Thelight Photography Magazine #8

  • Uploaded by: Joko Riadi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Thelight Photography Magazine #8 as PDF for free.

More details

  • Words: 12,288
  • Pages: 64
EDISI 8/2007

FREE

EDISI VIII / 2007 1 www.thelightmagz.com

THEEDITORIAL

THEEDITORIAL

PASSION FOR GOOD PHOTOGRAPHY Fotografi Indonesia memang berkembang pesat. Angka penjualan photography equipment terus melambung dan terus membukukan rekor baru. Sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan rekor-rekor baru dalam kualitas foto yang dihasilkan fotografer-fotografer Indonesia. Kami menyadari betul akan permasalahan ini. Sikap terlalu cepat puas, ketidakjujuran dalam menilai karya sendiri dan orang lain hingga motivasi yang salah alamat dalam menekuni fotografi mulai mewabah dan menjangkiti pehobi fotografi. Sayangnya banyak yang menyetujui pernyataan ini, namun tidak sadar bahwa kita sendiri ikut berdosa dalam menciptakan kondisi ini. Untuk itu, edisi ini kami hadir dengan menghadirkan pesan-pesan yang mudah-mudahan jika dilihat dengan ketenangan hati dan kerendahan diri, mampu membuka sekat-sekat kesombongan dan ketidakjujuran dalam diri kita dalam mengakui kekurangan itu. Mudah-mudahan kehadiran nara sumber pada edisi ini mampu menyadarkan kita dari ketidaktahumaluan kita akan segala kesombongan di atas ketidakmampuan kita. Dimulai dari kesederhanaan dan kecintaan Riza Marlon yang tekun mendalami wild life photography di tengah banyaknya fotografer yang lebih tertarik pada fotografi yang lebih populer. DIsambung oleh Teddy Lim, seorang yang belum genap 23 tahun yang sudah menembus level regional. Diperkuat oleh kesederhanaan Supri, seorang pewarta foto yang mengawali karirnya sebagai kenek dan supir truk. Dan diakhiri oleh Leo Lumanto, seorang otodidak fotografi yang ternyata karyanya lebih memiliki roh daripada kita yang lebih

ABOUT THE COVER PHOTOGRAPHER: SUPRI FOR REUTERS

sering menggelari diri sendiri sebagai seorang fotografer. Semuanya berakhir pada kesuksesan tanpa dibebani nama besar, namun prestasi dan karya yang mendunia. Tidak lain karena kerendahan hati dan passion for good photography. Salam, Redaksi “Hak cipta foto dalam majalah ini milik fotografer yang bersangkutan, dan dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang menggunakan foto dalam majalah ini dalam bentuk / keperluan apapun tanpa seijin pemiliknya.”

PT Imajinasia Indonesia, Jl. Pelitur No. 33A, www.thelightmagz.com, Pemimpin Perusahaan/Redaksi: Ignatius Untung, Technical Advisor: Gerard Adi, Redaksi: [email protected], Public relation: Prana Pramudya, Marketing: [email protected] - 0813 1100 5200, Sirkulasi: Maria Fransisca Pricilia, [email protected], Graphic Design: ImagineAsia, Webmaster: Gatot Suryanto

2

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

3

OUTDOORPHOTOGRAPHY

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

RIZA MARLON, SOLO DI JALUR WILDLIFE “Memotret wild life adalah proses merekam sejarah alam. Alamnya sendiri jauh lebih cepat punahnya dibanding kita motretnya. Jadi ibarat mengejar kereta dengan sepeda. Kejar-kejaran terus makin lama makin tak terkejar. Nggak heran kalau fotonya bisa laku lumayan mahal.” Buka Riza Marlon, seorang fotorgafer yang menspesialisasikan dirinya pada wild life atau satwa liar pada awal pembicaraan kami dengannya pagi itu. Riza Marlon mulai mencintai fotografi wild life ketika ia berprofesi sebagai peneliti satwa liar/ biolog. “Waktu itu saya banyak mengantar orang bule, baik peneliti, LSM, fotografer maupun kamera person. Saya bingung alam kita ini kan begitu kaya. Banyak spesies satwa liar yang begitu bagus dan langka. Tapi kita kurang menghargainya. Herannya kenapa justru orang bule yang tertarik dengan satwa liar kita. Sementara bangsa kita sendiri nggak ada yang tertarik untuk merekam satwa liar ini.” Kenangnya. “Orang bule, sekali jalan ke lapangan bawa semuanya, mulai dari video, still camera, recorder, dan lain sebagainya. Pokoknya komplit banget. Mereka menyadari betapa berharganya satwa liar yang makin lama makin langka ini.” Sambungnya. Kami pun mencoba menjawab pertanyaan Riza mengenai ketidaktertarikan fotografer local untuk menspesialisasikan diri pada satwa liar walaupun hanya dalam hati. Namun tidak pelu berlama-lama mencari jawabannya, Riza pun

4

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

5

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

WILDLIFEPHOTOGRAPHY mengungkapkan beberapa kemampuan yang harus dimiliki fotografer wild life yang ternyata memang menuntut dedikasi dan kemauan yang tinggi. “Motret wild life itu perlu jam terbang. Pada awal kita berangkat ke lapangan, tentunya kita nggak tau medan dan lokasi yang tepat. Untuk itu kita perlu penunjuk jalan atau istilah saya “Local expert”. Nah jika baru mencoba, kadang kita salah pilih orang. Yang kita pilih justru yang nggak tau lokasi yang bagus. Sudah jauh-jauh jalan ke tengah hutan tapi akhirnya nggak dapat apa-apa.” Tegasnya. “Tapi jangan putus asa, memang itu harus dijalani, dan semakin lama kita akan menemukan celahnya. Kita dapat local expert yang benar-benar tahu lokasi. Jadi hubungan dengan local expert ini penting sekali. Karena kalau tidak, mana ada gunanya kita masuk ke tengah hutan sekalipun.”

“Memotret wild life adalah proses merekam sejarah alam. Alamnya sendiri jauh lebih cepat punahnya dibanding kita motretnya. Jadi ibarat mengejar kereta dengan sepeda. Kejar-kejaran terus makin lama makin tak terkejar. Nggak heran kalau fotonya bisa laku lumayan mahal.”

Tuntutan lain dari profesi seorang fotografer wildlife adalah manajemen material. “Bayangkan, di tengah hutan itu tidak ada listrik, padahal kita bisa berada di tengah hutan selama berhari-hari tanpa kembali ke base camp. Sementara camera kita butuh baterai. Kita butuh storage atau film. Jangan-

6

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

7

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

jangan nanti habis di tengah jalan. Jadi nggak ada gunanya padahal obyek yang dicari belum ketemu. Maka dari itu harus disiplin. Buat list shot dari awal, sebisa mungkin potret hanya yang ada di situ. Ya sekali-sekali bolehlah motret yang lain, tapi jangan kebanyakan dan malah menghabiskan baterai dan film.” Ungkapnya. “Harus bisa diprediksi juga sekali jalan ke lapangan bisa dapat berapa banyak, karena sekali jalan saja bisa habis 10 juta untuk transport saja.” Sambungnya. “Perlu diingat lagi, fotogrfer wild life yang baik itu nggak cukup asal bisa motret saja. Kita harus tau behaviournya wild life. Pelajari aktifitas dan rutinitasnya. Malam atau siang? Tempat tinggalnya di mana, tempat makannya di mana, tempat kawinnya di mana. Nggak akan bergeser kok kecuali kita ganggu tempatnya itu.” Tegasnya. “Wild life itu sangat peka, mereka bisa tau kalau habitatnya kita usik sedikit. Kita bersihkan lah, kita patahkan dahan-dahan yang mengganggu komposisi kita. Mereka tau sekali walaupun waktu itu mereka nggak ada di situ. Jadi jangan sekali-sekali kita ganggu mereka. Kita dapat motret mereka saja sudah sangat bagus, jadi jangan minta lebih lagi dengan mengusik habitatnya.” Sambungnya. Pengetahuan tentang satwa liar serta kebiasaannya itu sendiri menjadi sangat penting melihat tiap satwa liar memiliki habitan dan kebiasaan yang berbeda. “Burung kalau sudah menetas telurnya, 10 menit sekali pasti datang induknya. Jadi kita harus tau timingnya. Contoh lain lagi harimau. Harimau itu adanya di dataran tinggi,

“Harus bisa diprediksi juga sekali jalan ke lapangan bisa dapat berapa banyak, karena sekali jalan saja bisa habis 10 juta untuk transport saja.” 8

EDISI VIII / 2007

“alam kita ini kan begitu kaya. Banyak spesies satwa liar yang begitu bagus dan langka. Tapi kita kurang menghargainya. Herannya kenapa justru orang bule yang tertarik dengan satwa liar kita. Sementara bangsa kita sendiri nggak ada yang tertarik untuk merekam satwa liar ini.” EDISI VIII / 2007

9

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

10

EDISI VIII / 2007

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

11

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

Kalau kita banyak jalan, binatang akan diam sehingga susah dicari. Kalau kita diam, binatang akan jalan sehingga kelihatan. biasanya banyak kabut. Saya sendiri biasanya memotret dengan sensor. Jadi kamera saya fokuskan ke arah di mana biasanya dia lewat atau beraktifitas. Lalu saya sambungkan ke blitz. Untuk sensornya saya biasa pakai infra red sensor, sehingga jika sensornya dilanggar maka kamera akan menjepret. Ada juga yang pakai pressure pad, jadi jika sensornya diinjak akan mentriger, jadi bentuknya seperti karpet. Dan jangan lupa karena kamera kita tinggal dalam waktu yang lumayan lama, jadi saya biasanya bawa solar cell agar blitz, kamera dan triggernya nggak kehabisan power.” Jelasnya gamblang. Mendengar penjelasan Riza mengenai kronologis pemotretan wild life membuat kami menyimpulkan bahwa memotret wild life mirip seperti memancing. Dibutuhkan kesabaran di samping pengetahuan dan keahlian. “Supaya kita dapat obyek yang dicari kita harus sabar. Jangan grasak-grusuk. Kalau kita banyak jalan, binatang akan diam sehingga susah dicari. Kalau kita diam, binatang akan jalan sehingga kelihatan. Jadi terkadang kita memang harus diam dan obyek pun akan datang kepada kita.” Jelasnya.

12

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

13

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

Trik lain agar kita bisa mendapatkan obyek yang baik adalah dengan pintarpintarnya sembunyi. “saya selalu bawa blind yang berguna untuk tempat sembunyi. Blind ada yang buatan ada yang alami dari daun-daunan. Bahkan terkadang blind nya saya gantung di ketinggian puluhan meter di atas tanah. Dalam memotret wild life, Riza selalu membawa peralatan lengkap walaupun tetap seperlunya. “Kamera minimal saya bawa dua, satu yang agak wide, satu lagi tele. Karena ketika ketemu obyeknya nggak mungkin kita ganti lensa. Kelamaan dan berisik bisa bubar mereka.” Jelasnya. “Harus diperhatikan bahwa satwa liar ini memiliki karakter pendeteksi sekitar

yang berbeda. Burung tanah misalnya, mereka tajam sekali penglihatan dan pendengarannya. Jadi kita dekat-dekat asal terhalang dan tidak berisik mereka tidak akan tahu. Berbeda lagi dengan mamalia. Mereka selain mata dan pendengarannya kuat penciumannya juga tidak kalah kuat, maka dari itu harus dipertimbangkan arah angin agar tidak tercium.” Tegasnya. Faktor lain yang mungkin membuat tidak banyak orang tertarik untuk menggeluti bidang ini adalah karena dalam memotret wild life ketahanan fisik dan keberanian kita juga diuji. Sesekali untuk memotret wild life Riza harus memanjat pohon setinggi 30 meter di atas sebuah gunung yang tinggi. Perjalanan ke lokasi saja bisa memakan waktu hingga 20 jam atau lebih.

14

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

15

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

“Saya sendiri berangkat motret ke lapangan rata-rata hanya 2 sampai 3 kali. Tapi toh bisa hidup juga. Dan bukan cuma sekedar hidup.”

“lo bisa bayar gue, tapi lo nggak bisa beli gue.” 16

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

17

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

Berbicara mengenai peluang wild life fotografi untuk dijadikan penghidupan, Riza berpendapat bahwa wild life fotografi bisa sangat menghidupi. “Saya sendiri berangkat motret ke lapangan rata-rata hanya 2 sampai 3 kali. Tapi toh bisa hidup juga. Dan bukan cuma sekedar hidup.” Tegasnya. Bayaran seorang fotorgafer wild life menurut Riza bisa berkisar antara 5.000 sampai 12.000 USD, sementara pengeluaran pastinya selain transportasi adalah jasa porter yang berkisar Rp.50.000, dan guide yang berkisar antara Rp.150.000 sampai Rp. 500.000 per hari. Namun biasanya dalam memotret Riza selalu menyewa mobil untuk berangkat ke pedalaman, hal ini karena peralatannya yang sangat banyak hingga 2 atau 3 koper besar. Namun terkadang jika klien yang meminta ia memotret adalah institusi besar dan terpandang di bidang wild life Riza tidak segan-segan untuk menerima pekerjaan dalam bayaran sedikit lebih murah dari biasanya. “Lumayan juga untuk ngisi CV (Curiculum vitae – red.)” Ungkapnya sambil tersenyum. Mengenai hak penggunaan foto, biasanya dalam foto wild life masa berlaku hak penggunaan berkisar antara 20 hingga 25 tahun. “Tapi yang jelas, hak ciptanya harus tetap di tangan kita, jangan jadi di tangan mereka.” Tegasnya.

18

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

19

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

“Saya nggak pernah takut motret bareng, karena pasti beda. Ibaratnya kita motret wanita cantik ramai-ramai, ada yang ternyata close up hanya di wajahnya, ada yang close up di pinggul ada yang close up di kaki, ada yang setengah badan, ada yang full. Jadi pasti beda.”

“ibaratnya saya ini berada di jalan tol, saya ingin ngebut, tapi kalau nggak ada yang mau nyusul buat apa saya ngebut. Jadi saya ingin ada pesaing supaya bisa maju sama-sama. Lagipula alam ini terlalu luas untuk saya seorang diri.” 20

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

21

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

WILDLIFEPHOTOGRAPHY Namun begitu Riza cukup selektif memilih kliennya. “ada beberapa sponsor yang masuk dalam kategori merah, artinya kurang bagus reputasinya dalam melestarikan alam. Biasanya saya tidak mau.” Ungkapnya. “Saya punya prinsip, lo bisa bayar gue, tapi lo nggak bisa beli gue. Makanya saya juga pilih-pilih.” Sambungnya. Fotografi wild life yang baik menurut Riza tidak boleh banyak bergantung pada penggunaan software pengolah foto. “Kalau terlalu jauh jadi dianggap tidak asli. Misalnya Orang Utan yang bulunya berwarna coklat diganti jadi sedikit kemerahan. Mungkin memang bisa lebih bagus. Tapi dari segi keilmuannya itu menyalahi karena orang utan memang ada yang merah dan coklat. Jadi harus berhati-hati dalam memanipulasi.” Ungkapnya. “Motret wild life harus jujur dengan diri sendiri. Jangan dicombine dengan yang lain-lain. Misalnya burung di crop dan ditempel sehingga seolah-olah menempel di tanduk kerbau. Harus hati-hati tidak semua burung berada di habitat yang sama dengan kerbau, jadi terlihat palsunya kalau kita asal tempel. Maka dari itu lebih baik dibiarkan sebagaimana aslinya saja.” Sambungnya. Ditanya mengenai takut atau tidaknya Riza memotret bersama orang lain, Riza menjawab tidak takut. “Saya nggak pernah takut motret bareng, karena pasti beda. Ibaratnya kita motret wanita cantik ramai-ramai, ada yang ternyata close up hanya di wajahnya, ada yang close up di pinggul ada yang close up di kaki, ada yang setengah badan, ada yang full. Jadi pasti beda.” Tegasnya. “Justru saya maunya banyak yang motret wild life juga bareng sama saya. Ibaratnya saya ini berada di jalan tol, saya ingin ngebut, tapi kalau nggak ada yang mau nyusul buat apa saya ngebut. Jadi saya ingin ada pesaing supaya bisa maju sama-sama. Lagipula alam ini terlalu luas untuk saya seorang diri.” Tutupnya.

22

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

23

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

24

EDISI VIII / 2007

WILDLIFEPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

25

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

MEMPELAJARI FOTOGRAFI KOMERSIL & FASHION DARI SEORANG MAKE UP ARTIST AN INTERVIEW WITH TEDDY LIM

Berbicara mengenai fotografi fashion & komersil seakan tidak bisa dipisahkan dengan make up. Make up memang sudah menjadi sesuatu yang memberi porsi cukup dominan pada foto-foto fashion dan komersil, terutama yang menggunakan model. Hal ini dibenarkan oleh fotografer-fotografer fashion dan komersil setidaknya yang pernah hadir di majalah ini. Untuk itu pada kesempatan kali ini, kami menghadirkan Teddy Lim, seorang make up artis professional yang pernah dan masih sesekali memotret. Tujuannya bukan karena kami kehabisan stok nara sumber fotografer fashion & komersil, namun lebih karena kami ingin menggali permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda. Teddy belajar fotografi dari ayahnya yang memiliki usaha foto studio di Pontianak dan Bandung. Ketika krisis moneter melanda Teddy menjadi satu-satunya pilihan

26

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

27

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI orang tuanya untuk membantu usaha ayahnya tersebut karena saudara-saudaranya yang lain kuliah di luar negeri. Teddy pun mulai lebih serius mempelajari fotografi. Ia belajar secara otodidak dan dengan mengikuti seminar-seminar tentang fotografi. Ketika berusaha mempraktekkan kemampuan fotografi khususnya fashion dan beauty Teddy menemui banyak kendala karena hasil fotonya tidak sebaik referensi yang ia kumpulkan. Ia pun menyadari bahwa selain teknik fotografi, make up menjadi salah satu hal yang krusial dalam menghasilkan foto-foto fashion & beauty yang baik. Ia pun mulai mempelajari make up & styling.

Rasanya senang sekali, karena ternyata make up saya bisa dihargai orang juga.”

Teddy mengaku sangat beruntung bisa belajar make up di jaman fotografi sudah memasuki era digital. “Enaknya kita bisa lihat langsung hasilnya, jadi kurangnya di mana kita bisa langsung tau dan perbaiki.” Ungkapnya. Teddy pun banyak belajar dari buku. Hingga suatu saat ada kontes make up di Malaysia, Teddy pun mengikutinya walaupun baru belajar make up secara otodidak. “waktu itu saya ikut kategori junior dan masuk semifinalis peringkat 20 dari 20 semifinalis.” Kenangnya. Teddy pun sudah merasa senang bisa masuk semi final walaupun urutan 20.

28

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

29

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI Tapi ternyata di putaran final Teddy justru menjadi juara 1. “Rasanya senang sekali, karena ternyata make up saya bisa dihargai orang juga.” Tambahnya. Bulan berikutya Teddy kembali ikut kontes make up dan berhasil menduduki juara 2. Sejak saat itu Teddy memutuskan untuk lebih serius mempelajari make up. Ia belajar di Puspita Martha dan ikut lomba yang diadakan oleh Puspita Martha. Teddy ikut 3 kategori dan di dua kategori ia juara 1, sementara di 1 kategori lainnya ia juara 3. Ia pun menyabet gelar juara umum. Dari situ Teddy berangkat ke Malaysia dan membuka studio foto di sana. Ia menerima pekerjaan pebuatan komposit model. Ia melakukan make up dan foto sendiri. Menjalani usaha di Malayasia selama beberapa waktu, Teddy pun kembali ke Jakarta dan bertemu dengan Warren Kiong (PCI- red.) dan Gerard Adi (Fotografer – red.). Teddy pun diajak Warren untuk membuat buku bersama dengan Gerard mengenai integrasi make up dan fotografi. Buku tersebut berhasil diterima pasar dan setelah itu bayak pekerjaan make up datang. Berbicara mengenai fotografer fashion dan komersil, Teddy melihat banyak fotografer fashion dan komersil Indonesia yang bagus, namun tidak sedikit yang

“Make up itu bagaikan puzzle, sekecil apapun yang kurang, tetap nggak bisa jadi.” 30

EDISI VIII / 2007

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI belum sadar akan pentingnya make up. “Make up itu bagaikan puzzle, sekecil apapun yang kurang, tetap nggak bisa jadi.” Tegasnya. Teddy melihat banyak fotografer yang melupakan dimensi pada saat memotret model. “Shadownya terlalu keras, tidak ada gradasi dan dimensi, jadinya banyak yang nge-blok. Make upnya burn out. Detailnya kurang. Akhirnya hanya focus di komposisi dan teknis.” Jelasnya. Bagi Teddy make up dalam fotografi dibagi dalam 2 kelompok besar berdasarkan tujuannya. Yang pertama adalah corrective make up. “make up bisa digunakan untuk membuat bentuk lebih indah, menutupi kekurangan dan membuat wajah menjadi tampak lebih ideal.” Jelasnya. Beberapa contoh aplikasinya adalah untuk menutupi jerawat, mengkoreksi mata yang terlalu sipit, hidung pesek, pipi tembem, dll. Sementara jenis make up kedua adalah decorative make up. “Make up ini tujuannya untuk mendeliver trend, menciptakan image dari suatu waktu yang berbeda.” Jelasnya. Aplikasinya misalnya pada saat ingin menonjolkan trend summer di mana dominana nuansa bronze, padahal kulit si model putih.

“make up bisa digunakan untuk membuat bentuk lebih indah, menutupi kekurangan dan membuat wajah menjadi tampak lebih ideal.”

“Daripada menurunkan harga, lebih baik harganya tetap tapi kualitasnya ditambah.” EDISI VIII / 2007

31

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

32

EDISI VIII / 2007

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

EDISI VIII / 2007

33

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI “Idealnya fotografer tahu make up. Hal ini untuk membantu flow kerja make up artis dan fotografernya sendiri. Misalnya, ada make up tertentu yang prosesnya lama. Nah fotografer harus tau bahwa make up jenis itu lama persiapannya, jadi jangan diburuburu, begitu juga sebaliknya. Selain itu karakter bahan make up juga penting untuk diketahui oleh fotografer fashion & beauty. Dengan begitu komunikasi di antara keduanya bisa berjalan dengan baik, hasilnya pun optimal. Di sisi lain, Teddy juga melihat pentingnya make up artis untuk belajar sedikit tentang lighting. “Misalnya make up

“Idealnya fotografer tahu make up. Hal ini untuk membantu flow kerja make up artis dan fotografernya sendiri.” 34

EDISI VIII / 2007

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

“penting bagimake up artis untuk belajar sedikit tentang lighting.”

jenis schimmer ketika digunakan dengan lighting dengan kontras tinggi pasti hasilnya hancur. Contoh lain, kalau motret di air, sebaiknya jangan pakai bedak, tapi pakai liquid saja supaya lebih tahan air.” Jelasnya. Melihat perkembangan fotografi di Indonesia Teddy beranggapan bahwa fotografer muda banyak yang memiliki style yang bagus. Selanjutnya hanya tinggal meningkatkan kualitas dan menjaga etika fotografi. Misalnya mengenai harga. Teddy melihat banyak fotografer muda yang banting harga untuk mendapatkan pekerjaan. Di sisi lain fotografer muda terlihat kurang EDISI VIII / 2007

35

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI mengedukasi konsumen. “Daripada menurunkan harga, lebih baik harganya tetap tapi kualitasnya ditambah.” Tegasnya. Sementara fotografer senior juga dilihat harus lebih banyak memberi kesempatan kepada yang muda. Dan yang tidak kalah penting banyak tukar pikiran, antara yang senior dengan junior, fotografer dengan make up artis, supaya semuanya jadi bagus. Untuk mempelajari fotografi fashion & komersil Teddy menganjurkan fotografer muda untuk lebih banyak melibatkan make up artis. “Make up artis adalah bagian penting dalam tim tersebut, jadi jangan baru dilibatkan pada saat pemotretan. Ajak diskusi pada saat pre produksi. Bahkan akan lebih baik lagi jika Digital Imaging artis juga ikut berkonsultasi dengan make up artis dalam melakukan proses retouching. Karena bagaimanapun yang tau make up kan make up artisnya.” Ujarnya. Teddy melihat banyak kesalahan dilakukan pada proses pemotretan hingga pasca produksi karena kurang komunikasi dengan make up artis, contohnya kulit si model jadi terlalu halus tanpa kelihatan pori, dimensinya jadi burn out, anatomi muka si model jadi berubah, dan permainan highlight dan shadownya jadi tidak menarik. “Kerjasama dalam sebuah pemotretan layaknya sebuah puzzle, semua penting maka dari itu semuanya harus dilibatkan dengan lebih optimal. Karena bagian apapun yang kurang dalam puzzle membuat gambar besarnya jadi cacat.” Tegasnya. Teddy menganjurkan fotografer muda untuk mempelajari fotografi dan make up dengan cara yang murah, yaitu dengan banyak melihat-lihat majalah fashion. “yang penting bukan sekedar lihat-lihat tapi berusaha cari tahu caranya. Be more alert, Be sensitive.” Tegasnya. “Diskusi dengan make up artis pun bisa jadi satu bagian penting dalam proses belajar tersebut.”

“Make up artis adalah bagian penting dalam tim tersebut, jadi jangan baru dilibatkan pada saat pemotretan. Ajak diskusi pada saat pre produksi. Bahkan akan lebih baik lagi jika Digital Imaging artis juga ikut berkonsultasi dengan make up artis dalam melakukan proses retouching. Karena bagaimanapun yang tau make up kan make up artisnya.”

36

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

37

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

38

EDISI VIII / 2007

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

EDISI VIII / 2007

39

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

Di akhir perbincangan kami dengan Teddy, kami sangat tertarik untuk berbicara mengenai visi dan pemikirannya yang luar biasa walaupun usianya baru 22 tahun. Teddy pun mengaku bahwa keinginannya untuk terus maju yang membuatnya bisa dalam pencapaiannya saat ini. “Saya suka mikir, orang lain kok bisa kayak gitu ya? Makanya saya mikir saya juga pasti bisa, dan saya coba.” Tegasnya. “Selain itu belajar dan bergaullah dengan orang-orang yang lebih maju. Dengan begitu kita bisa ikut maju.” Tambahnya. Untuk itu Teddy berencana untuk tinggal dan menetap di Jepang yang notabene jauh lebih maju dibandingkan Indonesia untuk belajar secara langsung dengan bergaul di tengah-tengah fotografer dan make up artis Jepang yang jelas lebih maju.

40

EDISI VIII / 2007

“yang penting bukan sekedar lihat-lihat tapi berusaha cari tahu caranya. Be more alert, Be sensitive.” EDISI VIII / 2007

41

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

“Saya suka mikir, orang lain kok bisa kayak gitu ya? Makanya saya mikir saya juga pasti bisa, dan saya coba.”

42

EDISI VIII / 2007

FASHION&COMMERCIALFOTOGRAFI

“Selain itu belajar dan bergaullah dengan orang-orang yang lebih maju. Dengan begitu kita bisa ikut maju.”

EDISI VIII / 2007

43

LIPUTANUTAMA

LIPUTANUTAMA

MENJIPLAK LEBIH BAIK, LEBIH BAIK MENJIPLAK? Kondisi usaha jasa fotografi Indonesia mulai memasuki titik kritis. Perang harga terjadi di mana-mana. Foto yang ditawarkan pun senada dan setipe. Jika boleh mengutip pemikiran dan perkataan beberapa orang nara sumber kami, fotografi Indonesia saat ini berada di masa perkembangan yang pesat dalam sisi kuantitas, namun secara kualitas, tidak ada bedanya, semua foto sama saja. Mungkin keseragaman kualitas dan gaya berfoto di tengah tidak adanya kesepakatan mengenai usaha menjaga harga yang membuat perang harga mulai membawa fotografi ke titik tidak bisa menghidupi. Kesamaan foto yang dihasilkan fotografer-fotografer muda agaknya bermula pada ketagihannya para fotografer muda dalam mencontoh/meniru fotografer yang menjadi benchmark fotografi saat itu. Pada tahap belajar, fotografer memang dihalalkan meniru gaya berfoto idolanya. Namun seharusnya tidak dilakukan pada tahap di mana fotografer sudah berani menjual jasanya atau bahkan ketika fotografer mempublish foto-fotonya di ruang umum. Sayangnya teknik meniru terlanjur mendarah daging dan melewati batas toleransi yang ada pada tahap belajar. Tidak sedikit fotografer yang mulai mempublish karyanya pada ruang publik masih membawa kebiasaan meniru yang seharusnya tidak dibawa keluar dari “ruang” belajar. Trik belajar dengan meniru berubah menjadi gaya

44

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

45

LIPUTANUTAMA hidup menjiplak. Menyebalkannya yang terlanjur menggandrunginya lebih senang menyebutnya terinspirasi dibandingkan menjiplak. Jika kita lihat sejarah kehidupan republik ini, mentalitas menjiplak memang sudah ada dan semakin mendarah daging dalam beberapa generasi. Beberapa tahun yang lalu seorang teman yang bekerja di sebuah restoran cepat saji internasional berangkat ke pameran mainan di Jepang. Ia pergi ke sana untuk mencari beberapa mainan sederhana yang bisa dijadikan gimmick atau hadiah untuk paket menu untuk anak-anak di restoran tempatnya bekerja. Ia pun mulai berkeliling dan menemukan satu counter dimana ia mendapatkan yang ia cari. Ia pun melihat-lihat sejenak dan sedikit bertanya jawab dengan pemilik counter tersebut. Pemiliki counter tersebut me-

Menyebalkannya yang terlanjur menggandrunginya lebih senang menyebutnya terinspirasi dibandingkan menjiplak. 46

EDISI VIII / 2007

LIPUTANUTAMA

Kesamaan foto yang dihasilkan fotografer-fotografer muda agaknya bermula pada ketagihannya para fotografer muda dalam mencontoh/meniru fotografer yang menjadi benchmark fotografi saat itu. layaninya dengan ramah. Teman saya ini pun meminta contoh dari beberapa mainan yang ada di counter itu untuk di bawa pulang untuk ditunjukkan kepada atasannya. Tak lupa ia meminta kartu nama dari pemilik counter itu dan berjanji jika atasannya setuju ia akan segera menghubungi pemiliki counter itu untuk membelinya dalam jumlah banyak. Sang pemilik counter itu pun mulai memilih-milih contoh mainan untuk diberikan kepadanya. Sambil memilihmilih ia bertanya dari mana asalnya. Ia

pun menjawab dengan singkat “Indonesia”. Sekejap usaha memilih-milih mainan yang sedang dilakukan pemilik counter itu pun dihentikan. Sesaat kemudian pemilik counter itu pun menolak untuk memberikan contoh mainan kepadanya dengan alasan tidak ada stock. Ya, senang atau tidak, bangsa kita sudah dikenal dengan kreatifitas menjiplaknya. Pemiliki counter mainan di Jepang pun takut untuk menyerahkan contoh mainan kepada pengunjung dari Indonesia karena ia yakin bahwa teman saya akan pulang ke Indonesia dengan membawa contoh mainannya dan tidak akan pernah kembali dengan pesanan dalam jumlah besar. Bukan karena ia tidak jadi memesan mainan itu. Tapi karena ia akan dengan mudah menjiplak mainan tersebut di tempat lain, sementara ide menciptakan mainan dari si pemilik counter Jepang tersebut tidak dihargai sepeserpun. Kita semua pasti sadar bahwa negara ini sangat kreatif dalam menjiplak. Dan hebatnya lagi, kita bukan hanya hebat dalam menjiplak, tapi juga latah. Beberapa tahun yang lalu ketika sebuah acara kuis di TV untuk pertama kalinya menampilkan peserta dalam jumlah ratusan, dalam beberapa bulan saja banyak program TV dengan jumlah peserta berjumlah ratusan bermunculan walaupun topiknya berbeda. Beberapa kali pula kita tertarik menonton sinetron yang sangat menarik ceritanya, dan tidak sampai sinetron itu selesai kita menyadari bahwa ceritanya sama persis dengan sinetron di Negara lain.

EDISI VIII / 2007

47

LIPUTANUTAMA

“Cara paling instan untuk bertahan di tengah persaingan adalah dengan menjadi sama dengan pesaing kita yang lebih sukses. Dengan berusaha menjadi sama dengan pesaing kita yang lebih sukses, kita tidak perlu membuang waktu, energi dan uang untuk melakukan riset pasar serta menggaji orangorang di divisi litbang untuk mencari formula yang disukai konsumen. Karena sudah ada contoh yang real dan jelas terbukti diterima konsumen, yaitu formula yang dimiliki pesaing kita yang lebih sukses.” 48

EDISI VIII / 2007

LIPUTANUTAMA

Sebut saja Dodo, seorang mantan produser di sebuah production house yang pernah “menjiplak” TV program dari stasuin televisi lain mengaku bahwa pilihan untuk menjiplak muncul karena minimnya tenaga konseptor TV program yang handal, sementara tuntutan dari statsiun TV dan pemirsa cukup kritis. Kendala lain yang turut berperan adalah karena sangat rendahnya daya beli stasiun TV terhadap sebuah TV program. “Program yang kita buat, dibelinya murah sekali. Dengan besaran angka seperti itu, mana mungkin bisa cari konseptor yang bagus. Kalaupun ada konseptor yang bagus, sedikit yang punya ide yang biaya produksinya murah. Jadi ketika ada orang lain bikin program yang bagus, kenapa nggak dijiplak saja. Apalagi karena sudah duluan ada, kita lebih bisa mempelajari dimana letak kesalahannya dan bikin yang lebih bagus.” Ungkap Dodo. Ya, penjiplak hadir karena adanya tingkat persaingan yang tinggi di tengah sumber daya yang belum siap. Rio Sugiri, salah seorang pengusaha sukses yang juga dosen sebuah perguruan tinggi terkemuka di Surabaya mengungkapkan hal tersebut. “Cara paling

instan untuk bertahan di tengah persaingan adalah dengan menjadi sama dengan pesaing kita yang lebih sukses. Dengan berusaha menjadi sama dengan pesaing kita yang lebih sukses, kita tidak perlu membuang waktu, energi dan uang untuk melakukan riset pasar serta menggaji orang-orang di divisi litbang untuk mencari formula yang disukai konsumen. Karena sudah ada contoh yang real dan jelas terbukti diterima konsumen, yaitu formula yang dimiliki pesaing kita yang lebih sukses.” Ungkapnya. “Jika kita sering mendengar nasihat: “yang baik diambil yang jelek jangan diikuti” para penjiplak ini juga menganut pemikiran ini. Dalam menjiplak mereka selalu menjiplak hal yang baik dan meninggalkan kelemahan-kelemahan dari pesaing yang dijiplak dan menggantinya dengan formula baru mereka.” Ya, bangsa kita memang bangsa yang latah dan senang sekali menjiplak. Tidak heran jika suatu saat ada majalah lain yang format dan gaya tutur dan penyajian tulisan hasil nara sumbernya semakin menyamai majalah ini, atau jangan-jangan memang saat ini sudah ada yang menjiplaknya? Sebagian orang yang menjiplak, baik sengaja atau tidak sengaja selalu

Sebagian orang yang menjiplak, baik sengaja atau tidak sengaja selalu berkilah “ah, gue bukan jiplak, gue terinspirasi dari elo.” Atau ada juga yang berkilah “ah nothing new under the sun.” tau lebih parah lagi “oh.. sama ya… gue baru lihat loh punya lo, ternyata mirip banget ya sama punya gue.”

EDISI VIII / 2007

49

LIPUTANUTAMA

“Jika menjiplak saja mereka hebat, apalagi hanya mencari alasan dan pembenarannya.” berkilah “ah, gue bukan jiplak, gue terinspirasi dari elo.” Atau ada juga yang berkilah “ah nothing new under the sun.” tau lebih parah lagi “oh.. sama ya… gue baru lihat loh punya lo, ternyata mirip banget ya sama punya gue.” Hahahahaha ada saja alasannya. “Jika menjiplak saja mereka hebat, apalagi hanya mencari alasan dan pembenarannya.” Ungkap Rio. Rio menilai menjiplak artinya mendeklarasikan diri kepada khayalak ramai yang melihat karya kita dan karya yang kita jiplak bahwa kita sudah menyerah di tengah persaingan yang sejatinya justru ada untuk membantu memaksa kita membuat sesuatu yang lebih baik dari yang kita bisa saat ini. “Para penjiplak adalah pengecut yang bersembunyi di belakang berbagai pembenaran rekayasa mereka. Pengecut karena mereka lebih memilih berhenti dari proses pendidikan dan pendewasaan secara alami yang bernama “persaingan” dengan memilih untuk menjiplak formula pesaing. Lebih menyedihkan lagi ketika mereka masih menganggap dirinya masih berada di jalur persaingan.” Ungkap salah seorang kurator seni kenamaan yang keberatan identitasnya disebutkan. “Setiap orang harusnya sadar bahwa pesainglah yang membuat kita menjadi lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Maka dari itu seniman tidak bermusuhan dengan seniman lain walaupun mereka berkompetisi membuat karya mereka diterima masyarakat. Karena

50

EDISI VIII / 2007

LIPUTANUTAMA mereka sadar bahwa seniman lain yang merupakan pesaing sejatinya adalah teman yang justru membantu mereka untuk lebih baik lagi.” Tambahnya. Riza Marlon di edisi ini mengatakan ia sangat merindukan pesaing di tengah minimnya fotografer stawa liar di Indonesia. Riza merasa bagaikan sedang berjalan di jalan tol di mana ia ingin mempercepat lajunya namun tidak jadi karena tidak ada orang lain yang terlihat di belakang dan berusaha menyusul. Ya persaingan sangat dibutuhkan untuk membuat kita lebih baik lagi. Pesainglah yang membuat kita lebih maju lagi. Danu, seorang pekerja kreatif periklanan yang juga banyak bekerja dengan fotografer kaliber kakap mengaku oroginalitas sebagai salah satu factor utama dalam pekerjaannya yang penuh persaingan. “Di film kungfu jaman dulu sering kita temui cerita di mana seorang pembelot dari satu aliran terpaksa harus berhadapan dengan kelompok yang ia khianati. Sesaat sebelum pertarungan, sang jagoan yang dikhianati selalu berkata “ayo kita berkelahi, tapi kamu tidak boleh menggunakan jurus kami lagi karena kamu telah membelot”. Artinya persaingan

“Para penjiplak adalah pengecut yang bersembunyi di belakang berbagai pembenaran rekayasa mereka. Pengecut karena mereka lebih memilih berhenti dari proses pendidikan dan pendewasaan secara alami yang bernama “persaingan” dengan memilih untuk menjiplak formula pesaing. Lebih menyedihkan lagi ketika mereka masih menganggap dirinya masih berada di jalur persaingan.”

EDISI VIII / 2007

51

LIPUTANUTAMA yang sehat dan fair memang seharusnya dilakukan ketika kita berani terjun ke dalam persaingan dan berusaha menang dengan jurus kita sendiri, bukan jurus orang lain.” Ungkapnya. “dan memang benar, ketika kita memenangi “pertarungan” dengan jurus yang dimiliki lawan kita, rasa bangganya akan terasa hambar dan fana. Sebaliknya penonton pertandingan yang berada dalam posisi netral justru akan menertawakan kita dan memandang sinis setiap penjiplak yang ada dalam sebuah persaingan, baik ia keluar sebagai pemenang atau pihak yang kalah” tambahnya. Memang ketika kita memilih jalan untuk menyamai cara atau formula yang digunakan pesaing kita, saat itu juga dengan lantang kita sudah berteriak kepada dunia bahwa kita menyerah kalah dan memilih untuk menjadi pengikut pesaing kita. “Seringkali orang yang dituduh menjiplak berkilah, “loh saya kan nggak jiplak, kamu isinya ada 4 saya kan lebih banyak dari kamu. Artinya kalau saya jiplak kan saya akan bikin isi saya sama banyaknya sama kamu.” Dalam dunia marketing menjiplak mungkin cukup dianggap halal oleh sebagian orang. Bahkan menjiplak ditambah memberi

52

EDISI VIII / 2007

LIPUTANUTAMA

“Setiap orang harusnya sadar bahwa pesainglah yang membuat kita menjadi lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Maka dari itu seniman tidak bermusuhan dengan seniman lain walaupun mereka berkompetisi membuat karya mereka diterima masyarakat. Karena mereka sadar bahwa seniman lain yang merupakan pesaing sejatinya adalah teman yang justru membantu mereka untuk lebih baik lagi.”

Memang ketika kita memilih jalan untuk menyamai cara atau formula Ada sekelompok orang yang bisa membedakan terinspirasi dari menyang digunakan jiplak walaupun banyak yang tidak. pesaing kita, Terinspirasi artinya dengan melihat apa saat itu juga yang dilakukan orang lain, tiba-tiba dalam otak kita muncul formula baru dengan lantang yang bukan sekedar formula pesaing kita sudah berditambah sedikit jadi sesuatu yang teriak kepada baru. Terinspirasi artinya menemukan dunia bahwa sesuatu yang baru atas trigger orang lain atau karya orang lain. Formula dan kita menyeresensinya jelas berbeda. ah kalah dan memilih untuk persaingan yang menjadi pengisehat dan fair me- kut pesaing kita. tambahan lebih dari yang dijiplak seakan-akan menghapus dosa akibat menjiplak kita tersebut. Namun lagilagi bagi saya itu tetap saja menjiplak.” Ungkap Rio.

mang seharusnya dilakukan ketika kita berani terjun ke dalam persaingan dan berusaha menang dengan jurus kita sendiri, bukan jurus orang lain.”

EDISI VIII / 2007

53

LIPUTANUTAMA

Terinspirasi artinya dengan melihat apa yang dilakukan orang lain, tiba-tiba dalam otak kita muncul formula baru yang bukan sekedar formula pesaing ditambah sedikit jadi sesuatu yang baru. Terinspirasi artinya menemukan sesuatu yang baru atas trigger orang lain atau karya orang lain. Formula dan esensinya jelas berbeda. 54

EDISI VIII / 2007

LIPUTANUTAMA Satu hal yang bisa dengan jelas dilihat oleh orang bodoh sekalipun, ketika orang menjiplak walaupun ia berusaha menambahkan lebih dari yang ia jiplak, kita tetap bisa mengenalinya sebagai usaha menjiplak walaupun banyak fakta-fakta yang menunjukkan perbedaan walaupun hanya di kulit saja. Usaha menambahkan kuantitas pada elemen tertentu dari karya yang dijiplak seringkali dijadikan sebagai senjata yang mujarab untuk mengkamuflase proses penjiplakan. Mereka lupa bahwa esensinya sama.

Seperti pendapat Leo Lumanto pada edisi ini, memotret adalah pengalaman pribadi maka berhentilah menjiplak dan temukan pengalaman pribadimu sendiri. Selain tidak akan sama bagusnya kualitasnya, dengan menjiplak anda telah mendeklarasikan kekalahan anda kepada semua orang yang melihatnya. Seperti Krisna Satmoko pernah berkata pada edisi yang lalu “dengan meniru Artli paling bagus kita hanya jadi peniru Artli tidak akan pernah jadi Artli.” Temukanlah pengalaman pribadimu dan raciklah menjadi formula baru yang menarik. Mungkin saja itu terinspirasi dari pesaing, tapi itu bukan jiplakan. Supaya tidak ada lagi perang harga dalam bisnis foto wedding karena mental penjiplak yang merajalela. Supaya tidak ada lagi foto yang kita lihat dengan rasa déjà vu. Supaya tidak ada lagi majalah yang dijiplak. Supaya semua pengalaman pribadi yang ada menjadi orisinil apa adanya dan membuat kita semua semakin kaya.

ketika orang menjiplak walaupun ia berusaha menambahkan lebih dari yang ia jiplak, kita tetap bisa mengenalinya sebagai usaha menjiplak walaupun banyak fakta-fakta yang menunjukkan perbedaan walaupun hanya di kulit saja. Usaha menambahkan kuantitas pada elemen tertentu dari karya yang dijiplak seringkali dijadikan sebagai senjata yang mujarab untuk mengkamuflase proses penjiplakan. Mereka lupa bahwa esensinya sama. EDISI VIII / 2007

55

THEEVENT

THEEVENT

JERRY AURUM’S EXHIBITION IN AMSTERDAM Kali ini Jerry Aurum, fotografer muda Indonesia, mendapatkan undangan khusus dari pihak supperclub, salah satu art club Internasional terkemuka, untuk memamerkan karyanya yang berjudul “Femalography” di Amsterdam pada tanggal 18 November – 2 Desember 2007. Femalography Exhibition ini merupakan rangkaian yang ketiga setelah diadakan di Jakarta pada bulan Februari-Maret 2007, dan di Singapore pada bulan September-Oktober 2006. Supperclub ini sendiri merupakan art club eksklusif terpandang, yang berada di 4 (empat) negara: Belanda, Italia, USA, dan Turki. Semua karya yang dipamerkan disana haruslah melalui seleksi yang cukup ketat, sehingga bisa berpameran disana bagi Jerry merupakan salah satu kesempatan yang tidak dapat dilewatkan. “Saya tidak pernah berani mengatakan bahwa karya saya lebih baik dari yang lain, tetapi kita harus berani membuktikan bahwa kita mampu mewujudkan

56

EDISI VIII / 2007

impian dan memberikan inspirasi dan semangat bagi komunitas di sekeliling, walaupun usia kita masih muda.” Jerry merasa senang bahwa lebih banyak lagi masyarakat yang bisa menikmati hasil karyanya, serta berharap Femalography di Amsterdam ini bisa meraih sukses seperti rangkaian pameran sebelumnya.

“Saya tidak pernah berani mengatakan bahwa karya saya lebih baik dari yang lain, tetapi kita harus berani membuktikan bahwa kita mampu mewujudkan impian dan memberikan inspirasi dan semangat bagi komunitas di sekeliling, walaupun usia kita masih muda.” EDISI VIII / 2007

57

THEEVENT

OUTDOOR EXPOSURE NEEP’S ART INSTITUTE

THEEVENT mini workshop bersama Indra Leonardi. Pada sesi hari pertama ini Indra Leonardi menekankan pentingnya penguasaan teknis fotografi dimulai dari penguasaan kamera dan lensa hingga perbedaan efek yang dihasilkan oleh berbagai arah sumber cahaya. Pada kesempatan itu Indra juga berbagi pengalamannya tentang pemanfaatan cahaya alami dan kombinasi dengan flash pada sesi pemotretan outdoor. Hari selanjutnya peserta diberi kesempatan untuk ikut serta pada acara Rally photo di Curug Gendang. Peserta diajak bermain dengan mencari petunjuk di balik soal-soal yang diberikan.

Akhir minggu lalu tanggal 30 november hingga 2 Desember 2007, Neep’s Art Institute sebuah pusat akademisi fotografi dan imaging mengadakan sebuah event yang bernama Outood Exposure. Acara tersebut diadakan di Carita, Banten dan dihadiri oleh beberapa orang fotografer professional seperti Indra Leonardi, Hary Suwanto dan Lister Hartono sebagai nara sumbernya. Acara ini sendiri dibagi ke dalam 3 bagian, hari pertama peserta diajak untuk bertukar pikiran dalam

58

EDISI VIII / 2007

Pada hari terakhir, Hary Suwanto berkesempatan sharing tips mengenai pemanfaatan ruang dan lokasi untuk mengoptimalkan komposisi foto. Sesi ini berlangsung di dalam sebuah mercu suar. Acara ini terbuka untuk umum dan dihadiri oleh beberapa pehobi fotografi baik dari luar Neep’s maupun siswa Neep’s sendiri.

EDISI VIII / 2007

59

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

SUPRIYATIN, PERJALANAN PANJANG MANTAN SUPIR TRUK Banyak fotografer yang menjadi besar, berprestasi dan terkenal karena memiliki jam terbang yang cukup tinggi di bidang fotografi. Sebagian besar sudah menjadikan fotografi sebagai hobbynya sejak masih duduk di bangku sekolah. Sebagian lain memiliki kemampuan fotografi yang mumpuni karena memiliki latar belakang pendidikan formal fotografi. Namun tidak semua yang sudah kami hadirkan di sini memiliki pendidikan formal fotografi, dan tidak semua yang hadir di sini memiliki hobby fotografi. Fotograferfotografer semacam ini menarik untuk dikupas pengalamannya karena seakanakan kemampuan fotografinya turun dari langit secara tiba-tiba. Pada kesempatan kali ini pun kami menghadirkan Supriyatin, seorang pewarta foto yang memiliki pengalaman hidup yang berliku sebelum pada akhirnya berlabuh menjadi seorang fotografer jurnalistik. Surpi besar di Wonosobo sebagai seorang yang tidak pernah memiliki hobby fotografi sebelumnya. Selepas lulus SMA, Supri tertarik untuk menlanjutkan pendidikannya di jurusan informatika sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Setelah mengikuti tes ujian masuk, Supri diterima. Namun karena tidak adanya biaya untuk berkuliah Supri pun membatalkan niatnya untuk berkuliah.

60

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

61

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

“motret pengantin serba salah mas, kalau pengantinnya jelek males motretnya. Kalau pengantinnya cantik jadi boros film.” 62

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

63

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

Batal melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, Supri menjalani hidupnya dengan bekerja sebagai kernet truk di sebuah perkebunan di Wonosobo. Beberapa saat kemudian Supri dipromosikan menjadi supir truk tersebut. Menjalani profesi tersebut selama 5 bulan tidak membuat Supri puas. Supri pun ikut saudaranya ke Demak dan bekerja sebagai pembawa waterpass di sebuah proyek pembangunan di kota tersebut. Beberapa tahun kemudian ia kembali naik pangkat menjadi pengawas proyek. Sekali lagi Surpi meninggalkan pekerjaannya dan hijrah ke Jakarta. Di Jakarta ia ikut saudaranya yang mempunyai usaha sebuah foto studio yang melayani pemotretan wedding, produk,

dll. Ia pun menimba ilmu fotografi dari sana. Setelah 5 tahun mempelajari fotografi di sana, Supri pun mulai merasa bosan lagi. “motret pengantin serba salah mas, kalau pengantinnya jelek males motretnya. Kalau pengantinnya cantik jadi boros film.” Ungkapnya sambil tertawa geli. Kebosanannya menggeluti fotografi wedding pun terselesaikan ketika saat itu seorang seniornya yang saat itu sudah bekerja di Reuters, Enny Nurhaeni cuti hamil. Supri pun ditawari untuk menggantikan posisi Enny untuk sementara waktu. Sebelum menggantikan Enny, Supri pun mendapat kesempatan untuk belajar fotografi jurnalistik

64

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

65

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

66

EDISI VIII / 2007

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

67

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

“GAM welcome sekali dengan wartawan. Kita benarbenar dijamu. Walaupun untuk masuk ke markas GAM mata kita harus ditutup. Tapi ketika sampai di sana, mereka sudah siap untuk difoto dan bahkan seolah-olah seperti ingin show off force.”

68

EDISI VIII / 2007

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY dari Enny. “Masalahnya baru saja diajari 3 hari sama mbak Enny, Mbak Ennynya keburu melahirkan. Jadi harus langsung terjun menggantikan Mbak Enny.” Kenangnya. Setelah menjadi fotografer pengganti untuk beberapa waktu, Supri ditawari untuk menjadi stringer tetap. Ia pun menerimanya. Kegigihan Supri dalam mencari nafkah pun terlihat dari kemauan Supri menjalankan pekerjaan arsip ketika orang yang bertugas mengurusi masalah arsip di Reuters sedang cuti.

menumpang pesawat Hercules TNI.” Kenangnya seru. Pengalaman menarik selanjutnya adalah ketika ia harus meliput kerusuhan 27 Juli di Cikini, Jakarta. “Waktu itu situasinya sangat kacau. Saya sendiri sempat dipukuli aparat. Beruntung ada seorang intel yang mengenal saya, ia pun melerai aparat-aparat yang sedang memukuli saya. Lensa 200mm: 2.8 saya pun sampai jatuh dan ketinggalan. Untung saja ketika saya kembali lensanya ketemu.” Kenangnya sambil tersenyum.

Ditanya mengenai pengalamannya yang paling seru dalam meliput berita, Supri menceritakan beberapa pengalaman menarinya. “Yang pertama ketika saya meliput di Ambon, waktu itu jelas kerusuhannya terjadi antar agama. Waktu itu saya tinggal di daerah Kristen. Sementara saya Muslim. Mungkin rasa takutnya sama seperti wartawan Kristen yang terjebak di daerah muslim. Akhirnya oleh teman saya diaku sebagai orang Katholik. Saya takutnya nggak ketulungan, sampai nggak berani keluar hotel. Ketika mau pulang ke Jakarta saja saya harus bolak-balik ke bandara karena berkali-kali pesawat yang akan membawa saya ke Jakarta tidak datang. Hingga akhirnya setelah 3 kali bolak-balik, saya berhasil

Mengalami banyak pengalaman menakutkan selama meliput berita membuatnya kapok juga. “Kalau sekarang disuruh kayak gitu lagi nggak mau saya. Masalahnya sekarang saya sudah punya anak, jadi harus mikirin keluarga juga.” Jelasnya. Pengalaman menarik yang di luar dugaan adalah ketika ia harus meliput konflik dengan GAM di Aceh. Banyak orang yang melihat konflik di Aceh sebagai salah satu yang paling mengerikan, namun justru Supri tidak menemukan masalah berarti dalam meliput di sana. “GAM welcome sekali dengan wartawan. Kita benar-benar dijamu. Walaupun untuk masuk ke markas GAM mata kita harus ditutup.

“Banyak foto yang bagus yang saya hasilkan di jaman Gus Dur. Misalnya ketika Gus Dur pakai celana pendek.

EDISI VIII / 2007

69

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

70

EDISI VIII / 2007

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

71

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

Tapi ketika sampai di sana, mereka sudah siap untuk difoto dan bahkan seolah-olah seperti ingin show off force.” Kenangnya geli. Pengalaman menegangkan ketika meliput konflik di Aceh justru terjadi ketika Supri baru saja keluar dari markas GAM dan diinterogasi oleh TNI. “Saya sudah takut dipaksa ngasih tau markas GAM ke TNI, eh ternyata yang menginterogasi komandannya kenal dengan teman saya, akhirnya kita malah ngobrol.” Kenangnya. Berpengalaman meliput berita di berbagai generasi, Supri mengaku paling senang waktu jaman Gus Dur menjadi Presiden. “Banyak foto yang bagus yang saya hasilkan di jaman

Jangan malas pindah kalau memang bisa dapat lebih bagus. Foto Merapi saya yang dapat penghargaan dari majalah Times juga saya dapat karena saya nggak malas pindah. Waktu itu saya lihat aliran lava menuju arah timur. Untuk itu saya cari tempat yang lebih bagus untuk memotret dan akhirnya dapat.” 72

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

73

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

74

EDISI VIII / 2007

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

75

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY Gus Dur. Misalnya ketika Gus Dur pakai celana pendek. Saya sampai diprotes oleh Arbain karena membuat dan memasukan foto tersebut dalam list foto yang boleh dipakai media.” Selain itu foto-foto kerusuhan Sambasnya juga menuai teguran dari Arbain, rekannya sesama fotografer jurnalis. Berbicara mengenai hal-hal yang harus diperhatikan oleh fotografer jurnalis, Supri menganjurkan fotografer jurnalis untuk lebih kreatif dan lebih rajin menjari angle. “Jangan malas pindah kalau memang bisa dapat lebih bagus. Foto Merapi saya yang dapat penghargaan dari majalah Times juga saya dapat karena saya nggak malas pindah. Waktu itu saya lihat aliran lava menuju arah timur. Untuk itu saya cari tempat yang lebih bagus untuk memotret dan akhirnya dapat.” Tegasnya. Supri juga melihat kecenderungan fotografer muda lebih senang ikut-ikutan. “Misalnya saja foto badminton dari angle frontal atas. Foto dengan angle itu sudah banyak sekali, tapi sampai

76

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

77

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

78

EDISI VIII / 2007

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

79

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

Untuk dapat angle yang bagus, fotografer jurnalis harus mau datang lebih dulu di event-event penting. Jadi bisa pilh posisi yang bagus.”

80

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

81

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

82

EDISI VIII / 2007

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

83

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

“Harus diingat juga bahwa fotografi berkembang terus, dulu kita hebat belum tentu sekarang masih up to date. Makanya terus eksplorasi, Saya sendiri berusaha memisahkan diri dari yang lain. Bikin sesuatu yang baru.”

84

EDISI VIII / 2007

THEINSPIRATION sekarang masih saja banyak yang bikin. Harusnya kita mau cari angle lain, supaya terus ada pembaruan.” Ujarnya. “Untuk dapat angle yang bagus, fotografer jurnalis harus mau datang lebih dulu di event-event penting. Jadi bisa pilh posisi yang bagus.” Sambungnya. Mengenai komposisi, Supri merasa beruntung bisa banyak belajar dari foto-foto yang dibuat fotografer Reuters di seluruh dunia. “Tuntutan akan komposisi juga berkembang pesat, jadi jangan cepat puas pada komposisi tertentu. Misalnya saja dulu orang suka komposisi yang agak wide, sekarang lebih suka yang tight.” Jelasnya. Selain itu untuk menjadi fotografer jurnalis yang baik Supri juga menyarankan fotografer muda untuk siap mental “Harus mau ditempatin di mana saja, di kondisi apapun. Fisik harus siap, jangan lupa terkadang kita berada di situasi di mana makanan dan air susah. Dan yang tidak kalah penting juga harus bisa nempatin diri. Hati-hati peluru nyasar, konflik, dll.” Jelasnya. “Harus diingat juga bahwa fotografi berkembang terus, dulu kita hebat belum tentu sekarang masih up to date. Makanya terus eksplorasi, Saya sendiri berusaha memisahkan diri dari yang lain. Bikin sesuatu yang baru.” Tutupnya.

EDISI VIII / 2007

85

DIGITALPROCESS

MEMANFAATKAN METADATA UNTUK MENYELAMATKAN HAK CIPTA FOTO DIGITAL ANDA Pada beberapa edisi terdahulu kami pernah membahas mengenai hak cipta foto digital. Ya konversi teknologi dari analog ke digital ternyata tidak sepenuhnya sempurna. Ada beberapa masalah yang justru tidak bisa dipecahkan semudah teknologi analog melakukannya. Salah satunya adalah mengenai hak cipta foto digital. Foto analog tidak meninggalkan permasalahan pada masalah hak cipta karena foto analog meninggalkan bukti otentik kepemilikian hak cipta sebuah foto berupa film negatif, sementara foto digital tidak. Foto digital mudah sekali digandakan, hal inilah yang membuat pembuktian hak cipta foto digital sedikit mengalami kendala. Pada edisi ini kami ingin membagikan fasilitas dalam foto digital yang mungkin bisa menjadi jalan keluar sementara dari permasalahan ini. Jalan keluar ini mungkin memang belum sempurna mengingat kemajuan teknologi yang tidak ada habisnya. Celah dalam arsitektur pemrograman di belakang sebuah foto digital susah sekali untuk ditutup. Bahkan software komputer yang diciptakan oleh sebuah tim beranggotakan puluhan atau bahkan ratusan ahli komputer di dunia pun masih dengan mudah dan cepat dibajak, di crack dan digandakan, apalagi hanya sebuah foto digital. Namun di tengah tidak adanya solusi yang mumpuni, solusi yang satu ini seakan menjadi pilihan terbaik.

86

EDISI VIII / 2007

DIGITALPROCESS Foto digital selalu menyimpan dokumen metadata yang berisi mengenai segala hal yang berhubungan dengan diciptakannya foto tersebut. Metadata berisi: 1. Waktu pembuatan. 2. Data alat yang digunakan (kamera, lensa, flash, dll) 3. Software yang digunakan untuk mengcapture dan mengolah metadata foto tersebut. 4. Konten foto tersebut (keterangan mengenai foto tersebut). 5. Koordinat lokasi pemotretan (Jika menggunakan kamera dengan fasilitas GPS (global positioning system)). 6. Dll.

Banyak orang yang meremehkan kegunaan metadata. Metadata hanya sering dipakai ketika kita ingin melihat kamera apa yang digunakan untuk memotret, lensa apa dengan range focus berapa, bukaan diafragma berapa, kecepatan berapa, dll. Tidak banyak orang yang berpikir bahwa metadata ternyata menyimpan informasi yang bisa digunakan sebagai bukti kepemilikian hak cipta foto digital. Bagaimana caranya? Untuk mengetahui kegunaan metadata dalam pembuktian foto digital terlebih dahulu kita harus tau apa saja pembuktian yang bisa digunakan ketika terjadi sengketa kepemilikan foto digital.

Kolom isian deskripsi foto, lengkap beserta pasal-pasal mengenai hak cipta yang diinginkan.

EDISI VIII / 2007

87

DIGITALPROCESS

DIGITALPROCESS Kolom isian data kamera.

Ketika terjadi sengketa kepemilikan foto digital, beberapa hal yang bisa digunakan sebagai bukti kepemilikan foto digital adalah sbb: Waktu pembuatan: Untuk membuktikan siapa yang membuat foto yang menjadi obyek sengketa kita bisa membuktikan tanggal pembuatan foto tersebut dengan posisi di mana fotografer yang terlibat sengketa berada pada waktu pembuatan foto tersebut. Setiap foto yang dibuat oleh kamera digital selalu menyimpan waktu pembuatan foto tersebut lengkap dari tanggal, bulan, tahun, jam, menit, detik, dan berada pada posisi berapa dari GMT. Untuk itu pastikan anda selalu melakukan setting tanggal pada kamera dengan benar untuk menghindari perbedaan tanggal pembuatan foto yang terekam pada kamera dengan yang sesungguhnya. Ketika foto tersebut disimpan di dalam sebuah media penyimpanan seperti hard disk komputer, komputer akan merekam data foto tersebut dibuat dan dimodifikasi. Untuk itu, pastikan juga setting tanggal di komputer anda juga akurat.

Rekaman tanggal pembuatan dan modifikasi pada metadata.

88

EDISI VIII / 2007

Kamera yang digunakan: Jika anda menggunakan kamera dengan fasilitas GPS, secara otomatis kamera akan merekam koordinat lokasi penciptaan foto ketika anda memencet tombol shutter. Koordinat yang ada bisa dilihat pada metadata foto. Andapun bisa membuktikan titik akurat penciptaan foto tersebut dengan membandingkannya dengan yang tersimpan pada metadata.

Kolom isian data dan kontak fotografer. Memudahkan siapapun yang ingin membeli foto anda untuk menghubungi anda.

EDISI VIII / 2007

89

DIGITALPROCESS

DIGITALPROCESS

Pencipta dan keterangan megenai konten foto: Setelah kita memotret, kita bisa mengisi keterangan mengenai konten foto tersebut dan menuliskan nama kita pada kolom pencipta yang disediakan. Memang, keterangan mengenai konten foto ini bisa dengan mudah diganti oleh siapapun dengan software yang bisa didapatkan dengan mudah oleh siapapun. Namun setiap kali keterangan mengenai konten foto ini dirubah maka secara otomatis metadata juga akan merekam tanggal dimana keterangan dalam metadata tersebut diganti atau dimodifikasi. Andapun dapat membuktikan bahwa foto tersebut milik anda jika tanggal modifikasi metadata yang terekam di copy foto digital yang ada di tangan anda lebih dahulu daripada tanggal yang terekam di metadata di copy foto digital orang lain yang bersengketa.

Kolom isian deskripsi foto, keterangan konten dan keyword yang akan membantu proses pencarian di kemudian hari.

90

EDISI VIII / 2007

Keuntungan lain mengisi keterangan mengenai konten foto: Ketika anda sering melakukan pemotretan dan selalu menyimpannya di komputer anda, anda akan dibingungkan ketika jumlah foto yang disimpan sudah terlalu banyak. Biasanya kita menyimpan foto pada folder-folder tersendiri berdasarkan waktu pemotretan, project atau subject pemotretan. Namun ketika sudah ada lebih dari 1 project yang sama dengan waktu yang berbeda dan jumlah foto yang banyak, maka akan makan waktu untuk mencari sebuah foto. Dengan mengisi keterangan mengenai konten foto dengan akurat, anda bisa dengan mudah mencari sebuah foto berdasarkan konten yang terekam pada metadata seperti: berdasarkan fotografer yang membuat, kamera dan alat yang digunakan, tanggal pembuatan, keterangan konten foto, misalnya: “demo mahasiswa” atau “model swimsuit merah”, dll. Fasilitas ini bisa anda gunakan ketika anda mengisi keterangan konten foto dengan benar, akurat dan detail. Sebuah organisasi yang peduli mengenai masalah ini, IPTC (international Press telecommunication Council) telah merumuskan formula-formula baku dalam mengisi keterangan mengenai konten di metadata sehingga seragam. Hal ini memudahkan siapapun yang ingin mencari foto dengan konten tertentu bahkan ketika bukan ia yang membuat dan mengisi keterangan kontennya. Cara untuk mengisi keterangan konten foto pada dokumen metadata Anda bisa dengan mudah mengisi konten foto pada dokumen metadata foto anda dengan berbagai macam software pengolah foto seperti Adobe Photoshop, ACDSee, FotoStation, dll. Pada Adobe Photoshop anda bisa mengisinya dengan mengklik file > file Info. Sementara untuk mengetahui standar pengisian keterangan konten foto pada metadata yang baku anda bisa melihatnya pada website IPTC. Mengisi keterangan foto pada metadata memang memakan waktu, terlebih jika anda sudah terlanjur menumpuk terlalu banyak foto untuk diisi. Untuk itu, mulai sekarang selalu isi keterangan pada metadata segera setelah anda selesai memotret. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

EDISI VIII / 2007

91

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

THEINSPIRATION

COMFORT ZONE, ANUGERAH ATAU JEBAKAN?

Setiap manusia pasti bercita-cita untuk berada di sebuah kondisi di mana kita tidak perlu memperjuangkan sesuatu untuk tetap exist dan dalam posisi aman. Seorang pekerja kantor mungkin akan lebih senang berada di situasi di mana ia hanya perlu menjalani rutinitas sehari-hari tanpa perlu takut posisinya terancam oleh persaingan, atau takut suatu saat penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan hidup yang makin meningkat. Seorang fotografer juga mungkin akan merasa jauh lebih bahagia dan menikmati hidupnya ketika ia hanya perlu memotret untuk kepuasan sendiri tanpa perlu memperhitungkan apakah orang lain menyukai fotonya atau tidak, apalagi tanpa perlu memikirkan orang-orang yang justru mencela dan mengkritik fotonya. Di level yang lebih tinggi, seorang fotografer professional akan lebih senang jika ia tidak perlu takut akan persaingan, tidak perlu takut klien tidak menyukai hasil pekerjaannya, tidak perlu takut tidak kebagian order pemotretan, dan lain sebagainya.

92

EDISI VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

93

THEINSPIRATION

Comfort zone bisa timbul ketika kita memang sudah berada pada titik di mana kita tidak bisa dibandingkan dengan orang lain, sehingga ancamanancaman dalam bidang spesifik tertentu tidak akan muncul. Misalnya fotografer yang sudah luar biasa saktinya sehingga tidak ada seorang fotografer pun yang jangankan menyaingi, bahkan mendekati saja tidak bisa. 94

EDISI VIII / 2007

THEINSPIRATION

Ya, manusia memang lebih senang berada di comfort zone. Comfort zone adalah situasi di mana kita merasa aman, nyaman dan tentram tanpa harus takut dan khawatir akan apapun. Comfort zone bisa timbul ketika kita memang sudah berada pada titik di mana kita tidak bisa dibandingkan dengan orang lain, sehingga ancamanancaman dalam bidang spesifik tertentu tidak akan muncul. Misalnya fotografer yang sudah luar biasa saktinya sehingga tidak ada seorang fotografer pun yang jangankan menyaingi, bahkan mendekati saja tidak bisa. Di sisi lain, fotografer bisa berada pada comfort zone ketika keinginannya untuk mengacuhkan dan sikap ketidakpeduliannya kepada segala ancaman yang mungkin muncul. Mereka yang termasuk dalam kategori ini mungkin memotret benar-benar untuk kepuasan batin sendiri. Persaingan yang ada, kritikan, celaan yang datang tidak dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu karena bukan untuk mereka ia memotret. “Yang penting gue suka, bodo amat apa kata orang” begitu mungkin pikir mereka yang menjalani prinsip ini. Saya pun tidak ingin mendoktrin sia-

papun untuk menganut salah satu dari pilihan-pilihan yang ada di atas, karena semua yang ada hanyalah pilihan yang tidak bisa diposisikan secara vertical. Namun saya tertarik untuk berbagi pikiran mengenai betapa comfort zone ternyata telah menjebak kita. Beberapa tahun terakhir saya banyak bertemu peminat fotografi. Banyak yang berhasil terus mengupgrade kemampuan fotografinya. Banyak yang cukup puas dengan apa yang mereka dapatkan sekarang ini. Fotografer yang berhasil terus menjadi lebih baik sangat kenyang dengan rasa puas sehingga mereka tidak berhenti di situ dan mencoba sesuatu yang lain. Mereka mencari referensi dari banyak sumber, komunitas online, majalah, workshop dan seminar dengan pembicara yang berbeda-beda, website dan lain sebagainya. Setiap saat otak mereka tidak pernah berhenti untuk menciptakan ide-ide baru, pertanyaan-pertanyaan baru, tantangan-tantangan baru. Dan semua ide, pertanyaan dan tantangan tersebut dilontarkan ke diri sendiri bukan ke orang lain. Akibatnya, memang hidup mereka jadi jauh dari nyaman dan aman. Setiap saat kegelisahan datang, kegelisahan akan ketidakpuasan akan karya dan kemampuan mereka

Di sisi lain, fotografer bisa berada pada comfort zone ketika keinginannya untuk mengacuhkan dan sikap ketidakpeduliannya kepada segala ancaman yang mungkin muncul. Mereka yang termasuk dalam kategori ini mungkin memotret benarbenar untuk kepuasan batin sendiri. Persaingan yang ada, kritikan, celaan yang datang tidak dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu karena bukan untuk mereka ia memotret.

EDISI VIII / 2007

95

THEINSPIRATION

THEINSPIRATION

saat itu. Ketidakpuasan dan ketakutan akan ada orang lain yang bisa memotret jauh lebih baik dan dibandingkan dengannya. Dan berbagai macam ketakutan lainnya. Hasilnya mereka tidak pernah berhenti untuk terus mencoba sesuatu yang baru untuk menjawab ketidakpuasan dan ketakutan itu. Capek memang, tapi ada hasil yang didapat, yaitu kemampuan yang terus meningkat. Hasil foto yang terus menuju kesempurnaan, dan lain sebagainya. Di sisi lain, saya melihat banyak sekali pehobi fotografi yang mungkin lebih memilih untuk sejenak menikmati hidupnya. Berusaha untuk tidak menuntut dirinya sendiri dan menikmati kondisi aman dan nyaman itu apa adanya. Mereka bergabung dengan komunitas-komunitas online maupun offline. Melakukan hunting bersama-sama, selanjutnya mengupload foto, hingga saling tukar komentar dan pujian foto tersebut. Hidup menjadi jauh lebih indah dan fotografi jauh menjadi sangat menyenangkan pada masa ini. Sayangnya memang, banyak yang berhenti di situ dan memutuskan untuk menikmati hidup yang indah ini. Berkali-kali selama beberapa tahun terus menerus mereka merasa puas untuk ikut sesi hunting bersama di mana lighting set up dilakukan oleh orang lain yang dirasa lebih mumpuni. Berulang kali pula mereka membuat foto dengan gaya yang sama dengan puluhan foto yang mereka buat sebelumnya. Tidak ada perkembangan, ada sedikit penyempurnaan tapi masih dalam batas minim. Hingga suatu saat satu per satu teman dan junior mereka mulai terlihat lebih baik, mulai mengadakan pameran tunggal, mulai mendapat order pemotretan komersil, mulai dibeli fotonya, dan lain sebagainya, sementara mereka masih memilih untuk menikmati hidup yang indah ini.

96

EDISI VIII / 2007

Ya comfot zone memang sesuatu yang sangat layak dinikmati, walaupun seringkali membuat kita terlena dan ketinggalan. Bagaikan seseorang yang naik ke gedung yang tinggi, ketika berada di lantai 70 ia berkata, “wah cukuplah di sini pemandangannya sudah sangat bagus. Saya akan menikmati pemandangan ini selama-lamanya, karena ini sudah cukup.” Padahal ketika ia naik lagi hingga lantai 100 ia mungkin akan berkata “wahhhhhh… ini jauh lebih baik dari lantai 70 ya. Saya bisa melihat sesuatu yang jauh sekali dengan indah dan tanpa terhalang apapun… Saya akan menikmatinya dulu sebentar dan setelah itu saya akan naik lagi ke atas, karena pasti ada sesuatu yang saya tidak bisa lihat dan rasakan di sini namun bisa saya rasakan dan saya lihat di atas sana.” Ya, menuntut diri sendiri atau menikmati zona nyaman memang keputusan yang sulit dan sama benarnya. Tidak ada yang berhak untuk menyalahkan atau membenarkan apapun yang anda pilih. Kedua pilihan tersebut hadir dalam satu paket masing-masing, paket pertama datang dengan detail spesifikasi kenyamanan menikmati hidup, tidak dikejar-kejar oleh ambisi dan ketidakpuasan pribadi, walaupun

Bagaikan seseorang yang naik ke gedung yang tinggi, ketika berada di lantai 70 ia berkata, “wah cukuplah di sini pemandangannya sudah sangat bagus. Saya akan menikmati pemandangan ini selamalamanya, karena ini sudah cukup.” Padahal ketika ia naik lagi hingga lantai 100 ia mungkin akan berkata “wahhhhhh… ini jauh lebih baik dari lantai 70 ya.

EDISI VIII / 2007

97

THEINSPIRATION

juga menyimpan resiko stagnasi kemampuan dan kepuasan pada tingkat itu. Sementara paket kedua datang dengan detail spesifikasi di mana anda bisa merasakan sesuatu yang lebih yang tidak bisa didapatkan di paket pertama, namun memang hidup menjadi tidak begitu indah lagi, karena kita harus terus kejar-kejaran dengan ambisi, ketidakpuasan pribadi, persaingan dan lain sebagainya. Bagi mereka yang memilih untuk menikmati hidup, selamat atas pilihan berani anda. Sementara bagi mereka yang memilih untuk menantang kembali diri sendiri, mungkin kita harus berpikir dan mengevaluasi diri kita, kapan terakhir kali kita membuat foto dengan gaya yang benar-benar, kapan terakhir kali saya memotret dengan lighting set up yang baru dan belum pernah saya pakai. Apakah kita masih menyukai foto yang kita buat setahun yang lalu, 6 bulan yang lalu, 3 bulan yang lalu atau bahkan 1 bulan yang

98

EDISI VIII / 2007

SPIRITUALPHOTOGRAPHY lalu? Jika ya, mungkin kita harus lebih galak dan kejam pada diri kita sendiri, sebelum pada akhirnya eksistensi kita mulai tergerus oleh kemajuan jaman dan kemajuan kemampuan fotografi orang lain seperti yang dialami banyak fotografer besar yang mulai ompong tajinya.

mungkin kita harus berpikir dan mengevaluasi diri kita, kapan terakhir kali kita membuat foto dengan gaya yang benar-benar, kapan terakhir kali saya memotret dengan lighting set up yang baru dan belum pernah saya pakai. Apakah kita masih menyukai foto yang kita buat setahun yang lalu, 6 bulan yang lalu, 3 bulan yang lalu atau bahkan 1 bulan yang lalu?

LEO LUMANTO, FOTOGRAFI SEBAGAI PENGALAMAN SPIRITUAL Berbicara mengenai spesialisasi dalam fotografi, mungkin tidak banyak yang mengetahui mengenai spesialisasi dalam fotografi yang satu ini. Mungkin spesialisasi yang satu ini tidak pernah ada di Negara lain. Tapi yang jelas ada di Indonesia. Adalah M. Leo Lumanto yang pada kesempatan kali ini kami hadirkan untuk berbagi pandangannya mengenai fotografi yang ia anut dan yakini. Banyak orang mengenal Leo Lumanto sebagai tokoh spiritual yang kerap hadir dalam beberapa tayangan misteri dan horror. Ya , Leo yang kali ini tampil di sini adalah Leo Lumanto yang memiliki kemampuan spiritual di atas rata-rata itu. Untuk itu kami mencoba menghadirkannya untuk memberi pencerahan mengenai fotografi spiritual yang ia jalani selama ini. Leo Lumanto mulai menekuni fotografi ketika ia dalam masa produksi program acara misteri di salah satu TV swasta di Indonesia. “Waktu itu tahun 2002, saya kemana-mana bawa kamera poket. Baru tahun 2005 saya pindah ke DSLR. Setelah punya DSLR setiap sabtu dan setiap ada waku saya pergi motret, motret apa saja. EDISI VIII / 2007

99

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

100 EDISI

VIII / 2007

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

101

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

“... semakin mahir, semakin sedikit isi memory card kita.” Saya senang sekali mengcrop obyek di viewfinder saya. Saya tidak pernah mengcrop foto saya di komputer.” “Fotografi adalah satu cara untuk melihat realitas dunia apa adanya. Ada satu kejujuran yang tidak bisa disembunyikan. Gamblang dan plong.” 102 EDISI

VIII / 2007

Ketemu obyek apapun saya potret, sampai sepenuh-penuhnya memory card saya. Hingga saya ingat omongan teman saya, dia bilang bahwa semakin mahir, semakin sedikit isi memory card kita.” Kenangnya. Sempat mencoba berbagai macam minat dalam fotografi, mulai dari landscape, human interest, model, dan lain sebagainya akhirnya Leo menemukan aliran yang membuatnya begitu mencintai fotografi. Ia bertambat pada yang kini kami sebut dengan fotografi spiritual. “awalnya saya motret pakai lensa wide. Lama-lama saya pakai 135. Motretnya mulai parsial. Saya senang sekali mengcrop obyek di viewfinder saya. Saya tidak pernah mengcrop foto saya di komputer.” Ungkapnya.

EDISI VIII / 2007

103

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

104 EDISI

VIII / 2007

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

105

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

Ditanya mengenai definisi fotografi, Leo menjawab “Fotografi adalah satu cara untuk melihat realitas dunia apa adanya. Ada satu kejujuran yang tidak bisa disembunyikan. Gamblang dan plong.” “Namun saya sadar bahwa fotografi hanya sebuah cara untuk mentransfer momen yang saya lihat. Untuk itu fotografi sangat personal, karena merupakan pengalaman pribadi si pemotretnya.” Ungkapnya. “Maka dari itu, istilah-istilah under exposure, over exposure, blur, itu semua hanya satu kriteria keberhasilan secara teknis. Tidak ada yang salah di luar masalah teknis, karena itu merupakan pengalaman pribadi. Untuk itu seharusnya juga foto tidak untuk dikomentari dan diperdebatkan karena pengalman pribadi. Bahkan proses kurasi pun harusnya dibatasi hanya pada tingkat teknis.” Sambungnya. Berbicara mengenai fotografi spiritual, Leo menceritakan bahwa ritualnya dalam memotret diawali selalu dengan tiba-tiba. “Saya motret selalu tiba-tiba, seperti ada yang menuntun. Saya jalan aja mengikuti suara hati, seperti orang kemasukan setan.” Ungkapnya sambil tersenyum. “Prosesnya, ketika sampai

106 EDISI

VIII / 2007

“Maka dari itu, istilah-istilah under exposure, over exposure, blur, itu semua hanya satu kriteria keberhasilan secara teknis. Tidak ada yang salah di luar masalah teknis, karena itu merupakan pengalaman pribadi. Untuk itu seharusnya juga foto tidak untuk dikomentari dan diperdebatkan karena pengalman pribadi. Bahkan proses kurasi pun harusnya dibatasi hanya pada tingkat teknis.”

EDISI VIII / 2007

107

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

Saya motret selalu tiba-tiba, seperti ada yang menuntun. Saya jalan aja mengikuti suara hati, seperti orang kemasukan setan.”

108 EDISI

VIII / 2007

EDISI VIII / 2007

109

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

110 EDISI

VIII / 2007

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

111

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

“terkadang kita perlu diam dan menenangkan diri selama 5 sampai 10 menit untuk bisa merasakan dan bilang “oh… ya.. ya…” dan kita bisa merasakan kehidupan walaupun di tempat itu tidak ada kehidupan yang hakiki, asal kita mau.” 112 EDISI

VIII / 2007

SPIRITUALPHOTOGRAPHY di lokasi, saya lihat dulu, kalau batin saya bilang OK, baru saya motret.” Tambahnya. “terkadang kita perlu diam dan menenangkan diri selama 5 sampai 10 menit untuk bisa merasakan dan bilang “oh… ya.. ya…” dan kita bisa merasakan kehidupan walaupun di tempat itu tidak ada kehidupan yang hakiki, asal kita mau.” Ungkapnya. Namun begitu reputasinya sebagai orang dengan kemampuan spiritual yang sering dihubungkan dengan hal-hal mistis sering menjebak banyak pengamat fotonya untuk berimajinasi sendiri. “Banyak yang bilang, pak di foto bapak ini ada “itu”nya (roh halus – red.) ya. Padahal tidak ada. Jadi mereka sendiri yang sering terjebak dengan reputasi saya.” Ungkap lelaki yang pernah menulis film yang memenangkan award di tingkat internasional ini.

berdialoglah dengan alam. Saya selalu berdialog dengan alam, saya sapa, minta ijin, saya Tanya apa kabar.” EDISI VIII / 2007

113

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

114 EDISI

VIII / 2007

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

115

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

Ditanya bagaimana caranya untuk menghasilkan foto yang bernyawa, dengan enteng Leo menjawab “berdialoglah dengan alam. Saya selalu berdialog dengan alam, saya sapa, minta ijin, saya Tanya apa kabar.” “ada tempat-tempat yang ketika kita berhasil untuk mengkomposisikannya dengan baik bisa keluar “roh”nya.” Ungkapnya. Leo menekuni fotografi sebagai refleksi pengalaman spiritual. “Kita bisa sekolah fotografi atau kursus fotografi tapi harus diingat institusi hanya bisa menghasilkan ahli teknik. Foto cantik mungkin bisa dibuat, tapi untuk membuat foto yang bernyawa dibutuhkan kepekaan. Dan ketika kepekaan merajai, teknis dan skill jadi tidak penting lagi.” Ungkapnya. “berdialoglah dengan alam, ingat alam sedang menyeleksi kita, kalau kita peka maka kita bisa berhasil. Dan jangan lupa sabarlah. Momen tidak bisa dicari, momen akan datang ke kita ketika alam menerima kita. Dan ketika momen itu datang, kepekaanlah yang berperan. Kepekaan yang bisa membuat momen menjadi sesuatu yang bagus. Kepekaan yang membuat kita bisa memisahkan yang bagus dari yang biasa saja.” Tambahnya.

116 EDISI

VIII / 2007

“Kita bisa sekolah fotografi atau kursus fotografi tapi harus diingat institusi hanya bisa menghasilkan ahli teknik. Foto cantik mungkin bisa dibuat, tapi untuk membuat foto yang bernyawa dibutuhkan kepekaan. Dan ketika kepekaan merajai, teknis dan skill jadi tidak penting lagi.”

EDISI VIII / 2007

117

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

118 EDISI

VIII / 2007

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

119

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

Momen tidak bisa dicari, momen akan datang ke kita ketika alam menerima kita. Dan ketika momen itu datang, kepekaanlah yang berperan. Kepekaan yang bisa membuat momen menjadi sesuatu yang bagus. Kepekaan yang membuat kita bisa memisahkan yang bagus dari yang biasa saja.”

120 EDISI

VIII / 2007

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

Sayang sekali Leo melihat fotografer muda yang saat ini berkecimpung dalam dunia fotografi masih kurang peka. “Mereka kurang peka dalam mengkomposisi, makanya banyak yang melakukan cropping di komputer. Mereka lebih bayak mengeksploitasi. Mereka belum dapat menjadikan kamera sebagai soul partner dan perpanjangan mata kita.” Ungkapnya. “harus diingat, yang bisa menghasilkan foto bernyawa bukan alatnya tapi fotografernya. Jadi fotografernya lah yang harus terus diupgrade, bukan kameranya.” Tambahnya. “Sayang sekali ketika saya bilang bahwa kita harus berdialog dengan alam, banyak yang menganggap saya seperti orang gila. Padahal saya benarbenar berdialog setiap saya memotret.” Ungkapnya geli. “Kenalilah alam baru kita bisa tahu keindahannya di mana. Kalau tidak kenal mana tahu bagusnya bagaimana.” Tambahnya. Leo pun menceritakan satu pengalaman menariknya ketika ia berdialog dengan alam ketika memotret. “waktu itu saya sedang ingin memotret merapi. Waktu berangkat dari bawah saya sudah diingatkan bahwa memotret merpi tidak gampang karena

EDISI VIII / 2007

121

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

122 EDISI

VIII / 2007

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

EDISI VIII / 2007

123

SPIRITUALPHOTOGRAPHY

WHERETOFIND biasanya tertutup awan. Dan benar saja, ketika sampai di atas merapi tertutup awan. Maka saya pun mencoba berdialog, saya bilang bahwa saya ingin memotret kamu, kalau saya diijinkan, tolong berikan saya kesempatan untuk memotret kamu.” Dan benar saja beberapa saat kemudia awannya bergeser. Saya pun memotret beberapa jepret.” Kenangnya. “sesaat setelah saya selesai memotret, ada fotografer lain yang datang dan sepertinya sudah melihat dari jauh, ketika di sampai tempat saya, awannya tertutup kembali dia pun kecewa. Jadi percaya nggak percaya berdialog lah dengan alam.” Lanjutnya.

“Kenalilah alam baru kita bisa tahu keindahannya di mana. Kalau tidak kenal mana tahu bagusnya bagaimana.”

124 EDISI

VIII / 2007

Mengenai penggunaan software pengolah foto Leo biasa menggunakan dalam batas sewajarnya. “Biasanay untuk adjust saturasi, kontras, warna. Saya tidak pernah melakukan sandwich atau penggabungan foto.” Tutupnya.

JAKARTA

Telefikom Fotografi Universitas Prof. Dr. Moestopo (B), Jalan Hang Lekir I, JakPus Indonesia Photographer Organization (IPO) Studio 35, Rumah Samsara, Jl. Bunga Mawar, no. 27, Jakarta Selatan 12410 Unit Seni Fotografi IPEBI (USFIPEBI) Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Menara Sjafruddin Prawiranegara lantai 4, Jl. MH.Thamrin No.2, Jakarta UKM mahasiswa IBII, Fotografi Institut Bisnis Indonesia (FOBI) Kampus STIE-IBII, Jl Yos Sudarso Kav 87, Sunter, Jakarta Utara Perhimpunan Penggemar Fotografi Garuda Indonesia (PPFGA) PPFGA, Jl. Medan Merdeka Selatan No.13, Gedung Garuda Indonesia Lt.18 Komunitas Fotografi Psikologi Atma Jaya, JKT Jl. Jendral Sudirman 51, Jakarta.Sekretariat Bersama Fakultas Psikologi Atma Jaya Ruang G. 100 Studio 51 Unversitas Atma Jaya, Jl. Jendral Sudirman 51, Jakarta Perhimpunan Fotografi Tarumanegara Kampus I UNTAR Blok M Lt. 7 Ruang PFT. Jl. Letjen S. Parman I JakBar Pt. Komatsu Indonesia

Jl. Raya Cakung Cilincing Km. 4 Jakarta Utara 14140 LFCN (Lembaga Fotografi Candra Naya) Komplek Green Ville -AW / 58-59, Jakarta Barat 11510 HSBC Photo Club Menara Mulia Lt. 22, Jl. Jendral Gatoto Subroto Kav. 9-11, JakSel 12930 XL Photograph Jl. Mega Kuningan Kav. E4-7 No. 1 JakSel Kelompok Pelajar Peminat Fotografi SMU 28 Jl. Raya Ragunan (Depan RS Pasar Minggu) JakSel FreePhot (Freeport Jakarta Photography Community) Masterlist Management Export Import Department PT Freport Indonesia Plaza 89 6th Floor. Jl Rasuna Said Kav X-7 No. 6 Nothofagus PT Freport Indonesia Plaza 895th Floor. Jl Rasuna Said Kav X-7 No. 6 CybiLens PT Cyberindo Aditama, Manggala Wanabakti IV, 6th floor. Jl. Gatot Subroto, jakarta 10270 FSRD Trisakti FSRD Trisakti, Kampus A. Jl. Kyai Tapa, Grogol. Surat menyurat: jl. Dr. Susilo 2B/ 30, Grogol, Jakbar SKRAF (Seputar Kamera Fikom) Universitas SAHID Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH No. 84, Jak-Sel 12870 One Shoot Photography FIKOM UPI YAI jl. Diponegoro no. 74,

JakPus Lasalle College Sahid Office Boutique Unit D-E-F (komp. Hotel Sahid Jaya). Jl. Jend Sudirman Kav. 86, Jakarta 1220 Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Al-Azhar Indonesia Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran baru, Jak-Sel, 12110 LSPR Photography Club London School of Public Relation Campus B (Sudirman Park Office Complex) Jl. KH Mas Mansyur Kav 35 Jakarta Pusat 10220 FOCUS NUSANTARA Jl. KH Hasyim Ashari No. 18, Jakarta SUSAN + PRO Kemang raya No. 15 Lt.3, Jakarta 12730 e-Studio Wisma Starpage, Salemba Tengah No. 5, JKT 10440 VOGUE PHOTO STUDIO Ruko Sentra Bisnis Blok B16-17, Tanjung Duren raya 1-38 Shoot & Print jl. Boulevard Raya Blok FV-1 no. 4, Kelapa Gading Permai, jkt Q Foto Jl. Balai Pustaka Timur No. 17, Rawamangun, Jkt Digital Studio College Jl. Cideng Barat No. 21 A, Jak-Pus Darwis Triadi School of Photography EDISI VIII / 2007

125

WHERETOFIND jl. Patimura No. 2, Kebayoran Baru eK-gadgets centre Roxy Square Lt. 1 Blok B2 28-29, Jkt Style Photo Jl. Gaya Motor Raya No. 8, Gedung AMDI-B, Sunter JakUt, 14330 Neep’s Art Institute Jl. Cideng Barat 12BB, Jakarta V3 Technology Mall ambassador Lt.UG/47. Jl. Prof Dr. Satrio, Kuningan, Jakarta Cetakfoto.net Kemang raya 49D, Jakarta 12730 POIsongraphy ConocoPhillips d/a Ratu Prabu 2 jl.TB.Simatupang kav 18 Jakarta 12560

BEKASI

Lubang Mata Jl. Pondok Cipta Raya B2/ 28, Bekasi Barat, 17134

BANDUNG

PAF Bandung Kompleks Banceuy Permai Kav A-17, Bandung 40111 Jepret Sekretariat Jepret Lt. Basement Labtek IXB Arsitektur ITB, Jl Ganesha 10, Bandung Spektrum (Perkumpulan Unit Fotografi Unpad) jl. Raya Jatinangor Km 21 Sumedang, Jabar Padupadankan Photography Jl. Lombok No. 9S Bandung Studio intermodel Jl. Cihampelas 57 A, Bandung 40116

126 EDISI

VIII / 2007

WHERETOFIND Lab Teknologi Proses Material ITB Jl. Ganesha 10 Labtek VI Lt. dasar, Bandung Satyabodhi Kampus Universitas Pasundan Jl. Setiabudi No 190, Bandung

Lembaga pendidikan seni dan design visimedia college Jl. Bhayangkara 72 Solo

Pusat IT Plasa Marina Lt. 2 Blok A-5. Jl. Margorejo Indah 97-99 Surabaya

Samping Kolam Paradiso Medan, Sumatra Utara 20213

Jl. Manggis No. 55 Voorfo, Samarinda Kaltim

YOGYAKARTA

TRAWAS

BATAM

Batam Photo Club Perumahan Muka kuning indah Blok C-3, Batam 29435

SOROWAKO

KALTIM

ONLINE PICK UP POINTS:

Atmajaya Photography club Gedung PUSGIWA kampus 3 UAJY, jl. TASIKMALAYA babarsari no. 007 yogyakarta Eco Adventure Community “UKM MATA” Akademi Seni Rupa Jl. Margasari No. 34 Rt. 002/ 008, dan Desain MSD Rajapolah, Tasikmalaya 46155 Jalan Taman Siswa 164 Yogyakarta 55151 SEMARANG Unif Fotografi UGM (UFO) PRISMA (UNDIP) Gelanggang mahasiswa UGM, BulakPKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) sumur, Yogya Joglo Jl. Imam Bardjo SH No. 1 Fotografi Jurnalistik Club Kampus 4 FISIP UAJY Jl Babarsari Semarang 50243 MATA Semarang Photography Yogyakarta FOTKOM 401 Club gedung Ahmad Yani Lt.1 Kampus FISIP UNDIP Jl. Imam Bardjo SH. No.1, Semarang FISIPOL UPN “Veteran” yogyakarta. Jl Babasari No.1, Tambakbayan, YogyaDIGIMAGE STUDIO karta, 55281 Jl. Setyabui 86A, Semarang Jl. Pleburan VIII No.2, Semarang 50243 SURABAYA Ady Photo Studio Himpunan Mahasiswa Pengged/a Kanwil Bank BRI Semarang, Jln. mar Fotografi (HIMMARFI) Teuku Umar 24 Semarang Jl. Rungkut Harapan K / 4, Surabaya Pandawa7 digital photo studio AR TU PIC Jl. Wonodri sendang raya No. 1068C, UNIVERSITAS CIPUTRA Waterpark Semarang Boulevard, Citra Raya. Surabaya 60219 Kloz-ap Photo Studio FISIP UNAIR Jl. Kalicari Timur No. 22 Semarang JL. Airlangga 4-6, Surabaya Hot Shot Photo Studio SOLO Ploso Baru 127 A, Surabaya, 60133 HSB (Himpunan Seni BenToko Digital gawan) Ambengan Plasa B23. jl Ngemplak No. Jl. Tejomoyo No. 33 Rt. 03/ 011, Solo 30 Surabaya 57156 Sentra Digital

VANDA Gardenia Hotel & Villa Jl. Raya Trawas, Jawa Timur

MALANG

MPC (Malang Photo Club) Jl. Pahlawan Trip No. 25 Malang JUFOC (Jurnalistik Fotografi Club) student Centre Lt. 2 Universitas Muhammadiyah Malang. Jl. Raya Tlogomas No. 246 malang, 65144 UKM KOMPENI (Komunitas Mahasiswa Pecinta Seni) kampus STIKI (Sekolah Tinggi Informatika Indonesia) Malang, Jl. Raya Tidar 100

JEMBER

UFO (United Fotografer Club) Perum Mastrip Y-8 Jember, Jawa Timur Univeritas Jember (UKPKM Tegalboto) Unit Kegiatan Pers Kampus Mahasiswa Universitas Jember jl. Kalimantan 1 no 35 komlek ged. PKM Universitas Jember 68121

MEDAN

Medan Photo Club Jl. Dolok Sanggul Ujung No. 4

Sorowako Photographers Society General Facilities & Serv. Dept DP. 27, (Town Maintenance) - Jl. PEKANBARU Sumantri Brojonegoro, SOROWAKO CCC (Caltex Camera Club) 91984 - LUWU TIMUR, SULAWESI PT. Chevron Pasific Indonesia, SCM- SELATAN Planning, Main Office 229, Rumbai, Pekanbaru 28271 GORONTALO Masyarakat Fotografi Gorontalo LAMPUNG Graha Permai Blok B-18, Jl. RambuMalahayati Photography Club tan, Huangobotu, Dungingi, Kota Jl. Pramuka No. 27, Kemiling, Ban- Gorontalo dar Lampung, 35153. LampungIndonesia. Telp. (0721) 271114 AMBON Performa (Perkumpulan FoBALIKPAPAN tografer Maluku) FOBIA jl. A.M. Sangadji No. 57 Ambon. Indah Foto Studio Komplek Ruko (Depan Kantor Gapensi kota Ambon/ Bandar Klandasan Blok A1, Balikpa- Vivi Salon) pan 76112 Badak Photographer Club (BPC) www.estudio.co.id ICS Department, System Support http://charly.silaban.net/ Section, PT BADAK NGL, Bontang, Kaltim, 75324 KPC Click Club/PT Kaltim Prima Coal Supply Department (M7 Buliding), PT Kaltim Prima Coal, Sangatta

SAMARINDA

MANGGIS-55 STUDIO (Samarinda Photographers Community) EDISI VIII / 2007

127

Related Documents


More Documents from "Silmina Ulfah"