TRAUMA CAPITIS RINGAN (TCR)
SUKRAWATI D.14.02.033 PERAWATAN BEDAH
Preseptor Institusi
Preseptor Klinik
PROGRAM STUDI NERS STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA 2015
TRAUMA CAPITIS RINGAN (TCR)
A. KONSEP MEDIS a. Definisi Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri. Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Menurut David A Olson dalam artikelnya cedera kepala didefenisikan sebagai beberapa perubahan pada mental dan fungsi fisik yang disebabkan oleh suatu benturan keras pada kepala. b. Klasifikasi Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi . Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas; 1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada protuberans tulang tengkorak . 2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan. Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi; 1) Fraktur tengkorak; 2) Lesi intrakranial;
c. Patofisiologi Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
f. Mekanisme Klinis Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. : a. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) b. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
g.Pemeriksaan penunjang a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma. c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
h. Komplikasi 1. Koma . Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh. 2. Seizure. Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurangkurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy. 3. Infeksi. Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain 4. Kerusakan saraf. Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda . 5. Hilangnya kemampuan kognitif. Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran. 6. Penyakit Alzheimer dan Parkinson. Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
i. Penatalaksanaan 1. Obesrvasi 24 jam 2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. 4. Anak diistirahatkan atau tirah baring. 5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. 6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. 7. Pemberian obat-obat analgetik. 8. Pembedahan bila ada indikasi.
B. KONSEP KEPERAWATAN a. Pengkajian o Riwayat kesehatan waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. o Pemeriksaan Fisik -
Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
-
Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
-
Sistem saraf : Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan
penurunan
fungsi
saraf
kranial.
Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang. -
Sistem pencernaan Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
-
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
-
Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
-
Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
-
b. Diagnosa,Intervensi dan Rasional Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1.Gangguan
Tidak terjadi
pola nafas b/ d
gangguan pola
irama, kedalaman
menunjukan komplikasi
obstruksi
nafas setelah
pernafasan. Catat
pulmonal atau
trakeobronkial,
dilakukan tindakan
ketidakteraturan
menandakan lokasi/
neurovaskuler,
keperawatan selama
pernafasan.
luasnya keterlibatan
kerusakan
2x 24 jam dengan o Angkat kepala tempat
otak. Pernafasan lambat,
medula
KH :
tidur sesuai aturan
periode apneu dapat
posisi miring sesuai
menendakan perlunya
indikasi.
ventilasi mekanis.
oblongata.
o Memperlihatkan pola nafas normal/ efektif, bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien.
o Pantau frekuensi,
Rasional
o Anjurkan pasien
·
·
Perubahan dapat
Untuk memudahkan
untuk latihan nafas
ekspansi paru dan
dalam yang efektif
menjegah lidah jatuh
jika pasien sadar.
yang menyumbat jalan
o Auskultasi suara nafas. Perhatikan
nafas. ·
daerah hipoventilasi
Mencegah/ menurunkan atelektasis.
dan adanya suara- ·
Untuk
suara tambahan yang
mengidentifikasi adanya
tidak normal.
masalah paru seperti
(krekels, ronki dan
atelektasis, kongesti
whiszing).
atau obstruksi jalan
o Kolaborasi untuk
nafas yang
pemeriksaan AGD,
membahayakan
tekanan oksimetri.
oksigenasi serebral atau
o Berikan oksiegen
menandakan adanya
sesuai indikasi.
infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi pada cidera kepala). ·
Menentukan
kecukupan oksigen, keseimbangan asambasa dan kebutuhan akan terapi. ·
Mencegah hipoksia, jika pusat pernafasan tertekan. Biasanya dengan mnggunakan ventilator mekanis
2.Gangguan
Gangguan perfusi o Pantau status
perfusi jaringan
jaringan tidak dapat
neurologis secara
kecenderungan pada
b/ d oedema
diatasi setelah
teratur
tingkat kesadaran dan
cerebri,
dilakukan tindakano Evaluasi kemampuan
potensial peningkatan
meningkatnya
keperawatan selama
membuka mata
TIK dan bermanfaat
aliran darah ke
2x 24 jam dengan
(spontan, rangsang
dalam menentukan
otak.
KH :
nyeri).
lokasi, perluasan dan
o Mampu mempertahankan tingkat kesadaran o Fungsi sensori dan motorik membaik.
·
o Kaji respon motorik
perkembangan
terhadap perintah yang sederhana.
kerusakan SSP ·
o Pantau TTV dan catat hasilnya.
Mengkaji adanya
·
o Anjurkan orang
Menentukan tingkat kesadaran Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan
terdekat untuk
kemampuan untuk
berbicara dengan
berespon pada
klien
rangsangan eksternal.
o Kolaborasi pemberian·
Dikatakan sadar bila
cairan sesuai indikasi
pasien mampu meremas
melalui IV dengan
atau melepas tangan
alat kontrol
pemeriksan ·
Peningkatan tekanan darah sistemik yang
diikuti dengan penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK . ·
Peningkatan ritme dan disritmia merupakan tanda adanya depresi atau trauma batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya.
·
Nafas yang tidak teratur menunjukan adanya peningkatan TIK
·
Ungkapan keluarga yang menyenangkan klien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa klien koma yang akan menurunkan TIK
·
Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan Oedema cerebral: meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, tekanan darah (TD) dan TIK
3.Gangguan
Setelah dilakukan o Kaji tanda klinis
·
Deteksi dini dan
keseimbangan
tindakan
dehidrasi atau
intervensi dapat
cairan dan
keperawatan selama
kelebihan cairan.
mencegah kekurangan /
elektrolit b/ d
3 x 24 jam ganguano Catat masukan dan
kelebihan fluktuasi
haluaran urine
keseimbangan
haluaran, hitung
keseimbangan cairan.
dan elektrolit
cairan dan elektrolit
keseimbangan cairan,·
meningkat.
dapat teratasi
ukur berat jenis
dapat menunjukan
dengan KH :
urine.
terjadinya dehidrasi dan
o Menunjukan
o Berikan air tambahan/ bilas selang sesuai
membran mukosa
Kehilangan urinarius
berat jenis urine adalah indikator hidrasi dan
indikasi lembab, tanda vital o Kolaborasi · normal haluaran pemeriksaan lab. urine adekuat dan kalium/fosfor serum, bebas oedema. Ht dan albumin serum.
fungsi renal. Dengan formula kalori lebih tinggi, tambahan air diperlukan untuk mencegah dehidrasi.
·
Hipokalimia/ fofatemia dapat terjadi karena perpindahan intraselluler selama pemberian makan awal dan menurunkan fungsi jantung bila tidak diatasi.
4.Gangguan
Rasa nyeri
rasa nyaman
berkurang setelah
catat intensitasnya,
karakteristik nyeri
nyeri b/ d
dilakukan tindakan
lokasinya dan
merupakan faktor yang
peningkatan
keperawatan selama
lamanya.
penting untuk
tekanan intra
2 x 24 jam dengan o Catat kemungkinan
menentukan terapi yang
kranial.
KH :
cocok serta.
o pasien mengatakan
o Teliti keluhan nyeri, ·
patofisiologi yang khas, misalnya
·
Mengidentifikasi
mengevaluasi
nyeri berkurang.
adanya infeksi,
o Pasien menunjukan
trauma servikal.
skala nyeri pada
o Beri kompres dingin
angka 3.
keefektifan dari terapi. ·
Pemahaman terhadap penyakit yang
pd kpla
mendasarinya
o Ekspresi wajah
membantu dalam
klien rileks.
memilih intervensi yang sesuai. ·
Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
5.Perubahan
Fungsi persepsi
persepsi sensori
sensori kembali
teratur perubahan
bagian atas biasanya
b/ d penurunan
normal setelah
orientasi,
terpengaruh lebih
kesadaran,
dilakukan
kemampuan
dahulu oleh adanya
peningkatan
perawatan selama
berbicara, alam
gangguan sirkulasi,
tekanan intra
3x 24 jam dengan
perasaan, sensori dan
oksigenasi. Perubahan
kranial.
KH :
proses pikir.
persepsi sensori motorik
o mampu mengenali
o Evaluasi secara
dan kognitif mungkin
sensori dengan
akan berkembang dan
sentuhan, panas/
menetap dengan
dingin, benda tajam/
perbaikan respon secara
tumpul dan
bertahap
lingkungan sekitar.
perubahan dalam kemampuannya.
Fungsi cerebral
o Kaji kesadaran
orang dan
o Mengakui adanya
·
kesadaran terhadap · gerakan.
Semua sistem sensori dapat terpengaruh
o Bicara dengan suara
dengan adanya
yang lembut dan
perubahan yang
pelan. Gunakan
melibatkan peningkatan
kalimat pendek dan
atau penurunan
sederhana.
sensitivitas atau
Pertahankan kontak
kehilangan sensasi
mata.
untuk menerima dan
o Berikan lingkungan
berespon sesuai dengan
tersetruktur rapi, nyaman dan buat
stimuli. ·
Pasien mungkin
jadwal untuk klien
mengalami keterbatasan
jika mungkin dan
perhatian atau
tinjau kembali.
pemahaman selama fase
o Gunakan penerangan siang atau malam.
akut dan penyembuhan. Dengan tindakan ini
o Kolaborasi pd
akan membantu pasien
ahlifisioterapi,
untuk memunculkan
terapiokupasi, terapi
komunikasi.
wicara dan terapi
·
kognitif.
Mengurangi kelelahan, kejenuhan dan memberikan kesempatan untuk tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensori).
·
Memberikan perasaan normal tentang perubahan waktu dan pola tidur.
·
Pendekatan antar disiplin ilmu dapat menciptakan rencana panatalaksanaan terintegrasi yang berfokus pada masalah klien
6.Gangguan
Pasien dapat
mobilitas fisik
melakukan
kemampuan dan
kerusakan secara
b/d spastisitas
mobilitas fisik
keadaan secara
fungsional dan
kontraktur,
setelah mendapat
fungsional pada
mempengaruhi pilihan
kerusakan saraf
perawatan dengan
kerusakan yang
intervensi yang akan
motorik.
KH :
terjadi.
dilakukan.
o tidak adanya
o Periksa kembali
o Pertahankan
kontraktur, footdrop. o Ada peningkatan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit. o Mampu
·
·
Mengidentifikasi
Penggunaan sepatu
kesejajaran tubuh
tenis hak tinggi dapat
secara fungsional,
membantu mencegah
seperti bokong, kaki,
footdrop, penggunaan
tangan. Pantau
bantal, gulungan alas
selama penempatan
tidur dan bantal pasir
alat atau tanda
dapat membantu
penekanan dari alat
mencegah terjadinya
tersebut. mendemonstrasikan o Berikan/ bantu untuk· aktivitas yang latihan rentang gerak memungkinkan o Bantu pasien dalam dilakukannya program latihan dan
abnormal pada bokong. Mempertahankan mobilitas dan fungsi sendi/ posisi normal ekstrimitas dan
penggunaan alat
menurunkan terjadinya
mobilisasi.
vena statis.
Tingkatkan aktivitas·
Proses penyembuhan
dan partisipasi dalam
yang lambat seringakli
merawat diri sendiri
menyertai trauma
sesuai kemampuan.
kepala dan pemulihan fisik merupakan bagian yang sangat penting. Keterlibatan pasien dalam program latihan sangat penting untuk meningkatkan kerja sama atau keberhasilan program.
7.Resiko tinggi
Tidak terjadi
infeksi b/ d
infeksi setelah
aseptik dan
menghindari
jaringan trauma,
dilakukan tindakan
antiseptik,
nosokomial infeksi.
kerusakan kulit
keperawatan selama
pertahankan teknik ·
kepala.
3x 24 jam dengan
cuci tangan yang
perkembangan infeksi
KH :
baik.
memungkinkan untuk
o Bebas tanda- tanda infeksi o Mencapai penyembuhan luka tepat waktu
o Berikan perawatan ·
o Observasi daerah
Cara pertama untuk
Deteksi dini
melakukan tindakan
kulit yang
dengan segera dan
mengalami
pencegahan terhadap
kerusakan, daerah
komplikasi selanjutnya.
yang terpasang alat ·
Menurunkan
invasi, catat
pemajanan terhadap
karakteristik drainase
pembawa kuman
dan adanya
infeksi.
inflamasi.
·
o Batasi pengunjung
Terapi profilaktik dapat digunakan pada
yang dapat
pasien yang mengalami
menularkan infeksi
trauma, kebocoran LCS
atau cegah
atau setelah dilakukan
pengunjung yang
pembedahan untuk
mengalami infeksi
menurunkan resiko
saluran nafas atas.
terjadinya infeksi
o Kolaborasi pemberian atibiotik sesuai indikasi.
nosokomial.
DAFTAR PUSTAKA Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2006.Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC. Marilynn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedomanunt uk perencanaan dan pendokum entasian pasi en, ed.3. EGC:Jakarta. Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 3 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2002.