Laporan Pembelajaran Mtk.docx

  • Uploaded by: Mimin Muhamad
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pembelajaran Mtk.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,399
  • Pages: 10
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang lagi maha pengasih lagi maha penyayang ,kami panjatkan Puji syukur atas kehadirat-Nya,yang telah melimpahkan rahmat hidayah, dan inayahnya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan laporan observasi mengenai Pembelajaran matematika bagi anak tuna daksa kelas 2 di SDLBN Kedung Kandang

Bahasan kali ini mengupas mengenai kemampuan

matematika anak tuna daksa di kelas 2 sdlb di sdlb kedung kandang . Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mung kin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Tentunya kami memohon maaf apabila dalam pe nyusunan makalah ini terdapat kekurangan, untuk itu kami sangat terbuka terhadap berbagai kritikan sebagai bentuk penyempurna makalah ini. Semoga kedepan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan ajar mata kuliah P endidikan pembelajran matematika abk .

Malang, 12 Maret 2019

Penyusun

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.3 TUJUAN BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI PEMBELAJARAN MATEMATIKA 2.2 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN MATEMATIKA 2.3 DEFINISI TUNA DAKSA 2.4 FAKTOR PENYEBAB TUNA DAKSA 2.5 HAKEKAT LEARNING DISABILITIES BAB III METODOLOGI BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN 5.2 SARAN DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan substansi bidang studi yang menopang pemecahan masalah dalam segala sektor kehidupan. Untuk itu, bagi peserta-didik berkebutuhan khusus juga perlu diberikan bidang studi ini. Keterbatasan atau hambatan dalam modalitas tertentu yang menghambat mereka di dalam mempelajari matematika diperlukan dalam pembelajaran dimodifikasi ke arah konkrit dan fungsional, atau dengan mediasi pesan melalui indera yang masih berfungsi. Modifikasi itulah yang sebagai bentuk layanan khusus. Matematika merupakan sesuatu substansi yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak nyata, dalam sektor kehidupan, seperti di rumah, di pekerjaan, dan di masyarakat akan selalu menggunakan matematika. Misalnya dalam penggunaan uang akan melibatkan konsep dan keterampilan matematik. Untuk itu, keterampilan penggunaan konsep matematika harus dibelajarkan kepada setiap siswa, begitu juga siswa-siswa yang memiliki hambatan khusus. Pembelajaran matematika bagi mereka agar mampu menggunakan di dalam kehidupan, di pekerjaan, di keluarga dan masyarakat. Penggunaan perhitungan atau penggunaan simbol-simbol matematika untuk pemecahan masalah dalam kehidupan berimplikasi bidang-bidang matematika sangat luas. Bidang tersebut oleh National Council of Supervisors of Mathematics (NCSM) melalui Polloway & Patton (1993: 288) mengidentifikasi 10 bidang keterampilan dasar yang dimasukkan dalam kurikulum matematika yaitu pemecahan masalah; penggunaan matematika untuk situasi seharihari; kesiapsiagaan untuk rasionalitas hasil-hasilnya; dugaan (estimation) dan perkiraan; keterampilan menghitung yang tepat; geometri dan pengukuran; membaca simbol dan mengintepretasikan; mengkonstruksi tabel, bagan dan grafik; penggunaan matematika untuk produksi; dan keterbacaan komputer. Dari data diatas , pembelajaran matematika sangat penting bagi anak berkebutuhan khusus seperti halnya anak tuna daksa , mereka yang mengalami ketidakmampuan secara fisik haruslah tetap mempelajari matematika sebagai bekal untuk kehidupannya . 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa definisi dari pembelajaran matematika? 2. Bagaimana konsep dasar pembelajaran matematika ? 3. Apa definisi dari tuna daksa ? 4. Apa factor penyebab dari tuna daksa ? 5. Bagaimana hakekat dari learning disabilities ? 1.3 TUJUAN 1. mengetahui definisi dari pembelajaran matematika

2. memahami konsep dasar dari pembelajaran matematika 3. mengetahui definisi dari tuna daksa 4. memahami factor penyebab dari tuna daksa 5. memahami hakekat dari learning disabilities

BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI PEMBELAJARAN MATEMATIKA Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertianpengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soalsoal uraian matematika lainnya NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics) merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu : a. Matematika sebagai pemecahan masalah. b. Matematika sebagai penalaran. c. Matematika sebagai komunikasi, dan d. Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003:298). Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. (Depdiknas, 2006:346) menyebutkan pemberian mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan/masalah.

e. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.2 KONSEP DASAR MATEMATIKA Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran (Erman Suherman, 2003:16). Matematika terdiri dari empat wawasan yang luas, yaitu: Aritmetika, Aljabar, Geometri dan Analisis. Selain itu matematika adalah ratunya ilmu, maksudnya bahwa matematika itu tidak bergantung pada bidang studi lain. Sementara menurut Depdiknas (2006: 346) bahwa matematika meliputi aspek-aspek bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran serta statistika dan peluang. Senada dengan pendapat tersebut, James dan James dalam kamus matematikanya (Erman Suherman, 2003:16) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsepkonsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif (Erman Suherman, 2003:298). Menurut Johnson dan Rising dalam bukunya yang dikutip oleh Erman Suherman (2003:17) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengkoordinasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, presentasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.

2.3 DEFINISI TUNA DAKSA Ahmad Toha Muslim & Sugiarmin (1996:6) menjelaskan tunadaksa adalah istilah lain dari tuna

fisik atau cacat tubuh, yakni berbagai kelainan bentuk tubuh yang berdampak pada kelainan fungsi tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Selain itu, ada banyak pendapat yang mengemukakan mengenai definisi tuna daksa sebagai berikut: a) Hallahan, Kauffman & Pullen (2009:495) mengatakan bahwa : Children with physical

disabilities or other health impairments are those whose physical limitations or health problems interfere with school attendance or learning to such an extent that special services, training, equipment, materials, or facilities are require.

b) Mumpuniarti (2001: 32) menguraikan pengertian tunadaksa yakni kelainan yang terjadi bukan pada indera tetapi kelainan yang terjadi pada anggota tubuh yang sehingga orang tersebut memerlukan layanan, peralatan, serta program latihan yang spesifik. Meskipun memiliki keterbatasan fisik, anak tersebut berhak memperoleh pendidikan seperti anak normal lainnya. c) Musjafak Assjari (1995:34) menjelaskan pengertian tunadaksa sebagai bentuk kelaianan atau kecacatan pada sendi, tulang dan otot yang bersifat primer maupun sekunder yang berdampak pada gangguan kemampuan adaptasi, koordinasi, mobilitas, komunikasi, dan gangguan perkembangan.

d) Sutjihati Somantri (2007: 121) menjelaskan pengertian tunadaksa yakni suatu keadaan rusak atau terganggu akibat gangguan yang terjadi pada sistem alat gerak (tulang, otot dan sendi) yang menyebabkan kelainan fungsi.

2.4 FAKTOR PENYEBAB TUNA DAKSA

Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak sehingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan otak, jaringan sumsum tulang belakang, serta pada sistem musculus skeletal. Terdapat keragaman jenis tunadaksa, dan masingmasing timbulnya kerusakan berbeda-beda. Dilihat dari waktu terjadinya, kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir. 1. Sebelum lahir (fase prenatal) Kerusakan terjadi pada saat bayi saat masih dalam kandungan disebabkan: a. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya. b. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusar tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak. c. Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu. d. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan perutnya terbentur dengan cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi, maka dapat merusak sistem syaraf pusat. 2. Saat kelahiran (fase natal/perinatal) Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan antara lain:

a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang yang kecil pada ibu sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal ini kemudian menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi sehingga jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan. b. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi. c. Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.

3. Setelah proses kelahiran (fase post natal) Fase setelah kelahiran adalah masa di mana bayi mulai dilahirkan sampai masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia lima tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah: a. Kecelakaan/trauma kepala, amputasi. b. Infeksi penyakit yang menyerang otak 2.5 HAKEKAT LEARNING DISABILITIES

Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “learning disability” yang memiliki arti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan ”kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak atau DMO (Prasetya, 2011).

The Nasional Joint Committee Learning Disabilities (NJCLD), mendefinisikan kesulitan belajar sebagai sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan nyata; dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan, untuk mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, berhitung, berbahasa, sampai kepada kemampuan persepsi motorik. Dari berbagai pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesulitan belajar(Learning Disabilities) adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas

akademik, baik disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi dan usaha yang dilakukan. Kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu (Abdurrahman, 2003): 1.

Gangguan internal

Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri. 2.

Kesenjangan antara potensi dan prestasi

Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa di antaranya di atas rata-rata.Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah.Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. 3.

Tidak adanya gangguan fisik dan/atau mental

Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental.

Secara garis besar, kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu: (1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). 1.

Kesulitan Belajar Perkembangan

Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. a.

Kesulitan Berbahasa (Disphasia) Kesulitan dalam berbicara atau berbahasa ini, sering menjadi indikasi awal bagi kesulitan belajar yang dialami anak.Tanda kesulitan ini, lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakseimbangan kognitif. Membedakan bunyi wicara, pembentukan konsep, memahami dan transformasi semantik, mengklarifikasi kata, kemampuan menilai, produksi bahasa, sampai pada proses pragmatik dan memori

b. Gangguan Motorik (dispraksia) Gangguan motorik adalah gangguan pada integrasi auditori-motor (clumsy) yang ditandai dengan gangguan motorik kasar; aktivitas berjalan, balok keseimbangan, motorik kasar, loncat, lari cepat, stand up dan lain sebagainya. Gangguan motorik halus; melempar, menangkap, melipat, menempel.Serta gangguan penghayatan dan kesadaran tubuh, laiknya ekspresi wajah, permainan pantomim, menunjuk bagian tubuh dan lain-lain.

c.

Gangguan Persepsi (dispersepsi) Persepsi adalah pekerjaan otak. Bila sensasi (masuknya impuls atau informasi melalui panca indra), terjadi pada ujung-ujung saraf, maka persepsi terjadi pada pusatnya, di otak. Mungkin ini pekerjaan paling berat dari otak, karena persepsi membentuk pikiran dan cara berpikir. Komponen paling penting dari berpikir adalah mempersepsi. Otak tidak saja mempersepsi informasi yang masuk via panca indra (artinya, objek itu betul-betul ada), tetapi juga untuk objek yang tidak ada, di sini dan pada saat ini. Otak, melalui sel kerja saraf, sirkuit saraf dan neurontransmiter “menangkapnya” untuk dipahami (dipersepsi). 2.

Kesulitan Belajar Akademik

Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. a.

Kesulitan Membaca (Disleksia) Bryan & Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala sesuatau yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa.Sedangkan, menurut Lerner seperti di kutip oleh Mercer (1979: 200), mendefinisikan kesulitan belajar membaca sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan fungsi otak. Pada kenyataannya, kesulitan membaca dialami oleh 2-8% anak sekolah dasar. Sebuah kondisi, dimana ketika anak atau siswa tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca; membaca tanpa irama (monoton), sulit mengeja, kekeliruan mengenal kata; penghilangan, penyisipan, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, dan membaca tersentaksentak, kesulitan memahami; tema paragraf atau cerita, banyak keliru menjawab pertanyaanyang terkait dengan bacaan; serta pola membaca yang tidak wajar pada anak.

b. Kesulitan Menulis (Disgrafia) Menulis juga memerlukan koordinasi berbagai bagian dan fungsi otak.Bagian-bagian otakyang mengatur perbendaharaan kata, tata bahasa, gerakan tangan, dan ingatan harus berada dalam kondisi serta koordinasi yang baik.Permasalahan dalam hal ini, dapat mengakibatkan gangguan dalam kemampuan menulis siswa.Jenis kesulitan ini ditandaidengan anak kerepotan menulis dengan tangan, tulisan sangat jelek, terbalik-balik, dan sering menghilangkan atau malah menambah huruf. Aktivitas menulis, sebenarnya lebih banyak digerakkan oleh kerja otak kiri (left himespher), begitu juga pengenalan huruf, kata, linier dan angka, yang menghasilkan produk berpikir

rasional. Bila pemungsian otak kiri dilakukan dengan baik (dengan banyak berlatih, atau senam otak), dan tidak ada tanda-tanda patologis, hampir dapat dipastikan bahwa kesulitan menulis tidak akan terjadi pada anak. c.

Kesulitan Berhitung (Diskalkulia) Dalam hal ini, anak sulit dalam memahami simbol matematika dan dialog operasional hitung.Misalnya, tanda tambah (+), dilihat sebagai tanda kali (×). Atau ketika ditanya berapa hasil lima dengan lima, meskipun mereka menjawab dengan benar,yakni 25 tetapi dalam menuliskannya salah. Bukan angka 25 yang ditulis, tetapi 52; begitu seterusnya. Berhitung melibatkan pengenalan angka-angka, pemahaman berbagai simbol matematis, mengingat berbagai fakta seperti tabel perkalian, dan pemahaman konsep-konsep abstrak seperti nilai tempat dan pecahan.Hal seperti ini mungkin terasa sulit bagi anak-anak penderita diskalkulia.Masalah dengan angka-angka atau konsep dasar sepertinya datang sejak awal.Sedangkan, masalah yang berhubungan dengan matematika yang baru terjadi pada kelaskelas terakhir lebih sering berkaitan dengan logika.

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN 5.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA Ahmad Toha Muslim & M. Sugiarmin. 1996. Orthopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa. Jakarta : Depdikbud.. Mussjafak Assjari. 1995. Ortopedagogik Anak Tunadaksa. Jakarta : Depdikbud. Mumpuniarti. (2001). Pendidikan Anak Tuna Daksa. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Related Documents


More Documents from ""

Tugas Pj.docx
December 2019 17
Penjelasan Struktur.docx
November 2019 26
Seks Kel 3.docx
December 2019 16
Sistem Rujukan.pptx
November 2019 12