Terapi Obat Pada Luts.pdf

  • Uploaded by: Henry Essenzo
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Terapi Obat Pada Luts.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 1,507
  • Pages: 35
TERAPI OBAT PADA LOWER URINARY TRACT SYMPTOMS (LUTS) Oleh: Halim P. Jaya

LOWER URINARY TRACT SYMPTOMS (LUTS) Lower urinary tract symptoms (LUTS) merupakan gejala yang sering dialami oleh para pria berusia tua dengan keluhan yang berhubungan dengan disfungsi traktus urinarius bawah yang seringkali berkaitan dengan BPH, berupa:  Gejala penyimpanan (irritatif)  Gejala pengosongan (obstructive)

1

FAKTA EPIDEMIOLOGIS TENTANG LUTS Prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi nocturia pada laki-laki usia lebih dari 65 tahun adalah 78%  Satu dari tiga pria akan mengalami gejala gangguan kencing selama masa hidupnya  Progresivitas gangguan kencing bervariasi dan tidak dapat diprediksi dimana:  Ada yang membaik dengan terapi  Stabil (tidak membaik ataupun memburuk) dengan terapi  Semakin memburuk meskipun diberikan terapi 

2 Boyle P, Robertson C, Mazzetta C, et al. (September 2003). "The prevalence of lower urinary tract symptoms in men and women in four centres. The UrEpik study". BJU Int. 92 (4): 409–14

PENYEBAB LUTS Benign Prostate Hyperplasia  Infeksi Saluran Kencing  Obat anti-muskarinik (Antidepresan, Diuretik, Bronkodilator dan Antihistamin)*  Striktur urethral  Kanker buli atau kanker prostat  Batu saluran kencing (Urolithiasis)  Neurological 

Dementia  Diabetes  Stroke 

3

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

4

ETIOLOGI BPH Kebanyakan ahli menganggap hormon androgen (testosteron) mempunyai peran penting dalam perkembangan BPH  Di sisi lain, beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian testosteron eksogen tidak terkait dengan peningkatan yang signifikan dalam risiko gejala BPH, sehingga peran testosteron pada BPH dan kanker prostat masih belum jelas 

Liverman CT and Blazer DG. Testosterone and Aging: Clinical Research Directions. 2004. Washington DC: Natonal Science Academy

5

PEMERIKSAAN PENUNJANG 

 

Anamnesis, berupa munculnya gejala obstruktif dan iritatif yang dialami pasien (IPSS Score) Pemeriksaan fisik, dengan pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan laboratorium, melalui darah (PSA, BUN, serum kreatinin) dan urinalisis (untuk mengetahui ada tidaknya hematuria, infeksi maupun inflamasi)



Pemeriksaan pencitraan (imaging)



Pemeriksaan lain : 

Uroflowmetri



Tekanan pancaran



Volume residu urin (PVR)

6

7

TATALAKSANA BPH Tujuan dari terapi pada BPH adalah untuk mengurangi gejala LUTS dan meningkatkan kualitas hidup pasien seperti halnya mencegah komplikasi terkait BPH  Prinsip terapi pada BPH ialah pengambilan keputusan terapi yang didasarkan pada tingkat keparahan dari gejala atau derajat gangguan yang ditimbulkan dan berdasarkan pilihan pasien yaitu :  Watchful Waiting  Terapi Obat  Terapi Pembedahan 

8

WACTHFUL WAITING Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan yang tidak memiliki dampak atau berdampak minimal pada kualitas hidup pasien  Tindakan yang dilakukan adalah observasi saja tanpa pengobatan  Pasien secara periodik mengunjungi dokter untuk dilakukan monitoring 

9

TERAPI OBAT PADA BPH Terapi farmakologi BPH dapat dikategorikan menjadi 3 tipe, yaitu  Obat yang bekerja merelaksasi otot polos prostate (menurunkan faktor dinamik)  Obat yang mengganggu efek stimulasi testosterone pada kelenjar prostate yang membesar (menurunkan faktor statis)  Kombinasi keduanya

10

α- blocker

(Alpha Receptor Antagonist)

Terapi dengan α-blocker berdasarkan hipotesis bahwa LUTS sebagian disebabkan oleh kontraksi otot polos prostate dan leher kandung kencing yang dimediasi oleh α1-adrenergik yang menghasilkan tersumbatnya saluran kemih  Obat ini merelaksasi sfingter intrinsik uretral dan otot polos prostate namun tidak mengecilkan ukuran prostate  Terdapat 3 Generasi α- blocker yaitu:  Generasi 1 : Phenoxybenzamin  Generasi 2 : Prazosin, Terazosin, Doxazosin dan Alfuzosin  Generasi 3 : Tamsulosin 

11

Aksi Farmakologis

α-Blocker

ANTIHIPERTENSI DAN UNTUK BPH

12

α- blocker

Generasi 1

Dahulu, phenoxybenzamin adalah α-blocker yang pertama kali digunakan untuk terapi BPH  Memblok reseptor α-1 dan α-2 (memblok lebih kuat pada reseptor α-1 )  Menghambat reuptake of NE and memblok reseptor histamine (H1), reseptor kolinergik, and reseptor serotonin  Menyebabkan efek samping: first-dose syncope, hipotensi ortostatik, reflex tachycardia, aritmia, nasal stuffiness, dan ejakulasi retrograde 

Caine M, Perlberg S, Shapiro A. Phenoxybenzamine for benign prostatic obstruction. Review of 200 cases. Urology. 1981; 17:542-6

13

α- blocker

Generasi 2

α- blocker generasi 2 adalah antagonis selektif α1adrenergik meliputi prazosin, terazosin, doxazosin dan alfuzosin  Prasozin memiliki waktu paruh paling pendek sehingga memiliki perbedaan kadar puncak dan kadar lembah yang sangat tajam dan rentan menimbulkan hipotensi ortostatik dan kelemahan  Terasozin dan doxasozin memiliki waktu paruh yang lebih panjang dan diberikan 1-2 kali sehari 

Akduman B, Crawford ED. Terazosin, doxazosin, and prazosin: current clinical experience. Urology. 2001; 58(6, suppl 1): 49-54. 14

Studi Klinis Terasozin pada BPH

15 1. 2.

Lloyd SN, Buckley JF, Chilton CP, et al. Terazosin in the treatment of benign prostatic hyperplasia: A multicentre, placebo-controlled trial. Br J Urol. 1992;70(Suppl 1):17-21 Terazosin [package insert]. North Chicago, IL: Abbott Laboratories; 2003

Studi Klinis Doksasozin pada BPH

1. Gillenwater JY, Conn RL, Chrysant SG, et al. Doxazosin for the treatment of benign prostatic hyperplasia in patients with mild to moderate essential hypertension: A double-blind, placebo controlled dose response multicenter study. J Urol. 1995;154:110-115. 2. Doxazosin [package insert]. New York, NY: Pfizer Inc; 2003.

16

α- blocker dan Risiko Jatuh

Obat α- blocker berperan pada 0,4% kejadian jatuh terkait penggunaan obat.  Penyebab jatuh karena α- blocker adalah efek samping hipotensi postural akibat perubahan posisi. 

Milos et al. Fall risk-increasing drugs and falls: a cross-sectional study among elderly patients in primary care. 2014. BMC Geriatric 14:40.

17

α- blocker

Generasi 3

Obat ini bekerja dengan memblok secara selektif pada reseptor α1-adrenergik prostat (α1-A) yang menyusun kurang lebih 70% dari reseptor adrenergik di kelenjar prostate  Blokade pada reseptor tersebut menghasilkan relaksasi otot polos dari prostate dan kandung kemih tanpa menyebabkan relaksasi otot polos vaskuler perifer (α1-B)  α- blocker generasi 3 meliputi: tamsulosin dan silodozin 

18

Studi Klinis Tamsulosin pada BPH

1. Narayan P, Tewari A. The United States 93-01 Study Group: A second phase III multicenter placebo controlled study of 2 doses of modified release tamsulosin in patients with symptoms of benign prostatic hyperplasia. J Urol. 1998;160: 1701-1706. 2. Tamsulosin [package insert]. Ridgefield, CT: Boehringer Ingelheim Pharmaceuticals, Inc; 2003

19

Pemilihan

α- blocker Untuk BPH

Pada pasien BPH tanpa hipertensi atau pasien BPH dengan hipertensi yang sudah terkendali dengan obat-obatan hipertensi, maka disarankan penggunaan α- blocker generasi 3 yaitu tamsulosin  Pada pasien BPH dengan hipertensi yang belum terkendali, dapat digunakan terapi dengan αblocker generasi 2 untuk membantu penurunan tekanan darah 

20

Kontroversi

α- blocker Untuk Terapi Hipertensi (1)

21

Kontroversi

α- blocker Untuk Terapi Hipertensi (2)

22

α-Blocker Untuk BPH di Indonesia No.

Nama Generik

Nama Dagang

Kekuatan

Dosis

1.

Prazosin

Minipress®

1 mg/tab

2-10 mg dalam 2-3 dosis terbagi

2.

Terazosin

Hytrin® Hytroz®*

1 mg/tab 3 mg/tab

1-10 mg dalam dosis tunggal

3.

Doxazosin

Cardura®*

1 mg/tab 2 mg/tab

1-4 mg dalam dosis tunggal

4.

Tamsulosin

Harnal®*

0,2 mg/tab 0,4 mg/tab

0,2-0,8 mg dalam dosis tunggal

* Listed in Indonesia government e-catalogue 23

5α-Reductase Inhibitor 









Sesuai dengan perkembangan hipotesis terjadinya BPH bahwa BPH terjadi karena peningkatan paparan hormon testosteron dan usia 5α-Reductase Inhibitor bekerja dengan menghambat enzim 5α-Reductase yang merubah testosteron menjadi dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron sangat berperan dalam pembesaran jaringan prostat pada pasien BPH Mula kerja obat ini lebih lambat daripada α1-blocker yaitu antara 3-6 bulan Pada umumnya diberikan pada pasien BPH dengan volume prostat 40 mL atau lebih 24

Peran 5α-Reductase dalam Pembentukan DHT

McConnel and Roerhborn. Dutasteride in the treatment of the BPH patient In: Textbook of benign Prostate Hyperplasia. 2005. London: Taylor and Francis Group 25

FINASTERIDE VS DUTASTERIDE 

Finasteride hanya menghambat 5α-reductase tipe 2 sedangkan Dutasteride mampu menghambat 5α-reductase tipe 1 dan tipe 2

26 Bartsch G, Rittmaster RS, Klocker H. Dihydrotestosterone and the concept of 5αreductase inhibition in human benign prostatic hyperplasia. Eur Urol. 2000;37:367-380.

PROFIL PERBANDINGAN PENURUNAN KADAR DHT FINASTERIDE VS DUTASTERIDE

Clark RV, Hermann DJ, Cunningham GR, et al. Marked suppression of dihydrotestosterone in men with benign prostatic hyperplasia by dutasteride, a dual 5-Reductase inhibitor. J Clin Endocrin Metab. 2004;89:2179-2184

27

WAKTU UNTUK MENCAPAI MANFAAT KLINIS DARI 5α-REDUCTASE INHIBITOR

28 Nickel JC. Comparison of Clinical Trials With Finasteride and Dutasteride. Rev Urol. 2004;6(suppl 9):S31-S39

Manfaat Klinis 5α-Reductase Inhibitor

29 Nickel JC. Comparison of Clinical Trials With Finasteride and Dutasteride. Rev Urol. 2004;6(suppl 9):S31-S39

5α-Reductase Inhibitor di Indonesia No.

Nama Generik

Nama Dagang Kekuatan

Dosis

1.

Finasteride

Prostacom®* Finpro® Alsteride®

5 mg/tab

5 mg/hari

2.

Dutasteride

Avodart®*

0,5 mg/tab

0,5 mg/hari

* Listed in Indonesia government e-catalogue

30

Kombinasi α-Blocker dan 5α-Reductase Inhibitor

Menjadi pilihan kedua pada pasien dengan gejala berat yang menolak pembedahan atau pasien dengan risiko pembedahan yang tinggi  Kekurangan dari terapi kombinasi ini adalah meningkatnya biaya pengobatan, dan peningkatan kejadian munculnya efek yang tidak diharapkan 

31

TERAPI OBAT KELEBIHAN VS KEKURANGAN Kelebihan

Kekurangan

Tanpa Pembedahan

Komitmen pengobatan jangka panjang

Risiko rendah dan lebih nyaman bagi pasien

Efek samping

Pada beberapa orang mampu menghilangkan gejala secara total atau memperbaiki kualitas hidup

Efektivitas semakin menurun dengan berjalannnya waktu

Biaya pengobatan yang jauh lebih mahal untuk jangka panjang Hanya mengobati gejala tanpa menyelesaikan penyebab. Pasien dapat jatu pada komplikasi urogenital 32

INDIKASI PEMBEDAHAN PADA PASIEN BPH YANG MENJALANI TERAPI OBAT Kegagalan terapi obat untuk mengurangi gejala  Retensi urine >1/3 volume buli-buli  Infeksi saluran kencing berulang  Vesicolithiasis  Azotemia  Gross hematuria berulang 

33

Terima Kasih 34

Related Documents


More Documents from ""