Nama NPM Fakultas Jurusan Agama
: Maryam Hasymia Ishmatullah : 260110170127 : Farmasi : Farmasi : Islam
Kemiskinan dalam Perpektif - Perspektif Kemiskinan adalah ujian akan sebuah semboyan, Bhinneka Tunggal Ika. Kemiskinan ialah sebuah tes akan seberapa besar penerapan Pancasila yang kita lakukan. Namun di atas itu semua, kemiskinan adalah sebab akibat dari kerja seperti apa yang telah tiap orang lakukan dan bagaimana Yang Maha Pengasih menginginkan kita menjadi manusia yang seperti apa. Badan Pusat Statistik (BPS) menujukkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia dengan pengeluaran per kapita setiap bulannya di bawah Garis Kemiskinan sebesar 27,77 juta orang atau sekitar 10,64 % (BPS, 2017). Hal ini menujukkan bahwa presentase kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi. Padahal jika melihat pada Sustainable Development Goals (SGD) yang merupakan kesepakatan negara-negara di dunia tentang pembangunan berkelanjutan dan memiliki total 17 tujuan bahwa yang menjadi tujuan pertama adalah ‘No Poverty’ atau tidak adanya kemiskinan. Kemiskinan menjadi sorotan tentu karena ‘efek domino’ yang sangat terasa. Ketika kemiskinan dialami oleh seseorang maka ia akan susah untuk menjadi tepernuhi baik dari segi kesehatan hingga kesejahteraan. Seolah olah dengan menjadi miskin artinya bahwa seseorang tersebut siap menjadi orang yang tidak sehat dan tidak sejahtera. Karena tidak dipungkiri bahwa untuk menjadi orang sehat dan orang yang sejahtera berarti harus menjadi orang yang baik atau mencukupi dari faktor ekonominya. Menurut saya, salah satu faktor yang menjadikan tingkat kemiskinan di Indonesia sangat tinggi adalah karena harga pangan yang semakin tinggi. Pangan adalah kebutuhan paling esensial bagi seluruh umat manusia, jika harga pangan sudah meningkat, maka hal tersebut dapat dijadikan alasan mengapa jumlah penduduk miskin kian bertambah. Akan tetapi, faktor terbesar yang dapat menurunkan bahkan menghilangkan jumlah penduduk miskin di seluruh dunia, dalam hal ini Indonesia adalah pendidikan. Mengapa pendidikan? Pertama, mari kita melihat kemiskinan yang dibedakan menjadi 4 kategori, yakni:
1. Kemiskinan absolut dimana seseorang tidak memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan dan lain lain. 2. Kemiskinan relatif yang disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang belum menyentuh seluruh lini masyarakat. 3. Kemiskinan kultural yang merupakan kemiskinan dikarenakan faktor dalam diri seperti malas, boros dan kurang berkompeten. 4. Kemiskinan struktural adalah kondisi dimana sulitnya mengakses sumber daya yang ada. (Nasikun, 2001) Jika melihat pada macam macam kemiskinan di atas, terlihat jelas bahwa faktor pendiikan adalahsalah satu hal yang dapat mengubah keadaan seseorang yang awalnya berkekurangan menjadi berkecukupan. Karena dengan pendidikan, seserang yang berada dalam posisi kemiskinan absolut, kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural dapat mengeluarkan diri dari lingkar kemsikinan tersebut.. Begitu pula dengan kebijakan pembangunan, kebijakan yang dapat menyentuh seluruh lini masyarakat adalah kebijakan yang dibuat oleh orang-orang berpendidikandan dan bermoral. Perlu ditekankan di sini bahwa pendidikan di sini bukan hanya tentang pendidikan formal yang dijalani seseorang, tetapi tentang pendidikan yang membuat seseorang mempunyai daya saing dan kreativitas untuk mencari jalan keluar dari kemiskinan. Pendidikan adalah kunci perbaikan Sumber Daya Manusia baik dari segi kompetensi maupun mental. Orang-orang yang berpendidikan akan memiliki keterampilan, keahlian, daya juang dan motivasi yang berebeda dari orang-orang yang tidak berpendidikan dan terjebak dalam “lingkaran setan kemiskinan”. Hal tersebut cocok dengan teori pertumbuhan endogen bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai faktor pendorong yang salah satunya adalah pendidikan (Lucas dan Romer, 1996). Maka selanjutnya adalah pemahaman terhadap penduduk yang termasuk dalam penduduk miskin bahwa pendidikan adalah hal yang dapat mengubah hidup mereka. Termasuk pemahaman ahwa anak keturunan mereka haruslah menjadi orang-orang yang berendidikan. Itulah mengapa dalam Islam sesuai dengan Al Mujadilah ayat 11 bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu. Islam menaruh perhatian yang sangat besar dalam menanggulangi masalah kemiskinan. Dalam menanggulangi kemiskinan, hal yang pertama harus dilakukan adalah melakukan perubahan dari diri sendiri sesuai dengan Al Jumu’ah ayat 9 dengan tidak mengutamakan hal-hal keduniaan namun tidak juga melalaikannya.
Lalu dilanjutkan dengan keluarga yang terdapat dalam surat An Nisa ayat 6 bahwa kita tidak boleh meninggalkan anak keturunan dalam keadaan lemah. Fakta yang terakhir, bahwa Allah mewajibkan orang islam untuk berzakat bagi yang mampu untuk diberikan kepada yang tidak mampu adalah solusi dalam mengatasi kemiskinan, lalu dengan diwajibkannya puasa pada bulan Ramadhan yang selah satu hikmahnya adalah agar orang islam merasakan bagaimana rasanya menahan lapar menunjukkan tingkat kepedulian sosial yang sangat tinggi dan sesuai pula dengan nilai nilai Pancasila. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menunjukkan bahwa kita sebagai bangsa Indonesia harus memiliki kepekaan sosial dan keinginan untuk memberantas kesenjangan sosial demi mencapai ideologi yang kita pegang bersama. Orang-orang miskin yang kerap kali mendapatkan perlakuan tak adil dari orang lain yag rasa kemanusiaannya telah hilang. Hal seerti ini adalah hal yang sangat memprihatinkan sekaligus mengecewakan karena itu berarti nila-nilai pancasila dalam diri juga telah lenyap dalam diri orang tersebut atau bahkan diri kita tanpa kita sadari. Lantas dengan semua masalah kemiskinan ini, saya bertekad dengan spesialisasi saya di bidang kesehatan dan pendidikan untuk terus berjuang bersama dalam memberantas kemiskinan. Memperbaiki paradigma masyarakat mengenai pendidikan dan kesehatan, turun langsung ke lapangan dan mencoba mencari solusi bersama dan berbagai aksi nyata lain.