A. Lahirnya Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Ideologi dan dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Pancasila berarti lima sila. Kelima sila tersebut adalah: 1) Ketuhanan yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimipin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebelum tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Bangsa Belanda merupakan bangsa yang paling lama menjajah bangsa Indonesia. Padahal sebelum kedatangan penjajah dari bangsa asing, di wilayah Indonesia terdapat kerajaan-kerjaan besar yang merdeka, seperti kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Pajajaran, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik. Perjuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam melawan penjajah, dalam hal ini bangsa Belanda, sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan. Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun, Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Pada tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah oleh tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan kelak di kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena bangsa Indonesia terus mendesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, yakni janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat
1
Gunseikan. Di dalam maklumat tersebut dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI memiliki tugas untuk menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia. Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945-1 Juni 1945. Di dalam sidang pertama ini yang dibahas khususnya mengenai rancangan dasar negara Indonesia. Pada sidang pertama tersebut, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Soekarno, yang masing-masing mengusulkan rancangan dasar negara Indonesia. Muhammad Yamin mengusulkan mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yakni: 1. Peri kebangsaan; 2. Peri kemanusiaan; 3. Peri ketuhanan; 4. Peri kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan rakyat. Selain itu, Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang terdiri dari lima hal, yaitu: 1. Ketuhanan yang Maha Esa; 2. Persatuan Indonesia; 3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab; 4. Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan; dan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945. Kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengajukan usul mengenai rancangan dasar negara Indonesia yang terdiri atas lima hal, yakni: 1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia); 2. Internasionalisme (perikemanusiaan); 3. Mufakat atau demokrasi. 4. Kesejahteraan sosial. 2
5. Ketuhanan yang berkebudayaan. Kelima hal ini ulah Soekarno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Soekarno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat disingkat menjadi Trisila, yaitu: 1. Sosio nasionalisme. 2. Sosio demokrasi. 3. Ketuhanan. Berikutnya tiga sila tersebut menurutnya dapat disingkat menjadi Ekasila yaitu gotong royong. Setelah sidang pertama selesai, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah Panitia Kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. B. Pancasila sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia
Ideologi, dari segi etimologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yakni ideos dan logos. Kata ideos memiliki arti gagasan, dan logos berarti ilmu atau paham. Secara etimologi, ideologi bermakna suatu ilmu tentang gagasan.(Baca juga: Fungsi dasar negara bagi suatu negara). Secara umum, ideologi merupakan kumpulan beberapa gagasan, ide, kepercayaan maupun keyakinan yang menyeluruh dan sistematis. Sedangkan secara luas ideologi memiliki arti sebuah pedoman normatif yang digunakan sebagai landasan dari cita-cita maupun nilai dasar serta keyakinan yang dijunjung tinggi oleh seluruh kelompok dan golongan. Dan menurut beberapa ahli, ada beberapa istilah mengenai ideologi diantaranya yaitu: Menurut Destut De Traacy seorang berkebangsaan Perancis, ideologi ialah suatu
3
program yang diharapkan dapat membawa suatu perubahan institusional dalam masyarakat Perancis. (Baca juga: Proses terbentuknya masyarakat berdasarkan pendekatan interaksi social. Menurut Karl Marx, Ideologi memiliki arti sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi. Menurut Gunawan Setiardjo, ia berpendapat bahwa ideologi merupakan seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Sedangkan menurut pandangan Ramlan Surbakti ada dua pengertian tentang ideologi. Ideologi secara fungsional, memiliki arti seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Dan juga, ideologi secara struktural, memiliki arti sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa. (baca juga: Fungsi Lembaga Politik di Indonesia). C. Fungsi Ideologi Dengan demikian pengertian ideologi ialah gagasan-gagasan maupun ide dan keyakinan yang tersistem dan juga memiliki konsep yang mulia untuk kelangsungan hidup yang lebih baik. Sedangkan, Soerjanto Poespowardojo menjabarkan tentang fungsi sebuah ideologi diantaranya sebagai berikut: 1. Sebagai struktur kognitif, seluruh pengetahuan yang merupakan dasar untuk memahami setiap kejadian maupun keadaan alam disekitarnya. 2. Sebagai orientasi dasar, wawasan yang memberikan makna serta arah tujuan dalam kehidupan di masyarakat. 3. Sebagai norma-norma yang menjadi pedoman seseorang untuk bekal dan jalan bagi seseorang menentukan identitasnya. (Baca juga: Pengertian Norma Menurut Para Ahli) 4. Sebagai kemampuan untuk memberikan semangat dan juga dorongan pada seseorang untuk dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan. 5. Sebagai pembelajaran pada masyarakat untuk memahami dan menghayati, serta bertingkah laku sesuai dengan orientasi juga norma yang terkandung didalamnya. (Baca juga: Nilai-Nilai Pendidikan Karakter)
4
D. Pancasila Ideologi Nasional Pancasila merupakan dasar negara yang terbentuk melalui proses panjang yang penuh lika-liku perjuangan, baik perjuangan secara moril maupun materiil bahkan jiwa dan raga. Asal mula Pancasila menurut kausalitas dibagi menjadi dua, yakni asal mula langsung dan tak langsung. Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan nilai yang terkandung di dalamnya dan menjadi cita-cita normatif di dalam penyelenggaraan negara. Secara luas Pengertian Pancasila sebagai Ideologi negara adalah visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ialah terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan, berkerakyatan serta menjunjung tinggi nilai keadilan. (Baca juga: Macam-macam Ideologi di Dunia beserta Penjelasannya). Jorge Larrain mengungkapkan, bahwa “ideology as a set of beliefs”. Ini memiliki suatu makna sebuah sistem kepercayaan yang berkembang ditengah masyarakat mengenai sesuatu hal yang dijadikan sebagai pedoman karena memiliki nilai yang membangkitkan semangat. Nilai-nilai tersebut dipandang sebagai gagasan yang menjadi landasan cara berpikir dan juga bertindak secara individu maupun suatu bangsa untuk mengatasi setiap masalah maupun persoalan yang dihadapi. (Baca juga: Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi). Pancasila sebagai ideologi nasional, memiliki pemahaman dalam sudut pandang budaya bangsa dan bukan melalui sudut pandang kekuasaan, hal ini bermakna bahwa Pancasila bukanlah sebagai alat kekuasaan namun sebagai alat yang menyatukan bangsa dan negara. (Baca juga: Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat dan Contohnya) E. Pancasila Ideologi Terbuka Pancasila yang merupakan ideologi terbuka memiliki makna, bahwa Pancasila dapat menerima serta berkembang selaras dengan tumbuhnya ideologi baru serta tuntutan perubahan jaman serta cara berpikir masyarakat tanpa kehilangan hakikatnya sebagai pedoman utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan dalam sebuah Ideologi terbuka, didalamnya terkandung beberapa dimensi diantaranya: 1. Dimensi Idealitas, sebagai sebuah ideologi didalam Pancasila sendiri terkandung harapan dan cita-cita luhur masyarakat di segala aspek kehidupan. (Baca juga: Fungsi pokok pancasila sebagai dasar negara dan ideologi)
5
2. Dimensi Realitas, di dalam Pancasila memuat nilai-nilai dasar yang bersumber dari nilai kehidupan didalam masyarakat, yang membuat Pancasila melekat erat dalam pikiran maupun perbuatan. 3. Dimensi normalitas, Pancasila memiliki nilai yang sifatnya mengikat dan bernilai positif baik berupa norma maupun aturan yang harus dipatuhi atau ditaati oleh masyarakat. (Baca juga: Macam-macam Norma dan penjelasannya) 4. Dimensi Fleksilibelitas, Pancasila sebagai ideologi dapat mengikuti perkembangan maupun perubahan jaman tanpa kehilangan hakikatnya sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. F. Pancasila Ideologi tertutup Sebuah ideologi tertutup memiliki bukan merupakan
cita-cita yang telah ada dan
diyakini di dalam masyarakat, namun merupakan cita-cita suatu golongan atau sekelompok orang yang membuat suatu sistem untuk memperbaharui masyarakat. Dalam ideologi tertutup terkandung makna sebuah cita-cita maupun gagasan yang membenarkan bahwa pengorbanan dibebankan kepada masyarakat. (Baca juga:Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa). Ideologi memiliki makna sebuah ilmu mengenai gagasan, ide-ide (science of ideas) atau ilmu tentang ide ide yang menjadi dasar. Karakteristik ideologi Pancasila menjadikannya sangat berbeda dengan ideologi yang lainnya, karena didalam Pancasila terkandung nilainilai kearifan lokal. (Baca juga: Hubungan Demokrasi dan HAM di Indonesia). Makna yang terkandung di dalam Pancasila sebagai ideologi ialah nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Nilai inilah yang menjadi dasar pemikiran atau ideologi nasional, menjadi dasar tindakan terhadap sesama, menjadi dasar kehidupan bernegara dan juga menjadi dasar dalam upaya Menjaga Keutuhan NKRI. Seperti pada sila 1, bahwa bangsa Indonesia mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Esa terlepas dari masyarakat yang menganut agama yang berbeda sebagai cara merawat kemajemukan bangsa Indonesia . Pada sila ke2, memiliki makna saling menghargai dan bersikap adil antar sesama manusia yang memiliki kedudukan yang sama tanpa memandang dari suku, agama maupun ras yang ada di Indonesia. Pada sila ke 3, Menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika dalam kemajemukan bangsa dalam upaya menjunjung tinggi persatuan bangsa. Pada sila ke 4, bahwa didalam kehidupan berbangsa dan bernegara 6
memiliki sistem demokrasi yang bersumber dari pancasila untuk menjalankan amanat rakyat. Pada sila ke 5, sebagai landasan hukum persamaan kedudukan warga negara Indonesia.
IDEOLOGI YANG PERNAH MENGANCAM KEBERADAAN PANCASILA A. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI)
Pemberontakan ini diawali dengan jatuhnya kabinet RI yang pada waktu itu dipimpin oleh Amir Sjarifuddin karena kabinetnya tidak mendapat dukungan lagi sejak disepakatinya Perjanjian Renville. Lalu dibentuklah kabinet baru dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri, namun Amir beserta kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut. Dalam sidang Politbiro PKI pada tanggal 13-14 Agustus 1948, Musso, seorang tokoh komunis Indonesia yang lama tinggal di Uni Soviet (sekarang Rusia) ini menjelaskan tentang “pekerjaan dan kesalahan partai dalam dasar organisasi dan politik” dan menawarkan gagasan yang disebutnya “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”. Musso menghendaki satu partai kelas buruh dengan memakai nama yang bersejarah, yakni PKI. Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxsisme-Leninisme: PKI ilegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PKI hasil fusi ini akan memimpin revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite Front Nasional". Selanjutnya, Musso menggelar rapat raksasa di Yogya. Di sini dia melontarkan pentingnya kabinet presidensial diganti jadi kabinet front persatuan. Musso juga menyerukan kerja sama internasional, terutama dengan Uni Soviet, untuk mematahkan blokade Belanda. Untuk menyebarkan gagasannya, Musso beserta Amir dan kelompok-kelompok kiri lainnya
7
berencana untuk menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Solo, Madiun, Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, dan Wonosobo. Penguasaan itu dilakukan dengan agitasi, demonstrasi, dan aksi-aksi pengacauan lainnya. Rencana itu diawali dengan penculikan dan pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap musuh di kota Surakarta, serta mengadu domba kesatuan-kesatuan TNI setempat, termasuk kesatuan Siliwangi yang ada di sana. Mengetahui hal itu, pemerintah langsung memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat adu domba untuk memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh kolonel Gatot Subroto. Sementara perhatian semua pihak pro-pemerintah terkonsentrasi pada pemulihan Surakarta, pada 18 September 1948, PKI/FDR menuju ke arah timur dan menguasai Kota Madiun, Jawa Timur, dan pada hari itu juga diproklamasikan berdirinya "Republik Soviet Indonesia". Hari berikutnya, PKI/FDR mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI juga mengumumkan hal yang sama pula di Pati, Jawa Tengah.[2] Pemberontakan ini menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta beberapa petugas polisi dan tokoh agama. B. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
Alasan pertama yang menjadi latar dari gerakan DI/TII Aceh adalah kekecewaan para tokoh pimpinan masyarakat di Aceh atas dileburnya provinsi Aceh ke dalam provinsi Sumatera Utara yang beribukota di Medan. Peleburan provinsi itu seakan mengabaikan jasa baik masyarakat Aceh ketika perjuangan mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia dimasa revolusi fisik kemerdekaan Indonesia (1945-1950). Kekhawatiran kembalinya kekuasaan para ulee balang yang sejak lama telah menjadi pemimpin formal pada lingkup adat dan politik di Aceh. Keinginan dari masyarakat Aceh untuk menetapkan hukum syariah dalam kehidupan mereka. Sejarawan berkebangsaan 8
Belanda, Cornelis Van Dijk, menyebutkan, kekecewaan Daud Beureueh terhadap Jakarta semakin berat dengan beredarnya rumor tentang sebuah dokumen rahasia dari Jakarta. Dokumen itu disebut-sebut dikirim oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo yang isinya berupa perintah pembunuhan terhadap 300 tokoh masyarakat Aceh. Rumor ini disebut sebagai les hitam. Perintah tersebut dikabarkan diambil oleh Jakarta berdasarkan kecurigaan dan laporan bahwa Aceh sedang bersiap untuk sebuah pemberontakan guna memisahkan diri dari negara Indonesia. Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai pada tanggal 20 September 1953. Dimulai dengan pernyataan Proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia oleh Daud Beureueh, proklamasi itu menyatakan diri bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dibawah kepemimpinan Imam Besar NII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Daud Beureueh adalah seorang pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh pada masa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia ketika agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Peranannya sebagai seorang tokoh ulama membuat Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Dalam persiapan melancarkan gerakan perlawanannya Daud Beureueh telah berhasil mempengaruhi banyak pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Pada masa-masa awal setelah proklamasi NII Aceh dan pengikutpengikutnya berhasil mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk beberapa kota. Tidak lama setelah pemberontakan pecah, Pemerintah Republik Indonesia melalui Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo segera memberikan penjelasan secara runut tentang peristiwa tersebut di depan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 28 Oktober 1953. C. Gerakan 30 September pada tahun 1965
9
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung. Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekret presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM. Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah. Penangkapan Simpatisan PKI. Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan10
laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat". Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukungpendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA [1] menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan: "Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana udara yang lembap membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayatmayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius." Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus. Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat. Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
11
12