rentangan kawat 3. Gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower. b. Jenis-Jenis Menara Tiang Penyangga Saluran Transmisi Berdasarkan kontruksinya jenis-jenis Menara atau Tower Listrik dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut; 1. Lattice Tower Lattice

Tower merupakan

jenis

tower

transmisi

yang

konstruksinya

menggunakan susuan baja profil yang berukuran kecil, sehingga dalam pengerjaan atau pembangunan tower menjadi lebih mudah. Tower jenis ini biasanya dirancang untuk ketinggian 20 – 120 meter.

Gambar 10 Lattice Tower (Febriana, 2019)

2. Tubular Steel Pole Tubular Steel Tower adalah tiang baja berongga berbentuk sisi poligonal. Memiliki konstruksi baja belahan berbentuk setengah atau sepertiga lingkaran

bergantung pada diameter yang kemudian melalui proses penyatuan-penyambungan dengan pengelasan khusus. Tower jenis ini kurang efisien untukdigunakan untuk transmisi sebab dibutuhkan keahlian dan ketelitian khusus dalam pemasangan serta lokasi tower harus berada dekat dengan jalan karena tower ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup besar sehingga menyulitkan pekerjaan bila berada jauh dari jalan.

Gambar 11 Tubular Steel Pole (Febriana, 2019)

3. Concrete Pole Concrate pole tower adalah tower transmisi dengan konstruksi berupa beton. Tower ini sering digunakan pada wilayah perkotaan karena tidak memakan tempat terlalu banyak dan juga biayanya lebih murah dari tiang baja. Tower jenis ini biasanya digunakan untuk transmisi 30 kV – 110 kV

Gambar 12 Concrete Pole (Hage, 2009)

4. Wooden Pole

Gambar 13 Wooden Pole (Hage,2009)

Menurut fungsinya, menara/tower listrik dibagi 7 macam, yaitu : 1. Dead end tower, yaitu tiang akhir yang berlokasi didekat gardu induk, tower ini hampir sepenuhnya menanggung gaya tarik. 2. Section tower, yaitu tiang penyekat antara sejumlah tower penyangga dengan sejumlah tower penyangga lainnya karena alasan kemudahan saat pembangunan (penarikan kawat), umumnya mempunyai sudut belokan yang kecil. 3. Suspension tower, yaitu tower penyangga, tower ini hampir sepenuhnya menanggung daya berat, umumnya tidak mempunyai sudut belokan 4. Tension tower, yaitu tower penegang, tower ini menanggung gaya tarik yang lebih besar dari pada gaya bert, umumnya mempunyai sudut belokan. 5. Transposision tower, yaitu tower tension yang digunakan sebagai tempat melakukan perubahan posisi kawat fasa guna memperbaiki impendansi transmisi. 6. Gantry tower, yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara dua Saluran transmisi. Tiang ini dibangun di bawah Saluran transmisi existing. 7. Combined tower, yaitu tower yang digunakan oleh dua buah saluran transmisi yang berbeda tegangan operasinya. (Hage, 2008)

Gambar 14 Jenis-Jenis Menara Baja (Hage, 2008)

Menurut susunan/konfigurasi kawat fasa, menara/tower listrik dikelompokkan menjadi : a. Jenis delta, digunakan pada konfigurasi horizontal / mendatar. b. Jenis piramida, digunakan pada konfigurasi vertikal / tegak. c. Jenis Zig-zag, yaitu kawat fasa tidak berada pada satu sisi lengan tower c. Komponen-Komponen Menara/Tower Listrik Secara umum suatu menara/tower listrik terdiri dari : 1. Pondasi, yaitu suatu konstruksi beton bertulang untuk mengikat kaki tower (stub) dengan bumi. 2. Stub, bagian paling bawah dari kaki tower, dipasang bersamaan dengan pemasangan pondasi dan diikat menyatu dengan pondasi 3. Leg, kaki tower yang terhubung antara stub dengan body tower. Pada tanah yang tidak rata perlu dilakukan penambahan atau pengurangan tinggi leg, sedangkan body harus tetap sama tinggi permukaannya. 4. Common Body, badan tower bagian bawah yang terhubung antara leg dengan badan tower bagian atas (super structure). Kebutuhan tinggi tower dapat dilakukan dengan pengaturan tinggi common body dengan cara penambahan atau pengurangan. 5. Super structure, badan tower bagian atas yang terhubung dengan common body dan cross arm kawat fasa maupun kawat petir. Pada tower jenis delta tidak dikenal istilah super structure namun digantikan dengan “K” frame dan bridge. 6. Cross arm, bagian tower yang berfungsi untuk tempat menggantungkan atau mengaitkan isolator kawat fasa serta clamp kawat petir. Pada umumnya cross arm berbentuk segitiga kecuali tower jenis tension yang mempunyai sudut belokan besar berbentuk segi empat. 7. “K” frame, bagian tower yang terhubung antara common body dengan bridge maupun cross arm. “K” frame terdiri atas sisi kiri dan kanan yang simetri. “K” frame tidak dikenal di tower jenis pyramid. 8. Bridge, penghubung antara cross arm kiri dan cross arm tengah. Pada tengahtengah bridge terdapat kawat penghantar fasa tengah. Bridge tidak dikenal di tower jenis pyramida.

9. Rambu tanda bahaya, berfungsi untuk memberi peringatan bahwa instalasi SUTT/SUTET mempunyai resiko bahaya. Rambu ini bergambar petir dan tulisan “AWAS BERBAHAYA TEGANGAN TINGGI”. Rambu ini dipasang di kaki tower lebih kurang 5 meter diatas tanah sebanyak dua buah, dipasang disisi yang mengahadap tower nomor kecil dan sisi yang menghadap nomor besar. 10. Rambu identifikasi tower dan penghantar / jalur, berfungsi untuk memberitahukan identitas tower seperti: Nomor tower, Urutan fasa, Penghantar / Jalur dan Nilai tahanan pentanahan kaki tower. 11. Anti Climbing Device (ACD), berfungsi untuk menghalangi orang yang tidak berkepentingan untuk naik ke tower. ACD dibuat runcing, berjarak 10 cm dengan yang lainnya dan dipasang di setiap kaki tower dibawah Rambu tanda bahaya. 12. Step bolt, baut panjang yang dipasang dari atas ACD ke sepanjang badan tower hingga super structure dan arm kawat petir. Berfungsi untuk pijakan petugas sewaktu naik maupun turun dari tower. 13. Halaman tower, daerah tapak tower yang luasnya diukur dari proyeksi keatas tanah galian pondasi. Biasanya antara 3 hingga 8 meter di luar stub tergantung pada jenis tower (Hage, 2008) e. Tinggi Tiang Berdasarkan Standar Perusahaan Listrik Negara (SPLN) NO.13-1978 tentang kriteria dasar bagi perencanaan Saluran Udara Tegangan Tinggi 60 kV dan 150 kV, jarak antar tiang transmisi adalah : - 230–380 m untuk tegangan 66kV - 350–450 m untuk tegangan 150kV f. Andongan Andongan dan tegangan tarik pada konduktor merupakan dua hal yang sangat penting dipertimbangkan pada saluran transmisi dan saluran distribusi hantaran udara (overhead) karena tegangan tarik pada konduktor dapat menambah beban mekanik pada menara transmisi. Apabila tegangan tarik terlalu besar maka dapat menyebabkan kegagalan mekanik pada konduktor itu sendiri. (Agung, 2015) Faktor yang mempengaruhi andongan dan tegangan tarik pada konduktor adalah: 1. Berat konduktor per satuan panjang 2. Span (jarak antara dua menara transmisi)

3. Temperatur 4. Tegangan konduktor Tiang pada jaringan distribusi tenaga listrik berfungsi sebagai tumpuan penghantar, menerima gaya‐gaya mekanis akibat : 1. Berat penghantar dan peralatan 2. Gaya tarik dari penghantar (tensile strength) 3. Tiupan angin 4. Akibat penghantar lain 5. Berat es atau salju yang bertiup pada kawat Besarnya gaya‐gaya tersebut berbeda sesuai dengan fungsi tiang (tiang awal/ujung, tiang tengah, tiang sudut) dan luas penghantar. Tiang baik tiang besi atau tiang beton mempunyai kekuatan tarik (working load) sesuai standard yang berlaku saat ini yaitu 160 daN, 200 daN, 350 daN, 500 daN, 800 daN, 1200 daN dimana daN adalah deka Newton atau setara dengan 1,01 kg gaya (massa x gravitasi). Hal-hal yang perlu di pertimbangkan untuk menentukan konduktor dengan benar : - Efektive maksimum konduktor Yaitu mempertimbangkan gaya tekan tekan terhadap konduktor baik gaya tekan horizontal dan gaya tekan vertikal. Adapun gaya tekan vertikal yang mempengaruhi yaitu salju dan es, ataupun debu , namun untuk debu bisa di abaikan karena terlampau ringan, - Desain ekonomis Yaitu mempertimbangkan antara nilai ekonomis dan nilai savety dari alat. Memperhatikan tinggi tiang, jarak tiang dan andongan terhadap tanah. - Modulus Elastisitas σ :Tegangan spesifik kawat per satuan luas T : Tegangan kawat A: luas penampang logam konduktor

Gambar 15 Andongan (Agung, 2015)

Standard Perhitungan Andongan 1.

Andongan dengan titik tumpu yang sama. A

B D

L

L

Gambar 16 Andongan dengan titik tumpu yang sama (Agung, 2015)

Lengkung kawat yang berbentuk U atau yang diberi nama D disebut berat kawat, penghantar yang disebut sebagai andungann, besarnya dihubung berdasar persamaan kurva “Catonary” sebagai berikut: Dmax =

To w1 ; cosh( )  1 w T0

Rumus pendekatan sebagai berikut:

wd 2 D= 2t Keterangan: D

= andongan (m).

W

= berat kawat per-satuan panjang (kg/m).

d

= lebar ½ gawang (m).

T

= tekanan kawat mendatar (kg).

LO

= panjang kawat sebenarnya yang dipakai.

w 2 L3 Panjang kawat sebenarnya yang dipakai : Lo = 2L + 3T 2

2.

Andongan dengan titik tumpu yang tidak sama. B h

A D2

D1

H2 H1 X1

X2

Gambar 17 andongan dengan titik tumpu yang tidak sama (Agung, 2015)

Tekanan tiang maksimum terjadi pada tiang yang tertinggi Tmax = To cos h. Besar andongan yang terjadi. D1 

w. X 1 To  cosh( ) 1 w To

D2 

w. X 21 To  cosh( ) 1 w To

Rumus pendekatan sebagai berikut : D1 =

w. X 12 T

dan

D2 =

w. X 22 T

Untuk nilai X1 dan X2: X1 = 1-

ht dan 2 wL

X1 = 1+

ht 2 wL

D2-D1 = h (Ilmu Kabel,2019) b.

Isolator Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi adalah jenis porselin atau

gelas. a.

Jenis Isolator Menurut penggunaan dan konstruksinya, isolator diklasifikasikan menjadi:

Gambar 18 isolator jenis pasak (DS, 2019)

Gambar 19 isolator jenis pos-saluran (DS, 2019)

Gambar 20 isolator gantung (DS, 2019)

Isolator jenis pasak dan isolator jenis pos-saluran digunakan pada saluran transmisi dengan tegangan kerja relatif rendah (kurang dari 22-33 kV), sedangkan isolator gantung dapat digandeng menjadi rentengan/rangkaian isolator yang jumlahnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. (DS, 2014) b.

Pasangan Isolator

Pasangan isolator terbuat dari besi baja yang ukurannya disesuaikan dengan tegangan, jenis dan ukuran penghantar, kekuatan mekanis, serta konstruksi penopangnya. Dengan demikian dikenal baut-U, klevis, link, mata, ball and socket dsb., permukaan logam ini biasanya digalvanisasi. Pasangan Isolator terdiri dari sebagai berikut: a. Busur Tanduk/Tanduk Api dan Cincin Perisai Bila terjadi lompatan api (flashover) pada gandengan isolator, maka isolatornya akan rusak karena busur apinya. Untuk menghindari kerusakan ini, maka pada gandengan isolator gantung dan isolator batang panjang dipasang busur tanduk (arching-horns). Busur tanduk ditempatkan pada bagian atas dan bawah dari gandengan isolator, serta dibentuk sedemikian rupa sehingga busur api tidak akan mengenai isolator waktu lompatan api terjadi.

Jarak antara tanduk atas dan bawah biasanya 75-85 % dari panjang gandengan. Tegangan lompatan api untuk gandengan isolator dengan busur tanduk ditentukan oleh jarak tanduk ini. Busur tanduk biasanya dipakai untuk saluran transmisi dengan tegangan diatas 110 kV, atau diatas 66 kV didaerah-daerah dengan tingkat isokeronik yang tinggi. Cincin perisai diapasang pada ujung kawat dari isolator untuk mencegah terjadinya korona pada ujung tersebut. Efek pencegahan korona juga dimiliki oleh busur tanduk ini.

Gambar 21 Gandengan Isolator Gantung (DS, 2014)

b. Jepitan Untuk penghantar dipakai pengapit gantungan (suspension clamps) dan pengapit tarikan (tension clamps) sedang untuk kawat tanah dipakai pengapit sederhana. Ada dua jenis pengapit gantung, yang satu dengan batang pelindung dan yang lain tanpa batang pelindung (armor rods). Pengapit dipilih dengan memperhatikan macam dan ukuran kawat, kuat tarik maksimumnya, serta dibentuk sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerusakan dan kelelahan karena getaran (vibration) dan sudut andongan dari kawat. c.

Karakteristik Isolator Jaringan Karakteristik pada isolator dapat dibagi menjadi: 1.

Karakteristik Isolator

a. Mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi agar dapat menahan beban kawat penghantar b. Memiliki konstanta dielektrikum (relative permittivity) yang tinggi, agar memberikan kekuatan dielektrik (dielectric strength) tinggi juga. c. Mempunyai tahanan isolasi (insulation resistance) yang tinggi agar dapat menghindari kebocoran arus ke tanah

d. Mempunyai perbandingan (ratio) yang tinggi antara kekuatan pecah dengan tegangan loncatan api (flash over voltage) e. Menggunakan bahan yang tidak berpori-pori dan tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur f. Bebas dari kotoran dari luar dan tidak retak maupun tergores, agar dapat dilewati oleh air atau gas di atmosfir g. Mempunyai kekuatan dielektrik (dielectric strenght) dan kekuatan mekanis (mechanis strenght) yang tinggi h. Bahan yang mampu mengisolir atau menahan tegangan yang mengenainya i. Tidak terlalu berat 2.

Karakteristik Elektris Isolator memiliki dua elektroda yang terbuat dari bahan logam berupa besi atau

baja campuran sebagai tutup (cap) dan pasak (pin) yang dipisahkan oleh bahan isolasi. Dimana tiap bahan isolasi mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang mengenainya tanpa menjadi rusak, yang disebut dengan kekuatan dielektrikum. Apabila tegangan diterapkan pada isolator yang ideal di kedua elektroda tersebut, maka dalam waktu singkat arusnya yang mengalir terhenti dan didalam bahan isolasi terjadi suatu muatan (Q). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan tegangan (V) diantara kedua elektroda. Besarnya muatan itu adalah : Q = C.V Dimana nilai kapasitas C tergantung pada nilai konstanta dielektrik dari suatu bahan uang terdapat diantara kedua elektroda tersebut. Makin tinggi nilai konstanta dielektrikum suatu bahan isolasi makin besar kapasitansi isolasi tersebut. Untuk bahan isolasi porselin dan gelas nilai konstante dielektriknya lebih tinggi dibandingkan dengan bahan-bahan isolasi yang lain. Bandingkan konstante dielektrik bahan-bahan di bawah ini.

Tabel 1 Nilai Konstanta Dilektrikum Beberapa Bahan

Jenis

ε

Bahan

ε

Jenis Bahan

Ebonit

2,8

Parafin

2,1 – 2,5

Fiber

2,5 – 5

Kertas

2,0 – 2,6

Gelas

5,4 – 9

Porselin

5,7 – 6,8

Mika

2,5 – 6,6

Air

2,0 – 3,5

Minyak

2,2 – 6,6

Kayu

2,5 – 7,7

Selain nilai konstanta dielektrik yang mempengaruhi nilai kapasitansi, luas dan tebalnya suatu bahan mempengaruhi juga nilai kapitansi tersebut. Makin besar volume suatu bahan makin bertambah tinggi muatannya, dan makin besar nilai kapasitansinya yang ditentukan dengan persamaan. C=ε

A 4πd

Dimana : C

= kapasitansi suatu bahan (Farad)

ε

= konstanta dilektrikum

A

= luas permukaan bahan (m2)

d

= diameter atau tebal bahan (m) Nilai kapasitansi ini akan diperbesar lagi karena kelembaban udara, debu, panas

udara, kerusakan mekanis, proses kimia serta tegangan lebih yang mempengaruhi permukaan dari bahan isolasi tersebut. Oleh karena itu pendistribusian tegangan pada bahan isolasi tidak seragam, dan lebih besar pada bagian yang terkena tegangan. Hal ini disebabkan terjadinya arus kebocoran (leakage current) yang melalui permukaan bahan tersebut. Arus kebocoran ini kecil kalau dibandingkan dangan arus yang mengalir pada bahan isolasi tersebut, yang besarnya adalah : V

Il = R

i

Dimana : Il

= arus kebocoran dalam Ampere

V

= tegangan yang melaluinya dalam Volt

Ri

= tahanan isolasi dalam Ω

Hal tersebut diatas membuat isolator manjadi tidak ideal, yang seharusnya arus mengalir berhenti dalam waktu yang singkat, akan tetapi turun perlahan-lahan. Akan tidak ideal lagi isolator tersebut apabila terjadi tegangan yang diterapkan diantara kedua elektroda isolator tersebut mengalami tegangan loncatan api (flash over voltage) atau tegangan tembus pada isolator ini. Dalam sistim tenaga listrik tegangan loncatan api ini biasa dikatakan sebagai tegangan lebih (over voltage) yang ditimbulkan dari dua sumber. Pertama sumber berasal dari sistim itu sendiri yang berupa hubungan singkat (short circuit), sedang yang kedua sumber dari luar sistim biasa disebut gangguan sambaran petir. Tegangan Tembus merupakan Tegangan di mana isolasi antara dua konduktor akan rusak. Tegangan ini harus setidaknya 50 % ~ 100 % lebih besar dari tegangan kapasitor dinilai. Tegangan tembus inilah yang terutama menentukan nilai suatu isolator sebagai penyekat dan menunjukkan kekuatan dielektrik dari isolator yang besarnya untuk tiaptiap isolator berbeda-beda. Isolator terdiri dari bahan porselin yang diapit oleh elektroda-elektroda. Dengan demikian isolator terdiri dari sejumlah kapasistansi. Kapasistansi ini diperbesar oleh terjadinya lapisan yang menghantarkan listrik, karena kelembaban udara, debu dan bahan-bahan lainnya pada permukaan isolator tersebut. Karena kapasistansi ini maka distribusi tegangan pada saluran gandengan isolator tidak seragam. Potensial pada bagain yang terkena tegangan (ujung saluran) adalah paling besar dengan memasang tanduk busur api (arcing horn), maka distribusi tegangan diperbaiki. Tegangan lompatan api (flashover voltage) pada isolator terdiri atas tegangan-tegangan lompatan api frekuensi rendah (bolak-balik), impuls dan tembus dalam minyak (bolakbalik frekuensi rendah). Tegangan lompatan api frekuensi rendah kering adalah tegangan lompatan apai yang terjadi bila tegangan diterapkan diantara kedua elektroda isolator yang bersih dan kering permukaanya, nilai konstanta serta nilai dasar karakteristik isolator. Tegangan lompatan api basah adalah tegangan lompatan api yang terjadi bila tegangan diterapkan diantara tegangan kedua elektroda isolator yang basah karena hujan, atau dibasahi untuk menirukan hujan. Tegangan lompatan api impuls adalah tegangan lompatan api yang terjadi bila tegangan impuls dengan gelombang standar diterapkan. Karakteristik impuls terbagi atas

polaritas positif dan negatif. Biasanya tegangan dengan polaritas positif (yang memberikan nilai loncatan api yang rendah) yang dipakai. Untuk polaritas positif tegangan loncatan api basah dan kering sama. Tegangan tembus (p’uncture) frekuensi rendah menunjukan kekuatan dielektrik dari isolator, dan terjadi bila tegangan frekuensi rendah diterapkan antara kedua elektroda isolator yang dicelupkan pada minyak sampai isolator tembus. Untuk isolator dalam keadaan baik tegangan tembus ini lebih tinggi dari tegangan loncatan api frekuensi rendah, dan nilainya kira-kira 140 kV untuk isolator gantung 250 mm. 3.

Karakteristik Mekanis Selain harus memenuhi persyaratan listrik, isolator harus memiliki kekuatan

mekanis guna memikul beban mekanis penghantar yang diisolasikannya. Porselin sebagai bagian utama isolator, mempunyai sifat sebagai besi cor, dengan tekanan-tekanan yang besar dan kuat-tarik yang lebih kecil. Kuat tariknya biasanya 400-900 kg/cm2, sedangkan kuat tekanannya 10 kali lebih besar. Porselin harus bebas dari lubang-lubang (blowholes) goresan-goresan, keretakankeretakan, serta mempunyai ketahanan terhadap perubahan suhu yang mendadak tumbukan-tumbukan dari luar. Gaya tarik isolator yang telah dipasang relatif besar, sehingga kekuatan porselin dan bagian-bagian yang disemenkan padanya harus dibuat besar dari kekuatan bagian-bagian logamnya. Kekuatan mekanis dari isolator gantung dan isolator batang panjang harus diuji untuk mengetahui kemampuan mekanis dan keseragamannya. Kekuatan jenis ini dan line post ditentukan oleh kekuatan pasaknya (pin) terhadap moment tekukan (bending momen) oleh penghantar. Pengkajian kekuatannya karena itu dilakukan dengan memberikan beban kawat secara lateral terhadap pasak. Dalam perencanaan saluran transmisi udara, tegangan lebih pada isolator merupakan faktor penting. Ditempat-tempat dimana pengotoran udara tidak mengkhawatirkan, surja-hubung (switchingsurge) merupakan faktor penting dalam penentuan jumlah isolator dan jarak isolator. Karakteristik lompatan api dari surjahubung lain dari karakteristik frekuensi rendah dan impuls (Holong, 2011)

d.

Kegagalan Isolator Isolasi adalah salah satu bentuk peralatan tegangan tinggi yang berfungsi sebagai

tahanan atau pelindung agar tidak terjadi tembus yang tidak diinginkan. Secara umum isolasi dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu isolasi padat, cair dan gas. Kemampuan isolasi dalam menahan tegangan mempunyai batas-batas tertentu sesuai dengan material penyusun dan lingkungan sekitarnya. Apabila tegangan yang diterapkan melebihi kuat medan isolasi maka akan terjadi tembus atau breakdown yang menyebabkan terjadinya aliran arus antara peralatan tegangan tinggi. Kekuatan isolasi gas dipengaruhi beberapa hal antara lain temperatur, kelembaban, angin, tingkat kontaminasi udara dan besar tegangan yang diterapkan. Adanya kondisi hujan asam, hujan basa, hujan garam, serta hujan di pegunungan akan mempengaruhi kekuatan isolasi dalam mencegah terjadinya tembus antar dua peralatan tegangan tinggi yang diisolasi. Pemodelan peralatan tegangan tinggi dengan elektroda jarum homogen dan elektroda bola homogen digunakan untuk mengetahui tegangan tembus gas antara keduanya jika terjadi perubahan terhadap lingkungan sekitar, selama pengujian isolasi di laboratorium tegangan tinggi. Contoh penggunaan peralatan tegangan tinggi yang menyerupai elektroda jarum adalah arcing horn (busur api) yang dipasang di tiap ujung renteng isolator. Teknik analisis data menggunakan cara analisis data kualitatif interpretatif dan analisis statistik secara elementer. Kedua metode ini digunakan sejak awal penelitian dimulai, diantaranya dalam memilih obyek, sample, mengklasifikasikan simbol hingga kesimpulan akhir penelitian. Analisis data secara statistik digunakan untuk menaksir prosentase tembus yang terjadi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tegangan tembus udara berbanding lurus dengan tekanan, prosentase karbondioksida dan kelembaban udara tetapi berbanding terbalik dengan kenaikan temperatur (Dicky, 2016) 1.

Kegagalan pada Isolasi gas

a. Proses dasar ionisasi Ion merupakan atom atau gabungan atom yang memiliki muatan listrik, ion terbentuk apabila pada peristiwa kimia suatu atom unsur menangkap atau melepaskan elektron. Proses terbentuknya ion dinamai dengan ionisasi. Jika diantara dua elektroda yang dimasukkan dalam media gas diterapkan tegangan V maka akan timbul suatu medan listrik E yang mempunyai besar dan arah tertentu yang akan mengakibatkan elektron

bebas mendapatkan energi yang cukup kuat menuju kearah anoda sehingga dapat merangsang timbulnya proses ionisasi. b. Ionisasi karena Benturan Elektron Jika gradien tegangan yang ada cukup tinggi maka jumlah elektron yang diionisasikan akan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ion yang ditangkap molekul oksigen. Tiap-tiap elektron ini kemudian akan berjalan menuju anoda secara kontinu sambil membuat benturan-benturan yang akan membebaskan elektron lebih banyak lagi. Ionisasi karena benturan ini merupakan proses dasar yang penting dalam kegagalan udara atau gas. c. Mekanisme Kegagalan Gas Proses kegagalan dalam gas ditandai dengan adanya percikan secara tiba-tiba, percikan ini dapat terjadi karena adanya pelepasan yang terjadi pada gas tersebut. Mekanisme kegagalan gas yang disebut percikan adalah peralihan dari pelepasan tak bertahan sendiri ke berbagai pelepasan yang bertahan sendiri. Proses dasar yang paling penting dalam kegagalan gas adalah proses ionisasi karena benturan, tetapi proses ini tidak cukup untuk menghasilkan kegagalan. Proses lain yang terjadi dalam kegagalan gas adalah proses atau mekanisme primer dan proses atau mekanisme sekunder. Proses yang terpenting dalam mekanisme primer adalah proses katoda, pada proses ini diawali dengan pelepasan elektron oleh suatu elektroda yang diuji, peristiwa ini akan mengawali terjadinya kegagalan percikan (spark breakdown). Elektroda yang memiliki potensial rendah (katoda) akan menjadi elektroda yang melepaskan elektron. Elektron awal yang dibebaskan (dilepaskan) oleh katoda akan memulai terjadinya banjiran elektron dari permukaan katoda. Jika jumlah elektron yang dibebaskan makin lama makin banyak atau terjadinya peningkatan banjiran, maka arus akan bertambah dengan cepat sampai terjadi perubahan pelepasan dan peralihan pelepasan ini akan menimbulkan percikan (kegagalan) dalam gas. 2.

Kegagalan Pada Isolasi Cair (Minyak) Karakteristik pada isolasi minyak trafo akan berubah jika terjadi ketidakmurnian

di dalamnya. Hal ini akan mempercepat terjadinya proses kegagalan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan isolasi antara lain adanya partikel padat, uap air dan gelembung gas. a. Mekanisme Kegagalan Isolasi Cair

Teori mengenai kegagalan dalam zat cair kurang banyak diketahui dibandingkan dengan teori kegagalan gas atau zat padat. Hal tersebut disebabkan karena sampai saat ini belum didapatkan teori yang dapat menjelaskan proses kegagalan dalam zat cair yang benar-benar sesuai antara keadaan secara teoritis dengan keadaan sebenarnya. Teori kegagalan zat isolasi cair dapat dibagi menjadi empat jenis sebagai berikut: b. Teori Kegagalan Elektronik Teori ini merupakan perluasan teori kegagalan dalam gas, artinya proses kegagalan yang terjadi dalam zat cair dianggap serupa dengan yang terjadi dalam gas. Oleh karena itu supaya terjadi kegagalan diperlukan elektron awal yang dimasukkan kedalam zat cair. Elektron awal inilah yang akan memulai proses kegagalan. c. Teori Kegagalan Gelembung Kegagalan gelembung atau kavitasi merupakan bentuk kegagalan zat cair yang disebabkan oleh adanya gelembung-gelembung gas di dalamnya. d. Teori Kegagalan Bola Cair Jika suatu zat isolasi mengandung sebuah bola cair dari jenis cairan lain, maka dapat terjadi kegagalan akibat ketakstabilan bola cair tersebut dalam medan listrik. Medan listrik akan menyebabkan tetesan bola cair yang tertahan didalam minyak yang memanjang searah medan dan pada medan yang kritis tetesan ini menjadi tidak stabil. Kanal kegagalan akan menjalar dari ujung tetesan yang memanjang sehingga menghasilkan kegagalan total. e. Teori Kegagalan Tak Murnian Padat Kegagalan tak murnian padat adalah jenis kegagalan yang disebabkan oleh adanya butiran zat padat (partikel) didalam isolasi cair yang akan memulai terjadi kegagalan. 3.

Kekuatan Kegagalan Dari semua teori yang membahas tentang kegagalan zat cair tidak

memperhitungkan hubungan antara panjang ruang celah (sela) dengan kekuatan peristiwa kegagalan. Semuanya hanya membahas tentang kekuatan kegagalan maksimum yang dicapai. Namun dari semua teori diatas dapat ditarik suatu persamaan baru yang berisi komponen panjang ruang celah dan komponen kekuatan peristiwa kegagalan pada benda cair, yaitu Vb = Adn

Dimana : d

= panjang ruang celah

A

= konstanta

n

=juga konstanta yang nilainya < 1 4.

Kegagalan Bahan Isolasi Padat

a. Kegagalan Asasi (Intrinsik) Kegagalan asasi (intrinsik) adalah kegagalan yang disebabkan oleh jenis dan suhu bahan dengan menghilangkan pengaruh luar seperti tekanan, bahan elektroda, ketidakmurnian, kantong-kantong udara. Kegagalan ini terjadi jika tegangan yang dikenakan pada bahan dinaikkan sehingga tekanan listriknya mencapai nilai tertentu yaitu 106 volt/cm dalam waktu yang sangat singkat yaitu 10-8 detik. Karena waktu gagal yang sangat singkat, maka jenis kegagalan ini disebut kegagalan elektronik. Kegagalan intrinsik merupakan bentuk kegagalan yang paling sederhana. Melalui eksperimen, kuat dielektrik terbesar diperoleh ketika seluruh pengaruh luar sudah diisolasi dan harganya hanya bergantung pada struktur material dan suhu. Kekuatan listrik maksimum adalah 15 MV/cm untuk polyvinyl-alcohol pada suhu 196oC. Kekuatan maksimum biasanya berkisar antara 5 MV/cm dan 10 MV/cm. Kegagalan instrinsik tergantung pada kehadiran elektron bebas yang mampu berpindah melalui kisi-kisi dari bahan dielektrik tersebut. Biasanya, sejumlah kecil dari elektron terkonduksi hadir dalam dielektrik padat, bersama beberapa struktur tak sempurna dan sejumlah atom kotor (impurity atom). Atom atau molekul kotor atau keduanya bertindak sebagai perangkap untuk elektron terkonduksi yang tergantung pada jarak dari medan elektrik dan suhu. Ketika jarak ini telah membesar, elektron tambahan terbebaskan, dan elektron ini turut berpartisipasi pada proses konduksi. Berdasarkan prinsip ini, 2 tipe dari kegagalan instrinsik telah muncul yaitu Kegagalan Elektronik dan Kegagalan Streamer. Beberapa pendekatan telah dilakukan untuk meramalkan nilai kritis medan yang menyebabkan terjadinya kegagalan asasi, tetapi hingga kini belum diperoleh penyelesaian yang memuaskan. b. Kegagalan Elektromekanik Kegagalan elektromekanik adalah kegagalan yang disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat sehingga timbul tekanan listrik

pada bahan tersebut. Tekanan listrik yang terjadi menimbulkan tekanan (pressure) mekanik yang terjadi akibat timbulnya gaya tarik menarik antara kedua elektroda tersebut. Pada tegangan 106 volt/cm menimbulkan tekanan mekanik 2-6 kg/cm2. c. Kesimpulan Bahan Isolastor padat 1. Kegagalan bahan isolasi padat terjadi karena kekuatan listrik (strength), lebih kecil dari tekanan listrik (stress). 2. Kegagalan Asasi (Intrinsik) dan Kegagalan Elektromekanik merupakan pembagian dari Kegagalan bahan isolasi padat berdasarkan waktu penerapan tegangannya. Kegagalan yang lain yaitu, Kegagalan Streamer, Kegagalan Termal, dan Kegagalan Erosi. 3. Kegagalan Asasi (Intrinsik) adalah kegagalan yang disebabkan oleh jenis dan suhu bahan dengan menghilangkan pengaruh luar seperti tekanan, bahan elektroda, ketidakmurnian, dan kantong-kantong udara. Kegagalan ini terjadi jika tegangan yang dikenakan pada bahan, dinaikkan sehingga tekanan listriknya mencapai nilai tertentu dalam waktu yang singkat 4. Kegagalan Elektromekanik adalah kegagalan yang disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat sehingga timbul tekanan listrik pada bahan tersebut (Oki, 2016) c.

Kawat Penghantar (Konduktor) Jenis-jenis kawat penghantar yang biasa digunakan pada saluran transmisi

adalah: a. Tembaga dengan konduktivitas 100% (Cu 100%) b. Tembaga dengan konduktivitas 97,5% (Cu 97,5%) c. Aluminium dengan konduktivitas 61% (Al 61%) Kawat penghantar tembaga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar aluminium, karena konduktivitas dan kuat tariknya yang lebih tinggi. Tetapi juga memiliki kelemahan, yaitu untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat dan lebih mahal dari aluminium. oleh karena itu dewasa ini kawat penghantar aluminium telah mulai menggantikan kedudukan kawat penghantar tembaga. Untuk memperbesar kuat tarik dari kawat aluminium, digunakan campuran aluminum (aluminium alloy).

Untuk

saluran-saluran

transmisi tegangan

tinggi,

dimana

jarak

antara

menara/tiang berjauhan, mencapai ratusan meter, maka dibutuhkan kuat tarik yang lebih tinggi, untuk itu digunakan kawat penghantar ACSR. Jenis-jenis penghantar (konduktor) : a.

AAC (All Aluminium Conductor) Penghantar jenis ini mempunyai sifat lain yaitu dari bahan aluminium keras.

Tahanan jenis kawat ini tergantung dari kemurnian serta kondisi fisik dari bahan aluminium itu sendiri. Misalkan untuk perhitungan maka harga maksimumnya yang diperbolehkan pada temperatur 200C adalah sekitar 0,028264 Ohm mm2/m. sedangkan berat dari bahan ini pada temperatur 200C adalah 2,703 dan kuat tarik bahan ini minimumnya adalah 7 kg/mm2 b.

ACCC (Aluminium Conductor with Composite Core) Penghantar ini adalah sebuah improvement dari konduktor konvesional ACSR

(Aluminium Conductor Steel Reinforced). Keduanya termasuk keluarga “bare conductor” yang dipasang di udara melalui tiang-tiang. ACCC adalah konduktor dengan bahan penghantar listrik dari aluminium murni (AAC) yang diperkuat pada titik tengahnya dengan menggunakan composite core sebagai penggantungnya. Selain itu ACCC dapat menghantarkan arus listrik 2x lipat dari ACSR dengan ukuran konduktor yang sama dan “andongan”/ sagging yang kecil dibandingkan dengan ACSR. Keunggulan dari konduktor ACCC ini adalah dapat meningkatkan daya hantar arus yang lebih besar dengan tetap mempertahankan ukuran konduktor yang relative sama dengan ACSR tersebut. Kedua adalah karena dibentuk dengan bentuk kawat seperti trapezium, celah kosong dapat terisi dengan baik. Celah kosong tersebut yang terisi itu tentu saja akan menambah luasan penampang dari konduktor tersebut tanpa harus merubah diameter konduktornya. Otomatis semakin besar luasan penampangnya, tahanan konduktor pasti akan lebih baik dan arus listrik akan mengalir lebih besar. Keadaan tersebut biasa disebut “filling factor” atau tingkat pengisian material dengan besarnya mencapai 93-94% ini artinya celah kosong yang tersisa pada konduktor sekitar 7-6% dari keseluruhan penampang konduktor dan ACCC mengatasi dengan baik dalam masalah steel strand (penggantungnya) dimana ia menggunakan material composite artinya bahan dasar karbon ini mempunyai berat yang lebih ringan, kekuatan tarik lebih besar dari steel

strand, serta tingkat pemuluran yang kecil, ditambah ketahanannya terhadap suhu tinggi (Adam, 2015) c.

AAAC (All Aluminium Alloy Conductor) Alloy disini merupakan logam campuran jadi bahan untuk penghantar jenis ini

diantaranya aluminium, magnesium dan silikon. Tahanan jenis untuk bahan aluminium. Alloy ini sangat tergantung dari kondisi fisik dari bahan tersebut dan untuk mengetahui dengan teliti daripada harga tahanan jenisnya tergantung sekali dari tingkat ketelitian pengujian yang dilakukan untuk penghantar tersebut. Tahanan jenis pada temperatur 200C untuk penghantar maksimum 0,328 Ohm mm2/m dengan kuat tarik minimum 30 kg/mm2. d.

ACSR (Aluminium Conductor Steel Reinforced) Bahan untuk membuat penghantar ini terdiri dari aluminium keras dan baja kawat

dengan kuat tarik yang tinggi berlapiskan dari seng yang digunakan sebagai pelindung. Sifat dari bahan aluminiumnya tidak berbeda jauh dengan aluminium yang digunakan pada AAC. Pada kawat aluminium conductor steel reinforced memakai kawat baja yang harus mempunyai syarat-syarat tertentu antara lain : 1. Kuat tarik minimum 126,9 kg/mm2 2. Berat lapisan seng minimum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku 3. Tidak diperkenankan ada sambungan 4. Lapisan seng harus benar-benar lekat dan rata Jika persyaratan tersebut sudah terpenuhi, maka kawat dipilin dengan rapat dan rapi, kawat baja sebagai penunjang diletakkan pada posisi ditengah sesuai dengan konstruksi ACSR. Kuat tarik pada aluminium pada jenis kabel ini sama dengan kuat tarik pada kawat aluminium pada AAC. e.

ACAR (Aluminium Conductor Alloy Reinforced) Kawat penghantar aluminium yang diperkuat dengan logam campuran, sehingga

kabel ini lebih kuat daripada kabel ACSR. f.

TACSR (Thermal Resistant Aluminium-Alloy Conductor) Pada saluran transmisi yang mempunyai kapasitas penyaluran / beban sistem

tinggi namun berada di daerah yang rawan sosial dan sulit dilakukan pemadaman di semua sisi, maka dipasang konduktor jenis TACSR. Konduktor jenis ini mempunyai kapasitas lebih besar tetapi berat kawat tidak mengalami perubahan yang banyak.

g.

LVTC (Low Voltage Twisted Cable) Kabel ini direntangkan di antara tiang penyangga. Bagian utama adalah tiang,

kabel dan suspension Clamp Bracket, yang berfungsi untuk menahan kabel pada tiang. Kabel jenis ini sekarang banyak digunakan dalam pemasangan JTR baru karena dianggap kontruksi jenis ini lebih handal. h.

BCC (Bare Copper Conductor) BCC sendiri dibagi menjadi dua diantara BCC setengah keras dan BCC keras.

BCC setengah keras dibuat dari tembaga elektrolit yang kemurniannya tidak boleh kurang dari 99,90% tembaga. Hantaran-hantaran ini kemudian dipin dengan rapat dan rapi menurut peraturan yang berlaku dan tidak diperbolehkan adanya cacat dan harus bebas dari oksidasi dan sulfidasi atau bahan kimia lainnya yang dapat merusak. Tahanan jenis tembaga untuk hantaran ini pada temperatur 20C tidak boleh lebih dari 0,01704 Ohm mm2/m dengan berat jenis (BD) = 8,89. BCC keras adalah penghantar yang mempunyai daya hantar jenis yang sama dengan BCC setengah keras, hanya untuk BCC keras pada temperatur 200C mempunyai daya hantar jenis yang lebih tinggi yaitu maksimum 001786 Ohm mm2/m dan kuat tarik minimum sebesar 40 kg/mm2. Jika dibandingkan maka jelas bahwa BCC setengah keras mempunyai sifat listrik yang lebih baik daripada BCC keras, tetapi kalau dalam segi kekuatan mekanisnya kalah unggul (Mamat, 2015).

Gambar 22 AAC, ACCC, AAAC, ACSR, ACAR, TACSR, LVTC dan BCC (Alfiana, 2018)

Bahan-bahan kawat penghantar untuk jaringan tenaga listrik biasanya dipilih dari logam-logam yang mempunyai konduktivitas yang besar, keras dan mempunyai kekuatan tarik (tensile strenght) yang besar, serta memiliki berat jenis yang rendah. Juga logam

yang tahan akan pengaruh proses kimia dan perubahan suhu serta mempunyai titik cair yang lebih tinggi. Untuk memenuhi syarat-syarat tersebut, kawat penghantar hendaknya dipilih suatu logam campuran (alloy), yang merupakan percampuran dari beberapa logam yang dipadukan menjadi satu logam. Dari hasil campuran ini didapatkan suatu kawat penghantar dengan kekuatan tarik dan konduktivitas yang tinggi. Logam campuran yang banyak digunakan untuk jaringan distribusi adalah kawat tembaga campuran (copper alloy) atau kawat aluminium campuran (aluminium alloy). d.

Parameter Pada Konduktor 𝑅=

𝜌ℓ 𝐴

Dimana : 𝜌

= nilai hambatan Janis bahan penghantar dalam satuan ohm meter



= Panjang penghantar dalam satuan meter

A

= Luas penampang penghantar dalam saluran 1. Kenaikan suhu konduktor dibatasi sebesar 75ᵒC 2. Jarak antar konduktor atau spasi di tetapkan sedemikian hingga tidak terjadi korona di permukaan 3. Dalam pemilihan konduktor perlu meperhatikan tahanannya, kekuatan mekanisnya, jari-jari gometris rata-rata dan diameter luarnya.

e.

Syarat-Syarat Teknis Suatu Konduktor 1. Rugi-rugi daya yang terjadi pada konduktor tidak melebihi yang di ijinkan 2. Jatuh tegangan pada konduktor tidak melebihi yang di ijinkan 3. Pada saat beroperasi tidak terjadi korona pada permukaan konduktor

e.

Kawat Tanah.

Gambar 23 ilustrasi groundwire pada sistem transmisi (JBNTronic,2016)

Keterangan gambar : 1. Primery power lines 2. Kawat tanah (groundwire) 3. Overhead lines 4. Trafo pengukuran 5. DS (disconecting switch) 6. Circuit breaker 7. Trafo arus 8. Lightning Arester 9. Trafo daya 10. Pusat pengontrol 11. Pagar pengaman 12. Secondary power lines Kawat tanah atau "ground wires" juga disebut kawat pelindung (shield wires), gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawat-kawat fasa terhadap sambaran petir. Jadi kawat tanah itu dipasang diatas kawat fasa, sebagai kawat tanah umumnya digunakan kawat baja (steel wires) yang lebih murah, tetapi tidak jarang digunakan ACSR. Konduktor adalah media untuk tempat mengalirkan arus listrik dari Pembangkit listrik ke Gardu induk atau dari GI ke GI lainnya, yang terentang lewat tower-tower. Konduktor pada tower tension dipegang oleh tension clamp, sedangkan pada tower suspension dipegang oleh suspension clamp. Dibelakang clamp tersebut dipasang rencengan isolator yang terhubung ke tower. Sedangkan Kawat Tanah atau Earth wire (kawat petir / kawat tanah) adalah media untuk melindungi kawat fasa dari sambaran petir. Kawat ini dipasang di atas kawat fasa dengan sudut perlindungan yang sekecil mungkin, karena dianggap petir menyambar dari atas kawat (Nur, 2019) 4.

Proteksi Sistem Transmisi Listrik Saluran transmisi listrik merupakan suatu sistem yang kompleks yang mempunyai

karakteristik yang berubah-ubah secara dinamis sesuai keadaan sistem itu sendiri. Adanya perubahan karakteristik ini dapat menimbulkan masalah jika tidak segera antisipasi. Dalam hubungannya dengan sistem proteksi/ pengaman suatu sistem transmisi, adanya perubahan tersebut harus mendapat perhatian yang besar mengingat

saluran transmisi memiliki arti yang sangat penting dalam proses penyaluran daya. Masalah-masalah yang timbul pada saluran transmisi, diantaranya yang utama adalah : 1. Pengaruh Perubahan Frekuensi Sistem Frekuensi dari suatu sistem daya berubah secara terus menerus dalam suatu nilai batas tertentu. Pada saat terjadi gangguan perubahan frekuensi dapat merugikan baik terhadap peralatan ataupun sistem transmisi itu sendiri. Pengaruh yang disebabkan oleh perubahan frekuensi ini terhadap saluran transmisi adalah pengaruh pada rekatansi. Dengan perubahan frekuensi dari ω1 ke ω1’ dengan kenaikan Δ ω1, reaktansi dari saluran akan berubah dari X ke X’ dengan kenaikan ΔX. Perubahan rekatansi ini akan berpengaruh terhadap pengukuran impedansi sehingga impedansi yang terukur karena adanya perubahan pada nilai komponen reaktansinya akan berbeda dengan nilai sebenarnya. 2. Pengaruh Dari Ayunan Daya Pada Sistem Ayunan daya terjadi pada sistem paralel pembangkitan (generator) akibat hilangnya sinkronisasi salah satu generator sehingga sebagian generator menjadi motor dan sebagian berbeban lebih dan ini terjadi bergantian atau berayun. Adanya ayunan daya ini dapat menyebabkan kestabilan sistem terganggu. Ayunan daya ini harus segera diatasi dengan melepaskan generator yang terganggu. Pada saluran transmisi adanya ayunan daya ini tidak boleh membuat kontinuitas pelayanan terganggu, tetapi perubahan arus yang terjadi pada saat ayunan daya bisa masuk dalam jangkauan sistem proteksi sehingga memutuskan aliran arus pada saluran transmisi.

3. Pengaruh gangguan pada sistem transmisi Saluran transmisi mempunyai resiko paling besar bila mengalami gangguan, karena ini akan berarti terputusnya kontinuitas penyaluran beban. Terputusnya penyaluran listrik dari pusat pembangkit ke beban tentu sangat merugikan bagi pelanggan terutama industri, karena berarti terganggunya kegiatan operasi diindustri tersebut. Akan tetapi adakalanya gangguan tersebut tidak dapat dihindari. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk mengurangi akibat adanya gangguan tersebut atau memisahkan bagian yang terganggu dari sistem.

Gangguan pada saluran transmisi merupakan 50% dari seluruh gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik. Diantara gangguan tersebut gangguan yang terbesar adalah gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah, yaitu sekitar 85% dari total gangguan pada transmisi saluran udara. Sistem proteksi sistem tenaga listrik adalah pengisolasian kondisi abnormal pada sistem tenaga listrik untuk meminimalisir pemadaman dan kerusakan yang lebih lanjut. Dalam merancang sistem proteksi, dikenal beberapa falsafah proteksi, yaitu : 1. Ekonomi, peralatan proteksi mempunyai nilai ekonomi 2. Selektif, dapat mendeteksi dan mengisolasi gangguan 3. Ketergantungan, proteksi hanya bekerja jika t5erjadi gangguan. 4. Sensitif, mampu mengenali gangguan, sesuai setting yang ditentukan, walaupun gangguannya kecil. 5. Mampu bekerja dalam waktu yang sesingkat mungkin 6. Stabil, proteksi tidak mempengaruhi kondisi yang normal. 7. Keamanan, memastikan proteksi tidak bekerja jika terjadi gangguan Proteksi pada sistem transmisi terdiri dari seperangkat peralatan yang merupakan sistem yang terdiri dari komponen-komponen berikut: 1. Relay, sebagai alat perasa untuk mendeteksi adanya gangguan yang selanjutnya memberi perintah trip kepada Pemutus tegangan (PMT) 2. Trafo arus dan/atau trafo tegangan sebagai alat yang mentransfer besaran listrikprimer dari sistem yang diamankan ke relay (besaran Listrik Sekunder). a. Pemutus tenaga untuk memisahkan bagian sistem yang terganggu. b.Baterai beserta alat pengisi (Baterai Charger) sebagai sumber tenaga untuk bekerjanya relay, peralatan Bantu triping. c. Pengawatan (wiring) yang terdiri dari sirkuit sekunder (arus dan/atau tegangan), sirkuit triping dan peralatan Bantu. Secara garis besar bagian dari relay proteksi terdiri dari 3 bagian utama seperti pada blok diagaram dibawah :

Gambar 24 Blok Diagram Relay Proteksi (Rikikhomarudin,2018)

Masing-masing elemen/bagian mempunyai fungsi sebagai berikut : a.

Elemen peengindra, elemen ini berfungsi untuk merasakan besaran-besaran

listrik, seperti arus, tegangan, frekuensi, dan sebagainyatergantung relay yang dipergunakan. Pada bagian ini besaran yang masuk akan dirasakan keadaannya, apakah keadaan yang diproteksi itu mendapatkan gangguan atau dalam keadaan normal, untuk selanjutnya besaran tersebut dikirim ke elemen pembanding. b.

Elemen Pembanding, elemen ini berfungsi menerima besaran setelah terlebh

dahulu besaran itu diterima oleh elemen pengindera untuk membandingkan besaran listrik pada saat keadaan normal dengan besaran arus kerja relay. c.

Elemen pengukur, elemen ini berfungsi untuk mengadakan perubahan secara

cepat pada besaran ukurnya dan akan segera memberikan isyarat untuk membuka PMT atau kmemberikan sinyal. Transformator arus (CT) berfungsi sebagai alat pengindera yang merasakan apakah keadaan yang diproteksi dalam keadaan normal atau mendapat gangguan. Sebagai alat pembanding sekaligus alat pengukur adalah relay, yang bekerja setelah mendapatkan besaran dari alat pengindera dan membandingkan dengan besar arus penyetelan dari kerja relay. Apabila besaran tersebut tidak setimbang atau melebihi besar arus penyetelannya, maka kumparan relay akan bekerja mnearik kontak dengan cepat atau dengan waktu tunda dan memberikan perintah pada kumparan penjatuh atau trip-coil untuk bekerja melepas PMT (Dika, 2012)

5.

Perlengkapan Gardu Transmisi A.

Busbar atau Rel, Merupakan titik pertemuan/hubungan antara trafo-trafo tenaga, Saluran Udara TT, Saluran Kabel TT dan peralatan listrik lainnya untuk menerima dan menyalurkan tenaga listrik/daya listrik.

B.

Ligthning Arrester, biasa disebut dengan Arrester dan berfungsi sebagai pengaman instalasi (peralatan listrik pada instalasi Gardu Induk) dari gangguan tegangan lebih akibat sambaran petir (ligthning Surge).

C.

Transformator instrument atau Transformator ukur, Untuk proses pengukuran. Antara lain:

a. Transformator Tegangan, adalah trafo satu fasa yang menurunkan tegangan tinggi menjadi tegangan rendah yang dapat diukur dengan Voltmeter yang berguna untuk indikator, relai dan alat sinkronisasi. b. Transformator arus, digunakan untuk pengukuran arus yang besarnya ratusan amper lebih yang mengalir pada jaringan tegangan tinggi. Disamping itu trafo arus berfungsi juga untuk pengukuran daya dan energi, pengukuran jarak jauh dan rele proteksi c. Transformator Bantu (Auxilliary Transformator), trafo yang digunakan untuk membantu beroperasinya secara keseluruhan gardu induk tersebut. D.

Sakelar Pemisah (PMS) atau Disconnecting Switch (DS), Berfungsi untuk mengisolasikan peralatan listrik dari peralatan lain atau instalasi lain yang bertegangan.

E.

Sakelar Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB), Berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan rangkaian pada saat berbeban (pada kondisi arus beban normal atau pada saat terjadi arus gangguan).

F.

Sakelar Pentanahan, Sakelar ini untuk menghubungkan kawat konduktor dengan tanah / bumi yang berfungsi untuk menghilangkan/mentanahkan tegangan induksi pada konduktor pada saat akan dilakukan perawatan atau pengisolasian suatu sistem.

G.

Kompensator, alat pengubah fasa yang dipakai untuk mengatur jatuh tegangan pada saluran transmisi atau transformator. SVC (Static Var Compensator) berfungsi sebagai pemelihara kestabilan

H.

Peralatan SCADA dan Telekomunikasi, (Supervisory Control And Data Acquisition) berfungsi sebagai sarana komunikasi suara dan komunikasi data serta tele proteksi dengan memanfaatkan penghantarnya.

I.

Rele Proteksi, alat yang bekerja secara otomatis untuk mengamankan suatu peralatan listrik saat terjadi gangguan, menghindari atau mengurangi terjadinya kerusakan peralatan akibat gangguan (Suprianto, 2015)

6.

Komponen Pengaman 1.

Komponen pengaman (pelindung) pada transmisi tenaga listrik memiliki fungsi sangat penting

2.

Komponen pengaman pada saluran udara transmisi tegangan tinggi, antara lain :

a. Kawat tanah, grounding dan perlengkapannya, dipasang di sepanjang jalur SUTT. Berfungsi untuk mengetanahkan arus listrik saat terjadinya gangguan (sambaran) petir secara langsung. b. Pentanahan tiang, Untuk menyalurkan arus listrik dari kawat tanah (ground wire) akibat terjadinya sambaran petir. Terdiri dari kawat tembaga atau kawat baja yang di klem pada pipa pentanahan dan ditanam di dekat pondasi tower (tiang) SUTT. c. Jaringan pengaman, berfungsi untuk pengaman SUTT dari gangguan yang dapat membahayakan SUTT tersebut dari lalu lintas yang berada di bawahnya yang tingginya melebihi tinggi yang dizinkan d. Bola pengaman, dipasang sebagai tanda pada SUTT, untuk pengaman lalu lintas udara (Fredya, 2019) 7.

Gangguan Sistem Tenaga Listrik Pada dasarnya suatu sistem tenaga listrik harus dapat beroperasi secara terus

menerus secara normal, tanpa terjadi gangguan. Akan tetapi gangguan pada sistem tenaga listrik tidak dapat dihindari. Gangguan dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut: a. Gangguan karena kesalahan manusia (kelalaian) b. Gangguan dari dalam sistem, misalnya karena faktor ketuaan, arus lebih, tegangan lebih sehingga merusak isolasi peralatan. c. Gangguan dari luar, biasanya karena faktor alam. Contohnya cuaca, gempa, petir, banjir, binatang, pohon dan lain-lain.

A.

Jenis-Jenis Gangguan Jenis gangguan bila ditinjau dari sifat dan penyebabnya dapat dikelompokkan

sebagai berikut: a. Beban lebih, ini disebabkan karena memang keadaan pembangkit yang kurang dari kebutuhan bebannya. b. Hubung singkat, jika kualitas isolasi tidak memenuhi syarat, yang mungkin disebabkan faktor umur, mekanis, dan daya isolasi bahan isolator tersebut. c. Tegangan lebih, yang membahayakan isolasi peralatan di gardu. d. Gangguan

stabilitas,

karena

hubung

singkat

yang

terlalu

lama.

(WidyastutiLN,2019) 8.

Parameter Transmisi Tenaga Listrik Saluran transmisi listrik mempunyai empat parameter yang mempengaruhi

kemampuannya untuk berfungsi sebagai bagian dari suatu sistem tenaga, yaitu resistansi, induktansi, kapasitansi dan konduktansi. Parameter-parameter ini merupakan salah satu pertimbangan utama dalam perencanaan saluran transmisi. Impedansi seri dibentuk oleh resistansi dan induktansi yang terbagi rata disepanjang saluran. Sedangkan konduktansi dan kapasitansi yang terdapat diantara penghantar-penghantar dari suatu saluran fasatunggal atau di antara sebuah penghantar dan netral dari suatu saluran tiga-fasa membentuk admitansi paralel. Dalam perhitungan, rangkaian saluran ekivalen yang dibentuk dari parameter-parameter dijadikan satu meskipun resistansi, induktansi dan kapasitansi tersebut terbagi merata di sepanjang saluran. a.

Resistansi Resistansi efektif (R) dari suatu penghantar adalah: 𝑅=

𝑃 |𝐼 2 |

Dimana: P adalah rugi daya pada penghantar Watt (W) I adalah kuat arus yang mengalir Ampere (A) Resistansi efektif sama dengan resistansi dari saluran jika terdapat distribusi arus yang merata (uniform) di seluruh penghantar. Distribusi arus yang merata di seluruh penampang suatu penghantar hanya terdapat pada arus searah, sedangkan tidak pada arus bolak-balik (ac). Resistansi dc dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:

𝑅0 =

𝜌𝑙 (Ω) 𝐴

Dimana:  = resistivitas penghantar (Ω.m) l = panjang penghantar (m) A= luas penampang (m2) Dengan meningkatnya frekuensi arus bolak-balik, distribusi arus makin tidak merata (nonuniform). Peningkatan frekuensi ini juga mengakibatkan tidak meratanya kerapatan arus (current density), disebut juga efek kulit (skin effect). Untuk penghantar dengan jari-jari yang cukup besar ada kemungkinan terjadi kerapatan arus yang berisolasi terhadap jarak radial dari titik-tengah penampang penghantar. Fluks bolak-balik mengimbaskan tegangan yang lebih tinggi pada serat-serat di bagian dalam daripada di sekitar permukaan penghantar, karena fluks yang meliputi serat dekat permukaan penghantar lebih sedikit daripada fluks yang meliputi serat di bagian dalam penghantar. Berdasarkan hukum Lenz, tegangan yang diimbaskan akan melawan perubahan arus yang menyebabkannya, dan meningkatnya tegangan imbas pada seratserat di bagian dalam menyebabkan meningkatnya kerapatan arus pada serat-serat yang lebih dekat ke permukaan penghantar dan karena itu resistansi efektifnya meningkat. Sehingga dapat dikatakan pada arus bolak-balik arus cenderung mengalir melalui permukaan penghantar. Perhitungan resistansi total suatu saluran transmisi ditentukan oleh jenis penghantar pabrikan, biasanya pabrikan akan memberikan tabel karakteristik listrik dari penghantar yang dibuatnya, termasuk diantaranya nilai resistansi ac penghantar dalam satuan Ω/km (Standar Internasional) atau Ω/mi (American Standart). Nilai resistansi juga dipengaruhi oleh suhu, ditunjukkan oleh persamaan berikut:

R2 = R1[1  (T2  T1 )] Dimana : R1 dan R2 adalah resistansi pada saat T1 dan T2 adalah Koefisien suhu dari resistansi, yang nilainya tergantung dari bahan

konduktor.

b.

Induktansi Induktansi adalah sifat rangkaian yang menghubungkan tegangan yang

diimbaskan oleh perubahan fluks dengan kecepatan perubahan arus [2]. Persamaan awal

yang dapat menjelaskan induktansi adalah menghubungkan tegangan imbas dengan kecepatan perubahan fluks yang meliputi suatu rangkaian. Tegangan imbas adalah 𝑒=

𝑑𝜏 𝑑𝑡

Dimana: e = Tegangan imbas volt (V) 𝜏 = Banyaknya fluks gandeng rangkaian (weber-turns) Banyaknya weber-turns adalah hasil perkalian masing-masing weber dari fluks dan jumlah lilitan dari rangkaian yang digandengkannya. Jika arus pada rangkaian berubah-ubah, medan magnet yang ditimbulkannya akan turut berubah-ubah. Jika dimisalkan bahwa media di mana medan magnet ditimbulkan mempunyai permeabilitas yang konstan, banyaknya fluks gandeng berbanding lurus dengan arus, dan karena itu tegangan imbasnya sebanding dengan kecepatan perubahan arus, 𝑒=𝐿

𝑑𝑖 𝑑𝑡

Dimana : L = Konstanta kesebandingan induktansi (H) 𝑑𝑖 𝑑𝑡

= Kecepatan perubahan arus (A/s).

Dari persamaan 2. dan 2. maka didapat persamaan umum induktansi saluran dalam satuan Henry yaitu : 𝐿=

𝜏 𝑖

Dengan i adalah arus yang mengalir dalam satuan ampere (A). Induktansi timbal-balik antara dua rangkaian didefenisikan sebagai fluks gandeng pada rangkaian pertama yang disebabkan oleh arus pada rangkaian kedua per ampere arus yang mengalir di rangkaian kedua. Jika arus I2 menghasilkan fluks gandeng dengan rangkaian 1 sebanyak 12 maka induktansi timbal baliknya adalah: 𝑀12 =

ψ12 𝐼2

(𝐻)

Dimana :ψ = fluks gandeng yang dihasilkan 𝐼2 rangkaian 1 (Wbt) 𝐼2 = Arus yang mengalir pada rangkaian ke 2 Pada saluran tiga fasa induktansi rata-rata satu penghantar pada suatu saluran ditentukan dengan persamaan: 𝐿𝑎 = 2 × 10−7 ln

𝐷𝑒𝑞 𝐷𝑠

(𝐻/𝑀)

𝐿𝑎 = 2 × 10−7 ln

𝐷𝑒𝑞

(𝐻/𝑀)

𝐷𝑠𝑏

Dengan; 𝐷𝑒𝑞 3√𝐷12 𝐷23 𝐷31 Dan Ds adalah GMR penghantar tunggal sedangan 𝐷𝑠𝑏 adalah GMR penghantar berkas. Nilai 𝐷𝑠𝑏 akan berubah sesuai dengan lilitan dalam suatu berkas. Untuk suatu berkas 2 lilitan : 4

𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑)2 = √𝑟 × 𝑑 Untuk suatu berkas 3 lilitan : 3

9 𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑 × 𝑑)3 = √𝑟𝑑 2

Untuk suatu berkas 4 lilitan : 1

16

4 𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑 × 𝑑 × 𝑑 × 22 )4 = 1.09 √𝑟𝑑 3

Persamaan di

atas merupakan persamaan untuk saluran

yang telah

ditransposisikan, yaitu suatu metode pengembalian keseimbangan ketiga fasa dengan mempertukarkan posisi-posisi penghantar pada selang jarak yang teratur di sepanjang saluran sedemikian rupa sehingga setiap penghantar akan menduduki posisi semula penghantar yang lain pada suatu jarak yang sama

Gambar 25 Siklus Transposisi

Persamaan ini juga dapat dapat digunakan untuk saluran tiga fasa dengan jarak pemisah tidak simetris karena ketidaksimetrisan antara fasa-fasanya adalah kecil saja sehingga dapat diabaikan pada kebanyakan perhitungan induktansi. c.

Kapasitansi

Kapasitansi suatu saluran transmisi adalah akibat beda potensial antara penghantar, baik antara

penghantar-penghantar

maupun

antara

penghantar-tanah.

Kapasitansi

menyebabkan penghantar tersebut bermuatan seperti yang terjadi pada pelat kapasitor

bila terjadi beda potensial di antaranya. Untuk menentukan nilai kapasitansi antara penghantar-penghantar ditentukan dengan persamaan: 𝐶𝑎𝑏 =

𝜋𝑘 𝑑 𝑙𝑛 ( 𝑟 )

(𝐹/𝑀)

Jika saluran dicatu oleh suatu transformator yang mempunyai sadapan tengah yang ditanahkan, beda potensial antara kedua penghantar tersebut dan kapasitansi ke tanah (kapasitansi ke netral), adalah muatan pada penghantar per satuan beda potensial antara penghantar dengan tanah. Jadi kapasitansi ke netral untuk saluran dan kawat adalah dua kali kapasitansi antara penghantar-penghantar 𝐶𝑎𝑛 =

2𝜋𝑘 𝑑 𝑙𝑛 ( 𝑟 )

(𝐹/𝑀)

Dimana: 𝐶𝑎𝑏 = 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑎 − 𝑏 (𝐹/𝑀) 𝐶𝑎𝑛 = 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝐹/𝑀) K

= Permeabilitas bahan Dielektrik

D

= Jarak antar penghantar (M)

r

= Jari-jari antara penghantar (M)

Persamaan (2.) juga dapat digunakan untuk menentukakan kapasitansi saluran tiga-fasa dengan jarak pemisah yang sama. Jika penghantar pada saluran tiga-fasa tidak terpisah dengan jarak yang sama, kapasitansi masing-masing fasa ke netral tidak sama. Namun untuk susunan penghantar yang biasa, ketidaksimetrisan saluran yang tidak ditrasnposisikan adalah sangat kecil, sehingga perhitungan kapasitansi dapat dilakukakan seakan-akan semua saluran itu ditransposisikan. Untuk saluran tiga fasa yang ditransposisikan, nilai kapasitansi fasa ke netral ditentukan dengan persamaan: 2𝜋𝑘 𝐷𝑒𝑞 𝑙𝑛 ( 𝑟 ) 2𝜋𝑘 𝐶𝑛 = 𝐷𝑒𝑞 𝑙𝑛 ( 𝑏 ) 𝐷𝑠 𝐶 𝐶𝑛 =

(𝐹/𝑀) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙

(𝐹/𝑀) 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑎𝑠

Dengan Deq adalah GMR penghantar, r adalah jari-jari penghantar dan Dsb c adalah GMR penghantar berkas. Nilai Dsb c akan berubah sesuai dengan jumlah lilitan dalam suatu berkas: Untuk suatu berkas dua-lilitan;

4

𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑)2 = √𝑟 × 𝑑 Untuk suatu berkas tiga-lilitan 3

9 𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑 × 𝑑)3 = √𝑟𝑑 2

Untuk suatu berkas empat-lilitan 1

16

4 𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑 × 𝑑 × 𝑑 × 22 )4 = 1.09 √𝑟𝑑 3

Untuk menghitung kapasitansi saluran kabel ke tanah perlu menggunakan metode muatan bayangan, lihat gambar 23. Pada metode ini bumi dapat diumpamakan dengan suatu penghantar khayal yang bermuatan di bawah permukaan bumi pada jarak yang sama dengan penghantar asli di atas bumi. Penghantar semacam itu mempunyai muatan yang sama tetapi berlawanan tanda dengan penghantar aslinya dan disebut penghantar bayangan. Jika ditempatkan satu penghantar bayangan untuk setiap penghantar atastiang, fluks antara penghantar asli dengan bayangannya adalah tegak lurus pada bidang yang menggantikan bumi, dan bidang itu adalah suatu permukaan ekipotensial. Fluks di atas bidang itu adalah sama seperti bila bumi ada tanpa adanya penghantar bayangan. Persamaan untuk menentukan kapasitansi saluran kabel ke tanah adalah 𝐶𝑛 =

2𝜋𝑘 3 𝐷𝑒𝑞 √𝐻12 𝐻23 𝐻31 ln ( 𝑏 ) − ln( 3 ) 𝐷𝑠 𝑐 √𝐻1 𝐻2 𝐻3

Dimana: 𝐶𝑛 = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑘𝑒 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝐹/𝑀) H12 = Jarak antara penghantar 1 dengan penghantar bayang 2 (m) H23 = Jarak antara penghantar 2 dengan bayangan 3 (m) H31 = Jarak antara penghantar 3 dengan bayangan 1 (m) H1 = Jarak antara penghantar 1 dengan permukaan bumi (m) H2 = Jarak antara penghantar 2 dengan permukaan bumi (m) H3 = Jarak antara penghantar 3 dengan permukaan bumi (m) (Damanik, 2016)

DAFTAR PUSTAKA Sujatmiko, Hernawan. 2009. “Analisis Kerugian Pada SUTET 500 KV Di PT PLN (Persero)”. Jakarta: Jurnal Teknik Elektro. Vol. 1 No.1 https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jte/article/viewFile/1603/1819 Diakses Pada tanggal 8 Maret 2019 pukul 10.30 WITA

Syahputra, Dr. Ramadoni. 2017. Transmisi Dan Distribusi Tenaga Listrik. Yogyakarta: LP3M UMY Yogyakarta http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/13686/RAMADONI_Tr ansmisi%26Distribusi.pdf?sequence=1&isAllowed=y Diakses Pada tanggal 9 Maret 2019 pukul 11.33

Chairul. 2010. Transmission Of Electrical Energy. Makalah dipresentasikan pada Departemen Teknik Elektro UI Depok http://staff.ui.ac.id/system/files/users/chairul.hudaya/material/papertransmission ofelectricalenergy.pdf Diakses Pada tanggal 9 Maret 2019 pukul 11.33 Suprianto. 2015. “Perlengkapan Gardu Induk”. Jakarta: Jurnal Teknik Elektro Vol.3 No.1 http://blog.unnes.ac.id/antosupri/perlengkapan-gardu-induk/.

Diakses

Pada

tanggal 8 Maret 2019 pukul 09.00 WITA

Dinataat, Andi. 2018. Jenis-Jenis Tiang Transmisi Tenaga https://dalamcangkang.blogspot.com/2018/07/jenis-jenis-tiang-transmisitenaga.html Diakses 16 Februari 2019

DS, Hendi. 2014. Isolator Jaringan Transmisi dan Distribusi. https://www.academia.edu/8216435/Isolator_Jaringan_Transmisi_dan_Distribus i_Tenaga_Listrik. Diakses 23 Februari 2019

Mamat. 2015. Jenis Hantaran Listrik Udara http://tugassekolahkejuruan.blogspot.com/2015/03/jenis-hantaran-listrikudara.html Diakses 23 Februari 2019

Adam. 2015. Konduktor ACCC https://ilmukabel.wordpress.com/2015/10/07/konduktor-accctw-aluminumconductor-with-composite-core-trapezoidal-wire/ Diakses 23 Februari 2019

Jenkins, Rebecca. 2018. Lattice Tower http://www.steeltowerchn.com/electric-transmission-line-tower/lattice-tower/ Diakses 23 Februari 2019

Guntoro, Hanif. 2009. Lighting Arrester http://dunia-listrik.blogspot.com/2009/05/lightning-arrester.html Diakses 22 Februari 2019

Santoso, Muhammad Wahyu. 2016. Distribusi Tegangan Menengah http://oneforallindo.blogspot.com/2015/09/distribusi-tegangan-menengah.html Diakses 22 Februari 2019

Rasdu. 2012. Isolator Porselin http://rasdu.blogspot.com/2012/01/isolator-porselin.html Diakses 22 Februari 2019

Kho, Dickson. 2018. Pengertian Trafo Dan Prinsip Kerja Trafo https://teknikelektronika.com/pengertian-transformator-prinsip-kerja-trafo/ Diakses 22 Februari 2019

Aldrin, Muhammad. 2012. Trafo Arus Dan Trafo http://all-thewin.blogspot.com/2012/04/transformator-trafo-arus-dan-trafo.html Diakses 22 Februari 2019

Kushartadi, Tri. 2010. Kabel Laut https://trikushartadi.files.wordpress.com/2010/03/kabel-laut-1. Diakses 22 Februari 2019

Josua. 2012. Sistem Tenaga Listrik Pusat Pembangkit http://anak-elektro-ustj.blogspot.com/2012/03/sistem-tenaga-listrik-pusat pembangkit.html Diakses pada tanggal 11 Februari 2019 pukul 15.00 WITA

Ilmu Kabel. 2019. Perhitungan Andongan http://ilmukabel.com/tag/perhitungan-andongan/. Diakses pada tanggal 11 Februari 2019 pukul 20.00 WITA

Agung. 2015. Standard Perhitungan Andongan https://id.pdfcoke.com/document/252505342/53320745-Standard-PerhitunganAndongan Diakses pada tanggal 11 Februari 2019 pukul 20.00 WITA

Yoko, Dicky. 2016. Jenis Kegagalan Breakdown Pada Bahan http://dickyoko.blogspot.com/2016/05/jenis-kegagalan-breakdown-padabahan.html. Diakses Pada Tanggal 3 Maret 2019 pukul 13.00 WITA

Ginanto, Novika. 2011. Mencari GMR dan GMD https://novikaginanto.wordpress.com/2011/11/04/mencari-gmr-dan-gmdsaluran-transmisi/ . Diakses Pada tanggal 3 Maret 2019 pukul 13.30 WITA

Holong, Modal. 2011. Isolator Saluran Transmisi Hantaran Udara https://modalholong.wordpress.com/2011/03/25/isolator-saluran-transmisihantaran-udara/. Diakses Pada tanggal 3 Maret 2019 pukul 15.00 WITA

Oki, Wahyu. 2016. Kegagalan Bahan Isolator http://wahyuoki26.blogspot.com/2016/05/normal-0-false-false-false-en-us-xnone.html. Diakses pada tanggal 4 Maret 2019 pukul 19.00 WITA

Related Documents

Tugas
October 2019 88
Tugas
October 2019 74
Tugas
June 2020 46
Tugas
May 2020 48
Tugas
June 2020 45
Tugas
August 2019 86

More Documents from "Luci xyy"

Tugas Transmisi.docx
December 2019 11
Lapped 4.docx
October 2019 18
Lapped 1
October 2019 25
Docx (1).docx
October 2019 20
Tugas 2 & 3.docx
December 2019 7
Lapped 1.docx
October 2019 12