Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 BAB I ISTILAH (DEFINISI) Beberapa istilah - istilah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut (Perencanaan Geometrik jalan antar kota, 1997):
Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median, dan bahu jalan. Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan. Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya ditinggikan dengan batu tepi jalan. Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan. Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman. Ruang Milik Jalan (Rumija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan. Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah lajur lahan yang berada di bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi. Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau areal pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang diperkirakan akan menjadi daerah yang terbangun. penuh dalam jangka waktu kira-kira 10 tahun mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan berupa pemanfaatan lahan lainnya yang bukan untuk pertanian. Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran. Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu lintas per jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas harian rata rata tahunan.
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam, ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu jam dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit tertinggi. Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusidengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana pun termasuk
desa,
rawa,
hutan,
meskipun
mungkin
terdapat
perkembangan
permanen,misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan. Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh pengemudi. Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang dibutuhkan untuk dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal. Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti dengan aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa. Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan penuh. Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan. Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih). KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia. Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam. Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan perencanaan jalan. Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan bermotorberoda 4 atau lebih, dalam satu jurusan. Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan kecepatan rendah terutama kendaraan berat. Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang berfungsi sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4 sampai 6.
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang berlaku. Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang dengan cara yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk menjamin ruang bebas samping pada jalur. Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu yang ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan, dan lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam. Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam pada jam sibuktahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari perkalian VLHR dengan faktor K. Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang melintasi suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama satu tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun. Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau prakiraan volume lalulintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian jalan tertentu.
BAB II KRITERIA PERENCANAAN DAN PARAMETER
2.1 Fungsi Hierarki dan Kelas Jalan 1. Klasifikasi menurut medan jalan Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Klasifikasi menurut medan jalan No. Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%) 1. Datar D <3 2. Perbukitan B 3 – 25 3. Pegunungan G > 25 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman
kondisi
medan
menurut
rencana
trase
jalan
dengan
mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.
2. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.34/2006 adalah Jalan Nasional Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Jalan Kota Jalan Desa 2.2 Penampang Melintang Penampang melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut (lihat Gambar 11.8s. d. Gambar H.10 ): 1) Jalur lalu lintas; 2) Median dan jalur tepian (kalau ada); 3) Bahu; 4) Jalur pejalan kaki; 5) Selokan; dan 6) Lereng.
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Gambar 1.1 Penampang Melintang Jalan tipikal
Gambar 1.2 Penampang Melintang Jalan tipikal yang dilengkapi trotoar
1. Jalur Lalu Lintas a. Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan.Batas jalur lalu lintas dapat berupa: Median; Bahu; Trotoar; Pulau jalan; dan Separator. b. Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa lajur.
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 c. Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa tipe (lihat Gambar 1.1 s.d. Gambar 1.3) 1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 TB) I jalur-2 lajur-l arah (2/1 TB) 2 jalur-4 1ajur-2 arah (4/2 B) 2 jalur-n lajur-2 arah (n12 B), di mana n = jumlah lajur.
Keterangan: TB = tidak terbagi. B = terbagi d. Lebar Jalur Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya. Tabel1.2 menunjukkan lebar jalur dan bahu jalan sesuai VLHR-nya. Lebar jalur minimum adalah 4.5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil salingberpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktuwaktu dapatmenggunakan bahu jalan.
Tabel 1.2 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu jalan ARTERI
VLHR (smp/hari)
<3.000 3.00010.000 10.00125.000 >25.000
Ideal
KOLEKTOR
Minimum Leba Lebar r Jalur Bahu (m) (m) 4,5 1,0
Lebar
Lebar
Jalur
Bahu
(m)
(m)
6,0
1,5
7,0
2,0
6,0
7,0
2,0
2nx3,5*)
2,5
Ideal Lebar
Leba
LOKAL
Minimum Leba Leba
Ideal Leba Leba
Minimum Leba Leba
r
r
r
r
r
r
r
Bahu
Jalur
Bahu
Jalur
Bahu
Jalur
Bahu
6,0
(m) 1,5
(m) 4,5
(m) 1,0
(m) 6,0
(m) 1,0
(m) 4,5
(m) 1,0
1,5
7,0
1,5
6,0
1,5
7,0
1,5
6,0
1,0
7,0
2,0
7,0
2,0
**)
**)
-
-
-
-
2x7,0*)
2,0
2nx3,5*)
2,0
**)
**)
-
-
-
-
Jalur (m)
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997) Keterangan:
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 **) = mengacu pada pernyaratan ideal *) = 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3.5m, di mana n= jumlah lajur per lajur -
= Tidak ditentungan 2. Lajur a. Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraanrencana. b. Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal inidinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam Tabel 1.3 c. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan tingkat kinerjayang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antaravolume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80. d. Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pads alinemen lurus memerlukankemiringan melintang normal sebagai berikut (lihat Gambar 1.3): 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton; 4-5% untuk perkerasan kerikil Tabel 1.3Lebar Lajur Jalan Ideal FUNGSI
KELAS
Arteri
I
LEBAR JALUR IDEAL (m) 3.75
II, IIIA 3.5 Kolektor IIIA, IIIB 3 Lokal IIIC 3 Sumber: Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Gambar 1.3 Kemiringan Melintang Jalan Normal Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
2.3 Parameter Desain Geometrik Jalan 1) Kendaraan rencana a. Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakaisebagai acuan dalam perencanaan geometrik. b. Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori: Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang; Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as; Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer. c. Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan
Rencana
ditunjukkan dalam Tabel 1.3 Gambar 1.4 s/d. Gambar 1.6 menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut. Tabel 1.3 Dimensi kendaraan rencana KATEGORI KENDARAAN RENCANA Kendaraan Kecil Kendaraan Sedang Kendaraan Besar
DIMENSI KENDARAAN (cm)
TONJOLAN
RADIUS PUTAR
(cm)
RADIUS TONJOLAN
Depa
(cm)
T
L
P
n
Belakang
Min
Maks
130
210
580
90
150
420
730
780
410
260
1210
210
240
740
1280
1410
410
260
2100
1,20
90
290
1400
1370
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Gambar 1.4 Dimensi kendaraan kecil Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Gambar 1.5 Dimensi kendaraan sedang Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Gambar 1.6 Dimensi kendaraan besar Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 2) Satuan Mobil Penumpang SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobilpenumpang ditetapkan memiliki satu SMP. SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat dalamTabel 1.4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Tabel 1.4 Ekivalen Mobil Penumpang (emp) No
Jenis Kendaraan
Datar/Perbukitan
Pegunungan
1
Sedan, Jeep, Station Wagon Pick-Up, Bus Kecil, Truck
1,0
1,0
1,2 - 2,4
1,9 - 3,5
1,2 - 5,0
2,2 - 6,0
2
Kecil 3 Bus dan Truck Besar Sumber : MKJI No.036 /TBM (1997)
3) Volume Lalu Lintas Rencana Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintasharian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari. Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus: VJR=VLHR x
K F
( 1.1)
Dimana : K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jamdalam satu jam.
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnyayang diperlukan. Tabel 1.5 menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-nya. Tabel 1.5. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume lalu lintas harian
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 FAKTOR-K
FAKTOR-F
(%)
(%)
>50.000
4–6
0,9 – 1
30.000 - 50.000
6–8
0,8 – 1
10.000 - 30.000
6–8
0,8 – 1
5.000 - 10.000
8 – 10
1,6 - 0,8
1.000 - 5.000
10 – 12
0,6 - 0,8
VLHR
<1.000 12 – 16 <0,6 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
4) Kecepatan Rencana Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagaidasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraankendaraanbergerakdengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yanglengang,dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 1.6. Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syaratbahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam. Tabel 1.6. Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan FUNGSI
Kecepatan Rencana, VR' Km/jam Datar
Bukit
Pegunungan
Arteri
70 – 120
60 - 80
40 – 70
Kolektor
60 – 90
50 - 60
30 – 50
Lokal 40 – 70 30 - 50 20 – 30 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
5) Jarak Pandang
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd). a. Jarak Pandang Henti Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikankendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik disepanjang jalan harus memenuhi Jh. Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggihalangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu: (1) Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudimelihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saatpengemudi menginjak rem. (2) Jarak pengereman (Jh) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikankendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti. Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus: Vr 3.6 VR Jh= t+ 3,6 2 gf
(1.2)
2
( )
dimana : VR =kecepatan rencana (km/jam) t
= waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g
= percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f
= koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35 dan0,55.
disederhanakan menjadi: JBhB ¿ 0,694 VBRB+ 0,004
NURIATI / F 111 14 064
V R2 F
(1.3)
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Tabel 1.6 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR. Tabel 1.6 Jarak Pandang Henti (JH) minimum VR, Km/jam
1 120
0 100
2
Jh minimum
8 80
1
6 60
1
5 50
7
4 40
5
3 30
4
250 175 120 75 55 40 27 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
2 20
2
1 16
b. Jarak Pandang Menyiap Jarak Pandang Menyiap, yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk dapat menyiap kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya dengan menggunakan lajur untuk arah berlawanan (Lihat gambar 1.4). Jarak pandang menyiap standar adalah : Jd = d1 + d2 + d3 + d4 d=d 1+d 2+d 3+ d 4
(1.4)
dimana : d1 =Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang hendak menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur kanan.
(
d 1=( 0,278 ∙t 1 )+ V −m+
at 1 2
( at1 /2) )
)
d1
=
( 0,278 . t1 ) + ( V – m +
(1.5)
d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada pada lajur sebelah kanan. d 2=( 0,278 V ∙t 2 ) d2
=
( 0,278V . t2 )
(1.6) d3 =Jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap dilakukan, diambil 30-100 m d4 =Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah selama 2/3 dariwaktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada pada lajursebelahkanan atau sama dengan 2/3*d2.
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 t1 = Waktu
reaksi
yang
besarnya
tergantung
dari
kecepatan
yang
dapatditentukan dengan korelasi t 1=2,12+ 0,026V (1.7) t1 = 2,12 + 0,026V m =Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap yaitu15 km/ jam. V =Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/ jam. a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata kendaraan
yang
mempergunakan α = 2,052 + 0,0036V
menyiap
yang
dapat
ditentukan
dengan
korelasi.
a=2,052+ 0,0036 V (1.8) t2 =Waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yangdapat ditentukan dengan mempergunakankorelasi. t2 = 6,56 + 0,048V (1.9)
Gambar 1.7. Jarak Pandang Mendahului Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
BAB IV ALINYEMENT VERTIKAL
4.1 ALINYEMEN VERTIKAL
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan. Penarikan alinemen vertikal sangat dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan, seperti : kondisi tanah dasar, keadaan medan, fungsi jalan, muka air banjir, muka air tanah dan kelandaian yang masih memungkinkan. Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) dan landai nol (datar). Sedangkan untuk bagian lengkung vertikal, dapat berupa:
Lengkung Vertikal Cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. Panjang lengkung vertikal cekung harus ditentukan dengan memperhatikan : 1.
Bentuk parabola sederhana
2.
Jarak penyinaran lampu kendaraan
3.
Jarak pandangan bebas di bawah bangunan
4.
Kenyamanan pengemudi
5.
Keluwesan bentuk
Lengkung Vertikal Cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada diatas permukaan jalan yang bersangkutan. Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedaka atas 2 keadaan, yaitu : 1.
Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S
2.
Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S>L)
1) Lengkung Vertikal
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahankelandaian dengan tujuan : (1) Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan (2) Menyediakan jarak pandang henti. Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola sederhana, a. Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal
cembung,panjangnya ditetapkan dengan rumus: l ¿
A s2 405
(1.28) b.
Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung,panjangnya ditetapkan dengan rumus: L ¿2S
405 A
(1.29)
Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus: L = A.Y L ¿
(1.30)
S2 405
(1.31)
dimana : L = Panjang lengkung vertikal (m), A = Perbedaan grade (m), Jh = Jarak pandangan henti (m), Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm dantinggi mata 120 cm.
Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan penampilan. Yditentukan sesuai Tabel 1.14 Tabel 1.14 Penentuan Faktor penampilan kenyamanan, Y S Kecepatan Rencana (Km/Jam)
Faktor PenampilanKenyamanan, Y
<40
1,5
40 – 60
3
>60
8
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 1.15 vang didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk jelasnya lihat Gambar 1.17 dan Gambar 1.18
Tabel 1.15. Panjang Minimum Lengkung Vertikal Kecepatan Rencana
Perbedaan Kelandaian
Panjang Lengkung
(Km/Jam) <40
Memanjang (%) 1
(m) 20 – 30
40 – 60
0,6
40 – 80
>60
0,4
80 - 150
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997) Gambar 3.7. Lengkung vertikal cembung Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Gambar 1.17 Gambar Lengkung Vertikal Cembung
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Gambar 1.18 Lengkung Vertikal Cekung Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Gambar 1.19 Grafik Panjang lengkung Vertikal Cembung berdasarkan Jarak Pandang Henti (Jh)
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Gambar 1.20 Grafik Panjang lengkung Vertikal Cekung berdasarkan Jarak Pandang Henti (Jh)
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 2) LandaiMaksimum Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yangmampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatansemula tanpa harus menggunakan gigi rendah. Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 1.22. Tabel 1.22Kelandaian maksimum yang diizinkan VR (Km/Jam) Kelandaian Maksimal
120 3
(%)
110 100 80 60 50 3
4
5
8
9
40
<40
10
10
Sumber :
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 1.23 Tabel 1.23. Panjang Kritis (m) Kecepatan pada
Kelandaian
awal tanjakan km/jam
4
5
6
7
8
9
10
80
630
460
360
270
230
230
200
60
320
210
160
120
110
90
80
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997) 3) Koordinasi alinyemen
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal, dan potongan melintang jalan adalah elemen - elemen jalan sebagai keluaran perencanaan hares dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal. Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Alinyemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan secaraideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinemen vertikal; b. tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau padabagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan; c. lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harusdihindarkan;dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harusdihindarkan; dantikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harusdihindarkan. Sebagai ilustrasi, Gambar 1.24s.d. Gambar 1.26 menampilkan contoh-contoh koordinasi alinemen yang ideal dan yang harus dihindarkan.
Gambar 1.24. Koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan vertikal yang berimpit Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Gambar 1.25Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana alinemen vertikal menghalangi pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki tikungan pertama Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Gambar 1.26 Koordinasi yang harus dihindarkan dimana pada bagian yang lurus pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen vertical sehingga pengemudi sulit memperkirakan arah alinyemen dibalik puncak tersebut. Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
4) Lajur Pendakian Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan kendaraan lain
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 pada umumnya, agar kendaraan kendaraan lain dapat mendahului kendaraan lambat tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan. Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian yangbesar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat. Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) disediakan pada jalan arteri atau kolektor, b) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 SMP/hari, dan
persentase truk > 15 %.
Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana. Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal
perubahan
kelandaian
denganserongansepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaiandengan serongan sepanjang 45 meter (lihat Gambar 1.27). Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (lihat Gambar 1.23).
Gambar 1.27 Lajur Pendakian Tipikal Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Gambar 1.28 Jarak Antara Dua Lajur Pendakian Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
BAB III ALINYEMEN HORIZONTAL
3.1 Alinemen Horizontal Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan tertentu dengan membentuk superelevasi. Gaya sentrifugal adalah gaya yang mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya. Sedangkan superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan. 1) Bentuk bagian lengkung Bentuk bagian lengkung dapat berupa :
Full Circle (FC) atau Lengkung Busur Lingkaran Sederhana.
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Lengkung busur lingkaran sederhana hanya dapat dipilh untuk radius lengkung yang besar. Bentuk tikungan yang dianjurkan oleh Bina Marga : 1.
Bentuk tikungan seperti ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dengan sudut tangent yang relatif kecil.
Gambar 1.8 Lengkung busur lingkaran Sederhana
Rumus yang biasa digunakan: Dari gambar lengkung busur lingkaran sederhana diatas, dapat diketahui : Tc = Rc . tg 1/2β (1.10) Ec =Tc . tg 1/4β (1.11) Lc
¿
βπ Rcdengan β dalam derajat 180
(1.12) Lc = B . Rc dengan β dalam radian (1.13)
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Syarat pemakaian : a. Tergantung dari harga v yang ada (design speed) Mis : Untuk Vp = 80 Km/jam R > 110 # R dicoba dahulu pada gambar pengukuran staking out. # R dan V dapat dilihat pada daftar II “ Standart Perencanaan Geometrik Jalan raya” b. Harga dihitung secara analitis berdasarkan koordinat, setelah itu diukur dengan menggunakan busur c. Ac > 0 d. Lc > 20 cm Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka pencapaian superelevasi dilakukan sebagian pada jalan lurus dan sebagian lagi pada bagian lengkung.
Spiral-Circle-Spiral
(SCS)
atau
Lengkung
Busur
Lingkaran
dengan
LengkungPeralihan
Gambar 1.9 Lengkung spiral – lingkaran – spiral simetris Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997) Gambar diatas menggambarkan sebuah lengkung Spiral-Circle-Spiral simetris dimana panjang lengkung peralihan dari TS ke SC sama dengan dari CS ke ST(= Ls).Lengkung
TS-SC
adalah
lengkung
NURIATI / F 111 14 064
peralihan
berbentuk
spiral
yang
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 menghubungkan bagian lurus dengan radius tak berhingga di awal spiral (kiri TS)dan bagian berbentuk lingkaran diakhir spiral (kanan SC). Titik TS adalah titikperalihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian lingkaran. Rumus yang umum digunakan adalah :
Derajat Kelengkungan Adalah sudut yang dibentuk oleh ujung lingkaran dengan jari-jari R (m) yang menghasilkan panjang busur sebesar 25 m. D=
25 x 360 1432,4 = ( D berlaku untuk semua tipe kurva ) 25 Rc Rc
(1.14) Dari gambar1.6 diatas, dapat diketahui bahwa : Besarnya sudut spiral pada titik SC Ls 90 Ls θs ¿ ( dalam radial ) atau θs ¿ ( dalam derajat ) 2 Rc πRc p ¿
(1.15)
Ls ² . Rc ( 1 - cos θs ) 6 Rc
(1.16) k ¿ Ls−
Ls ² −Rc sin θs 40 Rc ²
(1.17)
Ls 2 ∙ Rc ( 1−cos θs ) 6 Rc untuk Ls = 1 m, maka p = p* dan k = k*dan untuk Ls = Ls, maka p = p*.Ls dan k = p=
k*. Lsdengan nilai p* dan k* untuk setiap nilai pusat busur lingkaran =
θc
θs
dan sudut spiral =
perpotongan kedua tangen adalah β maka : θc = β – θs Es =( Rc + p ) sec 1/2 β – Rc Ts =( Rc + p ) tg 1/2 β + k θc Lc = πRc 180 θc Lc= πRc Syarat pemakaian : 180 ( Ls Min < dan L < 2Ts) ; (AC >0 dan Lc > 20)
NURIATI / F 111 14 064
diberikan di tabel 1.8. Sudut θs , jika besarnya sudut
(1.18) (1.19) (1.20) (1.21)
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Tabel 1.7 Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan ENGINEERING’14 (emaks = 10% Bina marga)
NURIATI / F 111 14 064
CIVIL
Perencanaan Geometrik Jalan ENGINEERING’14 Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
NURIATI / F 111 14 064
CIVIL
Perencanaan Geometrik Jalan ENGINEERING’14 Tabel 1.8 besaran p* dan k*
Sumber: Sukirman, S (1999)
NURIATI / F 111 14 064
CIVIL
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Spiral-Spiral (SS) atau Lengkung Spiral-Spiral Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran,sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur lingkaran Lc = 0 dan θs = 1/2 β .
Gambar 1.10 Lengkung Spiral – Spiral Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997) Rumus umum yang digunakan :
Ls ¿
Ls
Es
¿
¿
( R+P ) 1 cos β 2
θs. Rc 28 ,648
(1.23)
( R+P)
−
tan
1 2
( β +k )
Rc
(1.25)
L ¿ 2Ls P ¿ P' . Ls
(1.24)
(1.26) dan
K ¿ k ' . Ls
Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran, sehingga Sc berhimpit dengan titik Cs. Panjang busur lingkaran Lc = 0 dan θs = 1/2 β . 2) Trase Penentuan route / trase jalan adalah penentuan koridor terbaik antara dua buah titik yang harus dihubungkan. Koridor adalah bidang memanjang yang menghubungkan dua titik Trase adalah seri dari garis – garis lurus yang merupakan rencana dari sumbu jalan
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Tahap kegiatan dalam penentuan lokasi trase jalan : a. Studi Penyuluhan (Reconnaissance Study) Tujuan : Menentukan berbagai alternative koridor yang memenuhi syarat b. Pemilihan
koridor
terbaik
dari
beberapa
alternative
koridor
yang
30
20
30
15
memenuhisyarat . Tujuan : Menentukan koridor terbaik Faktor-faktor yang menentukan route location suatu jalan Medan / Topografi : Dataran, Bukit dan Pegunungan Perpotongan dengan sungai Daerah lahan kritis Daerah aliran sungai Meterial konstruksi jalan Galian dan Timbunan Pembebasan tanah Lingkungan Sosial / budaya setempat 3) Jari-Jari Tikungan Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut: Rmin =
VR ² 127 (e min + f )
(1.27) Dimana : Rmin = Jari jari tikungan minimum (m), VR = Kecepatan Rencana (km/j), emax = Superelevasi maximum (%), f = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24 Tabel 1.9 Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan) VR( km/jam)
120
100
80
60
50
40
Jari jari minimum 600 370 210 110 80 50 Rmin (m) Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Tabel 1.10 Besarnya R minimum dan D maksimum untuk beberapa kecepatan rencana
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Kecepatan Rencana km/jam 40
e maks
e maks
0.10 0.166 0.08 50 0.10 0.160 0.08 60 0.10 0.153 0.08 70 0.10 0.147 0.08 80 0.10 0.140 0.08 90 0.10 0.128 0.08 100 0.10 0.115 0.08 110 0.10 0.103 0.08 120 0.10 0.090 0.08 Sumber: Sukirman, S (1999)
Rmin (perhitungan) m 47.363 51.213 75.858 82.192 112.041 121.659 156.522 170.343 209.974 229.062 280.350 307.371 366.233 403.796 470.497 522.058 596.768 666.975
Rmin desain m 47 51 76 82 112 122 157 170 210 229 280 307 366 404 470 522 597 667
D maks desain ( o) 30,48 28.09 18.85 17.47 12.79 11.74 9.12 8.43 6.82 6.25 5.12 4.67 3.91 3.55 3.05 2.74 2.40 2.15
4) Tikungan Gabungan Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut:
Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan arahputaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda (lihat Gambar1.11); Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah putaranyang berbeda. Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2: R1 2 > R2 3
tikungan gabungan searah harus dihindarkan,
R1 2 > R2 3
tikungan gabungan searah harus dilengkapi
bagian lurus atau clothoide,
NURIATI / F 111 14 064
(1.29)
(1.28)
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus di antarakedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 20 m (lihat Gambar 1.14)
Gambar 1.11 Tikungan gabungan searah
Gambar 1.12 Tikungan gabungan searah dengan sisipan bagian lurus minimumsepanjang 20 m
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Gambar 1.13 Tikungan gabungan gambar balik
Gambar 1.14 Tikungan gabungan gambar balik dengan sisipanbagian lurus minimum sepanjang 20 meter Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
5) Panjang Bagian Lurus 1) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segikelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). 2) Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 1.11. Tabel 1.11. Panjang Bagian Lurus Maksimum FUNGSI
Panjang Bagian Lurus Maksimum Datar
Perbukitan
Pegunungan
Arteri
3.000
2.500
2.000
Kolektor
2.000
1.750
1.500
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997) 6) Superelevasi Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 tikungan
pads
kecepatan
VR.Nilai
superelevasi
maksimum
ditetapkan
10%.Pencapaian superelevasi : a. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagianjalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian lengkung. b. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear(lihat Gambar1.15),
diawali
dari
bentuk
normal
sampai
awal
lengkungperalihan (TS) yang berbentuk
pada bagian lurus jalan, lalu
dilanjutkan sampai superelevasi penuh
pada akhir bagian lengkung
peralihan (SC). c. Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat Gambar 1.16), diawali dari bagian lurus sepanjang 213 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang LS. d. Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian spiral.
Gambar 1.15 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14
Gambar 1.16 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe FC Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997) 8) Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi geometrik jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus. Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan:
Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya. Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan gerakanmelingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan tetap pada lajumya. Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana(lihat Gambar1.1 s.d. Gambar 1.3), dan besarnya ditetapkan sesuai Tabel 1.12. Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan. Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 1.12 harus dikalikan 1,5. Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 1.12 harus dikalikan 2. Rumus umum: β
¿
n(b ' +c ) + (n−1)Td +
(1.30) dimana:
NURIATI / F 111 14 064
z
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 b’
=
2, 40 +
Td
=
√R2
Z
=
0,105 √R
dimana:
(R2
−
√ R 2−2 p2 )
− Δ(2 P+Δ) − R
ß
=
Lebar perkerasan jalan tikungan (m)
Η
=
Jumlah jalur
b’
=
Lebar lintasan kendaraan pada tikungan (m)
=
Kebebasan samping
C
Untuk lebar jalan 6,00 m = 0,8 Untuk lebar jalan 7,00 m = 1,0 Untuk lebar jalan 7,50 m = 1,25 Td
=
Lebar melintang akibat tonjolan kedepan (m)
Z
=
Lebar tambahan akibat kelainan mengemudi (m)
R
=
Jari-jari tikungan
Δ
=
Tonjolan kedepan (1,2 m)
P
=
Jarak standar (6,1 m)
Catatan:Rumus dapat digunakan apabila 1000/R > 6 Jika ≤ 6, maka b’, Td dan z ditentukan dengan menggunakan grafik. Jika ß < lebar jalan, maka tidak ada pelebaran perkerasan di tikungan. Tabel 1.12 Pelebaran di Tikungan Lebar jalur 20,50 m, 2 arah atau 1 arah Kecepatan Rencana, Vd (km/jam ) R (m) 1500 1000 750 500 400
50
60
70
80
90
100
110
120
0,0 0,0 0,0 0,2 0,3
0,0 0,0 0,0 0,3 0,3
0,0 0,1 0,1 0,3 0,4
0,0 0,1 0,1 0,4 0,4
0,0 0,1 0,1 0,4 0,5
0,0 0,1 0,2 0,5 0,5
0,0 0,2 0,3 0,5
0,1 0,2 0,3
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 300 250 200 150 140 130 120 110 100 90 80 70
0,3 0,4 0,6 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 1,0 1,0
0,4 0,5 0,7 0,8 0,8 0,8 0,8
0,4 0,5 0,8
0,5 0,6
0,5
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
Lebar Jalur 2x3,00 m, 2 arah atau 1 arah 1.13. (Lanjutan) Pelebaran tikungan Lajur (m)
R (m)
Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam) 50
60
70
80
90
100
110
1500
0.3
0.4
0.4
0.4
0.4
0.5
0.6
1000
0.4
0.4
0.4
0.5
0.5
0.5
0.6
750
0.6
0.6
0.7
0.7
0.7
0.8
0.8
500
0.8
0.9
0.9
1.0
1.0
1.1
0.1
400
0.9
0.9
1.0
1.0
1.1
1.1
300
0.9
1.0
1.0
1.1
250
1.0
1.1
1.1
1.2
200
1.2
1.3
1.3
1.4
150
1.3
1.4
140
1.3
1.4
130
1.3
1.4
120
1.3
1.4
110
1.3
100
1.4
1.4 14 064 NURIATI /90 F 111 80
1.6
70
1.7
Tabel di per
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)
1.3 Flow Chart Perencanaan Geometrik Jalan Mulai Tentukan Titik awal dan Akhir Trase Jalan Rencana
Tetapkan Kriteria 1. Kelas / Fungsi Jalan 2. Kendaraan Rencana 3. VR
Buat Beberapa Alternatif Trase Jalan Desain Bagian Lurus dan Tikungan
Desain Alinyemen Vertikal
Desain Alinyemen Horizontal 1.Jarak Pandang 2.Jenis Tikungan Sesuai Kriteria?
TIDAK YA TraseJalan Terpilih
NURIATI / F 111 14 064
Perencanaan Geometrik Jalan ENGINEERING’14 Potongan Melintang -Lebar Jalan, Lajur Jalan, dan Bahu Jalan -Pelebaran Jalan ditikungan
Final Desain
Galian dan Timbunan
Selesai
2.
Gambar 1.29 Flow Chart Perencanaan Geometrik Jalan Penentuan type tikungan Penentuan Data Perhitungan
(▲, Vr & Rc)
Dicoba dengan F - C
Tidak memenuhi Rc < R min.
Dicoba dengan S – C - S
Memenuhi
Tidak memenuhi Δc < 0o Lc < 20 m
NURIATI / F 111 14 064
CIVIL
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Dicoba dengan S – S
2Ls Lc <
SELESAI
2.
Gambar 1.30 Flow Chart PenentuanType Tikungan Proses Umum Perancangan Tikungan
NURIATI / F 111 14 064
Memenuhi
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 Tentukan Jari-Jari Tikungan (R Design)
Pemilihan Jenis Tikungan
Perhitungan Komponen-komponen Tikungan
Tidak T* : E* dan R Sesuai Kriteria ?
Ya Jari-jari (R) Desain
Gambar 1.31 Flow Chart Proses Umum perancanganTikungan
3.
Pemilihan jenis tikungan
NURIATI / F 111 14 064 Y
Perencanaan Geometrik Jalan
CIVIL
ENGINEERING’14 TIKUNGAN S – C - S
Y Lc< 20 M
TIKUNGAN S – S
N Y p < 0,25 M
TIKUNGAN Full C-C
N
e < min (0,04 atau 1,5 en
TIKUNGAN Full C-C
N
TIKUNGAN S – C - S
Gambar 1.32 Flow Chart Pemilihan Jenis Tikungan
NURIATI / F 111 14 064