Prilaku Membaca Dalam Perspektif Sosiobudaya

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Prilaku Membaca Dalam Perspektif Sosiobudaya as PDF for free.

More details

  • Words: 2,553
  • Pages: 10
Mengukur Indeks Prilaku Membaca dalam Perspektif Sosiobudaya

Makalah: Disampaikan dalam Kegiatan Seminar tentang Indeks Baca Di Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas padjadjaran Kamis, 6 September Tahun 2007

Oleh: H. PAWIT M. YUSUP

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas padjadjaran 2007

1Mengukur Indeks Prilaku Membaca dalam Perspektif Sosiobudaya Oleh: 2Pawit M. Yusup

Abstrak Makalah ini membahas sekitar prilaku membaca di kalangan masyarakat, ditinjau dari aspek sosial dan budaya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran mengenai: (1) pola dan prilaku membaca di kalangan penduduk dilihat dari segi karakteristik sosialnya; (2) jenis media yang paling sering dibaca, dan (3) kedudukan media bacaan tekstual dalam kaitannya dengan keberadaan media elektronik dan digital, seperti televisi, VCD, DVD, komputer, dan hp. Hasil survei awal menunjukkan hasil bahwa: (1) kegiatan membaca jarang bahkan hampir tidak pernah dilakukan oleh masyarakat non sekolahan, karena memang jarang sekali tersedia bahan bacaan khususnya tercetak, (2) Media massa cetak seperti surat kabar dan majalah, juga buku, tidak banyak mendapat perhatian penduduk, mereka lebih menyenangi ‘membaca’ media elektronik terutama televisi dan media elektronik lainnya sebagai bagian dari kebutuhannya, (3) Khusus bagi anak-anak sekolahan (SD, SMP, SMU/K) dan sebagian kecil mereka yang kuliah di PT, memiliki kecenderungan ingin membaca jika disediakan bahan bacaan populer dan komik di sekitar tempat tinggalnya, dan (4) Disarankan supaya di banyak wilayah pemukiman penduduk, disediakan fasilitas bahan bacaan terutama tercetak, seperti antara lain perpustakaan desa, taman bacaan, taman pustaka, dsb., yang fungsinya menyediakan beragam media bacaan khususnya tercetak, dan dengan demikian sekaligus bertindak sebagai penyeimbang terhadap kehadiran media elektronik dan digital.

Ruang lingkup membaca sebagai proses berpikir kognitif, afektif, dan behavioral Membaca adalah berpikir. Tidak ada manusia yang hidup tanpa berpikir, apapun bentuk dan tingkatan pemikiran yang dilakukannya, karena sebagai makhluk sosial ia selalu menghadapi berbagai masalah yang perlu dipecahkan. Dengan kata lain, manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan. Kata orang bijak, hidup memang harus memilih. Proses memilih termasuk kategori berpikir, yaitu upaya mental dan fisik yang dilakukan seseorang untuk mengenali, memahami, dan menyikapi sesuatu yang dihadapinya. Ia tidak puas dengan apa yang diberikan alam dan lingkungannya, oleh karena 1 Makalah, disampaikan dalam Seminar Indeks Baca di Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fikom Unpad, Rabu, tanggal 5 September 2007 2 Dosen tetap Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran yang ditempatkan pada Jurusan Ilmu Informasi dan perpustakaan Fikom Unpad 1

itu ia berusaha untuk memahaminya dan kemudian mencari kemanfaatan dari apa yang dipikirkannya itu. Dalam konteks ini manusia dikategorikan sebagai makhluk yang berpikir (homo sapiens) (Rakhmat, 1985). Dalam perspektif komunikologis, berpikir merupakan suatu proses untuk mengenali, memahami, dan kemudian menginterpretasikan lambanglambang yang bisa mempunyai arti. Di sini banyak terlibat unsur-unsur psikologis seperti kemampuan dan atau kapasitas kecerdasan, minat, bakat, sensasi, persepsi, motivasi, retensi, ingatan, dan lupa, bahkan ada lagi yaitu kemampuan mentransfer dan berpikir kognitif (Bigge, 1982:252-272). Faktorfaktor tersebut banyak menentukan keberhasilan berpikir manusia. Membaca, misalnya, yang mempunyai arti menginterpretasikan lambanglambang komunikasi secara kognitif, adalah suatu bentuk proses berpikir (Betts, 1967:46-52); bahkan Ruth Strang pada tahun yang sama menambahkan lagi tentang membaca sebagai proses berpikir, yaitu membaca yang dimulai dari sekadar mengenal dan membunyikan huruf, sampai kepada membaca pada tingkat pemahaman paragraf. Tingkatantingkatan membaca seperti itu pada pelaksanaannya merupakan proses pergeseran berpikir dari tingkat pemula menuju ke tingkatan yang lebih tinggi, yaitu berpikir untuk memecahkan masalah (Strang, 1967:109-117). Membaca adalah berpikir kontekstual: Seiring dengan perkembangan budaya dan kompleksnya peradaban manusia dan masyarakat yang semakin berubah cepat, konsep membaca tidak lagi hanya bertumpu pada konteks berpikir atas textual reading, melainkan sudah merambah ke bidang bacaan nonkonvensional, yang sudah melibatkan dunia informasi dan media elektronik. Pengertian membaca pun bergeser ke arah itu. Lihat saja konteks-konteks membaca dalam kaitan ini, yang sekaligus menggambarkan ruang lingkupnya yang semakin mengembang. Perhatikan istilah-istilah berikut: (Markauskaite, L., 2006): ICT literacy (ETS, 2002). Digital literacy (EC, 2003). ICT fluency 1999). Computer literacy (William, 2003). ICT skills (QCA, Technological literacy (ISTEE, 1998). Media literacy (AMLA, Information literacy (ACRL, 2000; Bundy, 2004). Eliteracy (Martin, Generic skills (Kearns, 2001). 21st century skills (NCREL, Multiliteracies (Cope &Kalantzis, 2000). New literacies Leu, et.al., New media literacy.

(NRC, 2005). 2005). 2000). 2003). 2004).

Semua istilah di atas pada hakekatnya merupakan pengembangan dari konsep membaca dan sekaligus sebagai prilaku berpikir dalam konteks ruang dan waktu, yang sekaligus juga menggambarkan pola dan tingkatan berpikir kogniif, berpikir afektif, dan berpikir behavioral. Dalam tataran praksis, pola berpikir kontekstual seperti itu disebut membaca, terutama jika sudah melibatkan beragam lambang bermakna. Membaca selalu melibatkan banyak aspek. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia terkait dengan membaca. Oleh karena itu membaca juga ada ukurannya. Ukuran-ukuran yang menggambarkan tingkatan dalam skill membaca, disebut dengan indeks baca, indeks literasi, indeks membaca, 2

atau istilah lain yang menunjukkan posisi kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam membca. Gambar berikut menjelaskan dimensi-dimensi analitis dan perspektif dalam ICT Literacy:

Gambar: Dimensi-dimensi analitis dan perspektif dalam ICT Literacy (Markauskaite, L., 2006)

Dengan melihat hal-hal seperti itu maka membaca bermakna juga sebagai prilaku dalam menginterpretasikan lambang-lambang verbal dan visual dalam bentuk teks, grafik, dan image, yang disimpan dalam beragam bentuk dan jenis media, baik yang tercetak, analog, maupun yang digital. Melalui membaca orang bisa menjelajahi batas-batas ruang dan waktu. Peristiwa-peristiwa yang jauh terjadinya di masa lampau bisa diketahui melalui membaca. Demikian pula peristiwa yang terjadi di berbagai tempat di dunia ini bisa diketahui melalui membaca. Dengan demikian yang namanya membaca mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Apa yang diketahui orang melalui kegiatan membaca pada hakekatnya adalah informasi. Artinya dengan membaca ia mendapatkan sejumlah informasi yang dalam kadar tertentu bisa mempengaruhi sikap dan pandangan-pandangannya tentang perilaku kehidupannya. Sikap bisa berubah karena adanya terpaan informasi kata Krech, dkk. (1968). Demikian pula kata Dwyer (1978) bahwa perilaku manusia bisa berubah karena membaca, meskipun membaca sebenarnya bukan satu-satunya faktor yang turut mempengaruhi sikap seseorang. Masih banyak faktor lain yang juga 3

turut mempengaruhi sikap hidupnya seperti kepercayaannya, lingkungan sosialnya, pendidikannya, dan juga status sosialnya. Membaca tidak hanya monopoli orang yang pekerjaannya banyak berkaitan dengan informasi terekam di berbagai media seperti ilmuwan, peneliti, dan guru atau dosen. Orang kebanyakan pun di jaman yang serba erat dengan berbagai jenis media seperti sekarang ini, sudah banyak yang membaca, meskipun dengan tujuan untuk sekadar hiburan atau mengisi waktu senggang, bukan membaca karena tuntutan pekerjaan seperti halnya yang dilakukan oleh para ilmuwan dan peneliti, serta guru. Melalui membaca orang sering menemukan sejumlah informasi yang bisa menjadikannya banyak tahu. Dari hasil membaca juga orang berusaha menghubungkan konsep yang satu dengan yang lainnya sehingga menjadi rangkaian konsep yang mempunyai arti bagi dirinya, yang pada akhirnya menambah kekayaan informasi yang sudah dimilikinya. Hal penambahan informasi inilah yang banyak dilakukan dengan membaca berbagai media yang sesuai dengan bidang minat dan tuntutan kebutuhannya. Dari sinilah timbul minat dari seseorang untuk menambah informasi untuk kepentingan kehidupannya. Caranya antara lain melalui membaca. Jadi konsep minat membaca (untuk tulisan ini disebut minat baca) mempunyai arti suatu perhatian yang terus-menerus dari seseorang terhadap perbuatan membaca karena adanya harapan mendapatkan kemanfaatan dari membaca tersebut. Pengertian minat baca memang bisa berbeda pendapat antara ahli yang satu dengan ahli yang lain karena perbedaan sudut pandang dan penekanan makna sesuai dengan konteksnya. Di sini diambil pengertian minat baca dari Henry Guntur Tarigan (1985:102-103) yaitu suatu sikap mencurahkan perhatian akan sikap ingin tahu yang intelektual yang bijaksana, serta ditambah dengan suatu usaha yang konstan untuk menggali bidang-bidang pengetahuan (informasi) baru, dan adanya kesediaan untuk menyediakan waktu guna melakukan kegiatan tersebut. Dalam pengertian ini sudah terkandung makna bahwa membaca pada dasarnya serupa dengan mencari tambahan pengetahuan baru melalui penginterpretasian lambanglambang bacaan. Dari pemahaman akan minat baca seperti itu maka dalam tulisan ini lebih dititikberatkan pada pengertian yang khas yang meliputi perbuatan membaca, kebiasaan membaca, dan minat membaca, yang kemudian mengkristal menjadi prilaku membaca. Konsep yang terakhir inilah yang menjadi titik perhatian tulisan ini. Dalam konteks uraian seperti tergambarkan di atas maka membaca merupakan proses yang amat penting kedudukannya bagi setiap orang, meskipun kadar pelaksanaannya atau lebih tepatnya minatnya terhadap membaca tidak sama karena hal ini ditentukan oleh berbagai faktor. Padahal kata Norbet Wiener (dalam Susanto, 1977:3) bahwa untuk hidup efektif orang harus cukup informasi, sementara informasi didapat sebagian besar melalui membaca. Di sinilah pentingnya mengetahui latar belakang perbedaan minat, kepentingan, dan pandangan orang terhadap perbuatan membaca sebagai salah satu faktor penting dalam hidupnya. Membaca dikatakan penting sebab di dunia yang semakin cepat perubahannya seperti sekarang ini tanpa 4

membaca, orang akan semakin tertinggal oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Memang tidak setiap orang harus menguasai teknologi, namun setidaknya mengetahui perkembangannya supaya tidak hidup dalam keterasingan akibat miskin informasi yang berkembang di sekitarnya. Dan untuk mengetahui perkembangan tersebut orang tidak cukup hanya melalui menontoh tayangan-tayangan televisi dan media elektronik lainnya. Sebab di samping media tersebut memiliki segi-segi positif, namun juga sekaligus menjadi salah satu faktor penghambat minat masyarakat dalam membaca. Membaca yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah membaca beragam media baik cetak maupun elektronik yang beredar di masyarakat secara luas, yang meliputi surat kabar, majalah, dan buku, juga termasuk jenis bacaan apapun yang mengindikasikan makna dan tambahan informasi bagi pembacanya. Misalnya, membaca resep masakan, membaca ramburambu lalu lintas, membaca peraturan penggunaan obat generik, membaca kandungan kimia dalam kemasan obat warungan, dll. Membaca dalam konteks itulah yang dimaksudkan dalam tulisan ini, sebab hal itulah yang sering berhadapan langsung dengan prilaku masyarakat dalam membaca. Namun demikian, membaca lambag-lambang visual dan grafik dinamis yang disajikan oleh beragam media elektronik pun tidak mungkin diabaikan dalam konsep berpikir dan membaca, karena kehadiran media tadi sudah merupakan keniscayaan yang akan selalu mempengaruhi segala aspek dan kehidupan manusia. Jika dihadapkan pada bahan bacaan seperti tergambar di atas, maka masalahnya menjadi kompleks, sebab dipastikan akan berbeda baik dalam pola, sikap, kemampuan, atau bahkan prilaku masyarakat dalam melakukan perbuatan membacanya, lebih-lebih lagi jika dilihat dari karakteristik sosial dan budayanya. Dan, tulisan ini ingin menyoroti masalah-masalah seperti itu secara lebih khusus. Membaca secara fungsional Ada banyak variasi membaca yang terjadi di masyarakat. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang ada dalam sosiodemografi dan tingkat kebutuhannya. Oleh karena itu perbuatan membaca yang pada gilirannya menjadi pola kebiasaan membaca termasuk juga minat membaca pada masyarakat, banyak yang mempengaruhinya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Susanto (1982:127, 166, dan 169) bahwa selain usia dan tingkat pendidikan, juga jenis pekerjaannya, serta faktor-faktor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa membaca merupakan masalah yang cukup kompleks, misalnya membaca yang hanya sekadar membunyikan huruf, membaca kalimat, membaca paragraf, membaca untuk menggali informasi dalam bacaannya, dan membaca yang bersifat fungsional, yakni membaca dalam kategori untuk memecahkan masalah. Faktanya serba relasional dan kondisional memang, untuk kasus seperti misalnya bahwa mereka yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, lebih memiliki kemampuan membaca secara fungsional. Terkadang mereka yang setengah buta huruf pun mampu membaca secara fungsional. Contoh dalam kasus, misalnya, seorang sarjana terkadang tidak pernah tuntas dalam 5

membaca peraturan penggunaan obat warungan, mungkin karena dia sudah merasa tahu akan obat dimaksud (sok tahu), namun bagi mereka yang tingkat pendidikannya lebih rendah, bisa jadi membaca peraturan tadi secara saksama karena ingin mengetahui secara utuh atas informasi yang tertera dalam liflet obat tadi. Contoh kasus prilaku membaca seperti itu banyak terjadi di masyarakat kita, baik mereka yang secara ekonomi, sosial, pendidikan, dan usia lebih tinggi, ataupun sebaliknya. Hal ini disebabkan antara lain oleh aspek sosial, psikologi, dan budaya dalam masyarakat. Dengan mencermati permasalahan sekitar membaca seperti tergambarkan di atas, kita menjadi paham bahwa untuk memposisikan kemampuan dan tingkatan dalam membaca (indeks baca, literasi informasi dan media), perlu melibatkan banyak aspek yang bersifat multidimensional. Beragam aspek dan indikatornya tampak dalam gambaran berikut: Indikator-indikator prilaku membaca: Prilaku individual, sosial: (1) Tingkatan membaca (2) Tujuan membaca (3) Alasan membaca (4) Minat membaca (5) Pola membaca (6) Waktu membaca (7) Intensitas membaca (8) Media apa yang dibaca Aspek sosial: (1) Pendidikan (2) Usia (3) Agama (4) Status sosial (5) Pekerjaan pokok (6) Pekerjaan sambilan (7) Status ekonomi (8) Komunikasi (9) Komunitas terbatas (10) Interaksional Aspek psikologi: (1) Motivasi membaca (2) Keingintahuan membaca (3) Minat membaca Aspek budaya: (1) Kebiasaan keseharian (2) Kebiasaan bertutur 6

(3) Kebiasaan menulis (4) Kebiasaan membaca (5) Kebiasaan berkelompok (6) Kebiasaan tradisi agamis (7) Kebiasaan tradisi formal pemerintahan desa (8) Kebiasaan pendidikan keluarga Aspek etnis: (1) Membaca dalam perspektif etnis asli (indigenous) (2) Membaca dalam perspektif etnis gaul (campuran, popular, dsb) Aspek budaya lingkungan fisik: (1) Lingkungan fisik sekitar rumah (2) Lingkungan kebersihan (3) Lingkungan fasilitas bacaan (4) Lingkungan media (5) Lingkungan tata ruang yang melibatkan aspek fasilitas bahan bacaan, seperti penyediaan bahan bacaan pada setiap sudut dan ruangan Aspek psikologi sosial: (1) Tidak adanya kebijakan dan aturan formal di tingkat desa yang memfasilitasi minat membaca (2) Tidak ada kebijakan formal di tingkat desa yang menyediakan fasilitas membaca (3) Tidak ada perpustakaan desa (4) Tidak ada taman bacaan (5) Pergeseran nilai dalam masyarakat, mengarah ke hedonisme, materialisme, kehidupan glamour, dsj. Aspek political will: (1) Belum sepenuhnya unsur-unsur politik mendukung kebijkan pengembangan fasilitas baca (2) Di tingkat pusat masih belum jelas ada atau tidak ada UUD ttg Perpustakaan (3) Di tingkat bawah masih tidak terurus Aspek kompetitor dan eksternal: (1) Munculnya budaya pemirsaan, menonton televisi (2) Merebaknya media CD dan DVD (3) Harga media elektronik semakin murah dan harga bahan tercetak semakin mahal Penutup: 1) Prilaku membaca di kalangan masyarakat, tidak bisa disimpulkan hanya dengan perspektif sektoral, tetapi harus melihatnya secara holistik, menyeluruh, yang melibatkan berbagai aspek sosiobudaya lokal, regional, dan global. 7

2) Aspek sosial yang bercorak lokal antara lain adalah: Pendidikan, Usia, Agama, Status sosial, Pekerjaan pokok, Pekerjaan sambilan, Status ekonomi, Komunikasi, Komunitas terbatas, Interaksional 3) Aspek budaya:, Kebiasaan keseharian, Kebiasaan bertutur, Kebiasaan menulis, Kebiasaan membaca, Kebiasaan berkelompok, Kebiasaan tradisi agamis, Kebiasaan tradisi formal pemerintahan desa, Kebiasaan pendidikan keluarga. Aspek budaya lingkungan fisik:, Lingkungan fisik sekitar rumah, Lingkungan kebersihan, Lingkungan fasilitas bacaan, Lingkungan media, Lingkungan tata ruang yang melibatkan aspek fasilitas bahan bacaan, seperti penyediaan bahan bacaan pada setiap sudut dan ruangan. 4) Aspek psikologi sosial: antara lain adalah Tidak adanya kebijakan dan aturan formal di tingkat desa yang memfasilitasi minat membaca. Tidak ada kebijakan formal di tingkat desa yang menyediakan fasilitas membaca, Tidak ada perpustakaan desa, Tidak ada taman bacaan, Pergeseran nilai dalam masyarakat, mengarah ke hedonisme, materialisme, kehidupan glamour, dsj. 5) Aspek kompetitor dan eksternal: meliputi antara lain Munculnya budaya pemirsaan, menontoh televisi, Merebaknya media CD dan DVD, Harga media elektronik semakin murah dan harga bahan tercetak semakin mahal ------------------------

Daftar Pustaka

Dwyer, Francis M. 1978. Strategies for Improving Visual Learning. Learning Service, Pensylvania. Eager, Carolyn dan Charles Oppenheim. 1996. An observational method for undertaking user needs studies. Dalam JOURNAL OF LIBRARIANSHIP AND INFORMATION SCIENCE. Vol 12 Number 3. Bowker Saur. Estabrook, Leigh (ed). 1977. Libraries in Postindustrial Society. Oryx Press, Phonix, USA. Krech, David; Richard S. Crutchfield; dan Egerton L. Ballachey. 1962. Individual in Society; A textbook of social psychology. McGraw-Hill, Tokyo. Kristiadi. 1997. Upaya pendayagunaan aparatur pemerintah daerah dalam rangka pelayanan masyarakat. Dalam Majalah Ilmiah Universitas 8

Padjadjaran (Journal Of Padjadjaran University) No. 1 Vol. 16. Bandung, Unpad. Markauskaite, L. (2006). "Towards an integrated analytical framework of information and communications technology literacy: from intended to implemented and achieved dimensions" Information Research, 11(3) paper 252 [Available at http://InformationR.net/ir/11-3/paper252.html]

Rosidi, Ajip. 1983. Pembinaan Minat Baca dan Sastra. Bina Ilmu, Surabaya. Rusidi. 1999. Dinamika usaha golongan masyarakat kaya dan miskin di desa kaya dan miskin. Dalam Majalah Ilmiah Universitas Padjadjaran (Journal Of Padjadjaran University) Vol. 16 Nomor 4. Bandung, Unpad. Strang, Ruth. 1967. Dalam Laurence E. Hafner. 1967. Improving in Secondary School: Selected reading. McGraw-Hill, London. Susanto, Astrid S. 1985. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Binacipta, Bandung. Tarigan, Henry Guntur. 1985. Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa. Angkasa, Bandung.

9

Related Documents