Citra satelit landsat 8
Landsat Data Continuity Mission (LDCM) adalah satelit NASA ke-8 pada seri Landsat yang diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013 di Atlas V-401, Vandenberg Air Force Base California jam 10:02 a.m PST yang dibuat oleh NASA dan U.S Geological Survey (USGS). Seperti pada tujuan awal bahwa Landsat 8 ini digunakan sebagai penerus Landsat yang sebelumnya. Landsat 1 diluncurkan pada tahun 1972-1978, Landsat 2 1975-1982, Landsat 3 1978-1983, Landsat 4 1982-1993, Landsat 5 1984-2011 (dinonaktifkan secara paksa), Landsat 6 menghilang pada orbit sebelum merekam data pada tahun 1993, Landsat 7 +ETM 1999-2010 mengalami kerusakan scanner, sampai saat ini program Landsat sudah berjalan selama + 40 tahun 1972-sekarang dan mempunyai arsip data sebanyak + 3juta scene. Pengetahuan yang diperoleh dari 40 tahun data berkesinambungan memberikan kontribusi untuk penelitian tentang iklim, siklus karbon, ekosistem, siklus air, biogeokimia dan perubahan permukaan bumi, serta pemahaman kita tentang efek manusia terlihat pada permukaan tanah. Misi Landsat 8: Pemantauan permukaan bumi, memahami dan mengelola sumber daya yang dibutuhkan untuk memlihara kelestarian manusia seperti makanan air dan hutan, memantau dampak-dampak serta perubahan lingkungan, dan lain sebagainya. Pada akhir Mei 2013, data dari Landsat 8 satelit akan tersedia untuk semua pengguna (Gratis). Setiap hari, 400 scene data diakuisisi oleh Operasional Land Imager (OLI) dan Sensor Inframerah Termal (TIRS) yang akan diarsipkan di USGS EROS Center, dan akan diproses untuk konsisten dengan produk standar data Landsat. Data akan siap untuk didownload dalam waktu 24 jam penerimaan. Landsat 8 didesain untuk beroperasi selama 5 tahun tetapi membawa bahan bakar yang cukup untuk beroperasi selama 10 tahun. Terdapat 2 instrument pada Landsat 8: Operasional Land Imager (OLI) membawa 9 band dan Sensor Inframerah Termal (TIRS) membawa 2 band.
Keunggulan Landsat 8. Dibandingkan versi-versi sebelumnya, landsat 8 memiliki beberapa keunggulan khususnya terkait spesifikasi band-band yang dimiliki maupun panjang rentang spektrum gelombang elektromagnetik yang ditangkap. Sebagaimana telah diketahui, warna objek pada citra tersusun atas 3 warna dasar, yaitu Red, Green dan Blue (RGB). Dengan makin banyaknya band sebagai penyusun RGB komposit, maka warna-warna obyek menjadi lebih bervariasi. Ada beberapa spesifikasi baru yang terpasang pada band landsat ini khususnya pada band 1, 9, 10, dan 11. Band 1 (ultra blue) dapat menangkap panjang gelombang elektromagnetik lebih rendah dari pada band yang sama pada landsat 7, sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut atau aerosol. Band ini unggul dalam membedakan konsentrasi aerosol di atmosfer dan mengidentifikasi karakteristik tampilan air laut pada kedalaman berbeda.
Deteksi terhadap awan cirrus juga lebih baik dengan dipasangnya kanal 9 pada sensor OLI, sedangkan band thermal (kanal 10 dan 11) sangat bermanfaat untuk mendeteksi perbedaan suhu permukaan bumi dengan resolusi spasial 100 m. Pemanfaatan sensor ini dapat membedakan bagian permukaan bumi yang memiliki suhu lebih panas dibandingkan area sekitarnya. Pengujian telah dilakukan untuk melihat tampilan kawah puncak gunung berapi, dimana kawah yang suhunya lebih panas, pada citra landsat 8 terlihat lebih terang dari pada area-area sekitarnya. Sebelumnya kita mengenal tingkat keabuan (Digital Number-DN) pada citra landsat berkisar antara 0-256. Dengan hadirnya landsat 8, nilai DN memiliki interval yang lebih panjang, yaitu 04096. Kelebihan ini merupakan akibat dari peningkatan sensitifitas landsat dari yang semula tiap piksel memiliki kuantifikasi 8 bit, sekarang telah ditingkatkan menjadi 12 bit. Tentu saja peningkatan ini akan lebih membedakan tampilan obyek-obyek di permukaan bumi sehingga mengurangi terjadinya kesalahan interpretasi. Tampilan citra pun menjadi lebih halus, baik pada band multispektral maupun pankromatik. Terkait resolusi spasial, landsat 8 memiliki kanal-kanal dengan resolusi tingkat menengah, setara dengan kanal-kanal pada landsat 5 dan 7. Umumnya kanal pada OLI memiliki resolusi 30 m, kecuali untuk pankromatik 15 m. Dengan demikian produk-produk citra yang dihasilkan oleh landsat 5 dan 7 pada beberapa dekade masih relevan bagi studi data time series terhadap landsat 8. Kelebihan lainnya tentu saja adalah akses data yang terbuka dan gratis. Meskipun resolusi yang dimiliki tidak setinggi citra berbayar seperti Ikonos, Geo Eye atau Quick Bird, namun resolusi 30 m dan piksel 12 bit akan memberikan begitu banyak informasi berharga bagi para pengguna. Terlebih lagi, produk citra ini bersifat time series tanpa striping (kelemahan landsat 7 setelah tahun 2003). Dengan memanfaatkan citra-citra keluaran versi sebelumnya, tentunya akan lebih banyak lagi informasi yang dapat tergali. Peluang Pemanfaatan Bidang Kehutanan. Ketersediaan data citra time series yang cukup panjang meliputi seluruh wilayah Indonesia, gratis dan resolusi (spasial, temporal, radiometrik) lumayan bagus (tingkat menengah) merupakan 3 keunggulan yang dimiliki sekaligus oleh citra landsat. Keunggulan sekaligus ini tidak dimiliki oleh citra-citra lainnya, sehingga sangat mendukung upaya pemanfaatan landsat 8 ini untuk berbagai keperluan, seperti monitoring perubahan penutupan lahan, deforestasi dan degradasi pada kawasan hutan. Laju degradasi/deforestasi dapat diketahui dengan membandingkan penutupan lahan hutan pada tahun tertentu dengan tahun-tahun sebelumnya (mencakup pula karakteristik indeks vegetasinya). Untuk keperluan tersebut, citra landsat masih menjadi andalan bagi para analis bidang kehutanan. Permasalahan yang muncul sebelum hadirnya landsat 8 khususnya pasca kerusakan kanal pada landsat 7 adalah adanya striping pada data setelah tahun 2003. Ini tentu sangat mengganggu khususnya dalam melakukan koreksi radiometrik pada tahap pra pengolahan. Hadirnya landsat 8 tanpa striping membawa angin segar. Perubahan penutupan
lahan lebih mudah dianalisis. Ketersediaan informasi spasial mengenai kawasan-kawasan yang rawan degradasi akan memberi peluang lebih dini bagi upaya pencegahan kerusakan lebih lanjut. Secara visual, perbedaan tampilan obyek antara hutan yang relatif belum terganggu dengan yang telah terganggu pada citra landsat 8 dengan kombinasi band berbasis true color dapat dilihat lebih baik. Perbedaan ini dapat terlihat misalnya pada citra Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dan sekitarnya, wilayah administrasi Kabupaten Kolaka, seperti tampilan berikut ini :
Tampilan citra landsat 8 di wilayah Kabupaten Kolaka Informasi tentang tingkat deforestasi dan degradasi tersebut membantu para analis dalam memprediksi perubahan potensi cadangan karbon di dalam kawasan hutan (program REDD). Dengan dukungan Sistem Informasi Geografis dan Remote Sensing perhitungan cadangan karbon dalam skala luas akan lebih efisien. Hal ini mengingat kawasan hutan di Indonesia memiliki luasan yang cukup besar (hampir 130 juta ha) dengan bentang lahan (biogeofisik) yang sangat beragam. Informasi tentang karakteristik vegetasi penutup lahan di masing-masing tempat yang bisa jadi sulit diakses di lapangan dapat disediakan oleh perangkat remote sensing. Jenis data citra yang dapat dimanfaatkan untuk monitoring cadangan karbon tersebut diantaranya adalah landsat dan MODIS. Gangguan pada kawasan hutan berupa kebakaran hutan dan lahan dapat pula diidentifikasi dengan memanfaatkan data landsat 8. Citra ini dapat memberikan informasi tentang area-area yang diduga sedang terbakar dengan pemanfaatan kombinasi band yang ada pada 11 kanal landsat (khususnya kanal 10 dan 11). Pemasangan 2 kanal (10 dan 11) pada landsat 8 sebagai penyempurnaan 1 kanal LWIR pada landsat 7 meningkatkan sensitifitas sensor untuk membedakan sifat obyek berlainan berdasarkan karakteristik suhunya. Pemanfaatan 2 band termal ini untuk memperbaiki metoda deteksi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia masih menjadi tantangan bagi para peneliti ke depan mengingat produk citra landsat 8 ini baru diluncurkan.
Pada beberapa kasus kejadian kebakaran cukup besar yang sedang berlangsung, keberadaan asap tebal dan perubahan karakteristik vegetasi penutup lahan akibat kebakaran dapat ditangkap dengan baik oleh landsat TM, apalagi dengan kehadiran landsat 8 ini maka tampilan obyek akan menjadi lebih baik. Kombinasi band landsat 8 ini juga memperbaiki tampilan vegetasi yang rusak akibat kebakaran sehingga mempermudah pemetaan area-area bekas kebakaran. Sebagaimana instrumen remote sensing lainnya, produk satelit landsat 8 ini juga dapat digunakan untuk monitoring perkembangan bencana alam, gunung merapi, gempa bumi dan lain sebagainya. Satu yang pasti, peluang pengembangan perangkat ini ke depan masih akan terbuka lebar. Sebagai satu produk baru yang bersifat open access dan gratis tentu akan sangat banyak peneliti tertarik untuk melakukan kajian dan pengembangan terkait pemanfaatannya. Bagaimana implementasi pemanfaatan ini untuk pembangunan kehutanan ke depan ?? Kita lihat aksi para rimbawan kita. https://tnrawku.wordpress.com/2013/06/12/landsat-8-spesifikasi-keungulan-dan-peluangpemanfaatan-bidang-kehutanan/ http://www.citrasatelit.com/landsat8-landsat-data-continuity-mission/
Pengolahan citra satelit
Satelit memang sudah menjadi teknologi yang dekat dengan kehidupan manusia. Jika zaman dahulu kita mengenal satelit sebagai satelit pemantul gelombang suara dan gambar, kemudian kita kenal juga satelit sebagai alat antariksa yang bertugas memotret permukaan bumi. Kita juga mengenal satelit navigasi yang bermanfaat untuk menjejak posisi sebuah obyek yang memiliki sensor penangkap sinyal satelit. Alat itu bernama GPS. Dulu, GPS hanay digunakan untuk keperluan navigasi kapal, dan pesawat terbang. Berikutnya, satelit navigasi digunakan untuk kegiatan survei dan pemetaan. Kini, GPS telah jauh melampaui bayangan orang. Perangkat ini telah dimanfaatkan oleh ojek dan deliveri makanan. Dalam hal pengelolaan sumberdaya alam dan wilayah, kita mengenal satelit-satelit yang bertugas merekam objek dengan cara memotret. Namun untuk memperoleh citra satelit yang jernih dan tepat posisinya, banyak langkah pengolahan citra satelit yang harus ditempuh. Untuk menghasilkan gambar yang jernih dan berkualitas jalan panjang dengan beragam kaitan teknologi perlu diperhatikan agar kualitas citra yang dihasilkan benar-benar mumpuni untuk digunakan. Pengolahan citra satelit memang serangkaian proses yang rumit yang harus dilakukan untuk menghsilkan citra yang jelas dan secara riil mampu mewakili sebuah wilayah yang kita citrakan. Proses yang panjang ini meliputi serangkaian teknologi canggih terutama perangkat lunak image processing sehingga memang menghasilkan gambar yang jelas dan tepat posisinya. Berikut ini akan dibeberkan secara singkat beberapa metode pengolahan citra satelit sebagai tambahan informasi dan referensi pengetahuan Anda. Ortorektifikasi
Ortorektifikasi adalah salah satu metode pengolahan citra satelit yang cukup penting dalam menghasilkan gambar yang bening dan jernih. Dari pemotretan atau pengambilan gambar oleh satelit dari udara maka kita akan mendapatkan beragam informasi penting seperti tumbuhan atau vegetasi di suatu wilayah, air atau danau dan lainnya serta jalan dan rumah yang juga akan tampak jelas dalam citra yang dihasilkan. Namun bukan hal yang rahasia lagi jika citra satelit sekaipun akan mengalami dstorsi atau pergeseran relief sehingga gambar yang dihasilkan tidak jernih dan mengalami distorsi. Hal ini sebenarnya bukan hal yang sangat perlu dikhawatirkan karena ketidaksempurnaan citra tersebut sebenarnya disebabkan oleh topografi atau kemiringan bumi yang tidak rata. Dapat juga terjadi sebagai akibat dari posisi satelit yang tidak tepat saat memotret objek. Meskipun begitu kelemahan dalam pengambilan citra tersebut masih dapat dikoreksi dengan menggunakan Digital Elevation Model atau DEM. Untuk bidang yang relatifdatar biasanya proses yang dilakukan tak serumit pada bidang miring. Kita hanya perlu me-rektifikasi citra menggunakan titik GCP saja. Pansharpening dan color enchance Metode pengolahan citra satelit yang selanjutnya adalah dengan melakukan pansharpening dan color enhanced untuk mengoreksi warna dan kualitas citra yang dihasilkan. Cara ini adalah membenahi beragam kekurangan dari pengambilan gambar misalkan gambar tampak bening namun hanya dua warna saja yakni hitam dan putih namun ketika gambar yang dihasilkan berwarna warni, gambar tampak blur dan tak jelas. Pansharpening dan color enhanced menggabungkan kelebihan dua citra tersebut dan menjadikannya lebih sempurna. Mosaicking Mosaicking adalah salah satu metode pengolahan citra satelit yang terbilang cukup penting dilakukan jika citra yang dihasilkan terpecah atau terbagi dalam beberapa bagian atau file. Mosaicking memang merupakan proses penggabungan citra yang merupakan bagian dari satu wilayah hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Cara yang biasa ditempuh adalah dengan melakukan cutting yang tepat sehingga tidak terjadi tumpang tindih bagian citra. Demikianlah beberapa metode pengolahan citra satelit yang dilakukan untuk menghasilkan gambar yang bening dan jelas guna mendapatkan manfaat yang maksimal. Masih ada beberapa metode pengolahan citra lainnya yang perlu dilakukan oleh pengguna citra satelit. Semua itu kembali kepada tujuan aplikasinya. Apakah hendak memetakan kondisi vegetasi di lahan pertanian, kajian oseanografi, perkotaan, atau bahkan kajian mengenai kondisi kualitas lingkungan suatu wilayah. http://citrasatelit.net/metode-pengolahan-citra-satelit-untuk-berbagai-kajian/