Tiroid.docx

  • Uploaded by: M Zaki Luthfi
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tiroid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,812
  • Pages: 6
Pengobatan Hipertiroidisme Pengobatan yang diberikan terhadap penderita hipertiroidisme bergantung pada faktor usia, gejala yang dialami, dan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid dalam darah. Di bawah ini adalah jenis-jenis pengobatan yang biasanya disarankan untuk mengatasi hipertiroidisme, di antaranya: 



Thionamide Thionamide adalah kelompok obat-obatan yang digunakan untuk menekan produksi hormon tiroksin dan triiodotironin. Contoh obat-obatan thionamide adalah carbimazole dan propylthiouracil. Obat ini perlu dikonsumsi sekitar 1-2 bulan agar bisa dilihat efektivitasnya terhadap hipertiroidisme.Dosis thionamide akan diturunkan secara perlahan setelah produksi hormon oleh kelenjar tiroid mulai terkendali. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi pusing, mual, sakit persendian, nyeri perut dan ruam kulit yang gatal. Risiko mengalami hipotiroidisme (kelenjar tiroid yang kurang aktif) akibat pengobatan ini lebih kecil dibandingkan radioterapi. Pastikan untuk rutin memonitor kadar sel darah putih selama mengonsumsi obat-obatan ini. Radioterapi Radioiodine adalah sejenis prosedur radioterapi untuk mengobati hipertiroidisme. Hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid akan berkurang ketika radioactive iodine (dalam tingkat rendah dan tidak berbahaya) menyusutkan kelenjar tiroid. Pengobatan radioiodine dapat berbentuk cair atau kapsul. Pengobatan dengan bahan radioaktif ini tidak dianjurkan bagi: o Wanita yang hamil, menyusui, atau merencanakan kehamilan. o Orang yang mengalami gangguan mata, seperti pandangan kabur dan bola mata yang menonjol.

Setelah menjalani pengobatan radioiodine, seorang wanita tidak boleh hamil setidaknya enam bulan setelah pengobatan berakhir. Dan untuk pria, tidak boleh menghamili wanita setidaknya empat bulan setelah pengobatan radioiodine. Hindari juga kontak dengan wanita hamil atau anak-anak saat minggu awal pengobatan untuk menghindari penularan paparan radiasi. Dosis pengobatan dengan radioiodine hanya diberikan satu kali. Jika diperlukan, pengobatan lanjutan diberikan setelah dosis pertama dengan jeda sekitar 6 bulan hingga 1 tahun. Untuk mempercepat pemulihan gejala, thionamide akan diberikan beberapa minggu sebelum pasien melakukan pengobatan radioiodine. Keuntungan dari pengobatan dengan radioiodine adalah tingkat keberhasilannya yang sangat tinggi. Sedangkan kekurangannya adalah risiko terjadinya hipotiroidisme (kelenjar tiroid yang kurang aktif) yang ditandai dengan gejala mulut atau mata kering, sakit tenggorokan, dan perubahan rasa di mulut. Disarankan untuk menggunakan obat ini dalam jangka waktu pendek untuk mengurangi bahaya paparan radiasi. 

Beta-blocker Beta-blocker atau penghambat beta adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gejala yang muncul akibat hipertiroidisme, seperti hiperaktif, detak jantung cepat, dan tremor. Obat ini tidak boleh dikonsumsi oleh penderita asma. Beta-blocker diberikan setelah produksi hormon kelenjar tiroid bisa dikendalikan dengan thionamide. Efek



samping yang paling umum akibat obat ini adalah mual, nyeri perut, konstipasi, diare, pusing, kaki dan tangan menggigil, insomnia, dan selalu merasa lelah. Operasi tiroid Operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau tiroidektomi bisa bersifat parsial atau total. Disebut parsial jika hanya sebagian jaringan kelenjar yang diangkat, dan total jika seluruhnya diangkat. Berikut ini adalah beberapa alasan perlu dilakukannya prosedur operasi pengangkatan kelenjar tiroid, yaitu: o Jika hipertiroidisme muncul kembali setelah sebelumnya menjalani penanganan dengan thionamide. o Terjadi pembengkakan yang cukup parah pada kelenjar tiroid. o Tidak bisa dilakukan pengobatan radioiodine karena sedang hamil atau menyusui, serta tidak bisa dan/atau tidak mau melewati prosedur pengobatan dengan thionamide. o Pasien menderita gejala mata yang parah akibat penyakit Graves.

Untuk menghilangkan kemungkinan kambuh atau muncul kembali, disarankan untuk mengangkat seluruh kelenjar tiroid yang ada. Mereka yang menjalani operasi tiroidektomi total diharuskan mengonsumsi obat-obatan seumur hidup untuk mengatasi hilangnya fungsi kelenjar tiroid di dalam tubuh.

Perawatan Saat Pengobatan Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan di rumah untuk mendukung pengobatan dokter, seperti:    

Mengikuti diet yang disarankan dokter Mengonsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup Menjaga asupan kalori Menjaga berat badan dan menghindari obesitas

Bagi penderita penyakit Graves, berikut adalah cara untuk meringankan gejala yang muncul pada kulit atau mata:     

Menggunakan kacamata hitam agar terhindar dari panas atau angin kencang Mengompres mata dengan air dingin untuk melembabkannya Meneteskan tetes air mata sebagai pelumas mata untuk menekan rasa gatal atau kering di mata Meninggikan kepala dari badan untuk mengurangi tekanan pada mata Menggunakan krim oles (topikal) seperti hydrocortisone untuk mengurangi gejala kemerahan dan inflamasi pada kulit.

Gejala Penyakit Graves Sejumlah gejala yang muncul pada penyakit Graves adalah:    

Pembesaran kelenjar tiroid (goiter) Tremor pada tangan atau jari tangan Palpitasi jantung (jantung berdebar) Disfungsi ereksi (impotensi)

        

Gairah seks menurun Perubahan pada siklus menstruasi Kehilangan berat badan tanpa kehilangan nafsu makan Suasana hati yang mudah berubah Sulit tidur (insomnia) Diare Rambut rontok Mudah lelah Sensitif terhadap udara panas

Selain beberapa gejala di atas, 30 persen dari penderita Graves mengalami sejumlah gejala khas, yaitu Graves oftalmopati dan Graves dermopati. Gejala Graves oftalmopati terjadi akibat peradangan atau gangguan pada sistem imun, yang memengaruhi otot dan jaringan di sekitar mata. Gejalanya antara lain:        

Mata menonjol (exophthalmos) Mata terasa kering Tekanan atau rasa sakit pada mata Kelopak mata membengkak Mata memerah yang bisa diakibatkan oleh peradangan Sensitif terhadap cahaya Penglihatan ganda dari satu objek (diplopia) Kehilangan penglihatan

Sedangkan Graves dermopati lebih jarang ditemukan. Gejalanya adalah kulit yang memerah dan menebal, dan biasanya terjadi pada area tulang kering atau di bagian atas kaki. Segera temui dokter untuk memeriksakan gejala penyakit Graves yang dialami dan mendapatkan diagnosis yang akurat.

Penyebab Penyakit Graves Penyakit Graves terjadi akibat gangguan pada fungsi sistem kekebalan tubuh. Pada kondisi normal, tubuh menghasilkan antibodi untuk melawan virus atau bakteri yang menyerang tubuh. Pada penyakit Graves, sistem kekebalan tubuh justru menghasilkan antibodi TSI (thyroid-stimulating immunoglobulins), yang menyerang sel-sel tiroid yang sehat. Meski demikian, belum diketahui mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Faktor Risiko Penyakit Graves Siapa pun dapat terserang penyakit Graves. Namun, beberapa faktor berikut ini dapat membuat seseorang lebih berisiko mengalami penyakit Graves:    

Jenis kelamin. Wanita lebih berisiko terserang penyakit Graves dibanding pria. Usia. Penyakit Graves lebih sering terjadi pada orang berusia di bawah 40 tahun. Genetik. Riwayat penyakit Graves dalam keluarga dapat menyebabkan anggota keluarga tersebut menjadi lebih rentan terserang penyakit Graves. Menderita penyakit autoimun lain. Memiliki penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe 1 atau rheumatoid arthritis juga berisiko menimbulkan penyakit Graves pada orang tersebut.







Stres secara emosional atau fisik. Sakit atau peristiwa yang menyebabkan stres, dapat turut memicu penyakit Graves pada orang dengan gen yang rentan terhadap penyakit ini. Merokok. Merokok dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh. Bagi perokok yang sedang menderita penyakit Graves, akan semakin berisiko terkena Graves oftalmopati. Kehamilan. Kehamilan atau kondisi pasca persalinan pada perempuan dengan gen yang rentan, dapat meningkatkan risiko terserang penyakit Graves.

Diagnosis Penyakit Graves Diagnosis penyakit Graves diawali dengan menanyakan gejala yang timbul serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Dokter akan memeriksa denyut nadi dan tekanan darah, serta melihat tanda-tanda tremor. Dokter juga akan memeriksa kelenjar tiroid di leher, untuk memeriksa apakah terjadi pembesaran. Beberapa tes lain yang dapat dijalankan adalah: 





Tes darah. Dokter akan melakukan tes darah untuk mengecek kadar hormon tiroid, dan kadar hormon hipofisis atau pituitari yang mengatur produksi hormon dari kelenjar tiroid, yaitu TSH (thyroid-stimulating hormone). Penderita Graves memiliki level TSH yang lebih rendah dari batas normal, serta level hormon tiroid yang lebih tinggi. Tes serapan yodium radioaktif. Yodium diperlukan oleh tubuh dalam membuat hormon tiroid. Sehingga dalam pemeriksaan ini akan menggunakan bantuan zat yodium radioaktif dan melihat kadarnya di kelenjar tiroid melalui kamera khusus. Dokter akan memberi sedikit yodium radioaktif dan mengukur kadarnya di kelenjar tiroid. Pemeriksaan ini akan membantu dokter menentukan apakah hipertiroidisme disebabkan oleh penyakit Graves atau oleh penyakit lain. Tes pencitraan. Tes pencitraan dilakukan untuk melihat pembesaran pada kelenjar tiroid. USG dapat menjadi pilihan bagi pasien yang tengah hamil. Bila diperlukan, dokter akan menjalankan tes pencitraan lain, seperti CT scan atau MRI.

Komplikasi Penyakit Graves Penyakit Graves yang tidak segera ditangani dapat berujung kepada komplikasi yang bisa membahayakan, yaitu: 







Gangguan jantung. Bila dibiarkan tanpa penanganan, penyakit Graves dapat mengakibatkan aritmia, perubahan pada struktur dan fungsi jantung, serta menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Keropos tulang atau osteoporosis. Jumlah hormon tiroid yang terlalu banyak dapat memengaruhi kemampuan tubuh dalam menyerap kalsium ke dalam tulang. Hal ini menyebabkan kekuatan tulang menjadi berkurang sehingga menjadi mudah rapuh. Gangguan kehamilan. Beberapa komplikasi penyakit Graves yang bisa terjadi pada masa kehamilan, antara lain kelahiran prematur, disfungsi tiroid pada janin, menurunnya perkembangan janin, tekanan darah tinggi pada ibu (preeklamsia), gagal jantung pada ibu, hingga keguguran. Krisis tiroid (thyroid storm), yaitu kondisi di mana hormon tiroid diproduksi secara cepat dan berlebihan. Kondisi ini disebabkan oleh hipertiroidisme yang tidak segera ditangani, dan tergolong kondisi yang sangat berbahaya. Beberapa gejala krisis

tiroid, antara lain diare, keringat berlebih, demam, muntah, kejang, mengigau, tekanan darah rendah, jantung berdebar, sakit kuning, hingga koma. Segera ke rumah sakit agar mendapat penanganan bila Anda mengalami gejala di atas.

Pengobatan Penyakit Graves Pengobatan penyakit Graves bertujuan untuk mengurangi kelebihan produksi hormon tiroid dan dampaknya bagi tubuh. Pilihan pengobatan meliputi: 







Obat antitiroid. Obat antitiroid berfungsi mengganggu produksi hormon tiroid yang dipicu oleh yodium. Selain sebagai terapi tunggal, obat antitiroid dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah menjalani terapi yodium radioaktif sebagai pelengkap. Konsultasi dengan dokter diperlukan sebelum menggunakan obat-obatan ini, terutama pada wanita hamil. Beberapa obat yang termasuk antitiroid adalah methimazole dan propylthiouracil. Obat penghambat beta. Penghambat beta berfungsi menghambat efek hormon tiroid pada tubuh, seperti detak jantung tidak beraturan, gelisah, tremor, keringat berlebihan, dan diare. Propranolol, metoprolol, atenolol, dan nadolol termasuk ke dalam golongan obat-obatan ini. Terapi yodium radioaktif. Terapi ini akan menghancurkan sel tiroid yang terlalu aktif dan mengecilkan kelenjar tiroid, sehingga gejala akan berkurang secara bertahap. Terapi ini tidak direkomendasikan pada wanita hamil, ibu menyusui, serta penderita yang bermasalah dengan penglihatan, karena dapat membuat gejala semakin memburuk. Karena terapi ini menghancurkan kelenjar tiroid, pasien dapat memerlukan tambahan hormon tiroid sintetis untuk meningkatkan jumlah hormon tiroid yang berkurang akibat terapi ini. Pembedahan. Bedah dilakukan dengan mengangkat sebagian atau seluruh kelenjar tiroid pasien. Tindakan ini berisiko menyebabkan kerusakan pada saraf pengatur pita suara. Risiko kerusakan juga bisa terjadi pada kelenjar paratiroid (kelenjar-kelenjar kecil yang berdekatan dengan kelenjar tiroid), yang berfungsi menghasilkan hormon pengatur kadar kalsium dalam darah. Sama seperti terapi yodium radioaktif, pasien dapat memerlukan terapi lanjutan berupa hormon tiroid sintetis untuk meningkatkan kadar hormon tiroid yang rendah akibat pengangkatan kelenjar tiroid.

Perlu diketahui, bahwa keberhasilan pengobatan Graves oftalmopati tidak selalu sejalan dengan keberhasilan pengobatan penyakit Graves itu sendiri. Gejala Graves oftalmopati bisa memburuk dalam 3-6 bulan, dan bertahan hingga setahun, kemudian mulai membaik. Pada kasus Graves oftalmopati ringan, penanganan cukup dengan pemberian air mata buatan dan pelumas, yang bisa diperoleh di apotek. Sedangkan pada kasus yang lebih parah, dokter dapat memberikan obat kortikosteroid atau menyarankan penggunaan kacamata prisma, tindakan radioterapi, hingga prosedur bedah. Metode pengobatan tersebut bertujuan untuk mengurangi pembengkakan dan gangguan penglihatan. Untuk penanganan di rumah, penderita penyakit Graves bisa melakukan beberapa hal, seperti makan dan latihan secara teratur, serta mengelola stres dengan baik. Pada kasus Graves oftalmopati, pasien bisa menggunakan kacamata hitam, memberi kompres dingin di mata, memberi tetes mata, meninggikan bagian kepala jika hendak tidur, dan berhenti merokok agar gejala tidak memburuk. Sedangkan

untuk Graves dermopati, pasien bisa menggunakan salep kortikosteroid, disertai kompres untuk mengurangi pembengkakan.

More Documents from "M Zaki Luthfi"

Dokumen.docx
November 2019 1
Tiroid.docx
November 2019 2
Dokumen (10).docx
November 2019 2
Dd Diabetes.docx
November 2019 1
Dokumen 11234.docx
November 2019 1
Skripsi Fix 2.docx
November 2019 11