Skripsi Fix 2.docx

  • Uploaded by: M. Zaki
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi Fix 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,212
  • Pages: 50
ANALISIS SALURAN PEMASARAN TERNAK JANGKRIK (Gryllidae Sp) DI KOTA BENGKULU

SKRIPSI

Oleh : M. Zaki Tiffani NPM. E1C014072

PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU 2019

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian yang tidak menentu menyebabkan sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Dampak langsung yang nyata adalah bertambahnya angka pengangguran. Akibat yang dirasakan secara langsung adalah menurunnya pendapatan untuk menunjang hidup sehari-hari. Sehubungan dengan itu, perlu dicari terobosan usaha yang mampu menjawab permasalahan tersebut, salah satu alternatif usaha yang telah berkembang dan dikenal masyarakat dengan budidaya jangkrik. Budidaya jangkrik di Indonesia masih belum berkembang secara luas. Bila dilihat dari permintaan pasar, jangkrik berpotensi secara ekonomi sebagai pengembangan usaha yang dapat dijadikan sebagai pendapatan alternatif. Budidaya jangkrik tidak membutuhkan waktu yang begitu lama, modal kecil, dan mudah diusahakan untuk dikembangkannya. Faktor penting dalam kelangsungan budidaya jangkrik berasal dari ketersediaan bibit jangkrik yang kontinu ( Jannah, 2000). Paimin (1999) melaporkan maraknya para penggemar burung berkicau dan ikan di berbagai kota besar, kebutuhan akan jangkrik semakin meningkat. Jangkrik berhabitat di alam liar tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Dampak yang dialami akibat ketersedian jangkrik di alam semakin berkurang maka lama kelamaan akan menjadi punah. Konsumsi jangkrik sebagai asupan protein untuk hewan peliharaan burung dan ikan arwana, dikarenakan jangkrik berpontensi sebagai sumber protein hewani. Jangkrik memiliki kandungan protein yang tinggi (61,58%) dengan asam amino yang cukup lengkap (Novianti, 2003). Permintaan jangkrik semakin meningkat disebabkan meningkatnya jumlah penggemar burung kicau serta pemeliharaan ikan arwana. Burung berkicau perlu diberikan 1-2 ekor jangkrik setiap hari. Sementara itu, untuk ikan arwana dibutuhkan tidak kurang dari 10 ekor perhari. Selain itu, jumlah konsumsi jangkrik menambah nilai performa pada burung berkicau sehingga memiliki kicauan yang merdu dan prima, maka nilai jualnya naik atau dapat diikutsertakan dalam lomba burung. Jangkrik sebagai makanan ikan arwana, dapat menjadikan warna tubuh ikan lebih cemerlang (Paimin, 1999). Jangkrik sebagai pakan udang dan lele diberikan dalam bentuk tepung, serta pertumbuhan udang dan lele yang mengkonsumsi tepung jangkrik berkembang pesat (Paimin, 1999). Pengkajian aspek pasar berfungsi menghubungkan manajemen suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui informasi yang digunakan sebagai identifikasi kesempatan serta permasalahan yang berkaitan dengan pemasaran. Hal tersebut

diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas keputusan-keputusan yang akan diambilnya (Soeharto, 2002). Menurut Husna dan Suwarsono (1999) analisis pasar dan pemasaran bertujuan untuk memahami potensi pasar yang tersedia dan bagian yang dapat diperoleh oleh perusahaan. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi penerimaan peternak. Menurut Richard (2014) penerimaan adalah jumlah uang yang diterima peternak dari hasil penjualan ternak jangkrik. Yulianti (2014) penerimaan diperoleh dari total hasil penjualan ternak dan kotoran ternak. Keberhasilan usaha peternakan dari segi penerimaan dinilai berdasarkan tingkat efisiensi, yaitu kemampuan usaha tersebut menghasilkan keuntungan dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkannya ( Heriyatno, 2009). Salah satu masalah tidak berkembangnya peternakan jangkrik di Kota Bengkulu akibat kurang mengetahui saluran pemasaran. Saluran pemasaran menyangkut setiap pelaku tataniaga perusahaan atau orang yang ikut serta dalam menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen ( Prayitno et al., 2014). Alur pemasaran tersebut dijadikan dasar dalam menggambarkan pola saluran pemasaran. Semakin panjang rantai yang dilalui maka saluran pemasaran tersebut biasanya tidak efisien, karena dengan rantai yang semakin panjang maka margin yang tercipta antara produsen dengan konsumen akan semakin besar ( Arinong et al., 2008) Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai saluran pemasaran jangkrik di Kota Bengkulu. Usaha peternakan jangkrik dapat berkembang jika setiap peternak mengetahui dan dapat mengaplikasikan jalur pemasaran yang efisien. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui saluran dan margin pemasaran ternak jangkrik di Kota Bengkulu. 1.3 Manfaat Penelitian 1.

Sebagai bahan informasi dan masukan bagi setiap peternak jangkrik dalam mengambil keputusan mengenai saluran dan margin pemasaran ternak jangkrik.

2.

Sebagai bahan acuan dan bahan pustaka bagi pihak–pihak yang melakukan penelitian lanjutan pada usaha jangkrik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jangkrik Jangkrik (Gryllidae) adalah serangga yang berkerabat dengan belalang, memiliki tubuh rata dan antena panjang. Serangga ini berukuran kecil sampai besar dan tergolong bangsa orthoptera. Menurut Mansy (2002) jangkrik merupakan serangga pemakan daun yang biasa hidup di alam bebas, umumnya pakan hijauan yang digunakan adalah sayuran, preferensi pakan bagi serangga selain dari kandungan nutrisi di dalamnya, didasari juga oleh morfologi pakan seperti tekstur, kandungan dan teksturnya yang lembut serta memiliki kandungan air yang tinggi. Jangkrik memiliki ciri-ciri morfologis yang terdiri dari tiga bagian yaitu, kepala (bagian interior), toraks (bagian dada), dan abdomen (bagian perut atau bagian posterior). Kepala terdiri dari mata majemuk yang tersusun dalam satu segitga tumpul, sepasang antena, satu mulut dan dua pasang kumis. Toraks merupakan tempat melekatnya enam tangkai dan empat sayap, abdomen pada bagian posterior terdiri dari ruas-ruas mempunyai sepasang cerci yang menjulur pada bagian belakang abdomen yang berfungsi sebagai indera peraba atau perasa (Janwar, 2001). Iklim dan cuaca sangat mempengaruhi jumlah populasi serangga. Jumlah paling banyak dapat ditemui di Negara-negara tropis, jangkrik dapat ditemui dalam jumlah yang banyak (Lumowo, 2001). Banyaknya spesies jangkrik pada suatu tempat tergantung pada kondisi lingkunganya. Setiap sub family dari family gryllidae selain menunjukan perbedaan morfologi juga menunjukan habitat biasanya berada. Di Indonesia, jangkrik umumnya hidup baik di daerah yang bersuhu antara 20-300C, dengan kelembaban sekitar 65-80% (Pusparini, 2001). Menurut

Susanto

(2005),

jangkrik

termasuk

serangga

yang

mengalami

metamorfosis tidak sempurna karena melalui tahapan larva dan pupa, seperti pada serangga yang mengalami metamorphosis sempurna. Siklus hidupnya dimulai dari telur kemudian menjadi jangkrik muda (nimfa) dan melewati beberapa kali stadium instar terlebih dahulu sebelum menjadi jangkrik dewasa (imago), yang ditandai dengan terbentuknya dua pasang sayap. Jangkrik hanya mengalami sedikit perubahan dalam bentuk, yaitu jangkrik muda dan dewasa sangat mirip kecuali dalam ukuran tubuh (Intania, 2006). Pakan yang cukup dibutuhkan untuk pertumbuhan perkembangbiakan dalam budidaya jangkrik, pemberian pakan pada jangkrik dilakukan sebanyak dua kali sehari. Cara pemberian pakan yang teratur dapat mengurangi kanibalisme. Pakan yang diberikan terdiri atas hijauan dan sayuran yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan makan dan

minum secara langsung. Kebutuhan air untuk jangkrik diperoleh dari sayuran segar yang diberikan, tergantung dari umur jangkrik (Rosyadi, 2001). 2.2 Pemasaran Pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain. Proses pertukaran ini memerlukan banyak tenaga dan keterampilan. Manajemen pemasaran terjadi bila setidaknya satu pihak dalam pertukaran potensial memikirkan sasaran dan cara mendapatkan tanggapan yang dia kehendaki dari pihak lain (Kotler, 1998). Menurut Kotler (2000) Pemasaran adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau klien dari produsen. Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk melancarkan, menentukan harga, mempromosikan dan memdistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Sumarni dan Soeprihanto, 1997) Dalam pemasaran mengandung arti semua kegiatan manusia yang berlangsung dalam hubungannya dengan pasar. Pemasaran berarti bekerja di pasar untuk mewujudkan pertukaran potensial memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Jadi defenisi pemasaran adalah semua kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhannya dan keinginannya melalui proses pertukaran melibatkan kerja. Penjual harus mencari pembeli, menemukan dan memenuhi kebutuhan kerja serta merancang produk yang

tepat

menemukan

harga

yang

tepat,

menyimpan

dan

mengangkutnya,

mempromosikan produk tersebut, menegosiasi dan sebagainya semua kegiatan tersebut merupakan nilai dari pemasaran yang dikenal dari fungsi pemasaran yang terdiri atas fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyedia sarana (Irawan et al., 2001) Dalam konsep pemasaran modern, marketing mix merupakan salah satu kegiatan pemasaran yang sangat menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut. Dalam marketing mix terdapat variable yang merupakan inti dari sistem pemasaran, yakni produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi yang dapat menciptakan dan mendorong terciptanya pembeli (Swastha, 1993) Pemasaran merupakan kegiatan produktif yang menciptakan kegunaan (utility) yaitu menciptakan barang dan jasa menjadi lebih berguna. Kegunaan pemasaran yang diciptakan pemasaran meliputi kegunaan bentuk (form utility), kegunaan tempat (place utility), kegunaan waktu (time utility) dan kegunaan kepemilikan (possession utility).

Pemasaran dalam kegunaan waktu (time utility) yaitu pemasaran menyebabkan produk tersedia sesuai pada waktu yang dinginkan (Baladina, 2010) 2.3 Biaya Pemasaran Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang dapat menutupi biaya akan mengakibatkan kerugian operasi maupun biaya non operasi yang menghasilkan keuntungan, selanjutnya dikatakan bahwa biaya varable adalah biaya yang berubah ubah untuk setiap tingkatan atau hasil yang diproduksi. Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atau biaya total merupakan jumlah biaya variable dan biaya tetap (Swastha, 1993). Mursid (1997) menyatakan bahwa penetapan harga secara teoritis dilakukan dengan membuat model yang biasanya merupakan rumus matematika. Hasil dan perhitungan model ini akan memberikan gambaran secara sepintas. Simamora (2001) menyatakan bahwa bagi pembeli, harga memberikan dampak ekonomis dan psikologis. Dampak ekonominya berkaitan dengan daya beli, sebab harga merupakan biaya atau cost bagi pembeli. Semakin tinggi harga, semakin sedikit produk yang mereka beli. Sebaliknya semakin rendah harga maka semakin banyak produk yang akan mereka beli. Dampak psikologisnya, dimana harga tinggi mencerminkan kualitas tinggi dan harga rendah mencerminkan kualitas rendah pula. Kalau ini berlaku untuk satu produk, menurunkan harga bisa berakibat menurunkan permintaan. Menurut pendapat Reksohadiprodjo dan handoko (1992) bahwa harga barang sekarang menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan penjualan. Apalagi pada masa inflasi harga merupakan unsur yang paling mendapatkan sorotan konsumen. Perusahaan yang menjual barang akan dijual juga oleh perusahaan lain tetapi dengan harga yang lebih murah pasti akan mendapatkan langganan lebih banyak sehingga orang harus berhati-hati dalam menentukan harga. Menurut Hamid (1984) berpindahnya barang niaga dari daerah pedesaan ke pusat konsumsi tidak lepas dari biaya pemasaran. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan selama transaksi pemindahan barang dari produsen ke konsumen. Menurut Soekartawi ( 1995) biaya usaha tani diklasifikasikan menjadi dua yaitu: biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang relative tetap atau biaya yang tidak tergantung dengan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

2.4. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah organisasi-organisasi yang terkait satu sama lain dan terlibat dalam penyaluran produk sejak dari produsen sampai konsumen. Organisasiorganisasi yang dimaksud bisa berupa pengecer, grosir, agen dan (Simamora, 2001).

distributor fisik

Saluran pemasaran merupakan salah satu bagian dari pemasaran.

Barang barang yang dihasilkan oleh suatu perusahaan harus disampaikan ke konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung, sebelum transaksi jual beli antara penjual dan pembeli dilaksanakan. Penentuan saluran pemasaran adalah

penentuan lembaga

penyalur yang akan menyampaikan barang atau jasa kepada calon konsumennya. Pada dasarnya beberapa macam lembaga penyalur yang dapat dipilih oleh seseorang pengusaha untuk menyalurkan barang-barang hasil produksinya (Ranupandojo, 1990). 2.5 Margin Hanafiah dan Saefuddin (1986) berpendapat bahwa margin pemasaran adalah selisih harga suatu barang yang diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya margin pemasaran yaitu : 1. Perubahan margin pemasaran, keuntungan dari pedagang perantara, harga yang dibayar oleh konsumen dan harga yang diterima produsen. 2. Sifat barang yang diperdagangkan 3. Tingkat pengolahan barang Selanjutnya dikatakan pula bahwa margin tataniaga adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang yang diterima produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga niaga yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Makin panjang tataniaga (semakin banyak lembaga niaga yang terlibat) maka semakin besar pula margin tataniaga. Lembaga niaga adalah orang atau badan maupun perusahaan yang terlibat dalam proses pemasaran pertanian. Ditingkat Desa kita lihat ada tengkulak, ada pedagang perantara serta ada pula pedagang pengecer. Ditingat Kecamatan ada juga pedagang perantara, pengepul dan pengecer. Kejadian ini ada juga ditingat Kabupaten dan Provinsi. Masing-masing lembaga biaya mengeluarkan biaya tataniaga dan memperoleh keuntungan yang disebut bagian dari margin tataniaga (Marketing Margin), (Daniel, 2002). Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyatakan bahwa tataniaga adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama (Hp) dan harga yang dibayarkan oleh pembeli terakhir (He), yang dituliskan dalam rumus :

1. Margin tiap lembaga pemasaran M

= He – Hp

Dimana = M

= Margin Pemasaran (tataniaga)

Hp

= Harga yang dibayar kepada penjualan pertama (Rp/kg)

He

= Harga yang dibayar kepada pembelian terakhir (Rp/ kg)

2. Margin tiap saluran pemasaran (Swastha, 1991) Mt

= M1 + M2……… + Mn

Dimana= Mt

= Margin Saluran Pemasaran

M1

= Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-1

M2

= Margin Pemasaran Lembaga Pemasaran ke-2

Mn

=Margin Penasaran Lembaga Pemasaran ke-n

2.6. Efisiensi Pemasaran Efisiensi dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Bila efisiensi dimasukkan dalam analisis maka variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisisnya adalah variabel harga. Oleh karena itu ada dua hal yang harus diperhatikan sebelum efisiensi dikerjakan yaitu tingkatkan transpormasi antarainput dan output, serta perbandingan antara harga input dan harga output sebagai upaya mencapai indikator efisiensi (Soekartawi, 1993). Pandangan lain menyatakan bahwa efisiensi merupakan ukuran dari produktivitas. Sedangkan efisiensi sendiri merupakan perbandingan antara unsur output dan unsur input. Apabila hasil perbandingan ini lebih besar dari ada 1 (satu) maka dapat dikatakan produktif. Sebaliknya bila perbandingan antara output dan input hasilnya kurang dari 1 (satu) maka dikatakan kurang produktif. Perusahan yang produktif adalah perusahan yang efisien. Perusahaan yang efisien apabila nilai output lebih besar dari nilai inputnya. Sebaliknya perusahan tidak efisien jika output bernilai lebih kecil dari nilai inputnya (Ranupandojo, 1990).

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September 2018 di Kota Bengkulu 3.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu jenis penelitian yang menjelaskan atau menggambarkan suatu fenomena, dalam hal ini yaitu saluran dan margin pemasaran ternak jangkrik di Kota Bengkulu. 3.3 Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuisioner, alat tulis, dan kamera. Objek penelitian yaitu peternak, dan pelaku pemasaran ternak jangkrik di Kota Bengkulu. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui interview langsung dengan responden, yaitu peternak dan pedagang jangkrik di Kota Bengkulu. Untuk memudahkan dalam proses interview digunakan kuisioner atau daftar pertanyaan. Observasi dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke peternakan jangkrik di Kota Bengkulu. 3. 5 Tahapan Penelitian 3.5.1 Survei Pendahuluan Survei pendahuluan dilakukan bertujuan untuk menentukan lokasi penelitiaan yang akan dilaksanakan, jumlah peternak jangkrik, dan identifikasi pokok permasalahan pemasaran pada peternak jangkrik yang ada di Kota Bengkulu. 3.5.2 Izin Penelitian Izin penelitian dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Izin penelitiaan dikeluarkan oleh Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. 3.5.3 Penentuan Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian ditetapkan secara sengaja (purposive), yaitu daerah yang terdapat peternakan jangkrik di Kota Bengkulu, lokasi tersebut atas dasar pertimbangan merupakan sentra peternakan jangkrik di Kota Bengkulu.

3.5.4 Penentuan Responden Peternak Responden ditentukan secara sensus, yaitu 10 peternak yang berada di Kota Bengkulu. 3.5.5 Penentuan Pelaku Pemasaran Pelaku pemasaran ditentukan secara snowball sampling, yaitu 2 pedagang pengumpul dan 10 pedagang pengecer di Kota Bengkulu. 3.5.6 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung pada peternak jangkrik di Kota Bengkulu. wawancara dilakukan dengan mengajukan daftar pertanyaan secara langsung ke peternak mengenai pemasaran ternak jangkrik. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari data-data dan catatan yang sudah ada sebelumnya. Data tersebut bisa didapat dari buku-buku studi pustaka. 3.6 Variabel yang diamati 3.6.1 Identitas Responden Identitas responden meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, agama, alamat, jumlah anggota keluarga, lama usaha peternakan, dan tujuan pemeliharaan. 3.6.2 Pemasaran Ternak Jangkrik pada Peternak 1. Jumlah ternak yang dipasarkan (kg) selama 1 bulan 2. Kriteria penentuan harga 3. Fase penjualan ternak yang diamati pada umur jangkrik (minggu) 3.6.3 Identitas Pelaku Pemasaran Identitas pelaku pemasaran, meliputi nama pedagang, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lama usaha. 3.6.4 Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah organisasi-organisasi yang terkait satu sama lain dan terlibat dalam penyaluran produk sejak dari produsen sampai konsumen. Organisasiorganisasi yang dimaksud adalah pengumpul dan pengecer. 3.7 Analisis data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif margin pemasaran, dan efisiensi pemasaran.

a. Analisis margin Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang ditawarkan produsen dengan harga yang dibayar konsumen akhir, jika penjualan produk melalui banyak lembaga, maka margin pemasaran merupakan penjumlahan dari margin-margin lembaga tersebut (Simmamora, 2000). Untuk mengetahui margin pemasaran jangkrik pada setiap lembaga pemasaran. M = Hp – (Hb+Bp) Dimana : M = Margin Pemasaran (Rp/kg) Hp = Harga Penjualan (Rp/kg) Hb = Harga Pembelian (Rp/kg) Bp = Biaya Pemasaran (Rp/kg)

b. Efisiensi saluran pemasaran Untuk mengetahui efesiensi saluran pemasaran digunakan rumus : 𝑩𝒑

𝑬𝒑 𝑵𝒑 𝒙𝟏𝟎𝟎% Dimana : Ep = Efisiensi Pemasaran (%) Bp = Total Biaya Pemasaran (Rp) Np = total nilai produk yang dipasarkan (Rp) Jika : Ep yang nilainya paling kecil = paling efisien.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Kota Bengkulu Kota Bengkulu memiliki luas wilayah 539,3 km2 terdiri dari daratan seluas 151,70 km2 dan lautan seluas 387,6 km2. Secara administrasi kota Bengkulu berbatasan sebelah Utara dan Timur dengan Kabupaten Bengkulu Utara, sebelah Selatan dengan Kabupaten Seluma, sebelah Barat dengan Samudra Indonesia. Secara historis Kota Bengkulu terbentuk berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, kota kecil Bengkulu diubah statusnya menjadi Kotapraja, meliputi 4 wilayah kedatukan yang membawahi 28 Kepangkuan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 Propinsi Bengkulu berdiri dan Kota Bengkulu dijadikan sebagai Ibukotanya. Sebutan Kotapraja selanjutnya diganti dengan Kotamadya Dati II Bengkulu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah. Istilah Kotamadya Dati II Bengkulu berubah menjadi Kota Bengkulu berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah di daerah tentang kewenangan pemerintah di daerah. Pada tahun 2003, Kota Bengkulu mengalami pemekaran wilayah. Kota Bengkulu mengalami pemekaran wilayah. Kota Bengkulu yang semula terdiri dari 4 kecamatan dengan 57 kelurahan dimekarkan menjadi 8 kecamatan dengan 67 kelurahan. Pembentukan kecamatan dan kelurahan tersebut telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2003. Berdasarkan Perda No 28 Tahun 2003 tersebut, secara administratif, Kota Bengkulu terdiri atas 8 Kecamatan yaitu Kecamatan Selebar dengan 6 Kelurahan, Kecamatan Kampung Melayu dengan 6 Kelurahan, Kecamatan Gading Cempaka dengan 11 Kelurahan, Kecamatan Ratu Samban dengan 9 Kelurahan, Kecamatan Ratu Agung 8 Kelurahan, Kecamatan Teluk Segara dengan 13 Kelurahan, Kecamatan Sungai Serut 7 Kelurahan dan Kecamatan Muara Bangkahulu dengan 7 Kelurahan.

4.2 Identitas Responden Peternak Jangkrik Data hasil penelitian mengenai identitas responden peternak jangkrik, yang meliputi umur, tingkat pendidikan, lama usaha, pekerjaan, dan tujuan pemeliharaan, tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Identitas Responden Peternak Jangkrik di Kota Bengkulu

No 1

2

3

4

Uraian Umur (Th) 30 – 35 36 – 40 41 – 46 47 – 51 Jumlah Tingkat pendidikan SLTP SLTA DIPLOMA Jumlah Lama usaha (Th) 4–6 7–9 10 – 12 Jumlah Pekerjaan Petani Peternak

Tujuan pemeliharaan Penghasilan tambahan Penghasilan utama Jumlah Sumber : Data Primer Diolah 2019

Jumlah responden

Persentase (%)

1 3 5 1 10

10 30 50 10 100

4 5 1 10

40 50 10 100

4 5 1 10

40 50 10 100

7 3 10

70 30 100

7 3 10

70 30 100

5

Tabel 1 menunjukkan bahwa peternak jangkrik berdasarkan umur yang paling banyak pada umur 41-46 tahun sebanyak 5 peternak (50%), sebanyak 3 peternak berumur 36-40 tahun (30%). Sementara itu, yang paling sedikit sebanyak 1 peternak berumur 30-35 tahun (10%) dan 1 peternak berumur 47-51 tahun (10%). Umur mempengaruhi seseorang dalam belajar, memahami, menerima pembaharuan, dan peningkatan produktivitas kerja. Umumnya responden peternak jangkrik berada pada umur produktif yang memiliki semangat yang tinggi. Menurut Aslina (2013), ditinjau dari aspek umur dan pengalaman, maka semakin tua umur akan semakin berpengalaman, sehingga akan semakin baik dalam mengelola usahanya, tetapi disisi lain semakin tua umurnya akan semakin turun

kemampuan fisiknya, sehingga akan membutuhkan bantuan tenaga kerja terutama dari keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Hartono (2005) mengemukakan bahwa umur produktif peternak berkisar 20 sampai 59 tahun. Hal ini disebabkan pada umumnya peternak lebih mudah menerima masukan, inovasi dan informasi, serta sangat cekatan dalam mengambil keputusan untuk menerapkan teknologi terbaru yang berhubungan dengan kemajuan usaha peternakannya. Dengan kondisi teknologi tersebut, diharapkan peternak mampu memanfaatkan peluang untuk meningkatkan penerimaan dari peternakannya. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden peternak jangkrik berpendidikan SLTA sebanyak 5 orang (50%). Keberhasilan penerapan teknologi baru pada usaha ternak jangkrik berhubungan dengan usaha tingkat pendidikannya. Menurut Edwina et al. (2006) pendidikan yang relatif tinggi memungkinkan peternak mampu membuat inovasi baru, mengikuti penyuluhan, dan bimbingan untuk meningkatkan usahanya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Risqina (2011) bahwa pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir sesorang, baik dalam hal mengambil keputusan maupun pengaturan manajemen dalam mengelola usaha ternaknya. Hasil penelitian yang tertera pada Tabel 1 menunjukkan bahwa lama usaha dari responden peternak di Kota Bengkulu yang terbanyak 7-9 tahun yaitu 5 orang (50%). Sedangkan terendah pada 10-12 tahun sebanyak 1 orang (10%). Peternak yang lebih berpengalaman akan lebih cepat menyerap inovasi teknologi dibandingkan dengan peternak yang belum atau kurang berpengalaman (Soekartawi, 2005). Jika semakin lama usaha tersebut dijalani peternak maka semakin banyak pengalaman yang didapat. Pekerjaan utama dari responden peternak jangkrik di Kota Bengkulu yaitu petani sebanyak 7 orang (70%), peternak sebanyak 3 orang (30%). Tujuan pemeliharaan peternak jangkrik di Kota Bengkulu sebagian besar sebagai penghasilan tambahan. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa tujuan pemeliharaan ternak jangkrik di Kota Bengkulu yaitu sebagai penghasilan tambahan sebanyak 7 orang (70%) dan penghasilan utama sebanyak 3 orang (30%). Menurut Bamualim et al (2003), bahwa peternakan merupakan salah satu sumber penghasilan bagi peternak namun merupakan usaha sambilan selain bertani.

4.3 Pemasaran pada Responden Peternak Jangkrik Berdasarkan hasil penelitian pada reponden peternak jangkrik di Kota Bengkulu, yang meliputi jumlah ternak yang dipasarkan, kreteria penentu harga, dan umur penjualan ternak, dan waktu penjualan ternak jangkrik, tertera pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Jumlah ternak yang dipasarkan, kreteria penentu harga, umur penjualan ternak, dan waktu penjualan ternak pada peternak jangkrik di Kota Bengkulu

No 1

2

3

4

Jumlah responden

Persentasi (%)

50

2

20

60

5

50

70

3

30

Jumlah

10

100

Ditentukan peternak

10

100

Jumlah

10

100

2

3

30

3

5

50

4

2

20

Jumlah

10

100

2

2

20

3

5

50

4

3

30

Jumlah

10

100

Uraian Jumlah ternak yang dipasarkan (kg/bln)

Kreteria penentu harga (orang)

Umur penjualan ternak ( minggu)

Waktu penjualan ternak (kali/2 minggu)

Sumber : Data Primer Diolah 2019

Berdasarkan Tabel 2 pemasaran pada peternak jangkrik menunjukkan bahwa jumlah ternak yang dipasarkan 50 kg/bulan sebanyak 2 orang (20%), 60 kg/bulan sebanyak 5 orang (50%) dan 70 kg sebanyak 3 orang. Kreteria Penentu harga yaitu ditentukan langsung oleh peternak (100%). Menurut Heryadi (2011) menjelaskan bahwa dalam pemasaran ternak pada umumnya proses pembentukan atau penentuan harga selalu dikaitkan dengan urgensi kebutuhan uang tunai dari peternak. Bila peternak sangat membutuhkan uang tunai, maka peternak hanya bertindak sebagai penerima harga saja, karena posisi dalam tawar menawar lemah.

Tabel 2 menunjukkan umur penjualan ternak jangkrik paling banyak 3 minggu sebanyak 5 orang (50%), dan paling sedikit umur 4 minggu 2 orang (20%). Waktu penjualan ternak jangkrik sebanyak 2 peternak (20%) menjual jangkriknya 2 kali/2minggu, 5 peternak (50%) menjual jangkrik 3 kali/2minggu dan 3 peternak (30%) menjual jangkrik 4 kali/2minggu. Menurut Baladina (2010) menjelaskan bahwa pemasaran menyebabkan produk tersedia sesuai pada waktu yang telah ditentukan. 4.4 Identitas Pelaku Pemasaran Ternak Jangkrik Pelaku atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam penjualan ternak jangkrik di kota Bengkulu yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Berdasarkan hasil penelitian pada pemasaran ternak jangkrik di Kota Bengkulu melalui lembaga pemasaran dalam proses penjualan jangkrik dari peternak sampai ke konsumen akhir yang melibatkan lembaga-lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. A. Identitas Pedagang Pengumpul Ternak Jangkrik Pedagang pengumpul mendapatkan jangkrik dari peternak dengan cara mendatangi langsung. Secara lebih terperinci identitas pelaku pemasaran jangkrik di Kota Bengkulu, meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan lama usaha yang berperan sebagai pedagang pengumpul terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Identitas Pedagang Pengumpul jangkrik di Kota Bengkulu. No 1

Uraian umur (tahun) 30-35 36-40 jumlah 2 Pendidikan SLTA jumlah 3 Pekerjaan Pedagang jumlah 4 lama usaha (tahun) 2-5 jumlah Sumber : Data primer diolah 2019

pedagang pengumpul

persentase (%)

1 1 2

50 50 100

2 2

100 100

2 2

100 100

2 2

100 100

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa yang bertindak sebagai pedagang pengumpul sebanyak 2 orang. Pedagang pengumpul yang berumur 30-35 tahun sebanyak 1 orang dengan persentase 50% dan 36-40 tahun sebanyak 1 orang dengan persentase 50%, dengan tingkat pendidikan SLTA. Menurut Dewi (2013) bahwa semakin baik pendidikan, semakin banyak pengalaman dalam menjalankan usaha, dan semakin mendukung

lingkungan wirausaha dari seseorang akan berbanding lurus dengan keberhasilan usaha yang dijalaninya. Pekerjaan utama sebagai pedagang dan lama usaha mencapai 2-5 tahun. Waris et al. (2015) mengemukakan bahwa umur, pendidikan, serta lama usaha dari pelaku pemasaran sangat berpengaruh dalam hal berdagang jangkrik. B. Identitas Pedagang Pengecer Ternak Jangkrik Pedagang pengecer pada pemasaran jangkrik di Kota Bengkulu merupakan lembaga pemasaran yang langsung berhadapan dengan konsumen serta ujung tombak dari suatu proses produksi yang bersifat komersil. Sudiyono (2002) mengemukakan bahwa pedagang pengecer merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan langsung dengan konsumen. Keberlanjutan produksi yang berasal dari produsen bergantung pada pedagang pengecer dalam hal menjual hasil produksi kepada konsumen akhir. Berikut secara lebih terperinci identitas pedagang pengecer ternak jangkrik yang ada di Kota Bengkulu tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Identitas Pedagang Pengecer jangkrik di Kota Bengkulu.

No 1

Uraian Umur (Tahun) 30 – 35 36 – 41 42 – 47 Jumlah 2 Pendidikan SLTP SLTA Jumlah 3 Pekerjaan Petani Pedagang Jumlah 4 Lama Usaha (Tahun) 1–2 3–4 5–6 Jumlah Sumber : Data Primer Diolah 2019

Pedagang pengecer (Orang)

Persentase (%)

2 5 3 10

20 50 30 100

4 6 10

40 60 100

3 7 10

30 70 100

2 6 2 10

20 60 20 100

Tabel 4 menunjukkan bahwa pedagang pengecer jangkrik berdasarkan umur paling banyak di dominasi oleh pedagang pengecer umur 36-41 tahun sebanyak 5 pedagang pengecer (50%), dan yang paling sedikit sebanyak 3 pedagang pengecer berumur 42-47 tahun (30%). Pedagang pengecer jangkrik di Kota Bengkulu ditinjau dari umurnya masih

produktif. Menurut Cahyono (1998) umur produktif merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan, dan umur produktif berkisar antara 15-64 tahun yang merupakan umur ideal. Ditinjau dari segi pendidikan untuk pedagang pengecer di Kota Bengkulu yaitu SLTP berjumlah 4 orang (40%), dan SLTA sebanyak 6 orang (60%). Slamet (1993) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi 3 dimana kelompok berpendidikan rendah yaitu SD kebawah, kelompok berpendidikan menengah yaitu SLTP sampai dengan tamat SLTA, dan berpendidikan tinggi diatas SLTA. Dari hasil penelitian yang tertera pada Tabel 4 menunjukkan pekerjaan pokok pedagang pengecer sebanyak 7 orang (70%) dan petani 3 orang (30%). Lama usaha pedagang pengecer yaitu tertinggi sebesar 3-4 tahun sebanayak 6 orang (60%), 1-2 tahun sebanyak 2 orang (20%), dan 5-6 tahun sebanyak2 orang (20%). Menurut Wahid (2012) lama pemeliharaan maupun usaha dan pendidikan terakhir sangat berpengaruh terhadap pengelolaan usaha ternak. 4.5 Saluran pemasaran Saluran pemasaran jangkrik di Kota Bengkulu melibatkan pelaku pemasaran yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran merupakan lembaga pemasaran sebelum produk sampai pada tingkat konsumen. Simamora (2001) bahwa saluran pemasaran adalah organisasi-organisasi yang terkait satu sama lain dan terlibat dalam penyaluran produk sejak dari produsen sampai konsumen, yang meliputi pengecer, grosir, agen, dan distributor. A. Saluran Pemasaran 1. Saluran pemasaran I merupakan jalur pemasaran dari peternak langsung menjual ternak jangkrik ke konsumen akhir, sehingga tidak adanya pelaku tataniaga. Untuk lebih jelas saluran pemasaran I dapat dilihat pada Gambar 1. Peternak

Konsumen akhir

Gambar 1.Saluran Pemasaran I pada ternak jangkrik di Kota Bengkulu . Gambar I memperlihatkan bahwa peternak jangkrik menjual ternak langsung kepada konsumen akhir. Peternak yang menjual langsung ke konsumen akhir sebanyak 2 peternak. Saluran pemasaran tersebut tidak melibatkan pedagang perantara. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (2001) yang mengatakan bahwa secara prinsip jalur pemasaran yaitu pemasaran yang ditujukan ke konsumen akhir tanpa perantara.

Secara rinci rata-rata jumlah penjualan jangkrik, harga jual dan total penjualan peternak jangkrik pada saluran 1 di Kota Bengkulu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata jumlah penjualan, harga jual, dan total penjualan ternak jangkrik pada Saluran I di Kota Bengkulu. Jumlah penjualan jangkrik Harga jual jangkrik Total penjualan No urut peternak (kg/bln) (Rp/kg) (Rp/bln) 1 2

50 60

Jumlah

110

Rata –rata 50,5 Sumber : Data Primer Diolah 2019

70.000 70.000

3.500.000 4.200.000 7.700.000

70.000

3.850.000

Bardasarkan Tabel 5 menunjukkan jangkrik yang dijual peternak selama 1 bulan sebanyak 50,5 kg/bln, dengan masing-masing peternak menjual sebanyak 50 kg dan 60 kg jangkrik. Berdasarkan hal tersebut pembeli langsung mendatangi peternak jangkrik dengan harga Rp 70.000/kg, dengan total penjualan sebesar Rp 3.850.000/bln. B. Saluran Pemasaran II. Saluran pemasaran II merupakan saluran pemasaran yang melibatkan pedagang perantara, yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran tersebut, dimulai dari peternak menjual ke pedagang pengumpul dan dilanjutkan ke pedagang pengecer serta ke konsumen akhir. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 2. Peternak

Pedagang pengumpul

Pedagang pengecer

Konsumen akhir

Gambar 2. Saluran Pemasaran II pada jangkrik di Kota Bengkulu. Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa pemasaran ternak jangkrik pada saluran pemasaran II di Kota Bengkulu, mulai dari peternak ke konsumen akhir, melalui pedagang perantara, yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Erzal (2015) menunjukkan bahwa untuk sampai konsumen akhir melalui dua pedagang. Rata-rata jumlah penjualan, harga beli, harga jual dan total penjualan ternak jangkrik pada saluran II di Kota Bengkulu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata jumlah penjualan, harga beli, harga jual dan total penjualan ternak jangkrik pada Saluran II di Kota Bengkulu. Jumlah penjualan No Urut jangkrik Uraian Responden (kg/bln) Peternak 1 70 2 70 3 50 Jumlah 190 Rata-rata 63,3 Pengumpul 1 190 Jumlah 190 Pengecer 1 30 2 20 3 20 4 25 5 20 6 25 7 20 8 30 Jumlah 190 Rata-rata 23.75 Sumber : Data Primer Diolah 2019

Harga beli jangkrik (Rp/kg) 0 0 0

Harga jual jangkrik (Rp/kg) 50.000 50.000 50.000

50.000 50.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000 65.000

50.000 65.000 65.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000

65.000

75.000

Total penjualan (Rp/bln) 3.500.000 3.500.000 2.500.000 9.500.000 3.166.666 12.350.000 12.350.000 2.250.000 1.500.000 1.500.000 1.875.000 1.500.000 1.875.000 1.500.000 2.250.000 14.250.000 1.781.250

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan peternak menjual jangkrik kepada pengumpul seharga Rp 50.000/kg sebanyak 63.3 kg/bulan dengan rataan penjualan Rp. 3.166.666, pedagang pengumpul menjual kembali jangkrik ke pedagang pengecer seharga Rp 65.000/kg, rataan penjualan pedagang pengumpul sebesar Rp. 12.350.000. Pedagang pengecer menjual jangkrik ke konsumen akhir seharga Rp 75.000/kg, rata-rata penjualan pedagang pengecer sebesar Rp. 1.781.250. Biaya pemasaran digunakan untuk jasa peralatan dan pengangkutan ternak jangkrik dari pedagang pengumpul menuju pedagang pengecer. Biaya pemasaran ternak jangkrik pada saluran II yang meliputi pedagang pengumpul dan pedagang pengecer tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata jumlah biaya pemasaran ternak jangkrik pada saluran II di Kota Bengkulu

Pelaku pemasaran

Pengumpul 1

Jumlah Rata-rata Pengecer 1

Pengecer 2

Pengecer 3

Pengecer 4

Pengecer 5

Pengecer 6

Pengecer 7

Pengecer 8

Jumlah penjualan jangkrik (kg/bln)

190

Uraian biaya pemasaran Karung (buah) Transportasi (Kali/bulan) Karpet telur (lembar)

Jumlah satuan

Harga satuan

Jumlah biaya (Rp)

10

1.500

15.000

12

10.000

120.000

200

400

80.000

190 190 30

20

20

25

20

25

20

30

190 Jumlah 23.75 Rata-rata Sumber : Data Primer 2019

215.000 215.000 Karpet telur (lembar) Kantong plastik Karpet telur (lembar) Kantong plastik Karpet telur ( lembar) Kantong plastik Karpet telur ( lembar) Kantong plastik Karpet telur ( lembar) Kantong plastik Karpet telur ( lembar) Kantong plastik Karpet telur ( lembar) Kantong plastik Karpet telur ( lembar) Kantong plastik

20

400

8000

1

12.500

12.500

15

400

6000

1

12.500

12.500

15

400

6000

1

12.500

12.500

20

400

8000

1

12.500

12.500

15

400

6000

1

12.500

12.500

20

400

8000

1

12.500

12.500

15

400

8000

1

12.500

200

25

400

10.000

1

12,500

12,500 160.000 20.000

Tabel 7 menunjukkan bahwa pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran meliputi karung, karpet telur dan transportasi setiapkali dalam penjualan jangkrik kepada pedagang pengecer, rata-rata biaya sebesar Rp. 215.000 untuk 190 kg jangkrik dengan biaya Rp.1.131/kg. Selanjutnya pedagang pengecer mengeluarkan biaya pemasaran seperti karpet telur, dan kantong plastik dalam penjualan jangkrik kepada konsumen akhir dengan biaya pemasaran Rp 20.000/pengecer. B. Saluran Pemasaran III. Saluran pemasaran III merupakan saluran pemasaran yang melibatkan lembaga pemasaran yaitu peternak, pedagang pengumpul dan Konsumen akhir yang secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 3. Peternak

Pedagang pengumpul

Konsumen akhir

Gambar 3. Saluran Pemasaran III ternak jangkrik di Kota Bengkulu. Gambar 3 menunjukkan lembaga pemasaran yang terlibat yaitu hanya pedagang pengumpul. Peternak menjual jangkrik kepada pedagang pengumpul kemudian sampai ke konsumen akhir. Secara rinci jumlah penjualan, harga jual, harga beli dan total penjualan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah pejualan, harga beli, harga jual dan total penjualan ternak jangkrik di Kota Bengkulu. Jumlah penjualan Harga beli Harga jual Total No Urut jangkrik jangkrik jangkrik penjualan Uraian Responden (kg/bln) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/bln) Peternak 1 70 0 50.000 3.500.000 Jumlah 70 3.500.000 Pengumpul 1 70 50.000 70.000 4.900.000 Jumlah 70 4.900.000 Sumber : Data Primer Diolah 2019 Tabel 8 menunjukkan pedagang pengumpul membeli jangkrik dari peternak sebanyak 70 kg/bulan dengan harga Rp. 50.000/kg. kemudian pedagang pengumpul menjual kembali jangkrik dengan harga Rp 65.000/kg kepada konsumen akhir, total penjualan pedagang pengumpul sebesar Rp. 4.900.000/bln.

Tabel 9. Jumlah biaya pemasaran ternak jangkrik pada saluran III di Kota Bengkulu Jumlah Pelaku penjualan Uraian biaya Jumlah Harga Jumlah Pemasaran jangkri (kg/bln) pemasaran satuan satuan biaya (Rp) Karung (buah) 2 1.500 3000 Kantong plastik (buah) 1 12.500 1000 Pengumpul 1 70 Transportasi (Kali/bulan) 6 10.000 60.000 Karpet telur (lembar) 20 400 8000 70 Jumlah 72.000 Berdasarkan Tabel 9 biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul meliputi transportasi untuk membeli jangkrik dari peternak maupun untuk menjual kembali ke konsumen akhir, dengan biaya sebesar Rp 10.000, pedagang pengumpul juga menggunakan kantung plastik dan karung sebagai wadah untuk memasarkan jangkrik ke konsumen akhir, serta karpet telur dengan harga satuan sebesar Rp 400. Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan bahwa total biaya pemasaran pada pedagang pengumpul sebesar Rp 72.000 untuk 70 kg jangkrik, dengan biaya Rp. 1.000 /kg. C. Saluran Pemasaran IV. Saluran pemasaran IV, lembaga pemasaran yang terlibat yaitu peternak, pedagang pengecer, dan konsumen akhir untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Peternak

Pedagang pengecer

Konsumen akhir

Gambar 4. Saluran Pemasaran II pada ternak jangkrik di Kota Bengkulu. Gambar 4 menunjukkan bahwa peternak menjual jangkrik ke pedagang pengecer lalu pedagang pengecer menjual jangkrik kepada konsumen akhir. Hal ini sesuai dengan pendapat Mursid (1997) yang mengemukakan bahwa pola pemasaran semi langsung yaitu penyaluran dari produsen melalui satu perantara, yang dimaksud yaitu dari pengecer baru ke konsumen. Rata-rata jumlah penjualan jangkrik, harga beli, harga jual dan total Penjualan jangkrik di Kota Bengkulu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata jumlah penjualan jangkrik, harga beli, harga jangkrik di Kota Bengkulu. Jumlah penjualan Harga beli No Urut jangkrik jangkrik Uraian Responden (kg/bln) (Rp/kg) Peternak 1 60 0 2 60 0 3 60 0 4 60 0 Jumlah 240 Rata-rata 60 Pengecer 1 30 50.000 2 40 50.000 3 30 50.000 4 30 50.000 5 40 50.000 6 30 50.000 7 40 50.000 Jumlah 240 Rata-rata 34.28 50.000 Sumber : Data Primer Diolah 2019

jual dan total Penjualan

Harga jual jangkrik (Rp/kg) 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000

Total penjualan (Rp/bln) 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 12.000.000 3.000.000 2.160.000 1.500.000 2.160.000 1.500.000 1.500.000 2.160.000 1.500.000 17.640.000 2.520.000

Berdasarkan Tabel 10 pedagang pengecer pada saluran IV sebanyak 7 orang. Pedagang pengecer membeli jangkrik dari 4 peternak sebanyak 240 kg/bulan, masingmasing peternak menjual sebanyak 60 kg/bln dengan harga Rp 50.000/kg, pedagang pengecer menjual kembali jangkrik dengan harga Rp 75.000/kg. Rata-rata penjualan pedagang pengecer sebesar Rp.2.520.000/bln. Pedagang pengecer mengeluarkan biaya pemasaran untuk memasarkan ternak jangkrik, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Learning (2004) menyatakan bahwa biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk memasarkan, mendistribusikan, dan melayani produk dan jasa. Biaya pemasaran pada saluran IV yang meliputi pedagang pengecer tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Rata-rata jumlah biaya pemasaran ternak jangkrik pada saluran IV di Kota Bengkulu

Pelaku pemasaran

Pengecer 1

Pengecer 2

pengecer 3

pengecer 4

Pengecer 5

Pengecer 6

Pengecer 7

Jumlah penjualan jangkrik (kg/bln)

30

40

30

30

40

30

40

Uraian biaya pemasaran Transportasi (kali/bln) karpet telur (lembar)

Jumlah satuan

Harga satuan

Jumlah biaya (Rp)

3

10.000

30.000

30

400

12.000

Kantong plastik Transportasi (kali/bln) karpet telur (lembar) Kantong plastik Transportasi (kali/bln) karpet telur (lembar) Kantong plastik Transportasi (kali/bln) karpet telur (lembar) Kantong plastik Transportasi (kali/bln) Karpet telur (lembar) Kantong plastik Trasportasi (kali/bln) Karpet telur (lembar) Kantong plastik Transportasi (kali/bln) Karpet telur (lembar) Kantong plastik

1

12.500

12.500

3

10.000

30.000

40 1

400 12.500

16.000 12.500

3

10.000

30.000

30 1

400 12.500

12.000 12.500

3

10.000

30.000

30 1

400 12.500

12.000 12.500

3

10.000

30.000

40 1

400 12.500

16.000 12.500

3

10.000

30.000

30 1

400 12.500

12.000 12.500

3

10.000

30.000

40 1

400 12.500

16.000 12.500 393.500 56.214

240 Jumlah 34.28 Rata-rata Sumber : Data Primer Diolah 2019

Tabel 11 menunjukkan pedagang pengecer memerlukan transportasi untuk mengambil jangkrik dari peternak sebanyak 3 kali/bulan dengan biaya transportasi Rp. 10.000 untuk setiap pengambilan jangkrik, pedagang pengecer membeli karpet telur seharga Rp.400/lembar dan kantong plastik untuk memasarkan jangkrik ke konsumen akhir. rata-rata biaya pemasaran pedagang pengecer sebesar Rp.56.214 4.6 Margin dan Efesiensi Pemasaran. Hasil penelitian pada Saluran Pemasaran Ternak Jangkrik (Gryllidae Sp) di Kota Bengkulu terdapat 4 saluran pemasaran. Lebih jelasnya rata-rata margin dan efisiensi pada saluran I, II, III, dan IV dari pemasaran ternak jangkrik di Kota Bengkulu yang tertera pada Tabel 12 Tabel 12. Rata-rata margin Pemasaran, dan Efisiensi saluran I, II, III, dan IV pada pemasaran ternak jangkrik di Kota Bengkulu. saluran Saluran saluran No Uraian I saluran II III IV 1 1 Peternak (Orang) 2 4 3 50.000 Harga jual (Rp/kg) 70.000 50.000 50.000 70 Jumlah yang terjual (kg/bln) 50.5 63.3 34.28 Biaya pemasaran (Rp/bln) 1 2 Pedagang Pengumpul (Orang) 1 70 Jumlah yang dibeli (kg/bln) 63.3 70 Jumlah yang dijual (kg/bln) 63.3 50.000 Harga beli (Rp/kg) 50.000 70.000 Harga jual ( Rp/kg) 65.000 Jumlah terjual (Rp/bln) 3.166.666 4.900.000 1000 Biaya pemasaran (Rp/kg) 1.131 19.000 Margin pemasaran (Rp/kg) 13.869 1.46% Efisiensi pemasaran(%) 1,77% 3 Pedagang pengecer (Orang) 8 10 Jumlah yang dibeli (kg/bln) 63.3 34.28 Jumlah yang dijual (kg/bln) 63.3 34.28 Harga beli (Rp/kg) 65.000 50.000 Harga jual ( Rp/kg) 75.000 75.000 Jumlah terjual (Rp/bln) 1.781.250 2.520.000 Biaya pemasaran (Rp/kg) 842 1.640 Margin pemasaran (Rp/kg) 14.158 23.360 Efisiensi pemasaran(%) 1.12% 2.23% Sumber : Data Primer diolah 2019 Berdasarkan Tabel 12, menunjukkan saluran pemasaran I peternak jangkrik menjual jangkrik langsung kepada konsumen akhir tanpa perantara. Konsumen tersebut adalah masyarakat yang kebetulan lewat ataupun memang sengaja datang yang memelihara

burung kicauan. Total biaya pemasaran, margin pemasaran, dan efisiensi pemasaran pada saluran I sebanyak Rp 0/kg, karena konsumen langsung mendatangi peternak sehingga tidak ada biaya pemasaran. Sesuai dengan pendapat Cahyaningsih (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi margin pemasaran yaitu harga ditingkat pedagang, harga ditingkat peternak, biaya penanganan, biaya transportasi, volume produk yang dijual peternak, jarak peternak dengan pasar, dan input produksi. Hasil penelitian kriteria penjualan bersih sebanyak 100 %. Saluran pemasaran II, meliputi peternak yang menjual jangkrik kepada pedagang pengumpul, lalu pedagang pengumpul menjual ke pedagang pengecer selanjutnya pedagang pengecer menjual kepada konsumen akhir. Sama halnya dengan peternak pada saluran I, peternak pada saluran II tidak mengeluarkan biaya pada saat proses pemasaran. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul saat proses pemasaran yaitu biaya transportasi sebesar Rp. 10.000. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada proses pemasaran maka akan berpengaruh pada efisiensi pemasaran. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Syahidulhaq (2012) semakin sedikit lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran maka efesiensi akan semakin rendah dan nilai shere harga akan semakin tinggi. Lembaga pemasaran yang paling efisien pada saluran pemasaran II yaitu pedagang pengumpul dengan efisiensi pemasaran sebesar 1.77% dan pedagang pengecer dengan efesiensi pemasaran 1.12%. Menurut

Daniel (2002) mengemukakan bahwa efisiensi

pemasaran adalah ukuran dari perbandingan antara kegunaan pemasaran dengan biaya pemasaran Saluran pemasaran III lebih pendek reaksi pemasarannya karena hanya yang terlibat pedagang pengumpul dan langsung ke konsumen akhir, dengan efesiensi pemasaran sebesar 1.46%. Rosmawati (2011) menyatakan sebuah sistem pemasaran dikatakan efisien apabila semua kegiatan pemasaran yang meliputi kegiatan pengumpulan komuditas di tingkat petani (tersebar pada daerah yang cukup luas), kemasan komuditas, transportasi, pengolahan serta distribusi (wholesaling dan retailing) berjalan dengan biaya minimum. Hanafiah dan Saefuddin (1986) mengemukakan bahwa margin pemasaran adalah selisih harga suatu barang yang diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen. Saluran pemasaran IV yaitu peternak menjual kepada pengecer,kemudian pengecer menjual kembali ke konsumen akhir, efisiensi pemasaran sebesar 2.23%. Sesuai yang dikemukakan oleh Cahyaningsih (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi margin pemasaran, yaitu harga ditingkat pedagang, harga ditingkat petani, biaya penanganan, biaya transportasi, dan jarak pedagang dengan pasar .

V.KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 saluran pemasaran jangkrik di Kota Bengkulu, meliputi saluran pemasaran I yaitu dari peternak menjual ke konsumen langsung, saluran pemasaran II peternak menjual jangkrik kepada pengumpul kemudian menjual ke pengecer dan sampai ke konsumen akhir, saluran pemasaran III peternak menjual jangkrik kepada pengumpul kemudian langsung ke konsumen akhir, saluran pemasaran IV yaitu peternak menjual jangkrik ke pengecer dan pengecer menjual jangkrik ke konsumen akhir. Saluran pemasaran yang paling efisien pada saluran II yaitu pada pedagang pengecer sebesar 1,12%. 5.2 Saran Diharapkan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pengolahan ternak jangkrik yang ada di Kota Bengkulu agar peternakan jangkrik lebih berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Arinong, A.R, Kadir, dan Edi. 2008. Analisis Saluran dan Margin Pemasaran Kakao Desa Timbunseng, Kec. Pattalasang, Kab. Goa. Jurnal Agribisnis. 4 (2) : 19-26. Aslina, A. 2013. Margin dan Keuntungan Lembaga Pemasaran Peternak Puyuh dari Kabupaten Bone ke Kota Makassar. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasaniddin. Makassar. Baladina, N. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian: Sistem pemasaran hasil pertanian. http//rosihan.lecture.ub.ac.id. Diakses pada tanggal 20 Desember 2017. Cahyaningsih. P. 2008. Analisis pemasaran beras dalam upaya peningkatan pendapatan petani. Malang. Jurnal Agrise. 8 (1): 23-29. Cahyono, S. Andy. 1998. Karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga penyadap getah pinus di Desa Somagede, Kebumen, Jawa Tengah. Jurnal Agribisnis. 3 (1) : 15-19. Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara. Dewi, A. 2013. Pola pemasaran peternak puyuh pada peternakan skala kecil di Kabupaten Kediri. Jurnal Managemen Agribisnis. 13(1): 55-62 Edwina, S Cepriadi dan Zainina. 2006. Analisis pendapatan peternak ayam broiler pola kemitraan di Kota Pekan Baru. Jurnal Peternakan. 3 (1): 7-13. Erzal, F. Z. 2015. Analisis Saluran, margin, efisiensi pemasaran itik lokal pedaging Jawa Barat. Jurnal Agribisnis. 3 (1): 7-13. Hamid, A.K. 1984. Tataniaga Pertanian. Departeman ilmu—ilmu sosial ekonomi pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar. Hanafiah, A.M., Saefuddin, A.M. 1986. Tataniaga hasil perikanan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Heriyatno. 2009. Analisis Pendapatan dan Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Di Tingkat Peternak ( Kasus Anggota Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Heryadi, A. Y. 2011. Pola pemasaran sapi potong di Pulau Madura. Jurnal Sosial Ekonomi Peternakan 5: 38-46. Husna, S dan Suwarsono. 1999. Studi Kelayakan Proyek. Edisi 4. UPP AMP TKPN, Yogyakarta. Intania, A. 2006. Subtitusi Tepung Kunyit (Curcuma domestica Val) dalam Pakan Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) pada Periode Bertelur. Skripsi Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Irawan, dan Sudjono. 2001. Pemasaran, prinsip dan kasus. Edisi kedua. BPFE-UGM. Yogyakarta.

Jannah, R. 2000. Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan Jangkrik Lokal (Gryllus bimaculatus de greex) Selama Masa reproduksi. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi ternak Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Janwar, F.D. 2001.Pertumbuhan dan Mortalitas Jangkrik Cliring pada MasaPembesaran dengan Kepadatan dan Jenis Pakan Tmbahan Yang Berbeda.Skripsi Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kotler, P. 1998. Manajemen pemasaran, analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian. Edisi Ketujuh. Volume II, Jakarta: Erlangga. Kotler, P. 2000. Marketing management: Edisi Milenium, International Edition. Prentice Hall International. Inc. New Jersey. Kotler dan Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. PT. Indeks Kelompok. Jakarta: Gramedia. Learning, T. 2004. Analisis biaya pemasaran sebagai salah satu alat untuk pengendalian biaya komersial. Jurnal Administrasi Bisnis. 13 (1) :2-5. Lumowo, A. T. 2001. Pertumbuhan Tiga Jenis Jangkrik Lokal dengan Pakan yang Berbeda. Skiripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mansy. 2002. Performa Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) yang diberi Kombinasi Kosentrat dengan Daun Sawi dan Daun Singkong Selama Masa Pertumbuhan, Skiripsi, Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mardikanto . 1993. Penyuluhan pembangunan pertanian. UNS Press. Surakarta. Mursyid, M. 1997. Manajemen pemasaran. aksara bekerja sama antar universitas studi ekonomi UI. Jakarta. Novianti, J. 2003. Komposisi kimia tepung berbagai tingkat umur jangkrik kalung (gryllus bimmaculatus) pada suhu pengeringan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Paimin, FB. 1999. Mengatasi Permasalahan Beternak Jangkrik. Penebar Swadaya, university of Malang. Malang. Pusparini, Pani. 2001. Pengaruh Jenis Jangkrik dan Media Tetas Terhadap Daya Reproduksi. Skripsi. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor. Prayitno, A.S, B. Hartanto, B.A. Nungroho. 2014. Efisiensi Pemasaran Ayam Broiler di Kabupaten Bojonegoro. Universitas Brawijaya Malang Indonesia. Ranupandojo, H. 1990. Dasar-dasar ekonomi perusahaan. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Rasyaf, M. 2001. Memasarkan hasil peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Reksorahardjo, S dan Handoko, T.H. 1992. Kebijaksanaan perusahaan. Konsep Dasar dan Studi Kasus. Edisi Kedua. BPFE. Yogyakarta. Richard. J. M. 2014. Analisis Keuntungan Penggemukan Sapi Potong Kelompok Tani Keong Mas Desa Tambulongo Kecamatan Sangkup Bolaang Mongondow Utara (studi kasus). Jurnal Zootek (Zootek Journal) 34 (1) : 28-36.

Risqina. 2011. Analisis pendapatan peternak sapi potong dan sapi bakalan karapan Di Sapudi Kabupaten Sumenep. Semarang. Jurnal JITP. 1 (3): 190-197. Rosmawati, H. 2011. Analisis efisiensi ternak jangkrik di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu. Jurnal Agronobis. Vol. 3 (5): 1-9. Rosyadi, A. 2001. Pengaruh Nisbah Kelamin dan Jenis Pakan Terhadap Reproduksi dan Konsumsi Jangkrik (Gryllus testaceus). Skripsi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simmamora. 2001. Manajemen pemasaran internasional. Jilid II. Salemba empat. Jakarta Slamet, M. 1993. Pembangunan masyarakat berwawasan partisipasi. UNS Press. Surakarta. Soekartawi. 1993. Analisis usaha tani. Penerbit Universitas Indonesia Pers. Jakarta Soeharto. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Erlangga. Sumarni, M dan Soeprihanto, J. 1997. Pengantar bisnis, dasar-dasar ekonomi perusahaan. Liberty. Yogyakarta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta. Susanto, 2005. Peningkatan Kualitas Pakan Jangrik dengan Sistim Ekstrusi. PKL Faklutas Peternakan Unversitas Muhamadiyah Malang. Malang. Swastha, B. 1993. Konsep dan strategi analisa kuantitatif saluran pemasaran. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Syahidulhaq, Y. 2012. Analisis pemasaran itik di Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Wahid, S. 2012. Faktor-Faktor Pertumbuhan Penduduk. http://rakaneografi.blogspot.com Diakses maret 2019. Waris, at al. 2015. Pengaruh tingkat pendidikan, usia, dan lama beternak terhadap pengetahuan manajemen reproduksi ternak sapi potong di Desa Kedung Pering Kecamatan Balong Panggang Kabupaten Gresik. Jurnal Ternak. 6 (1) : 10-15. Yulianti. I. 2014. Analisis Profitabilitas Usaha Penggemukan Sapi Potong (Studi Kasus Di Kelompok Tani Ternak Gunung Rejo Makmur II, Desa Gunung rejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan). Jurnal Universitas Brawijaya 15 (1) : 4.

L A M P I R A N

Lampiran 1. Kuisioner Identitas

Responden Peternakan Pada Usaha Ternak Kelinci

(Oryctolagus cuniculus) di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong I. IDENTITAS RESPONDEN PETERNAK Nama

:Kasro

Jenis kelamin

: Laki - laki

Umur

: 47 tahun

Tingkat pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Petani

Lama usaha

: 8 tahun

Jumlah tanggungan keluarga : 2 orang Alamat

: Ds. 4 karang jaya

Tujuan pemeliharaan

: Tambahan penghasilan.

II. STRUKTUR KEPEMILIKAN TERNAK 1. Jumlah ternak Ternak

Jumlah (ekor)

1. Jantan

2

2. Induk

18

3. Anak

25

Jumlah total

2. Jumlah kelahiran

: 5

3. Jumlah kematian

:7

4. Jumlah yang dijual

: 25

5. Jumlah yang dipotong : 2 3. SISTEM PEMASARAN 1. Dijual kemana kelinci tersebut ? a. Luar kota

b. Dalam Kota

2. Bagaimana anda menentukan harga ? a. Jenis

b. Umur

3. Apakah anda melakukan pembelian ? a. Ya

b. Tidak

4. Dibeli dari mana saja kelinci tersebut ?

a. Luar kota

b. Dalam kota

5. Bagaimana sifat pembelian/penjualan yang anda lakukan ? a. Borongan

b. Bertahap

6. a. Berapa jumlah penjual/konsumen langganan anda ? a. 1

b. 3

c. 5

NB : Jika tidak ada pilihan tuliskan..

4

b. Sudah berapa lama berlangganan ? a. 1 tahun b. 3 tahun

c. 5 tahun

NB : Jika tidak ada pilihan tuliskan..

8 tahun

7. Apa ada kesulitan dalam penjualan kelinci ? a. Ya

b. Tidak

NB : Ya, Tuliskan .........

Lampiran 2. KuisionerIdentitas Responden Pelaku Pemasaranusaha ternak kelinci (Oryctolagus cuniculus) di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. I. IDENTITAS RESPONDEN PELAKU PEMASARAN Nama

:Sugeng

Jenis kelamin

: Laki - laki

Umur

: 20 Tahun

Tingkat pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Pekebun

II. BIAYA PEMASARAN Peralatan

: Rp 10.000

Retribusi

:-

Transportasi

: Rp 30.000

III. SIS TEM PEMASARAN 1. Dijual kemana kelinci tersebut ? a. Dalam kota

b. Luar kota

2. Kepada siapa kelinci tersebut dijual ? a. Konsumen

b. Pengepul

c. Pengecer

3. Dari soal no (3) kalau dijual ke pengepul berapa harganya ? a. Rp 70.000,00

b. Rp 80.000,00

c. Rp. 90.000,00

NB : Jika tidak ada pilihan tuliskan.. 4. Dari soal no (3) kalau dijual ke penecer berapa harganya ? a. Rp 70.000,00

b. Rp 80.000,00

5. NB : Jika tidak ada pilihan tuliskan..

c. Rp. 90.000,00 50.000

6. Berapakah anda membeli kelinci dari peternak perekor ? a. Rp 30.000,00

b. Rp 40.000,00

c. Rp. 50.000,000

NB : Jika tidak ada pilihan tuliskan.. 7. Berapakah anda menjual kelinci perekor ? a. Rp 70.000,00

b. Rp 80.000,00

NB : Jika tidak ada pilihan tuliskan..

c. Rp. 90.000,00 50.000

8. Berapa ekor jumlah kelinci setiap sekali penjualan ?

a. 1 – 5 ekor

b. 5 – 10 ekor

NB : Jika tidak ada pilihan tuliskan..

c. 10 – 20 ekor. 35-40 3kor

9. Apakah anda memiliki konsumen langganan ? a. Ya

b. Tidak

NB : Ya, Berapa ?.. 2 orang

Lampiran 3. Karakteristik Responden Peternak di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong.

No Nama peternak 1

Winarno

2

Kasro

3

Alamat

Umur Pekerjaan reponden Pendidikan pokok

Lama usaha kelinci (Th)

Tanggungan keluarga

Tujuan pemeliharaan tambahan penghasilan tambahan penghasilan tambahan penghasilan tambahan penghasilan

29 diploma 3

petani

6

2

47 SLTA

petani

8

2

Sutarjo

Sambirejo Karang jaya Kampung baru

65 SLTA

swasta

10

-

4

Siswanto

Air duku

62 SLTA

PNS

6

3

5

Edi

Air duku

55 SD

peternak

5

6

Sunardi

Sambirejo

63 SLTA

petani

8

3 penghasilan utama tambahan 1 penghasilan

Jumlah

321

43

Rataan

53,5

7,1

Lampiran 4. Karakteristik Responden Pemasaran Ternak kelincidi Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong No 1

2

3

Uraian Umur (tahun) 20 Jumlah Pendidikan SD SMP SMA Jumlah Pekerjaan Petani Swasta Jumlah

Lama usaha (tahun) 5 Jumlah Sumber : Data primer diolah 2018

Pedagang pengumpul

Persentase (%)

1 1

100 100

1 1

0 100 0 100

1 1

100 0 100

1 1

100 100

4

Lampiran 5. Karakteristik Responden Pemasaran Ternak kelincidi Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong

No 1

Uraian Umur (tahun) 21 – 30 31 – 40 41 – 50 Jumlah 2 Pendidikan SD SMP SMA Jumlah 3 Pekerjaan Petani Buruh Pedagang Jumlah 4 lama usaha (tahun) 1–3 4–6 7–9 Jumlah Sumber : Data Primer diolah 2018

Pedagang pengecer

Persentase (%)

2 2 1 5

40 40 20 100

2 3 5

0 40 50 100

1 1 3 5

20 20 60 100

1 3 1 5

20 60 20 100

Lampiran 6. Struktur Kepemilikan Ternak Kelinci di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong

No

Responden

Pejantan

Betina

Anak

Jumlah kelahiran

1

Peternak 1

3

10

20

5

3

20

0

51

2

Peternak 2

2

18

25

5

7

25

2

74

3

Peternak 3

3

10

30

6

10

20

0

69

4

Peternak 4

3

10

25

5

2

20

2

57

5

Peternak 5

5

36

40

6

5

40

0

102

6

Peternak6

6

15

30

6

3

35

0

70

6

22

99

170

33

30

65

4

423

Jumlah

Jumlah kematian

Jumalah dijual

Jumlah dipotong

Jumlah populasi

Lampiran 7. Jumlah Ternak Yang Dipasarkan, Kriteria Penentu Harga, Fase Penerimaaan, Dan Biaya Pemasarandi Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong

No 1

Uraian Jumlah ternak yang dipasarakan (ekor) 1 - 20 20 - 40 Jumlah 2 Kreteria penentu harga (orang) Ditentukan peternak Harga pasar Jumlah 3 Fase penjualan ternak Bibit Dewasa Indukan Afkir Jumlah 4 Biaya pemasaran (orang) - Ada - Tidak ada Jumlah Sumber : Data Primer Diolah 2018

Jumlah responden

persentasi (%)

3 3 6

50 50 100

6 6

100 0 100

4 1 1 6

66,6 16,6

0 6 6

0 100 100

Lampiran 8.Jumlah Biaya Pemasaran Ternak Kelinci Pada Saluran IIdi Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong

16,6 100

No 1

Pelaku pemasaran Pengumpul

Uraian biaya pemasaran

Jumlah satuan

Harga satuan (Rp)

Jumlah biaya(Rp)

Keranjang (Unit)

1

10.000

10.000

1

30.000

30.000

Transportasi (Kali/bulan) 2

Jumlah Pengecer 1

40.000 Kardus (Unit) Keranjang (Unit) Transportasi (Kali/bulan)

3

65 1

1.000 10.000

65.000 10.000

1

40.000

40.000

65

1.000

65.000

1

20.000

20.000

Pengecer 2 Kardus (Unit) Transportasi (Kali/bulan)

Jumlah Sumber : Data Primer Diolah 2018

Lampiran 9.Harga PenjualanKelinci Pada Saluran IIdi Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong.

200.000

No 1

2

3

Uraian Peternak Peternak 1

Harga satuan (Rp/Ekor)

Jumlah penjualan (Rp)

20

40.000

800.000

20 25 65

40.000 40.000 615

800.000 1.000.000 2.600.000

65

40.000

2.600.000

Penjualan

65

50.000

3.250.000

Biaya pemasaran

65

615

40.000

65 65 65

50.000 65.000 3.077

3250000 4.225.000 200.000

Peternak 2 Peternak 3 Jumlah Pedagang pengumpul Pembelian

Pedagang pengecer Pembelian Penjualan Biaya pemasaran Sumber : Data Primer Diolah 2018

Responden (Orang) 3

Jumlah (Ekor)

1

2

Lampiran 10.Jumlah Biaya Pemasaran Ternak Kelinci Pada Saluran IIIdi Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong

No 1

2

3

Pelaku pemasaran Pengecer 1

Uraian biaya pemasaran

Jumlah satuan

Harga satuan

Jumlah biaya (Rp)

Kardus (Unit)

85

1.000

85.000

Transportasi (Kali/bulan)

1

25.000

25.000

Keranjang Kardus (Unit)

1 85

10.000 1.000

10.000 85.000

Transportasi (Kali/bulan)

1

50.000

50.000

Kardus (Unit) Tali (Unit)

85 1

1.000 5.000

85.000 5.000

Transportasi (Kali/bulan)

1 85

15.000 4.235

15.000 360.000

Pengecer 2

Pengecer 3

Jumlah Sumber : Data Primer Diolah 2018

Lampiran 11.Harga PenjualanKelinci Pada Saluran IIIdi Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong

No 1

2

Uraian Peternak 1 Peternak 2 Peternak 3 Jumlah Pengecer Pembelian Penjualan Biaya pemasaran

Responden (Orang) 1 1 1 3 3

Jumlah (Ekor) 35 10 40 85

85 85 85

Harga satuan (Rp) 40.000 40.000 40.000

Jumlah penjualan (Rp) 1.400.000 400.000 1.600.000 3.400.000

40.000 65.000 4.235

3.400.000 5.525.000 360.000

Sumber : Data Primer Diolah 2018

Lampiran 12. Jumlah Penjualan Kelinci Pada Saluran IV Di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong

No

Uraian 1 Peternak 2 Pedagang pengumpul Pembelian Penjualan Biaya pemasaran Sumber : Data Primer Diolah 2018

Responden (Orang) 1 1

Jumlah (Ekor) 2

Harga satuan 2

Jumlah penjualan (Rp) 250.000

2 2

125.000 150.000 7.500

250.000 300.000 15.000

Lampiran 13. Jumlah biaya pemasaran kelinci pada Saluran IV di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong.

No 1

Pelaku pemasaran Pedagang pengumpul

Uraian biaya pemasaran

Keranjang (Unit) Transportasi (Kali/bulan) Jumlah Sumber : Data Primer Diolah 2018

Jumlah satuan

Harga satuan

Jumlah biaya(RP)

1

10.000

10.000

1

2.500 7.500

5.000 15.000

Lampiran 14.Margin, Share Harga, dan Efisiensi Pemasaran Pada Saluran I, Saluran II, Saluran III, Dan Saluran IV di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong.

No 1

Uraian peternak (Orang) Harga jual dari peternak (Rp/ekor) Biaya pemasaran (Rp) 2 Pedagang Pengumpul (Orang) Jumlah yang dibeli (Ekor) Jumlah yang dijual (Ekor) Harga beli (Rp/ekor) Harga jual ( Rp/ekor) Biaya pemasaran (Rp/ekor) Margin pemasaran (Rp/ekor) Share Harga (%) Efisiensi pemasaran(%) 3 Pedagang pengecer (Orang) jumlah yang dibeli (Ekor) jumlah yang dijual (Ekor) Harga beli (Rp/ekor) harga jual ( Rp/ekor) Biaya pemasaran (Rp/ekor) Margin pemasaran (Rp/ekor) Share Harga (%) Efisiensi pemasaran (%) Sumber : Data Primer diolah 2018

saluran I 1 40.000 -

saluran II 3 40.000 1 65 65 40.000 50.000 615 50.000 80 1,2 2 65 65 50.000 65.000 3.077 65.000 77 4,7

saluran III 3 40.000 3 85 85 40.000 65.000 4.235 17.100 61,5 6,5

saluran IV 1 125.000 1 2 2 125.000 150.000 7.500 17.500 83 5 -

Related Documents

Skripsi Final Fix Ninda.pdf
December 2019 10
Skripsi Fix 2.docx
November 2019 11
Skripsi
December 2019 83
Skripsi
May 2020 46
Skripsi
June 2020 43

More Documents from ""