Kimia Medisinal Fix-1.docx

  • Uploaded by: Tira Usman
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kimia Medisinal Fix-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,075
  • Pages: 13
lKIMIA MEDISINAL HUBUNGAN STRUKTUR, KELARUTAN DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT PERTANYAAN-JAWABAN Pertanyaan Kel. 1

: Mengapa senyawa seri homolog bisa terdisosiasi?

Kel. 2

: Apa perbedaan mekanisme struktur spesifik dan non-spesifik

Kel. 4

: Mengapa terjadi perubahan struktur pada aktivitas biologis?

Kel. 5

: Bagaimana hubungan struktur dan koefisien partisi?

Kel. 6

: Apakah perubahan struktur dapat meningkatkan kelarutan?

Kel. 7

: Apakah yang dimaksud garis kejenuhan dan apakah faktor yang menyebabkan terjadinya garis kejenuhan?

Ibu Dosen

: a. Bagaimana bentuk terionisasi dari turunan barbiturat yang dihubungkan dengan koefisien partisi? b. Mekanisme pro-drug dalam meningkatkan kelarutan?

Jawaban Kelompok 1 (Noviyanti Kai) Konstanta

disosiasi

(pKa)

adalah

konstanta

yang

menunjukkan

kesetimbangan spesifik dari peristiwa yang reversible, yaitu peristiwa molekul yang berdisosiasi menjadi bentuk utuh atau ion dalam suatu medium. Nilai ini merupakan informasi karakteristik yang menggambarkan status dari suatu senyawa apakah dalam bentuk utuh atau terion, dalam suatu kondisi pH lingkungan (Zhou et al, 2008). Konstanta ionisasi sangat membantu dalam orientasi senyawa obat dari sifat biofarmasetik seperti lokasi absorbsi, distribusi dalam tubuh dan ekskresi, serta dari segi formulasi sebagai informasi kestabilan senyawa (Ravichandiran et al, 2011). Disosiasi suatu senyawa dapat terjadi karena adanya peristiwa ionisasi dimana terjadi pemisahan suatu molekul menjadi atom-atom penyusunannya.

Ionisasi didefinisikan sebagai proses terlepasnya elektron suatu atom atau molekul dari ikatannya (Prasetyo, A dkk., 2015). Dalam kimia, suatu seri homolog adalah serangkaian senyawa organik dengan sama rumus umum , memiliki sifat kimia yang mirip karena adanya sama kelompok fungsional , dan menunjukkan gradasi dalam sifat fisik sebagai akibat dari peningkatan ukuran molekul dan massa ( melihat massa molekul relatif ). Sebagai contoh, etana memiliki titik didih lebih tinggi dari metana karena memiliki lebih gaya Van der Waals (gaya antar) dengan molekul tetangga. Hal ini disebabkan kenaikan jumlah atom yang membentuk molekul. Senyawa organik dalam seri homolog yang sama bervariasi oleh CH 2.Pada beberapa seri homolog senyawa sukar terdisosiasi (Siswandono dan Bambang Soekardjo,1998). Hal ini dikarenakan pada senyawa seri homolog, pemecahan molekul sebagai akibat adanya pemutusan ikatan, biasanya terjadi pada ikatan C-C, C-O, C-S maupun CN, tergantung pada jenis ikatan yang terdapat dalam senyawa organik yang akan direduksi. Apabila pemutusan yang terjadi adalah pemutusan ikatan C-O, maka reaksi hidrogenolisis yang terjadi disebut dengan reaksi hidrodeoksigenasi. Salah satu contoh adanya pemutusan ikatan CO adalah reaksi hidrogenolisis alkohol. Reaksi ini akan mudah terjadi apabila R pada alkohol berupa gugus fenil, karbonil atau karbalkoksi(Utomo, 2008).

Kelompok 2 (Noviyanti Kai) Perbedaan struktur non-spesifik dan spesifik (Siswandono dan Bambang Soekardjo,1998) Struktur Non-Spesifik 1. Senyawa dengan strutkur kimia bervariasi 2. Tidak berinteraksi dengan reseptor spesifik 3. Aktivitas biologisnya tidak secara langsung dipengaruhi oleh struktur kimia tetapi lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia fisika, seperti derajat ionisasi, kelarutan, aktivitas termodinamik, tegangan permukaan dan redoks potensial Struktur Spesifik 1. Senyawa yang memberikan

efeknya dengan mengikat reseptor atau

aseptor yang spesifik 2. Bekerja pada enzim dan membran 3. Antagonis 4. Menekan fungsi gen Kelompok 4 (Noviyanti Kai) Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan aktivitas biologis dari senyawa seri homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan proses absorpsi obat. Hal ini penting karena intensitas aktivitas biologis obat tergantung pada derajat absorpsinya (Siswandono dan Bambang Soekardjo,1998). Overton (1901), mengemukakan konsep bahwa kelarutan senyawa organik dalam lemak berhubungan dengan mudah atau tidaknya penembusan membran sel. Senyawa nonpolar bersifat mudah larut dalam lemak, mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus membran sel secara difusi pasif.

Barbitrat

Asam Alilbarbiturat

Fenobarbiturat

Aprobarbiturat

Butabarbital

Perbedaan struktur pada turunan senyawa seri homolog salah satunya barbiturat akan berpengaruh terhadap aktivitas bilogis yaitu terletak pada rantai samping dimana rantai samping yang bersifat polar atau larut air akan semakin sulit untuk

menembus membran semakin kecil koefisien partisi sehingga semakin kecil pula kemampuan untuk terabsorbsi melewati membran. Begitu pula sebaliknya ketika rantai samping turunan seri homolog bersifat lipofilik atau non-polar maka akan semakin tinggi log p sehigga persen kadar yang dapat terpenetrasi semakin banyak. Contoh pada barbiturat dimana semakin non-polar turunan barbiturat (heksetal dan sekobarbital) semakin baik koefisien partisinya semakin banyak pula persen yang terabsorbsi dan begitu pun sebaliknya.

Berikut ini contoh perbedaan rantai samping dan polaritasnya terhadap aktivitas bilogis suatu obat.

Kelompok 5 (Sitira H Usman) Kelarutan obat dalam suatu pelarut tertentu dipengaruhi oleh struktur kimia obat tersebut. Oleh karena itu nilai log keofisien partisi (log P) sering digunakan sebagai parameter yang menghubungkan antara struktur kimia obat dan aktivitas

biologis (Siswandono, 1995). Nilai log P yang besar menunjukan lipofisitas yang besar, dengan demikian senyawa akan mudah menembus membran biologis dan sebaliknya (Aryani, 2005). Hubungan struktur dan aktivitas obat untuk memberikan efek biologis dapat dijabarkan seperti pada proses absorbsi dimana senyawa yang mengandung gugus hidrofilik lebih mudah terdisolusi dengan baik didalam medium / cairan lambung atau usus dibanding senyawa yang bersifat lipofilik. Sedangkan untuk dapat menembus membran suatu senyawa harus bersifat lipofobik agar dapat menembus membran dengan baik karena kesamaan struktur dimana suatu membran dibungkus oleh gugus lipofilik.

Kelompok 6 Overton

(1901),

mengemukakan

konsep

bahwa

kelarutan

senyawa

organikdalam lemak berhubungan dengan mudah atau tidaknya penembusan membransel. Senyawa nonpolar bersifat mudah larut dalam lemak, mempunyai nilaikoefisien partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus membran selsecara difusi pasif. Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut (Effendi, 2003). Kelarutan dipengaruhi oleh pengionan struktur dan ukuran molekul stereokimia dan struktur elektronik. Semuanya akan mempengaruhi antar aksi pelarut dan terlarut, seperti pada bagian terdahulu, air membentuk ikatan hydrogen dengan ion atau dengan senyawa non ionik, sedangkan polar melalui gugus –OH, -NH, atau dengan pasangan elektron tak mengikat pada atom oksigen atau nitrogen. Ion atau molekul akan memperoleh sampel hidrat dan akan memisah dari bongkahan zat padat dan artinya melarut (Thomas, 1992).

Jadi pengubahan struktur dengan penambahan gugus-gugus polar seperti – OH, -NH atau dengan pasangan elektron tak mengikat pada atom oksigen atau nitrogen. Contohnya pada Gliserol dan Propilen Glikol:

Gugus Gliserol

Gugus Propilen Glikol

Kelarutan dipengaruhi oleh komponen hidrofilik. Komponen hidrofilik adalah komponen yang suka air atau larut dalam air, menurut Zulferiyenni et al (2014) bahwa gliserol adalah komponen yang larut dalam air. Semakin tinggi nilai hidrofilik suatu bahan maka kelarutannya akan semakin tinggi. Contoh penggunaan peningkat kelarutan yaitu pada kelarutan edible film dimana kelarutannya meningkat seiring bertambahnya konsentrasi gliserol. Gliserol adalah komponen yang larut dalam air. Sehingga penambahan gliserol mampu meningkatkan kelarutan film. Semakin tinggi sifat hidrofilik suatu bahan maka kelarutannya juga akan semakin tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gliserol maka akan semakin tinggi pula kelarutan film. Hal ini sesuai pendapat Coniwanti, dkk.(2014) bahwa pengaruh peningkatan konsentrasi gliserol akan semakin meningkatkan kelarutan edible film.

Kelompok 7 (Noviyanti Kai) Garis kejenuhan adalah garis yang menyatakan keadaan dimana tingkat kelarutan dan panjang rantai dari suatu struktur senyawa dalam keadaan seimbang. Senyawa di bawah “garis kejenuhan” menunjukkan bahwa pada kadar tersebut larutan jenuhnya dapat menimbulkan efek antibakteri, sedang di atas “garis kejenuhan” senyawa tidak mempunyai kelarutan yang cukup untuk memberikan efek bakterisid (Siswandono dan Bambang Soekardjo,1998).

Faktor yang mempengaruhi adalah jumlah atom C dimana pada jumlah atom C1-C7(pada seri homolog n-alifatik alkohol primer) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Bacillus thyposus yang semakin meningkat dan mencapai maksimum pada jumlah atom C = 8 (oktanol). Hal ini disebabkan makin panjang rantai atom C, makin bertambah bagian molekul yang bersifat non polar, koefisien partisi lemak/air meningkat, penembusan senyawa ke dalam membran bakteri meningkat, sehingga aktivitas antibakteri juga meningkat, sampai tercapai aktivitas maksimum. Pada jumlah atom C lebih besar 8, aktivitas menurun secara drastis. Hal ini disebabkan senyawa mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil, yang berati senyawa praktis tidak larut dalam cairan luar sel, sedang kelarutan senyawa dalam cairan luar selberhubungan dengan proses transpor obat ke tempat aksi atau reseptor (Siswandono dan Bambang Soekardjo,1998).

Pertanyaan Ibu Dosen (Meli Cahayani Dalu) a.

Bentuk terionisasi dari turunan barbiturat

Turunan barbiturat yaitu alobarbital, barbital, butalbital, dan fenobarbital biasanya diberikan dalam bentuk garam natrium untuk meningkatkan kelarutan dalam air sehingga obat dapat dengan mudah menembus membran permeabel

pada

proses

absorbsi.

Kelarutan

barbiturat

sangat sukar larut dalam air, larut dalametanol (95%) P, dalam eter P, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam larutan alkali karbonat Ionisasi berhubungan dengan proses penembusan obat kedalam membran biologis dan interaksi obat dan reseptor. Kekuatan maksimum golonganbarbituat terjadi pada koefisien partisi antara fase lipid dan air (oktanol-air) mendekati 100 (log P = 2) (Daniels and Jogersen, 1992). Untuk menimbulkan aktivitas biologis, pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi.

Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi bertambah besar, bentuk tak terionisasi bertambah kecil, sehingga jumlah obat yang menembus membran biologis semakin kecil. Akibatnya, kemungkinan obat untuk berinteraksi dengan reseptor semakin rendah dan aktivitas biologisnya semakin menurun. b.

Kelarutan prodrug terhadap aktivitas biologis obat (Sitira H Usman) Kelarutan bahan obat dapat diperbaiki melalui rekayasa bahan dan pendekatan formulasi. Rekayasa bahan melalui modifikasi molekul secara kimia seperti pembentukan kompleks atau pembentukan prodrug dapat meningkatkan kelarutan senyawa obat, sedangkan pendekatan formulasi untuk meningkatkan kelarutan senyawa obat dapat dilakukan dengan rekayasa keadaan padat, modifikasi kristal, dispersi padat, mikroemulsi, dengan menambahkan kosolven atau surfaktan dalam formulasinya, dengan pembentukan garam, dan pembentukan kompleks (Desh Raj et al., 2011; Kawabata et al., 2011; Monohanachandran et al., 2010; Stegemann et al., 2007; Blagden et al., 2007). Dewasa ini pembentukan prodrug dengan menambahkan gugus polar pada senyawa yang bersifat lipofilik merupakan cara lama

yang kembali digunakan (Sinko, 2011; Stella et

al.,

2007;Dresmann, 2007). Prodrugmerupakanderivatmolekulobat

yang

mengalamibiotransformasienzimatisataukimiamenjadisenyawabentukaktifdal amtubuh, sebelummemberikanefekfarmakologi.Pelepasanbentukaktifobatdikendalikand andapatterjadisebelum,

selamaatausetelahabsorbsiataupadatempataksiobat

yang spesifiktergantungdaritujuanrancanganobat (Stella et al., 2007; Rautio et al.,

2008).

Promoietymerupakansuatugugusfungsional,

digunakanuntukmemodifikasistruktur

yang

aktifsecarafarmakologi.

Promoeity yang digunakanidealnyaamandansegeradiekskresikandaritubuh. Promoeity

yang

akandireaksikandiseleksiberdasarkansifat

ingindiperbaikidarisenyawainduknya. guguspromoeity

yang

Ilustrasimengenaigugusyang

dapatdibuatmenjadisenyawaprodrugdengansenyawaobat memilikigugusfungsitertentudapatdilihatpadaGambar

yang 2.3.

yang

Senyawainduk bersifatlipofilik,

mempunyaikemampuanmenembusmembranbiologisbesarakantetapikelarutan nyadalam

air

kecil.

Sebaliknyasenyawainduk

mempunyaikelarutan

yang bersifathidrofilik,

yang

besar,

akantetapikemampuanmenembusmembranbiologiskecil

(Rautiob

et

al.,

2008). Pendekatanprodrugtelahberhasildigunakanuntukmengatasikelarutanbahanobat yang

rendahdalam

air

ataubioavailabilitas

yang

tidakmenentu.

Denganmemodifikasisenyawaindukdengansuatugugus

polar

makakelarutansenyawaobat yang rendahdalam air akandapatditingkatkan (Stegemann et al., 2007; Stella et al., 2007; Rautio a et al., 2008). Pendekatanprodrugpadaumumnyadidasarkanpadabiotranformasikimiaataubio kimiamenjadibentukaktifsebelummencapaitempataksi. Pendekataninikhususnyabermanfaatbagisediaanintravenakarenaprodrug yang larut

air

direkonstitusisebelumdigunakan,

yang

dengancepatberubahmenjadibentukaktifsenyawainduknya. Bagisediaan oral, perubahandalamsalurancernabiasanyaterjadisebelumfaseabsorbsi, danselanjutnyabahanobat

yang

tidaklarutmengendapdarilarutandalamsalurancerna.

Akan

tetapibentukprodrugmasihmenguntungkanolehkarena

(i)

kelarutanlebihcepattercapaisehinggamenghasilkankecepatantransporawallebih cepat,

(ii)

dosisobatmungkincukupkecilsehinggasekaliberadadalambentuklarutanakantet apdalambentuklarutanterutamamengingatadanyasurfaktan dalamsalurancerna,

dan

di (iii)

bentukendapanobatmungkinberadadalambentuksangathalussehinggalebihmud ahmelarut (Yalkowsky, 1981). Pendekatanprodrug yang digunakandisesuaikandengansifat-sifatfisikokimia, farmasetika, biofarmasetikadanataufarmakokinetika yang akandiperbaiki.

Duapendekatanprodrug

yang

ditujukanuntukmeningkatkankelarutansenyawasukarlarutdalam air adalah: (1) menurunkantitiklebursenyawaindukdenganderivatisasidan/ menambahkanpromoiety

polar/yang

Prodrug-prodruglarut

air

atau

(2)

dapatterionkanpadasenyawainduk.

padaumumnyadidapatpadagugusfosfat,

suksinatatauasam amino darigugushidroksil (Stella danNtiAddae, 2007; Roche, 1987). Fenitoinmerupakansenyawaasamlemah yang sukarlarutdalam air (pKa 8,3), memilikigugusimidadalamstrukturmolekulnya.

Denganmenggantikansatu

proton NH tipeimidadengansuatugugusfosfonooksimetilmembentukprodrug yang

dikenalsebagaifosfenitoin.

Fosfenitoinmerupakansalahsatubentukprodrug mampumeningkatkankelarutanfenitoindari

20-25

yang µg/mL

menjadi

140

mg/mL.Selainitufosfenitoinjugamemberikanbioaavailabilitasdanprofilkeaman anlebihbaikdibandingkanbentukgaramnatriumfenitoin (Rautiobet al., 2008; Stegemann et al., 2007; Stella, 1995).

DAFTAR PUSTAKA Aryani, Ni Luh Dewi. 2005. Penetapan Nilai Parameter Lipofilisitas (Log P, Jumlah Tetapan π Hansch dan Tetapan F Rekker) Asam Pipemidat. Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi Comelia, Melanie., dkk. 2012. “Pengaruh Penambahan Pati Bengkoang Terhadap Karakteristik Fisik Dan Mekanik Edible Film”, Jurnal Kimia Kemasan 34, No.2. Desh Raj S, Amit JA, Amit T, 2011. Solubilization of Poorly Soluble Drugs : A Review, IJPSR, II(I): 91-99. Dressman J, 2007. Drug Solubility : How to measure it, how to improve it, Adv. Drug Dev. Rev., 59: 531-532. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius Kawabata Y, Wada K, Nakatani M, Yamada S, and Onoune S, 2011. Formulation design for poorly water-soluble drugs based on biopharmaceutics

classification system : Basic approaches and practical applications. Int J. Pharm., 420: 1-10. Rautio J, Kumpulainen H, Heimbach T, Oliyai R, Oh D, Jarvinen T, and Savolainen J, 2008. Prodrugs : design and clinical applications, Nature, 7: 255-270. Ravichandiran, V., Devarajan V, dan Masilamani K., 2011, Determination of Ionization Constant (pKa) for Poor Soluble Drugs by Using Surfactant: a Novel Approach, Der Pharmacia Lettre, 3 (4): 183-192. Sinko P and Singhy, 2011. Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences : Physical Chemical and Biopharmaceutics Principles in the Pharmaceutical Sciences, 6th Ed, Lippincott Wiliams & Wilkins. Siswandono dan Bambang Soekardjo.1998. Eds. P. Prinsip-Prinsip Rancangan Obat , Surabaya : Airlangga University Press Stegemann S, Leveiller F, Franchi D, de jong H, Linden H, 2007. When poor solubility becomes an issue : From early stage to proof of concept,Eur J. Pharm Sci, 31: 249-261. Stella VJ, Borchard RT, Hagoman MJ, 2007. Prodrugs : Challenges and Rewards, Part 1, APPS Press, 135-140. Thomas. 1992. Tanaman Obat Tradisional 2. Yogyakarta: Kanisius William Reusch. 2016. Nomenclature - Alkanes. Virtual Textbook of Organic Chemistry. Yawkolsky SH, 1981. Techniques of Solubilization of Drug, Marcel Dekker Inc, New York, 183-211. Zhou, X., et.al., 2008.Building Clinical Data Warehouse for Traditional Chinese Medicine Knowledge Discovery. Jurnal International Conference on BioMedical Engineering and Informatics Zulferiyenni et al. 2014. “Pengaruh Konsentrasi Gliserol dan Tapioka Terhadap Karakteristik Biodegradabel Film Berbasis Ampas Rumput Laut”, JurnalTeknologi dan Industri Hasil Pertanian 19, No.3.

Related Documents


More Documents from ""