TUGAS INDIVIDU
Disusun Oleh : Hanifatur Rohmah
12100116293
Preceptor: dr. Agung F Sumantri, Sp.PD
SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Bandung 2017
TATALAKSANA HEPATITIS B
1. Hepatitis B akut Bersifat suportif, meliputi tirah baring, serta menjaga asupan nutrisi dan cairan tetap adekuat.
95% hepatitis B akut mengalami resolusi dan
serokonversi spontan tanpa antiviral. Bila
terdapat
komplikasi
hepatitis
fulminan,
maka
diberikan
lamivudine 100-150mg/hari hingga 3 bulan setlah serokonversi atau setelah muncul anti Hbe pada pasien HBsAg positif. 2. Hepatitis B kronis Pengobatan hepatitis B kronis hanya bersifat penekanaan stimulasi imunitas, namun tidak menghilangkan (eradikasi) VHB sehingga pasien membutuhkan pengobatan jangka panjang, bahkan seumur hidup. Tujuan terapi jangka panjang: -
Meningkatkan kualitas hidup dan survival
-
Mencegah progresi penyakit sirosis, sirosis dekompensata, dan karsinoma hepatoseler
Tujuan terapi jangka pendek: -
Menekan replikasi virus
-
Menurunkan jumlah DNA VHB
-
Serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe
Pengobatan di mulai pada pasien dengan penyakit hati yang aktif (ditandai dengan peningkatan ALT≥ 2 nilai batas atas normal, dalam 2 kali pengukuran berbeda dengan selang waktu minimal 1 bulan), atau bila pada biopsy hati menunjukkan kerusakan yang signifikan (skor inflamasi: sedangberat, skor fibrosis METAFIR ≥F2 Pengobatan dapat ditunda pada fase imunotoleransi, serta diduga memiliki resiko kecil untuk menjadi sirosis dan KHS. Alogratime terapi hepatitis B kronis dibagi menjadi 2:
a. Kelompok pasien dengan HBeAg positif Tujuan: serokonversi HBeAg positif menjadi HBeAg negatif
b. Kelompok pasien dengan HBeAg negatif Diberikan hingga DNA-VHB tidak terdeteksi lagi selama paling sedikit 2 kali pemeriksaan dalam selang waktu 6 bulan.
Pilihan dan regimen terapi tersedia berupa pegylated-interferon (peg-IFN) dan analog nukleos(t)ida, keduanya bekerja sebagai antivirus dan imunomodulator, namun memiliki keunggulan dan efek samping yang berbeda.
Perbandingan karakteristik interferon dan analog nukleos(t)ida Analog Nukleos(t)ida
Interferon
Durasi terapi
Dibatasi (maksimal 48 minggu)
Seringkali harus jangka panjang (seumur hidup)
Cara pemberian
Injeksi subkutan
Oral 1 kali per hari
Dapat digunakan pada sirosis dekompensata Efek samping Kemampuan menekan DNA VHB dalam 1 tahun
Tidak
Ya
Banyak Sedikit lebih rendah
Minimal Sedikit lebih tinggi, pemakaian lebih dari 1 tahun akan meningkatkan angka ini lebih jauh
Kemampuan serokonversi HBeAg dalam 1 tahun (pada HBeAg positif)
Sedikit lebih rendah
Kemampuan serokonversi HBsAg dalam 1 tahun
Lebih tinggi
Respon biokimia Respon histopatologis Resistensi
Seimbang Seimbang Tidak ditemukan
Respon jangka panjang
Cenderung membaik bila target terapi tercapai
Sedikit lebih tinggi, pemakaian lebih dari 1 tahun akan meningkatkan angka ini lebih jauh Lebih rendah, dapat menyamai IFN pada pemakaian lebih dari 1 tahun Seimbang Seimbang Cukup tinggi pada beberapa jenis Cukup sering kambuh bila terapi tidak dilanjutkan jangka panjang
Kontraindikasi peg-interferon:
Psikosis atau depresi tidak terkontrol, epilepsy, penyakit autoimun.
Sirosis dekompensata (skor Child-Pugh ≥ 7 pada koinfeksi hepatitis C atau HIV)
Hamil, atau tidak ingin menggunakan kontrasepsi, sementara menyusu;
Infeksi berat
Hipertensi, gagal jantung, diabetes, PPOK yang tidak terkontrol; serta
Akan menjalani transplantasi organ, kecuali transplantasi hati
Profil Regimen Obat Hepatitis B kronis Efektivitas Peg-Interferon Peg-IFN-2a Peg-IFN-2b
30%
Analog Nukleos(t)ida 1. Analog Nukleostida Lamivudin (3TC) Telbivudin (LdT) Entecavir (ETV) 2. Analog Nukleotida Adenovir (ADV) Tenofir (TDF)
<50% <70% >90%
Dosis
Resistensi Tidak ada
180𝜇g/minggu SC 1-1,5𝜇g/KgBB/minggu SC
<50% >90%
100mg/hari PO 600mg/hari PO 0,5-1mg/hari PO
70% pada 5 tahun 30% pada 5 tahun <1% 30-40% <1%
10mg/hari PO 300mg/hari PO
Peg interferon umumnya diberikan selama 12 bulan, baik untuk kasus HBeAg positif maupun HBeAg negatif. Sementara pada pemberian analog nukleos(t)ida consensus Asia Pasifik merekomendasikan penghentian terapi pada kasus HBeAg negative dan anti-HBe positif bila kadar DNA VHB tidak terdeteksi (dengan pemeriksaan PCR) selama 3 kali berturut-turut dengan selang 6 bulan
TATALAKSANA HEPATITIS C 1. Tatalaksana Sebelum Pemberian Terapi
Mencari penyebab lain dari penyakit hati kronis: koinfeksi VHB dan HIV, penyakit hati alkoholik,penyakit hati non-alkoholik, maupun autoimun
Menilai derajat keparahan penyakit hati kronis, termasuk kemungkinan terjadinya karsinoma hepatoseluler: USG abdomen dan biopsy hati.
Menilai muatan virus RNA VHC dan genotype virus
Pemeriksaan genetic: deteksi gen IL288 untuk menentukan regimen terapi pada hepatitis C genotip.
2. Tujuan Terapi Mencegah komplikasi penyakit hati fibrosis, sirosis, KHS hingga kematian
3. Inisiasi dan Regimen Terapi Regimen standar (terutama untuk genotype 1 dan 4) ialah peginterferon 𝛼 (peg-INF 𝛼) kerja panjang dan dikombinasikan dengan ribavirin. Kombinasi ini untuk 24 minggu untuk VHC genotype 2 atau 3. Peg-interferon 𝛼 2a: 180𝜇g/minggu SK Peg-interferon 𝛼 2b: 1,5𝜇g/kgBB/minggu SK Ribavirin: 1000mg/PO untuk BB ≤75kg, 1200mg/PO/hari untuk BB >75kg Kontraindikasi Absolut
Peg-interferon alfa Depresi berat
Ribavirin Kehamilan
Psikotik atau riwayat psikotik Kejang yang tidak terkontrol Sirosis hati dekompensata Riwayat depresi Diabetes mellitus tidak terkontrol Hipertensi tidak terkontrol Retinopati Psoriasis Autoimun, hepatitis, atau lainnya
Gagal ginjal Gagal jantung berat Penyakit vascular yang berat Anemia Panyakit jantung iskemik
Terapi Hepatitis Akut Terapi dapat ditunda 8-16 minggu untuk menunggu terjadinya reaksi spontan, terutama pada hepatitis C akut yang simptomatis, kecuali pada pasien dengan genotip IL288 non-CC bisa diterapi sejak 12 minggu karena kemungkinan resolusi spontan. Regimen: monoterapi dengan peg-INF 𝛼 selama 24 minggu.
Pemantauan Terapi
Pada dual terapi, pemeriksaan RNA-VHC dilakukan pada awal terapi, minggu ke 4, 12, dan 24, akhir terapi antivirus, dan 24 minggu setelah terapi dihentikan. Pada tripel terapi menggunakan boceprevir, RNA VHC dinilai pada awal terapi, minggu ke 4, 8, 12, 24, akhir terapi, dan 24 minggu setelah terapi dihentikan.
Penilaian efek samping terapi harus selalu dilakukan setiap kali control. Keluhan yang sering muncul berupa flu-like symptoms, fatigue, sakit kepala dan demam.
Pemeriksaan darah untuk melihat keberadaan anemia, trombositopenia, neutropenia, dan peningkatan ALT dinilai pada minggu ke 1, 2, dan 4 sejak awal terapi dan selanjutnya dapat diulang hingga interval setiap 4-8 minggu.
Thyroid stimulating hormons (TSHs) dan kadar tiroksin dinilai pada awal terapi dan diulang bila ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi tiroid.
Edukasi mengenai efek teratogenik ribavirin dan pentingnya menggunakan kontrasepsi selama terapi sampai 6 bulan pemberian.
Bila didapatkan gejala neuropsikiatri berat atau jumlah neutrophil absolut <750/mm3 atau jumlah trombosit <50.000/ mm3 maka perlu dilakukan penyesuaian dosis peg-IFN 𝛼 dan pemantauan ketat. Terapi peg-IFN 𝛼 dihentikan bila jumlah neutrophil absolut <500/mm3 dan jumlah trombosit <25.000/mm3
Pada pasien dengan tripel terapi, efek samping lebih sering timbul. Apabila muncul efek samping yang membahayakan dalam pemberian ceprevir, lanjutkan dengan dual terapi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI). Konsensus penatalaksanaan hepatitis B di Indonesia. Jakarta: PPHI: 2012.
nasional
2. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI). Konsensus penatalaksanaan hepatitis C di Indonesia. Jakarta: PPHI: 2014.
nasional
3. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.