Teori Heg Dengan Isk.docx

  • Uploaded by: Anonymous jbLwTM
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teori Heg Dengan Isk.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,265
  • Pages: 21
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Hiperemesis Gravidarum 1. Definisi Hiperemesis Gravidarum Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awalkehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang begituhebatnya sehingga segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkansehingga

dapat

mempengaruhi

keadaan

umum

dan

mengganggu pekerjaansehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi dan terdapat aseton dalam urin.1-4 2. Etiologi Mual dan muntah mempengaruhi hingga 50% kehamilan, kebanyakan perempuan mampu mempertahankan kebutuhan cairan dan nutrisi dengan dietdan simptom akan teratasi hingga akhir trimester pertama. Etiologinya belumdiketahui secara pasti, tetapi adal beberapa ahli yang menyatakan bahwa erathubungannya dengan endokrin, biokimia dan psikologis.1,2 Faktor-faktor yang menjadi predisposisi diantaranya:2,3 a) Sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan hehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG. b) Faktor organik : masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik. c) Faktor psikologik: keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap kahamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawabdan sebagainya. d) Faktor endokrin lainnya: hipertiroid, diabetes dan lain-lain.

1

3. Patologi Dari otopsi wanita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum diperolehketerangan bahwa terjadi kelainan pada organ-organ tubuh berikut:2 a) Hepar:

pada

tingkat

ringan

hanya

ditemukan

degenerasi

lemak sentilobuler tanpa nekrosis b) Jantung: jantung atrofi, kecil dari biasa. Kadang dijumpai perdarahansub-endokardial. c) Otak: terdapat bercak perdaran pada otak. d) Ginjal: tampak pucat, degenerasi lemak pada tubuli kontorti. 4. Klasifikasi Secara klinis hiperemesis gravidarum di bedakan atas 3 tingkatan,yaitu:1,2 a) Tingkat I : muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100x/ menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin sedikit tetapi masih normal. b) Tingkat II : gejala

lebih

berat,

segala

yang

dimakan

dan

diminumdimuntahkan, haus hebat, subfebril, nadi cepat dan > 100 – 140x/menit,tekanan darah sistolik < 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor,kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepatmenurun. c) Tingkat III : terjadi gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus,gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria.

2

5. Diagnosis Diagnosis hiperemesis gravidarum diantaranya:1,2 a) Amenore yang disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu. b) Tanda vital: nadi meningkat 100 x / menit, tekanan darah menurun padakeadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran. c) Fisik: dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, padavaginal toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensinyalunak, pada pemeriksaan inspekulo seviks berwarna biru. d) Pemeriksaan USG: untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan dankemungkinan adanya kehamilan kembar ataupun kehamilan molahidatidosa. e) Laboratorium: kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, keton dan proteinuria.

6. Gejala Klinik Mulai terjadi pada trim ester pertama. Gejala klinik yang sering dijumpaiadalah nausea, muntah, penurunan berat badan, ptialism (saliva yang berlebihan),

tanda-tanda

dehidrasi,

hipotensi

dan

takikardi.

Pemeriksaanlaboratorium dapat dijumpai hiponatremi, hipokalemia, dan peningkatanhematokrit.

7. Diagnosis Banding Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain: a.

Appendicitis akut.Pada pasien hamil dengan appendicitis akut keluhan nyeri tekan perutsangat menonjol sedangkan pada pasien hamil tanpa appendicitis akutkeluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare juga bisa dijadikan petunjuk

3

membedakan hamil dengan appendictis akutdan tanpa appendicitis akut. b. Ketoasidosis diabetes.Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamilmempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamilapalagi disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan kussmaul Perlu dilakukan pemeriksaan keton, pemeriksaan gula darah,dan pemeriksaan gas darah. c. Gastritis dan ulkus peptikum.Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasienmempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan NSAID. Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakandengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkangejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan diare. Pasienhiperemesis gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare. d. Hepatitis.Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan Serum Glutamic Oxaloacetate Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT ) yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum

tingkat

III(tanda-tanda

kegagalan

hati)

yang

sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. e. Pankreatitis akut Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminumalkohol berat. Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium,kadang-kadang agak ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar di perut dan menjalar keabdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum amylase dapat membantumenegakkan diagnosis.

4

f. Tumor serebri.Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yanghebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala

berat

yang

terjadihampir

setiap

hari,

gangguan

keseimbangan, dan bisa pula disertaihemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita hamil sebaiknyadihindari karena berbahaya bagi janin.

8. Komplikasi a. Maternal : akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan teradinya diplopia, palsi nervus ke-6, ataksia, dan kejang. Jika hal ini tidak segera ditangani akan terjadi psikosis korsakoff (amnesia, menurunnya kemampuan untuk beraktivitas), ataupun kematian. Komplikasi

yang perlu

diperhatikan

adalah

Ensephalopati

Wernicke . Gejala yang timbuldikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata(oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. b. Fetal : penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadiangangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR).

9. Pencegahan Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksananakandengan jalan memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagaisuatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda danakan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makanansehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Defekasi yangteratur hendaknya dapat teratur.1,2,3

5

10. Penatalaksanaan a. Obat-obatan.Apabila keluhan dan gejala tidak mengurang maka diperlukan pengobatan.Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital, vitamin yangdianjurkan yaitu vitamin B1

dan

B6, antihistamin juga dianjurkan. Padakeadaan lebih berat diberikan antiemetik seperti prometazin (avopreg), proklorperazin, atau mediamer B6. b. Isolasi Dilakukan dalam kamar yang tenang, batasi pengunjung / tamu, hanyadokter dan perawat yang boleh keluar masuk kamar sampai muntah berhentidan pasien mau makan. Catat cairan yang masuk dan keluar dan tidak diberikan makan dan minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang denganisolasi

saja

gejala-gejala akan

berkurang atau hilang tanpa pengobatan. c. Terapi psikologik Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan,hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan sertamenghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini. d. Cairan parenteral Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B komplek dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra vena.Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. urin perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhudan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan.Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba

6

untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapatditambah dengan makanan yang tidak cair.Penghentian kehamilan dilakukan bila keadaan umum memburuk melalui pertimbangan beberapa aspek meliputi pemeriksaan medik dan psikiatrik, manifestasi klinis berupa: -

Gangguan kejiwaan: delirium, apatis, somnolen sampai koma, gangguan jiwa Ensephalopati Wernick.

-

Gangguan penglihatan: perdarahan retina, kemunduran visus.

-

Gangguan faal: hati dalam bentuk ikterus, ginjal dalam bentuk anuria, jantung dan pembuluh darah dalam bentuk nadi meningkat dan tekanandarah menurun.

B. Infeksi Saluran Kemih 1. Definisi Infeksi Saluran kemih Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran kemih : a. Infeksi saluran kemih tanpa gejala (Bakteriuria asimptomatik). Dimana terdapat bakteri dalam urine lebih dari 100.000 /ml urine. Urine diambil porsi tengah dengan cara vulva dan meatus urethra eksternus dibersihkan terlebih dahulu dengan bahan antiseptik. Atau jumlah bakteri antara 10.000 sampai dengan 100.000 bila urine diambil dengan cara kateter urethra. Pada urinalisis dapat ditemukan adanya leukosit. b. Infeksi saluran kemih dengan gejala (simptomatik). Dapat dibagi menjadi : 1) Infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) Dengan gejala dapat berupa disuria, terkadang didapatkan hematuria, nyeri daerah suprasimpisis, terdesak kencing (urgency), stranguria, tenesmus dan nokturia. Tetapi jarang sampai menyebabkan demam dan menggigil. Pada urinalisis dapat dijumpai leukosit dan eritrosit. 2) Infeksi saluran kemih bagian atas (pielonefritis)

7

Dengan gejala berupa nyeri dan tegang pada daerah sudut “costovertebral” atau daerah pinggang, demam, mual dan muntah. Dapat juga disertai keluhan seperti pada infeksi saluran kemih bagian bawah seperti disuria, urgensi dan polakisuria,

stranguria,

tenesmus,

nokturia.

Pada

pemeriksaan darah dapat dijumpai kadar ureum dan kreatinin yang meningkat dan pada pemeriksaan urinalisis ditemukan leukosit. Atau pada pemeriksaan imunologi didapatkan bakteriuria yang diselubungi antibodi. 2.

Angka Kejadian Infeksi saluran kemih yang asimptomatik dalam kehamilan angka kejadiannya 4-10%, sedang di Indonesia berkisar antara 2025% dan sekitar 10-20% diantaranya dapat menyebabkan partus prematurus.

3. Faktor Resiko Adapun faktor resiko meningkatnya infeksi saluran kemih sebagai berikut: a. Perubahan morfologi pada kehamilan. Karena asal dari traktus genital dan traktus urinarius adalah sama secara embriologi ditambah lagi letaknya yang sangat berdekatan maka adanya perubahan pada salah satu sistem akan mempengaruhi sistem yang lain. Pada saat hamil dapat terjadi perubahan pada traktus urinarius berupa: 1) Dilatasi pelvis renal dan ureter Dilatasi ini terjadi terutama setelah kehamilan 20 minggu, lebih sering terjadi pada sebelah kanan 85,7% berbanding sebelah kiri 10%. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena adanya colon sigmoid disebelah kiri dan adanya kecenderungan uterus untuk mengadakan dekstrorotasi dan kecenderungan secara anatomi bahwa ureter kanan rentan terhadap dilatasi. Adanya dilatasi tersebut kemungkinan

8

juga akibat dari adanya hormone progesteron yang meningkat disamping efek penekanan dari uterus yang membesar karena hamil. 2) Vesika urinaria terdesak ke anterior dan superior seiring dengan makin bertambah besarnya uterus, dan cenderung lebih terletak pada rongga abdominal daripada di rongga pelvis. Terjadi juga pelebaran pada daerah basal. Kapasitas penampungan

urin

akan

meningkat

tetapi

daya

pengosongan akan menurun karena terjadi kelemahan dari otot detrusor kandung kemih akibat pengaruh dari progesterone (terjadi kelemahan otot-otot polos sehingga tonus akan berkurang, akibatnya juga akan terjadi pelebaran saluran kemih secara keseluruhan dan kontraksi akan berkurang), mengakibatkan sisa urine sering terjadi sehingga pertumbuhan bakteri mudah terjadi. b. Sistokel dan Urethrokel c. Kebiasaan menahan kemih 4. Patofisiologi Pada infeksi dan inflamasi dapat menginduksi kontraksi uterus. Banyak mikroorganisme dapat menghasilkan fosfolipid A2 dan C sehingga meningkatkan konsentrasi asam arakidonat secara lokal dan pada gilirannya dapat menyebabkan pelepasan PGF-2 dan PGE-2 sehingga terjadi kontraksi miometrium uterus. Selain itu pada keadaan infeksi terdapat juga produk sekresi dari makrofag / monosit berupa interleukin 1 dan 6, sitokin, tumor nekrosis factor yang akan juga menghasilkan sitokin dan prostaglandin. Umumnya bakteri yang menyebabkan terjadinya infeksi berasal dari tubuh penderita sendiri. Ada 3 cara terjadinya infeksi yaitu : 1. Melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke bagian saluran kemih.

9

2. Penyebaran melalui saluran getah bening berasal dari usus besar ke buli-buli atau ke ginjal. 3. Secara asendens yaitu migrasi mikroorganisme melalui saluran kemih yaitu urethra, buli-buli, ureter lalu ke ginjal. Berdasarkan pengalaman klinis dan percobaan, cara asendens ini adalah cara yang banyak dalam penyebaran infeksi. Sebagai faktor predisposisi adalah urethra wanita yang pendek dan mudahnya terjadi kontaminasi yang berasal dari vagina dan rektum. Infeksi saluran kemih dalam kehamilan dapat bervariasi mulai dari bakteriuria simptomatik hingga yang menimbulkan keluhan dan gejala sebagai sistitis dan pielonefritis akut. Bakteriuria asimptomatik adalah adanya 100.000 bakteri atau lebih per milliliter urin dari penderita tanpa keluhan infeksi saluran kemih. Bakteriuria asimptomatik ditemukan pada 4-12 % dari wanita hamil dan angka ini bervariasi tergantung pada suku bangsa, paritas, dan keadaan sosioekonomi penderita. 30% dari bakteriuria asimptomatik tersebut berkembang menjadi bakteriuria yang simptomatik dalam kehamilan yakni berupa sistitis atau pielonefritis akut. Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara bakteriuria asimptomatik dengan partus prematurus, pertumbuhan janin terhambat dan preeclampsia. Suatu studi yang bersifat meta-analisa melaporkan bahwa eradikasi

bakteriuria

tersebut

dapat

meningkatkan

keluaran

(outcome) partus prematurus sehingga menganjurkan untuk melakukan skrining terhadap semua wanita hamil guna mendeteksi adanya bakteriuria yang asimptomatik tersebut. Pengaruh hormone progesterone terhadap tonus dan aktivitas otot-otot dan obstruksi mekanik oleh pembesaran uterus dalam kehamilan merupakan faktor predisposisi meningkatkan kapasitas buli-buli dan terdapatnya sisa urin setelah berkemih pada ibu hamil. Perubahan pH urin yang disebabkan

meningkatnya

ekskresi

bikarbonas

memberikan

10

kemudahan untuk pertumbuhan bakteri. Glikosuria juga sering terjadi pada

kehamilan

ini

juga

merupakan

faktor

predisposisi

berkembangnya bakteri dalam urin. 5. Diagnosis Diagnosis dari infeksi saluran kemih dapat diketahui dari adanya keluhan (bagi yang simptomatik) berupa: disuria, polakisuria, terdesak kencing (urgency), stranguria, nokturia dan bila berat dapat dijumpai demam, menggigil, mual, muntah serta nyeri pinggang pada pielonefritis. Untuk mendeteksi bakteriuria diperlukan pemeriksaan bakteriologik yang secara konvensional dilakukan dengan metode biakan dan ditemukannya jumlah kuman >l00,000 colony forming unit /ml urine. Metode biakan ini tidak selalu dapat dilakukan laboratorium sederhana,

karena

tidak

semua

laboratorium

mempunyai

kemampuan untuk pembiakan itu, yang biayanya cukup tinggi dan membutuhkan waktu yang lama. Yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopik pewarnaan secara Gram, dengan ditemukannya kuman batang Gram - negatif. Namun cara ini membutuhkan keahlian khusus. Selain itu dapat dilakukan dengan hitung jumlah lekosit dalam urin untuk membantu diagnosis bakteriuria yang infektif. Bahan pemeriksaan adalah urine arus-tengah pagi hari, urine diambil sebelum subyek minum sesuatu untuk menghindarkan efek pengenceran. a. Pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan mikroskopis langsung dilakukan terhadap sediaan hapus yang dibuat dari sampel urine yang tidak disentrifugasi, dipulas dengan pewarnaan Gram dan dihitung jumlah kuman yang tampak perlapangan pandangan besar (LPB) serta dicatat ada atau tidaknya lekosit. Pewarnaan Gram adalah metode pemeriksaan penyaring yang cepat dan sering dilakukan dengan

11

hasil sensitivitas 90% dan spesifisitas 80%. Bilamana pada pemeriksaan mikroskopik urine dari subyek wanita didapatkan banyak sel epitel skuamosa dengan flora normal vagina maka sampel urine tersebut menggambarkan adanya kontaminasi. b. Biakan kuman cara konvensional untuk hitung koloni dilakukan secara kuantitatif. Untuk biakan ini, 0,00l ml urin yang tidak di sentrifugasi diambil dengan memakai sengkelit baku (1/1000) atau dengan cara pengenceran urin terlebih dahulu dengan buffered water dan kemudian ditanamkan pada lempeng agar darah domba dan MacConkey. Urine pada lempeng agar tersebut disebar merata dengan spatel gelas dan lempeng agar itu kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-20 jam. Koloni-koloni yang tumbuh dihitung dan dicatat. Identifikasi koloni-koloni kuman dilakukan menurut metode baku yang berlaku. Interpretasi hitung koloni bakteri(9-10): jika pada lempeng agar darah didapatkan jumlah koloni bakteri <10, kemungkinan besar ini karena suatu kontaminasi dan identifikasi bakteri tidak dilakukan. Dalam hal ini

sediaan

pulasan Gram urin harus memberikan hasil kuman Gram negatif. Jika terdapat bakteri pada sediaan Gram maka lempeng agar diinkubasi kembali untuk semalam karena mungkin bakteri tumbuh lambat. Jumlah koloni pada lempeng agar di antara 10100 juga tidak dianggap suatu bakteriuri, melainkan mungkin karena pengambilan dan penanganan sampel yang tidak betul. Hitung koloni kuman yang menghasilkan jumlah kuman pada lempeng agar >100 dianggap bermakna sebagai bakteriuria dan organisme yang tumbuh akan diidentifikasi Biakan kuman dapat juga dilakukan dengan cara Filter Paper Dilution system dari Novel(11). Caranya dengan menggunakan 3 lapis filter yang dibawahnya adalah agar untuk pembiakan kuman. Cara ini dapat untuk mendeteksi kuman Gram positif dan Gram negatif

12

dengan hasil yang memuaskan. Untuk kuman Gram negatif hasilnya dibandingkan dengan kultur konvensional, ternyata sensitivitasnya 98,2% dan spesifisitasnya 87,4%. Sedangkan untuk kuman Gram positif sensitivitasnya 91,2% dan spesifisitasnya 99,2%. c. Pemeriksaan lekosit dalam urine sepuluh ml sampel urin yang telah dikocok merata dan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 - 2000 rpm selama 5 menit. Cairan yang terdapat di atas tabung pemusing dibuang, ditinggalkan endapannya. Satu tetes dari endapan diletakkan di atas kaca objek, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Pertama kali dilihat di bawah mikroskop dengan lapangan pandang kecil (LPK), kemudian dengan lapangan pandang besar (LPB). Penilaian dilakukan dengan melihat beberapa kali dalam beberapa Lapangan Pandang Besar (LPB). Laporan didasarkan pada sedikitnya 3 LPB yang dianggap dapat mewakili sediaan. Piuria terjadi bila dijumpai lebih dari 5 lekosit / LPB(12,13). d. Tehnik pemeriksaan lain. Teknik pemeriksaan baru dengan teknik penyaring cepat yaitu Uricult dipslide paddle (Orion Diagnostica, Helsinki, Finland), Cult- Dip Plus (Merck, Gemany), Uristat test ( Shields Diagnostics Ltd, Scotland) dan Bioluminescence assay. Walaupun dengan cepat dapat mendiagnosis bakteriuria, namum masih ada kekurangan dan tidak memenuhi tes penyaring yang baik. Tes lain yaitu Uriscreen (Diatech Diagnostics Ltd, Kiryat Weizmann, Ness Ziona, Israel), dengan enzymatic rapid screening test ini dalam beberapa menit hasilnya dapat dibaca. Hasilnya dibandingkan dengan biakan positif. Ternyata Uriscreen mempunyai sensitivitas 100% dan spesifisitas 81%, Cara ini baik untuk screening sampel dalam jumlah yang besar(4).

13

6. Pengobatan Pengobatan bakteriuria asimtomatik pada kehamilan perlu diberikan, sebab menurut penelitian Elder dkk(4) , dengan memberikan pengobatan ASB pada kehamilan dapat menurunkan insiden bakteriuria dari 86% menjadi 11%. Komplikasi pielonefritis akuta dapat berkurang hingga 80% setelah diberikan pengobatan pada ASB. Juga dapat menurunkan angka lahir berat badan rendah.Penelitian

yang membandingkan pengobatan dengan

sulfonamida, cephalosporin, dan nitrofurantoin dengan spectrum luas antibiotika penisilin menunjukkan bahwa obat-obatan tersebut sama-sama efektif dalam eradikasi bakteriuria. Pengobatan dengan ampisilin perlu hati-hati karena penyebab utama bakteriuria adalah E.coli yang resistensinya mencapai 30% di Amerika(4). Antibiotika yang dipakai untuk ASB dan sistitis pada kehamilan (4) Pengobatan 3-7 hari: nitrofurantoin 100 mg / 4 x sehari sulfisoxazole 500 mg / 4 x sehari cephalexin 250-500 mg / 4 x sehari Pengobatan tunggal: nitrofurantoin 200mg / kali/hari amoxillin 3 gram / kali/hari cephalexin 2 gram / kali/hari sulfisoxazole 2 gram / kali/hari Pencegahan: macrodantin 100 mg Pengobatan dengan dosis tunggal dapat mendukung pengobatan ASB dan menghemat biaya pengobatan. Dalam pemilihan obat perlu diperhatikan efek samping dari obat-obat tersebut. Misalnya penisilin dan sefalosporin dapat menyebabkan reaksi anafilaktik, sulfonamida

dapat

menyebabkan

fetal

hyperbilirubinemia,

14

nitrofurantoin dapat menyebabkan defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase, trimethoprim adalah kontraindikasi relatif untuk kehamilan trimester pertama dan dapat bersifat teratogenik. 7. Komplikasi a. Sistitis Komplikasi bakteriuria pada kehamilan berupa sistitis, yang berkisar antara 0,35-1,3%(4). Laporan mengenai sistitis pada kehamilan sangat kurang. Lokalisasi infeksi bakterial pada sistitis adalah tractus urinarius bagian bawah. Belum jelas kapan sistitis dapat berlanjut dengan meningkatnya lahir prematur, lahir berat badan rendah atau pielonefritis. Diagnosis pada penderita sistitis dapat ditegakkan dengan adanya keluhan disuria, hematuria, sering miksi atau merasa tidak enak pada daerah suprapubik. Sistitis sering berulang timbul pada kehamilan namun tanpa adanya gejala infeksi. Pemeriksan urine sering positif dengan piuria dan bakteriuria. Yang terbaik adalah biakan urine, sebab 10% sampai 15% piuria pada kehamilan terjadi tanpa gejala infeksi. Pengobatan sistitis sama dengan pengobatan ASB. (Lihat Tabel 1) Umumnya pengobatan selama 5-7 hari. Pengobatan dengan jangka pendek lebih diminati, misalnya 1, 3 atau 4 hari, karena lebih murah, dan efek samping juga dapat berkurang dari pada pemberian antibiotika jangka panjang. Biakan urine perlu dilakukan berulang secara teratur pada kehamilan sebab diperkirakan 18% dari penderita dengan sistitis akuta didapatkan biakan urine positif pada akhir kehamilan. b. Pielonefritis akut Pada kehamilan terdapat sebanyak 1-2 % pielonefritis akut. Insiden pada populasi bervariasi dan tergantung pada prevalensi ASB dalam komunitas dan penderita secara rutin diberi pengobatan pada ASB. Wanita dengan riwayat pielonefritis,

15

malformasi saluran kemih atau batu ginjal meningkatkan risiko terjadinya pielonefritis. Penelitian prospective pada 656 wanita dengan pielonefritis, di antaranya 73% terjadi pada antepartum, 8% pada intrapartum dan 19% terjadi pada postpartum. Pada antepartum 9% terjadi pada trimester pertama, 46 % terdapat pada trimester kedua dan 45% terdapat pada trimester ketiga. Menurut Harris(4) dengan pemeriksaan penyaring rutin dan pengobatan pada ASB dapat menekan pielonefrits dari 4% menjadi 0,8%. Gejala dan tanda klinis pada pielonefritis akut, temasuk demam, menggigil, sakit, mual dan muntah, sepsis, insufisiensi pernafasan dan gejala yang konsisten dengan sistitis. Diagnosis perlu dikonfirmasikan dengan biakan urine. Biakan urine setelah pengobatan dengan antibiotika, hasilnya menjadi negatif. Ditemukannya 1, 2 bakteri per lapangan pandang besar pada urine dari kateterisasi, 20 bakteri dari penampungan urine atau 100,000 cfu /ml dari biakan urine adalah bermakna. Komplikasi pielonefritis pada kehamilan terutama disebabkan endotoksin yang menyebabkan kerusakan jaringan. Seringkali secara bersamaan terjadi kerusakan pada beberapa organ. Sejumlah 10-15% pielonefritis pada kehamilan dengan bakteriemia, manifestasi ke septic shock(4). Kehamilan dengan sepsis dan demam tinggi menyebabkan cardiac output turun. Insufisiensi pernafasan terdapat 2-8% pada pielonefritis pada kehamilan, hal ini disebabkan oleh karena. toksin dari bakteri dapat mengubah permeabilitas membrane alveolikapiler dan menyebabkan edema paru. Gejala klinis berupa sesak nafas, nafas cepat, kekurangan oksigen, edema paru atau respiratory distress syndrome, denyut nadi meningkat 110x /menit atau lebih, suhu badan meningkat lebih dari 39oC, nafas cepat lebih 28x /menit. Disfungsi ginjal terdapat pada 25% kehamilan. Disfungsi ini dapat dilihat dari creatinine clearence

16

kurang dari 80 ml /menit, setelah beberapa hari dapat normal kembali. Anemia, ditemukan pada 25-66% kehamilan dengan pielonefritis. Anemia hemolitik timbul karena lipopolisakharida kuman yang dapat merusak membran sel darah merah. Pielonefritis antepartum pada kehamilan perlu diberi antibiotika yang mempunyai khasiat terhadap bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih. Pemberian antibiotika yang dapat diterima untuk pengobatan pielonefritis seperti terlihat pada Tabel 2(4) Antimikroba yang digunakan untuk pengobatan pielonefritis pada kehamilan(4) ampisilin 2 g IV /6jam + gentamycin 3-4mg/Kg/hari IV dibagi 3x sehari cefazolin 1 g IV tiap 8 jam ceftriaxone 1- 2 g IV atau IM tiap 24 jam mezlocillin 1- 3g IV tiap 6 jam piperacillin 4 g IV tiap 8 jam

Kombinasi ampisilin dengan aminoglikosida sudah digunakan sebagai pengobatan yang umum diberikan pada kehamilan dengan pielonephrits. Penggunaan gentamisin pada kehamilan sering dipertanyakan karena toksisitasnya. Seperti nefrotoksik dan otot toksik, namun tidak ditemukan nefropathy pada wanita hamil dan janinnya. Khususnya pada neonatal dan infants setelah pengobatan dengan gentamisin. dapat mengakibatkan gangguan ginjal. Pengobatan dengan mezlocillin dan piperacillin, dapat menurunkan demam dalam waktu 96 jam. Pengobatan dengan cefazolin dan ceftriaxon menurunkan febris, dalam 1 dan 1-3 hari. Resistensi terhadap

17

generasi pertama cephalosporin mencapai 12%. Penderita yang

gagal

dengan

cefazolin

dapat

diobati

dengan

penambahan aminoglikosida. Kehamilan dengan pielonefritis perlu dirawat di rumah sakit untukobservasi dan deteksi komplikasi

pielonefritis,

termasuk

insufisiensi

ginjal,

insufisiensi pernafasan dan sepsis, gejalanya seperti demam tinggi,

dehidrasi

dan

muntah-muntah.

Pemeriksaan

laboratorium yang penting adalah hitung jumlah sel darah, serum

elektrolit,

membandingkan

kreatinin pengobatan

dan

biakan

cephalexin

urine.

Angel

oral

dengan

cephalothin IV pada penderita nonbakteriemia, ternyata antibiotika oral aman dan efektif diberikan pada kehamilan. Respon klinis dengan pengobatan antibiotika adalah cepat. Bila setelah 72 jam gagal atau tidak ada respon klinis perlu dilakukan renal sonografi untuk memeriksa adanya obstruksi karena nephrolithiasis. Pengobatan intravena diteruskan sampai setelah 1 - 2 hari tidak demam. Umumnya pengobatan dengan antibiotika diberikan selama 2 minggu. Biakan urine dan antibiotika profilaksis perlu diberikan pada wanita hamil dengan riwayat pielonefritis untuk menurunkan risiko infeksi rekuren.

18

Tingkat I : Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan danminuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan,lender dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkatsampai 100x/ menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering,turgor kulit berkurang dan urin sedikit tetapi masih normal. Tingkat II : Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat, subfebril, nadicepat dan > 100 –140x/ menit,tekanan darah sistolik < 80 mmHg, apatis, kulit pucat,lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepatmenurun. Tingkat

III :

terjadi gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria. Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah pasien mengalami hari pertama haid terakhir tanggal 7 Juli 2016, pasien sudah melakukan teskehamilan dengan hasil yang positif, sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukanadanya hiperpigmentasi pada areola mamae,pembesaran pada perut bagian bawah, dan terdapat linea nigra.Pasien dimasukan dalam hiperemesis gravidarum tingkat I, mual yang dialami pasien ditimbulakan karena mencium baubauan, dan muntah yang dialami hanya 3 kali. Namun disini pasien belum mengalami dehidrasi. Pasien ini tidak mengalami nyeri pada epigastrium namun mengalami nyeri pada pinggang kanan bwah yang dirasakan hilang timbul. Nyeri yang dirasakan bisa mengarah pada apendiksitis atau kelainan yang disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Dalam penegakan diagnosis ini perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, dan urin rutin. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum dibedakan menjadi rehidrasi dan koreksi elektrolit, isolasi, terapi nutrisi, terapi dengan obat-obatan, dan psikoterapi.Terapi cairan dilakukan untuk mengatasi dehidrasi dengan pemberian cairan rehidrasi. Umumnya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isotonik, misalnya Ringer Laktat, ringer asetat atau normal salin. Cairan yang

19

digunakan untuk memperbaiki keadaan pasien ini adalah kristaloid yaitu Ringer Laktat, dengan pertimbangan bahwa pada pasien terjadi penurunan volume cairan intravaskuler dan kecenderungan defisitcairan intraseluler dan interstisial. Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit, ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urine baik 0.5-1 ml. Pada kasus ini pasien diberikan terapi infus RL 20 tpm, pada saat awal datang drip nerobion 1 ampul 24 jam, injeksi ondancetron 4 mg setiap 12 jam, injeksi ranitidin 1 Ampul setiap 12 jam. Pasien ini juga mengalami nyeri pinggang bagian kanan bawah. Pada pemeriksaan fisik bagian abdomen, diperoleh nyeri tekan Mc.Burney (-), nyeri lepas (-), defans muscular (-), rovsing sign (-),psoas sign (-). Pada pemeriksaan urin rutin diperoleh bakteri +1, leukosit 9-10, dan kristal urat amorf. Diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan metode tidak langsung untuk deteksi bakteri atau hasil reaksi inflamasi. Metode yang sering dipakai adalah tes celup urin, yang dapat digunakan untuk deteksi nitrit, esterase leukosit, protein, dan darah di dalam urin. Pada pasien ini diberikan antibiotik ceftriaxone 1-2 gr IV. Pemberikan antibiotik profilaksis secara terus-menerus hanya dianjurkan pada wanita yang sebelum hamil memiliki riwayat ISK berulang, atau ibu hamil dengan satu episode ISK yang disertai dengan salah satu faktor risiko berikut ini: riwayat ISK sebelumnya, diabetes, sedang menggunakan obat steroid, dalam kondisi penurunan imunitas tubuh, penyakit ginjal polikistik, nefropati refluks, kelainan saluran kemih kongenital, gangguan kandung kemih neuropatik, atau adanya batu pada saluran kemih.5

DAFTAR PUSTAKA 20

1. Prawirohardjo S,Wiknjosastro H. 2007. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: IlmuKebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal 814-818. 2. Mochtar, R., Sofian, A. 2012. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: SinopsisObstetri. Jakarta: EGC. Hal 141-142.3.

3. Ogunyemi DA. Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. from:http://www.emedicine.com (Accesed : 18 Maret 2013)

Available

4. Gunawan, Kevin, Paul Samuel, Dwiyana Ocviyanti.2011. Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum. Jakarta: IDI P2KB.

5. Ocviyanti, Dwiyana, Darrell Fernando. 2012. Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Saluran Kemih Pada Kehailan. Jakarta : IDI P2KB.

21

Related Documents


More Documents from ""