Tugas Kimia Medisinal Ii

  • Uploaded by: Hisssma
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Kimia Medisinal Ii as PDF for free.

More details

  • Words: 1,242
  • Pages: 6
TUGAS KIMIA MEDISINAL II

1. Reseptor Histamin Antihistamin adalah kelompok obat-obatan yang digunakan untuk mengobati reaksi alergi, seperti rinitis alergi, reaksi alergi akibat sengatan serangga, reaksi alergi makanan, urtikaria atau biduran. Tidak hanya alergi, antihistamin juga kerap digunakan untuk mengatasi gejala mual atau muntah yang biasanya diakibatkan oleh mabuk kendaraan. Ada dua jenis antihistamin, yaitu antihistamin generasi pertama dan generasi kedua. Antihistamin generasi pertama lebih menyebabkan rasa kantuk dibandingkan dengan generasi kedua. Obat-obat antihistamin generasi pertama adalah: 

Chlorpheniramine



Cyproheptadine



Hydroxyzine



Ketotifen



Promethazine

Sedangkan obat-obat antihistamin generasi kedua adalah: 

Desloratadine



Fexofenadine



Levocetirizine



Cetirizine



Loratadine.

A. Bentuk Sediaan Obat antihistamin tersedia dalam berbagai bentuk sediaan. Ada obat golongan antihistamin dengan merk yang sama tetapi memiliki bentuk sediaan yang berbeda. Di sisi lain, ada juga obat-obatan antihistamin dengan kandungan monografi obat berbeda tetapi tersedia dengan bentuk sediaan yang sama. Perbedaan bentuk sediaan antihistamin juga bisa dikarenakan karakter dan usia pasien atau konsumen. Berbagai bentuk sediaan antihistamin adalah tablet,

kapsul, kaptabs, sirup, dan drops. Ada juga obat antihistamine dalam bentuk sediaan tablet salut selaput, kaptabs salut selaput, kapsul pelepasan lambat, dan topikal (krim atau salep). B. Dosis Tidak semua obat golongan antihistamin memiliki dosis yang sama. Selain karena perbedaan bentuk sediaan, kondisi pasien dan karakteristik kekuatan dari setiap jenis kandungan obat yang termasuk golongan antihistamin juga berbedabeda. Dosis antihistamin dengan bentuk sediaan tablet memiliki variasi dosis antara 8-100 mg per hari dalam dosis terbagi sekitar 3-4 kali. Pada anak-anak, dosis antihistamin berkisar antara 0,4 hingga 5 mg/kg bb/ hari. Pada bentuk sediaan sirup atau drops, dosis antihistamin memiliki kisaran 2,55ml/ hari. Jadi, dosis antihistamin ini tidaklah sama. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk membaca dosis antihistamine dengan seksama dan teliti terlebih dahulu. C. Efek Samping Efek samping antihistamin berbeda-beda tergantung jenis antihistamin dan kondisi pasien. Sebagian besar, efek samping banyak dimiliki oleh jenis antihistamin golongan lama. Jenis antihistamin golongan lama memiliki efek samping berupa rasa kantuk, gangguan psikomotor, sakit kepala, retensi urin, mulut kering, dan gangguan pencernaan. Ada juga efek samping antihistamine yang lain walaupun jarang terjadi. Efek samping antihistamine yang jarang terjadi di antaranya adalah penurunan tekanan darah, bingung, tertekan, gangguan tidur, palpitasi, pusing, konvulsi, aritmia, tremor, gangguan darah, dan lainnya. D. Indikasi Penggunaan obat-obatan golongan antihistamin banyak dipakai oleh para pasien atau konsumen yang memiliki gejala alergi seperti demam, urtikaria, gatalgatal, dan ruam kulit. Orang-orang yang memiliki masalah gejala alergi akibat flu seperti hidung tersumbat, bersin-bersin, dan batuk juga diperbolehkan menggunakan obat antihistamin. Obat-obatan dari golongan antihistamin juga bisa dipakai oleh orang yang digigit serangga, rinitis alergi, rinitis vasomotor, pruritus, asietas, konjungtivitis, dan migrain. Golongan antihistamin dalam bentuk sediaan topikal bisa digunakan pada mata, hidung atau kulit yang mengalami reaksi alergi.

Pengonsumsian obat antihistamin seperti siklisin, sinarisin, dan prometasin teoklat juga bisa digunakan untuk meredakan gejala alergi berupa mual dan muntah. Orang yang mengalami insomnia bisa menggunakan antihistamin tertentu. E. Kontraindikasi Setiap obat golongan anthistamin memiliki kontraindikasi yang berbeda-beda. Ini dikarenakan kandungan bahan aktif obat dan reaksi tiap orang berbeda-beda. Orang-orang yang memiliki riwayat alergi pada kandungan obat dari anthistamin tidak bisa menggunakan antihistamin. Ada obat antihistamin tertentu yang tidak bisa dikonsumsi anak di bawah usia 12 tahun tetapi ada juga yang memiliki kontraindikasi bagi anak di bawah 6 tahun. Di sisi lain, ada obat golongan antihistamin yang bisa diberikan kepada anak usia 2-5 tahun. Kontraindikasi setiap antihistamin memang memiliki perbedaan. Jadi, Anda perlu membaca kontraindikasi secara cermat dan teliti agar efek samping antihistamin bisa dicegah. Pasien dengan masalah porfirian tidak bisa menggunakan sebagian besar obat antihistamin. D. Hubungan Struktur dan Aktivitas Dari studi hubungan sruktur dan aktivitas dalam usaha pengembangan obat antagonis H-2 telah dilakukan modifikasi struktur histamin dan didapat hal-hal sebagai berikut:

A. Modifikasi pada cincin Cincin imidazol dapat membentuk dua tautomer , yaitu N- H dan N-H. Bentuk N-H lebih dominan dan diperlukan untuk aktivitas antagonis H2-Metiamid , dengan bentuk N-H , mempunyai aktiitas 5 kali lebih besar dibanding burimamid yang mempunyai bentuk N-H. Cincin imidazol pada umumnya mengandung rantai samping gugus yang bersifat penarik eletron . Pemasukan gugus metil pada atom C2 cincin imidazol secara selektif dapat merangsang reseptor H1. Pemasukan gugus metil pada atom C4 ternyata senyawa bersifat selektif H2 , agonis dengan efek H-1 agonis lemah. Hal ini disebabkan substituen 4 –metil yang bersifat donor elektron yang akan memperkuat efek tautomeri rantai penarik eletron sehingga bentuk tautomer N-H lebih

stabil. Modifikasi yang lain pada cincin ternyata tidak menghasilkan efek H2-antagonis yang lebih kuat. B. Modifikasi pada rantai samping Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisahdari gugus N oleh atom C atau ekivalennya. Pemedekan rantai dapat menurunkan aktivitas antagonis H2. Penambahan panjang gugus metilen pada rantai samping turunan guanidin akan meningkatkan kekuatan H2-antagonis tetapi senyawamasih mempunyai efek persialagonis yang tidak diinginkan. Penggantian 1 gugus metilen (-CH2-) pada rantai samping dengan isosteik tioeter (-S-) meningkatkan aktivitas antagonis. C. Modifikasi pada gugus N Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidin yang bersifat basa kuat (Na-guanilhistamin) ternyata menghasilkan efek H2-antagonis lemah, dan masih bersifat parsial agonis. Sifat basis senyawa (pKa = 13,6) menyebabkan senyawa terionisasi sempurna pada pH fisiologis. Histamin (pKa =5.9)di dalam tubuh hanya 3% terionkan.

Penggantian gugus guanidin yang bermuatan positif dengan gugus tiourea yang tidak bermuatan atau tidak terionisasi pada pH tubuh dan bersifat polar, serta masih mampu membentuk ikatan hidrogen, seperti padaburimamid, akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek H2-antagonis 100 kali lebih kuat dibanding Na-guanilhistamin.

2. Reseptor Dopamin Dopamin adalah senyawa alami tubuh yang memiliki peran penting pada proses pengiriman sinyal di dalam otak. Dopamin juga tersedia sebagai obat. Pemberian senyawa ini merupakan salah satu penanganan syok yang diakibatkan oleh kondisi tertentu, seperti gagal jantung, gagal ginjal, pasca trauma, atau serangan jantung. Dopamin bekerja dengan meningkatkan kekuatan pompa jantung dan aliran darah ke ginjal. A. Bentuk Sediaan dan Cara Penggunaan

Dopamin tersedia dalam bentuk sediaan injeksi. Dopamin disuntikkan pada vena melalui IV. Pernapasan, tekanan darah, kadar oksigen, fungsi ginjal, dan tanda vital lain akan dimonitor ketat saat pasien menerima dopamin. Untuk memastikan Dopamin membantu kondisi dan tidak memberikan efek berbahaya, sel darah dan fungsi ginjal perlu sering diperiksa. Jadwal kontrol untuk pemeriksaan darah atau urin pasien penerima dopamin tidak boleh terlewatkan.Ikuti aturan yang diberikan oleh dokter atau apoteker sebelum memulai pengobatan. B. Dosis Dosis awal penggunaan dopamin adalah 2-5 mcg/kgBB per menit, melalui infus. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap hingga 5-10 mcg/kgBB per menit. C. Indikasi Injeksi Dopamin (Intropin) digunakan untuk mengobati beberapa kondisi, seperti tekanan darah rendah, yang terjadi saat syok, akibat serangan jantung, trauma, pembedahan, gagal jantung, gagal ginjal, dan kondisi medis serius lainnya. D. Kontraindikasi Hipertiroidisme, feokromositoma, takiaritmia, fibrilasi ventrikel, glaukoma sudut sempit, adenoma prostat E. Efek Samping Reaksi orang terhadap sebuah obat dapat berbeda-beda. Berikut ini adalah beberapa efek samping yang mungkin timbul setelah menggunakan dopamin: 

Sakit kepala



Gelisah



Mual dan muntah



Menggigil

Diskusikan kembali dengan dokter jika penggunaan dopamin menyebabkan keluhan berupa: 

Sakit dada



Gangguan pada tekanan darah



Gangrene



Gangguan irama jantung



Sesak napas



Demam

F. Hubungan Struktur dan Aktivitas

Dopamine merupakan hasil dari biosintesis dalam tubuh (terutama oleh jaringan saraf dan medulla kelenjar adrenal), perata oleh hidroksilasi dari asam Lamino tirosin L-dopa melalui enzi tirosin 3-monooxygenase yang juga dikenal sebagai hidroksilase tirosin, dan kemudian oleh dekarboksilasi L-dopa oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (yang seringa disebut sebagai dekarboksilase dopa). Dalam beberapa neuron, dopamine diproses lebih lanjut menjadi norepinefrin oleh dopamine beta hidroksilase. Dalam neuron dopamine dikemas setelah disintesis menjadi vesikula yang kemusian dilepaskan ke sinaps dalam menanggapi suatu potensial aksi presynaptic.

Related Documents


More Documents from ""

Tugas Kimia Medisinal Ii
October 2019 20