TUGAS KAPITA SELEKTA KRIMINOLOGI
DISUSUN OLEH
M. BILAL BAIHAQI 11010116130368 HK. KAPSEL KRIMINOLOGI (A)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO 2019
CABULI ANAK DI BAWAH UMUR, SEORANG MAHASISWA DI ACEH DIJERAT HUKUMAN CAMBUK
BLANGPIDIE, KOMPAS.com - Kepolisian Aceh Barat Daya menjerat seorang mahasiswa berinisial MJ dengan Qanun Jinayat dengan hukuman cambuk 90 kali, karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak bawah umur. Kasat Reskrim Polres Abdya AKP Misyanto di Blangpidie, Jumat (7/10/2016) mengatakan, tersangka yang merupakan warga Desa Alue Jerjak, Kecamatan Babahrot itu melakukan pelecehan terhadap korban, warga Desa Geulanggang Gajah, Kecamatan Kuala Batee sebanyak empat kali sejak 2015 hingga terakhir kali pada Juli 2016. Menurut Misyanto, kasus pelecehan seksual terhadap anak bawah umur tersebut terbongkar setelah pihak keluarga korban merasa curiga dengan gelagat anaknya dan akhirnya melaporkan kepada pihak kepolisian. Setelah mendapatkan pengaduan, kepolisian langsung membawa korban ke rumah sakit umum daerah untuk menjalani visum dokter dan hasilnya positif bahwa korban telah dicabuli. Menurut pengakuan korban, kata dia, awalnya mereka berdua menjalin hubungan pacaran kemudian terjadilah perbuatan pelecehan seksual sebanyak empat kali sejak 2015 hingga yang terakhir pada Juli 2016. "Menurut pengakuan korban, kasus pencabulan tersebut ada yang berlangsung di rumah tersangka di Desa Alue Jerjak, Kecamatan Babahrot dan ada juga di rumah korban sendiri di Desa Geulanggang Gajah, Kecamatan Kuala Batee," katanya.
Aparat kepolisian menangkap pelaku untuk menjalani proses hukuman sebagaimana yang tercantum dalam Qanun Jinayat atau peraturan daerah tentang pidana pencabulan anak di bawah umur di Provinsi Aceh. Terhadap perkara ini pelaku dijerat dengan pasal 47 Qanun nomor 6 tahun 2014 yang berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah pemerkosaan anak diancam dengan "uqubat tazir" cambuk paling banyak 90 kali atau denda paling banyak 900 gram emas murni atau penjara paling lama 90 bulan. https://regional.kompas.com/read/2016/10/07/11010051/cabuli.anak.di.bawah.umur.seorang.mahasis wa.di.aceh.dijerat.hukuman.cambuk.
ANALISIS KASUS PELECEHAN SEKSUAL DENGAN TEORI KRIMINOLOGI Melihat kasus pelecehan seksual ini, banyak sekali hal-hal yang selaras (cocok) dengan beberapa teori yang telah kita pelajari dalam ilmu kriminologi. Mari coba kita hubungkan kasus
pelecehan
seksual
ini
dengan
beberapa
teori
di
bawah
ini
:
1. Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory) Inti dari teori ini yaitu pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab serta dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Bagian penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi dalam pergaulan intim dengan mereka yang melakukan kejahatan, yang berarti dalam relasi langsung di tengah pergaulan.
pidana yang dilakukan oleh soerang mahasiswa di Aceh Barat Daya. Pelaku telah melakukan kejahatan pelecehan terhadap korban sebanyak empat kali seja tahun 2015 hingga terakhir kali juli 2016. Menurut pengakuan korban, kata dia, awalnya mereka berdua menjalin hubungan pacaran kemudian terjadilah perbuatan pelecehan seksual sebanyak empat kali sejak 2015 hingga 2016. Nah dari fakta ini penulis menghubungkan dengan teori Asosiasi deferensial yang menegaskan perilaku
jahat
tidak
diwarisaka
tapi
dipelajari
melalui
pergaulan
yang
akrab.
Dalam teori ini juga menegaskan dalam tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi, Proses mempelajari perilaku kriminal melalui pergaulan dengan pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang berlaku dalam setiap proses belajar. Dalam hal ini menjelaskan bahwa perilaku pelaku tidak hanya didasarkan oleh pergaulan tetapi oleh hal lain seperti melihat video porno melalui media internet untuk mempelajari sesuatu. Dari beberapa kasus, terdapat beberapa fakta yang sangat miris, umur dari pelaku kejahatan tidak minim dari kalangan belasan tahun bahkan dalam kasus yang terjadi di bengkulu, tujuh tedakwa pemerkosaan siswi SMP divonis 10 tahun penjara. Hukuman terhadap ketujuh terdakwa itu sesuai dengan tuntutan jaksa pada sidang sebelumnya. Adapun landasan yang digunakan ialah uu perlindungan anak. Ketujuh pelaku ialah anak dibawah umur, nah hal ini sangat miris dan hal ini juga disebabkan dari lingkungan pelaku yang mungkin sering menonton vidio porno.
2. Teori Kontrol Sosial (Social Control Theory) Landasan berpikir teori ini adalah tidak melihat individu sebagai orang yang secara intriksik patuh pada hukum, namun menganut segi pandangan antitesis di mana orang harus belajar untuk tidak melakukan tindak pidana. Mengingat bahwa kita semua dilahirkan dengan kecenderungan alami untuk melanggar peraturan-peraturan di dalam masyarakat, delinkuen di pandang oleh para teoretisi kontrol sosial sebagai konsekuensi logis kegagalan seseorang untuk mengembangkan larangan-larangan ke dalam terhadap perilaku melanggar hukum.
Secara garis besar teori ini bermakna melakukan kejahatan adalah pilihan sadar dari pelaku kejahatan karean buktinya ada orang yang taa terhadap hukum. Terdapat empat unsur kunci dalam teori kontrol sosial mengenai perilaku kriminal menurut Hirschi (1969), yang meliputi:
a. Kasih Sayang Kasih sayang ini meliputi kekuatan suatu ikatan yang ada antara individu dan saluran primer sosialisasi, seperti orang tua, guru dan para pemimpin masyarakat. Akibatnya, itu merupakan ukuran tingkat terhadap mana orang-orang yang patuh pada hukum bertindak sebagai sumber kekuatan positif bagi individu. Apa yang terjadi kepada pelaku sehingga mengalami kelainan seksual (Pedofil) dikarenakan kurangnya kasih sayang atau perhatian dari orang-orang disekitar pelaku pelaku seperti orang tua, guru, atau pemimpin masyarakat. Sebab menurut teori ini seperti sudah dijelaskan diatas setiap orang memiliki kecenderungan untuk melakukan kejahatan tetapi jika ia mendapat perhatian atau kasih saying dari orang sekitarnya maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai alat pencegah dalam melakukan hal tersebut. Dalam kasus yang telah tertera dalam tulisan ini, terdapat latarbelakang pelaku ialah seorang ayah tiri dari pelaku, seperti kasus yang terjadi di Bekasi dan Pontianak. b. Komitmen Sehubungan dengan komitmen ini, kita melihat investasi dalam suasana konvensional dan pertimbangan bagi tujuan-tujuan untuk hari depan yang bertentangan dengan gaya hidup delinkuensi. Sehingga dapat dianalogikan seperti ikatan dalam pengetahuan masing-masing orang bahwa jika kita melakukan perbuatan-perbuatan kejahhatan dan bertentangan dengan norma-norma
yang ada dalam masyarakat dapat menyebabkan rusaknya masa depan mereka akibat tindakan mereka tersebut. Hal itulah yang tidak dipahami dan diresapi dengan baik baik oleh pelaku kejahatan ini. c. Keterlibatan Keterlibatan, yang merupakan ukuran kecenderungan seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan konvensional mengarahkan individu kepada keberhasilan yang dihargai masyarakat. Menyibukkan diri dengan perbuatan-perbuatan yang positif dapat menghindarkan orang untuk melakukan perbuatan kejahatan, hal tersebut yang mungkin tidak dilakukan oleh pelaku sehingga mereka terdorong kepada nafsu mereka dan melakukan perbuatan tersebut. d. Kepercayaan Akhirnya kepercayaan memerlukan diterimanya keabsahan moral norma-norma sosial serta mencerminkan kekuatan sikap konvensional seseorang. Jika dikaitkan dengan kasus diatas dapat kita lihat bahwa apa yang terjadi pada pelaku mungkin dikarenakan kurangnya memahami kepercayaan yang mereka anut. Sebab tidak ada kepercayaan manapun didunia ini yang tidak melarang perbuatan tersebut.