BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Dalam negara yang sedang berkembang terdapat siklus keadaan yang merupakan suatu lingkaran yang tak berujung, yang menghambat perkembangan masyarakat secara keseluruhan. Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia umumnya disebabkan karena rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat yang mengakibatkan ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam berbagai hal khususnya dalam bidang kesehatan dan perawatan dalam memelihara diri mereka sendiri. Bila keadaan ini dibiarkan akan menyebabkan masalah kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok – kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan adalah menurunnya status kesehatan keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Keadaan ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas keluarga dan masyarakat untuk menghasilkan sesuatu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang selanjutnya membuat kondisi sosial ekonomi keluarga dan masyarakat semakin rendah.1
Upaya mewujudkan hidup sehat bagi penduduk Indonesia terus menerus dilakukan pemerintah secara berkesinambungan. Hidup sehat tersebut merupakan hak azasi warga negara dan tertuang dalam UUD 1945, Pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.1
Masyarakat memiliki peran aktif dalam mencapai kesehatan yang terbaik bagi dirinya sehingga secara normal diharapkan tujuan umum untuk memperoleh kesehatan masyarakat dapat mencapai sasaran. Peran serta masyarakat mewujudkan hidup sehat dirasakan semakin penting karena masyarakatlah yang benar-benar memahami apa yang dibutuhkannya dan masyarakat pula yang seharusnya memanfaatkan serta memelihara sarana kesehatan yang sudah disediakan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan menyebutkan bahwa strategi pelaksanaan dan
pembinaan
pemberdayaan
masyarakat
bidang
kesehatan
adalah
pengembangan/pengorganisasian
masyarakat
(Community
Organization)
dalam
pemberdayaan dengan mengupayakan peran organisasi masyarakat lokal makin berfungsi dalam pembangunan kesehatan. Pemerintah Pusat dalam upaya pembangunan kesehatan, perlu kerjasama dengan berbagai pihak diantaranya swasta, organisasi masyarakat dan elemen masyarakat lainnya dan tidak dapat dipisahkan untuk mencapai standar kesehatan maksimal. Masyarakat sebagai pelaku yang paling mengetahui kondisi dan kebutuhannya membutuhkan dukungan dari Pemerintah dan Swasta dengan manajemen pengelolaan yang baik dan komprehensif.1
B.
Rumusan Masalah 1.
Apakah yang dimaksud pengorganisasian kegiatan kesehatan kemasyarakatan?
2.
Apa saja bentuk pengorganisasian kegiatan kesehatan kemasyarakatan?
3.
Apa saja bentuk kegiatan pengorganisasian kesehatan kemasyarakatan?
4.
Sarana dan prasarana apa saja yang mendukung terlaksananya pengorganisasian kegiatan kesehatan kemasyarakatan?
C.
Tujuan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengorganisasian kegiatan kesehatan kemasyarakatan. 2. Untuk mengetahui bentuk pengorganisasian kegiatan kesehatan yang ada di masyarakat. 3. Untuk mengetahui bentuk kegiatan pengorganisasian kesehatan kemasyarakatan. 4. Untuk mengetahui sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya pengorganisasian kegiatan kesehatan kemasyarakatan.
D.
Manfaat 1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengorganisasian kegiatan kesehatan kemasyarakatan.
2.
Mengetahui bentuk pengorganisasian kegiatan kesehatan yang ada di masyarakat.
3.
Mengetahui bentuk kegiatan organisasi kesehatan dalam masyarakat.
4.
Mengetahui sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya pengorganisasian kegiatan kesehatan kemasyarakatan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sebuah kumpulan dari para keluarga dan individu-individu dalam suatu kawasan geografi yang tertata baik dan saling berdekatan dengan elemen-elemen kehidupan umum yang signifikan, yang diperlihatkan oleh sikap, budaya/adat, tradisi dan bahasa.
2.2 Karakteristik Masyarakat
mempunyai nilai-nilai umum yang diakui bersama,
adanya definisi hubungan normatif
saling membutuhkan
mengenal sistem kepemilikan
adanya pembagian peran (struktur)
cakupan wilayah lokal
2.3 Definisi Pengorganisasian Masyarakat
Secara umum Pengorganisasian Masyarakat didefinisikan sebagai: “Proses membangun kekuatan dengan melibatkan konstituen sebanyak mungkin melalui proses menemu-kenali ancaman yang ada secara bersama-sama, menemu-kenali penyelesaian-penyelesaian yang diinginkan terhadap ancaman-ancaman yang ada; menemu-kenali orang dan struktur, birokrasi, perangkat yang ada agar proses penyelesaian yang dipilih menjadi mungkin dilakukan, menyusun sasaran yang harus dicapai; dan membangun sebuah institusi yang secara demokratis diawasi oleh seluruh konstituen sehingga mampu mengembangkan kapasitas untuk menangani ancaman dan menampung semua keinginan dan kekuatan konstituen yang ada” (Dave Beckwith & Cristina Lopez dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat,1997)2.
Jadi pengorganisasian masyarakat bukan sekedar memobilisasi massa untuk suatu kepentingan, tetapi suatu proses pergaulan/pertemanan/persahabatan dengan suatu komunis atau masyarakat yang lebih menitik-beratkan pada inisiatif massa kritis untuk mengambil tindakan-tindakan secara sadar dalam mencapai perubahan yang lebih baik.
Dalam pengertiannya yang sederhana, adalah suatu kegiatan yang membantu masyarakat atau sekelompok orang yang hidup pada suatu daerah tertentu; misalnya, orang yang tinggal di suatu perkampungan, baik di pedesaan atau di perkotaan untuk dapat mencapai tujuan bersama.
2.4 Prinsip-prinsip Pengorganisasian Masyarakat Dalam menjalankan aktivitas pengorganisasian, prinsip yang harus dipegang dan dijadikan pedoman dalam berpikir dan berbuat bagi seorang pengorganisasi masyarakat adalah:
Membangun pertemanan/persahabatan dengan komunitas atau masyarakat.
Bersedia belajar dari kehidupan komunitas bersangkutan.
Membangun komunitas atau masyarakat dengan berangkat dari apa yang ada atau dimiliki oleh komunitas tersebut
Tidak berpretensi untuk menjadi pemimpin dan “tetua” dari komunitas tersebut.
Mempercayai bahwa komunitas memiliki potensi dan kemampuan untuk membangun dirinya sendiri hingga tuntas.
Prinsip tersebut dirumuskan dari satu cuplikan ajaran Lao Tse (700 sm) yang lebih kurang berbunyi sebagai berikut: “Datanglah kepada rakyat, hiduplah bersama mereka, belajarlah dari mereka, cintailah mereka, mulailah dari apa yang mereka tahu; bangunlah dari apa yang mereka puny; tetapi pedamping yang baik adalah, ketika pekerjaan selesai dan tugas dirampungkan, rakyat berkata, “Kami sendirilah yang mengerjakannya”.
Ada juga beberapa prinsip lain yang tidak kalah pentingnya untuk dijalankan oleh pengorganisasi masyarakat, yaitu:
Mengakar dalam pemimpin masyarakat lokal, organisasi dan agen-agen lokal dan masyarakat local. Orang luar dapat terlibat sebagai fasilitator atau nara sumber.
Merupakan tenaga atau kekuatan pengendali yang diturunkan melalui keinginan dari masyarakat lokal untuk kesejahteraan anak-anak mereka dan mereka sendiri.
Merupakan program aksi yang dibangun secara bersama dengan perwakilan organisasi masyarakat. Program ini merupakan suatu kenyataan yang actual yang merupakan sekumpulan kesepakatan umum yang mengakibatkan pengembangan dari organisasi lokal.
Merupakan suatu program yang tumbuh dari masyarakat local, bersamaan dengan partisipasi langsung dari semua organisasi di wilayah-wilayah khusus. Hal ini meliputi derajat substansi dari partisipasi masyarakat dan voluntir. Hal ini juga menuntut adanya komitmen yang tinggi pengorganisasi masyarakat.
Swadana, dan swadaya
Proses pengorganisasian harus dijalankan dengan sangat hati-hati dan sensitif pada budaya dan situasi sosio-ekonomi-politik lokal agar kehadiran pengorganisasi masyarakat tidak malah memicu konflik horisontal di dalam masyarakat
Pengorganisasi masyarakat harus hati-hati agar tidak terjebak dalam paradigma dan prasangka yang dibawanya dan harus belajar mengosongkan diri agar dapat menangkap kondisi dan permasalahan masyarakat secara jernih.
Proses pengorganisasian masyarakat harus cukup murni dan tidak terlalu dibebani oleh proyek-proyek tertentu (misalnya pengorganisasian masyarakat ditujukan untuk melobi masyarakat untuk melakukan kegiatan wisata alam, padahal masyarakat belum tentu butuh, mau dan punya potensi). Kegiatan/aksi apa yang muncul dalam proses pengorganisasian masyarakat harus diupayakan murni dari masyarakat (pilihan bebas mereka).
2.5 Pertimbangan Dasar
Pemilihan lokasi
Penggunaan sumberdaya (langsung/tidak langsung)
Keadaan dari sumberdaya
Mekanisme dukungan
Faktor-faktor sosial
Personil
2.6 Pendekatan Pengorganisasian Masyarakat Langkah –langkah Umum Pengorganisasian
Integrasi, Langkah paling pertama dan utama dari proses pengorganisasian masyarakat adalah menyatunya sang organiser dengan rakyat yang hendak diorganisasikan.
Penyidikan Sosial, Suatu proses yang sistematis mencari tahu tentang masalahmasalah yang mengitari masalah yang dimaksud.
Program Percobaan,
Seorang “organiser” memilih suatu bentuk kegiatan yang
merupakan kesepakatan kelompok yang jika dilakukan berdampak positif bagi banyak orang.
Landasan Kerja, Dimaksudkan sebagai bagian awal dari pergerakan masyarakat berdasarkan hubungan orang per orang dalam kelompok dimulai kebersamaan menyuarakan kepentingan.
Pertemuan Teratur, Pertemuan atau rapat dimaksudkan untuk mempertemukan kepentingan pribadi-pribadi sampai menjadi pengesahan umum. Meminimalisasi puncak-puncak perbedaan.
Permainan Peran, Merupakan proses pelatihan setiap orang (semua) dalam kelompok berhadapan dengan pihak luar masyarakat.
Mobilisasi atau Aksi, Kegiatan mengungkapkan perasaan dan kebutuhan masyarakat secara terprogram.
Evaluasi, Merupakan proses peninjauan ulang apakah langkah-langkah yang sudah ditempuh sebelumnya sudah tepat atau tidak.
Refleksi, Proses perenungan ulang secara keseluruhan usaha pembetukan organisasi rakyat yang tangguh dengan melipatkan sebanyak mungkin orang.
Terbentuknya Organisasi Rakyat (formal/informal), Proses berlangsungnya gagasan di antara anggota bukan lagi oleh orang per orang, melainkan sudah kolektif menghadapi dan menyelesaikan persoalan bersama.
2.7 Model-Model dan Strategi Pengorganisasian Masyarakat Pembahasan mengenai masyarakat bisa dilakukan dengan beranjak dari beberapa sisisisi pengamatan dan pemahaman, seperti dari sisi stratifikasi (pelapisan) masyarakat, sisi pengelompokan masyarakat, sisi ras dan etnis, sisi geografi, dan lain sebagainya. Dalam konteks memahami model dan strategi Pengorganisasian Masyarakat maka fokus pembahasan hanya dari sisi karakter dan mobilitas masyarakat, yakni dari sisi masyarakat perkotaan (industri) yang maju dan sisi masyarakat pedesaan (agraris) yang tradisional. Saul Alinsky dan Paulo Freire dapat disebutkan sebagai perwakilan dari masing-masing model dan strategi pengorganisasian masyarakat tersebut.
a. Model dan Strategi Freire Pengorganisasian masyarakat yang dilakukan oleh Paulo Freire menunjukkan model pengorganisasian masyarakat tradisional (pedesaan dan indegenous people) yang agraris. Salah satu ciri hidup masyarakat tradisional adalah lebih mementingkan keharmonisan hubungan dengan alam. Sehingga wajar apabila mereka menjadi terdidik dan terlatih untuk bisa berpikir positif terhadap berbagai fenomena dan pengalaman hidup, dan secara sosial punya kecenderungan kuat untuk tunduk dan patuh kepada orang atau pihak yang mereka anggap berlebih termasuk kepada penguasa.
PENGENALAN MASALAH BERSAMA
PENGENALAN KEBUTUHAN POTENSI & SUMBER DAYA
AKSI PENYELESAIAN BERSAMA
PENGGALANGAN POTENSI DAN SUMBER DAYA
Karena hormatnya terhadap penguasa, mereka menjadi kurang peka terhadap gejala-gejala kehidupan di luar yang sangat dinamis dan tidak jarang disertai dengan kelicikan-kelicikan. Sehingga seringkali mereka menjadi obyek penyalahgunaan kekuasaan tanpa mereka sadari kerugiannya. Terhadap masyarakat tradisional ini Freire menekankan pentingnya pendekatan budaya dalam upaya membangun kehidupan yang lebih baik melalui kegiatan pendidikan yang dialogis, yang bertujuan membangun pemahaman baru namun masih dalam konteks setempat. Sehingga kelak bisa dihasilkan isi dan bentuk ekspresi budaya baru sebagai instrumen penting dalam mencapai kemajuan hidup.2 Dari berbagai pengalaman kasus, masalah yang dialami masyarakat tradisional sudah hampir mencapai klimaks, dalam arti penderitaan mereka sudah terendapkan, tertumpuk dalam kehidupan sehari-harinya.
Namun
mereka belum
terlalu
merasakannya atau kalaupun sudah dirasakan-nya, sebagian besar dari mereka tidak tahu bagaimana cara dan dari mana mencari jalan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Melihat kondisi tersebut, strategi utama yang digunakan untuk mencapai penyelesaian masalah adalah proses pembelajaran harus dimulai dari penyadaran dan pengenalan masalah terlebih dahulu. Startegi ini dapat dijadikan sebagai pondasi bagi
penentuan aksi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Setelah masyarakat sadar akan permasalahan yang dihadapi dan memutuskan untuk melakukan penyelesaian, tahap selanjutnya adalah pengenalan potensi dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan aksi penyelesaian maslah tersebut, baik yang sudah dimiliki oleh komunitas ataupun yang belum. b. Model dan Strategi Alinsky Pemikiran dan pengalaman Saul Alinsky dalam melakukan pengorganisasian masyarakat di perkotaan dipenuhi dengan aksi-aksi yang bersifat konfrontasi-konflik. Pilihan aksi tersebut tidak terlepas dari kondisi sosial komunitas dimana Saul Alinsky bekerja, yaitu para buruh industri, penduduk perkampungan padat, serta mereka yang tersingkir dari akses atas fasilitas kehidupan yang layak dan manusiawi. Permasalahan yang dialami oleh masyarakat atau komunitas perkotaan biasanya demikian jelas dan eksplisit yang
umumnya berujung pada ketidakadilan.
Sehingga, tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh komunitas ini lebih bersifat nyata, seperti misalnya pelayanan kesehatan dan pemasangan air bersih. Kondisi sosial komunitas masyarakat urban ini menyebabkan tuntutantuntutan yang diajukan harus dapat segera bisa diselesaikan secara tepat dan cepat. Sementara, pola dan irama kehidupan mereka sehari-hari demikian kuat diwarnai oleh pola dan irama industri yang cenderung menindas, menguras dan menjajah. Oleh karena itu, strategi utamanya adalah mengajak anggota komunitas untuk membangun organisasi komunitas (organisasi rakyat) yang kuat dan mampu menjalankan aksi-aksi umum (public action), termasuk kalau harus melakukan konfrontasi terhadap pelaku penindasan. Bahkan kalau memang dibutuhkan, organisasi komunitas/rakyat ini bisa mengambil peran langsung dalam pekerjaanpekerjaan politik, seperti terlibat dalam kepanitiaan pemilihan umum, menjadi pendukung calon partai tertentu dalam suatu pemilihan. Semua ini tentu didasari oleh pemikiran bahwa kerja politik tersebut suatu saat bisa menghasilkan penyelesaian atas masalah ketidakadilan yang terjadi.2 Untuk mencapai bangunan organisasi komunitas atau rakyat yang kuat, sebagai bagian dari proses pembelajaran, maka setiap kali aksi harus selalu diikuti
dengan proses perenungan atau refleksi untuk mencari kelemahan-kelemahan bersama dan memperoleh temuan-temuan berharga, sehingga aksi selanjutnya bisa lebih sempurna dan efektif dibanding sebelumnya.
2.8 Program Teknis Organisasi Kesehatan Pola oganisasi Dinas Kesehatan Daerah mengacu pada visi sebagaimana RPJMN 2004-2009 dan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Sebagai penjabaran visi dan misi Departemen Kesehatan mempunyai 4 Strategi Utama (Grand Design) dan 17 Sasaran sebagai berikut : 1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat a. Seluruh desa menjadi desa siaga b. Seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat c. Seluruh keluarga sadar gizi 2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. a. Setiap orang miskin mendapat pelayanan kesehatan bermutu b. Setiap bayi, anak, ibu hamil dan kelompok masyarakat resiko tinggi terlindungi dari penyakit. c. Di setiap desa tersedia SDM Kesehatan yang kompeten d. Di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar, e. Setiap Puskesmas dan jaringannya dapat dijangkau dan menjangkau seluruh masyarakat di wilayah kerja f. Pelayanan kesehatan di setiap RS, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu 3. Meningkatkan survailans, monitoring dan informasi kesehatan a. Setiap kejadian terlaporkan secara cepat kepada Lurah/Kades untuk diteruskan ke instansi kesehatan terdekat. b. Setiap KLB dan wabah penyakit dapat tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan c. Semua sediaan farmasi, makanan dan perbekalalan kesehatan memenuhi syarat.
d. Terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai standar kesehatan e. Berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence baseds di seluruh Indonesia
4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan a. Pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran di Pusat dan Daerah. b. Anggaran kesehatan Pemerintah diutamakan untuk pencegahan dan promosi kesehatan. c. Terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama, bagi rakyat miskin.
2.9 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana tentu sangat mendukung dalam pelayanan publik. Tersedianya alat kelengkapan kantor seperti computer dapat membantu mempermudah kerja yang akhirnya dapat meningkatkan kinerja pelayanan. Ruang kerja dan ruang pelayanan masyarakat yang nyaman tentu dapat mendukung peningkatan kualitas pelayanan public. Adanya fasilitas yang dimiliki Puskesmas sebagai pendukung berjalannya pelayanan seperti, gedung rawat jalan dan rawat inap yang terpisah, serta ruang tunggu yang lebih luas, mobil ambulance dan mobil pusling, kendaraan operasional lainnya, dan lahan parkir yang cukup luas. Akses jalan yang mudah menuju puskesmas serta adanya transportasi umum yang bisa digunakan masyarakat jika ingin berobat ke Puskesmas.
BAB III KESIMPULAN 1. Pengorganisasian masyarakat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang membantu masyarakat atau sekelompok orang yang hidup pada suatu daerah tertentu; misalnya, orang yang tinggal di suatu perkampungan, baik di pedesaan atau di perkotaan untuk dapat mencapai tujuan bersama. 2. Dalam menjalankan aktivitas pengorganisasian, prinsip yang harus dipegang dan dijadikan pedoman dalam berpikir dan berbuat bagi seorang pengorganisasi masyarakat adalah membangun pertemanan/persahabatan dengan komunitas atau masyarakat bersedia belajar dari kehidupan komunitas bersangkutan, membangun komunitas atau masyarakat dengan berangkat dari apa yang ada atau dimiliki oleh komunitas tersebut, tidak berpretensi untuk menjadi pemimpin dan “tetua” dari komunitas tersebut, mempercayai bahwa komunitas memiliki potensi dan kemampuan untuk membangun dirinya sendiri hingga tuntas. 3. Dalam konteks memahami model dan strategi Pengorganisasian Masyarakat maka fokus pembahasan hanya dari sisi karakter dan mobilitas masyarakat, yakni dari sisi masyarakat perkotaan (industri) yang maju dan sisi masyarakat pedesaan (agraris) yang tradisional. Saul Alinsky dan Paulo Freire dapat disebutkan sebagai perwakilan dari masing-masing model dan strategi pengorganisasian masyarakat tersebut. 4. Pola oganisasi Dinas Kesehatan Daerah mengacu pada visi sebagaimana RPJMN 2004-2009 dan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Sebagai penjabaran visi dan misi Departemen Kesehatan mempunyai 4 Strategi Utama, yaitu menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan survailans, monitoring dan informasi kesehatan, meningkatkan pembiayaan kesehatan. 5. Adanya fasilitas yang dimiliki Puskesmas sebagai pendukung berjalannya pelayanan seperti, gedung rawat jalan dan rawat inap yang terpisah, serta ruang tunggu yang lebih luas, mobil ambulance dan mobil pusling, kendaraan operasional lainnya, dan lahan parkir yang cukup luas. Akses jalan yang mudah menuju puskesmas serta adanya transportasi umum yang bisa digunakan masyarakat jika ingin berobat ke Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA 1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 84 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengembangan Peran Serta Organisasi Kemasyarakatan
Bidang
Kesehatan.
Jakarta.
(http://www.hukor.depkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._84_ttg_Pengembang an_Organisasi_Kemasyarakatan_BIDKES_.pdf, diakses pada 12 Juli 2018). 2. Notoatmojo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 1997. 3. Siagian, Sondang P. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara, 1996. 4. Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah. www.depkes.go.id. 5. Wicaksono, Ahc. Wazir, Darusman, Taryono. 2001. Catatan Pertama Pengalaman Belajar: Praktek Pengorganisasian Masyarakat di Simpul Belajar. Puter 6. Eliakim Sitorus, 2001. Sepuluh Langkah Pengorganisasian Masyarakat. 7. Agbayani, R.F. and S.V.Siar. 1994. Problem encountered in the implementation of a cimmunity-based fishery resource management project, p. 149-160. In R.S.Pomeroy (ed.) Community management and common property of coastal fisheries in Asia and the Pacific: concepts, methods and experiences. ICLARM conf. Proc. 45, 189p 8. Ferrer, E. Community organizing and public participation. International Course on Rural Development Management. Training Division, International Institute of Rural Reconstruction, Cavite, Philippines. 9. IIRR.
International Course on Rural Development Management. Training Division,
International Institute of Rural Reconstruction, Cavite, Philippines. (Unpublished) 10. Pimbert, M. P and J. N. Pretty. 1995. Parks, people and professionals. UNRISD, Geneva. 11. Hidayat W. 2015. Studi Tentang Pelayanan Kesehatan Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser
di Puskesmas Long Ikis