BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Umat Islam dalam perjalanan sejarahnya tidak pernah bebas dari perselisihan antarsesama yang kadang-kadang memuncak sampai pada level yang sangat memprihatinkan. Banyak sekali faktor-faktor yang memicu kondisi semacam ini. Selain kepentingan politik dan ekonomi, salah satu faktor yang sangat dominan dan menghambat terciptanya kesatuan dan persatuan umat Islam dalam suasana ukhuwah yang mesra adalah sikap tamaththu’ (sok suci, konsekuen), tatharruf (ekstrem) dan ta’ashshub (fanatik), sebuah sikap yang membuat pemiliknya cenderung memutlakkan pendapat dan pemahaman sendiri sebagai yang paling benar tanpa mencoba memahami secara bijak pendapat dan pemahaman orang lain. Sikap ini bahkan kerapkali melahirkan kegemaran menghakimi dan memvonis orang lain sebagai sesat dan menyesatkan. Faktor lain yang justru menjadi pangkal dari sikap ini adalah literatur dan informasi yang tidak memadai sehingga menimbulkan pemahaman yang tidak utuh. Tasawuf dan tarikat adalah korban yang paling sering dihujat sesat oleh saudarasaudara seiman yang didominasi oleh sikap tersebut. Mereka memandang tasawuf dan tarikat sebagai sarang bid’ah – hal-hal yang baru yang diklaim tidak pernah diajarkan dalam Islam atau tidak pernah dilakukan dan diperintahkan oleh Rasul Dalil utama yang sering dikemukakan mereka adalah hadis Nabi saw yang sangat terkenal dan diriwayatkan oleh banyak imam hadis, “Hindarilah perkara-perkara yang baru (diada-adakan), karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan bid’ah adalah sesat.” B. Rumusan Masalah 1.
Pengertian tasawuf
2.
Pengertian tarekat
3.
Posisi tasawuf dalam ilmu-ilmu islam
4.
Hubungan tarekat dengan tasawuf
5.
Nama-nama tarekat dalam tasawuf
6.
Pengaruh tarekat dalam dunia islam
7.
Pandangan ummat islam terhadap tasawuf
1
C. Tujuan Penulisan 1.
Mengetahui pengertian tasawuf
2.
Mengetahui pengertian tarekat
3.
Mengetahui posisi tasawuf dalam ilmu-ilmu islam
4.
Mengetahui hubungan tarekat dengan tasawuf
5.
Mengetahui nama-nama tarekat dalam tasawuf
6.
Mengetahui pengaruh tarekat dalam dunia islam
7.
Mengetahui pandangan ummat islam terhadap tasawuf
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf Imam al-Qusyairi dalam al-Risalah-nya mengutip 50 definisi dari ulama Salafi; sementara Imam Abu Nu’aim al-Ishbahani dalam “Ensiklopedia Orang-Orang Suci”-nya Hikayat al-awliya’ mengutip sekitar 141 definisi, antara lain: “Tasawuf adalah bersungguh-sungguh melakukan suluk yaitu `perjalanan’ menuju malik al muluk `Raja semua raja’ (Allah `assa wa jalla).” “Tasawuf adalah mencari wasilah `alat yang menyampaikan’ ke puncak fadhilah `keutamaan’.” Definisi paling panjang yang dikutip Abu Nu’aim berasal dari perkataan Imam al-Junaid RA. ketika ditanya orang mengenai makna tasawuf: “Tasawuf adalah sebuah istilah yang menghimpun sepuluh makna: 1.
Tidak terikat dengan semua yang ada di dunia sehingga tidak berlomba- lomba mengerjarnya.
2.
Selalu bersandar kepada Allah `azza wa jalla,.
3.
Gemar melakukan ibadah ketika sehat.
4.
Sabar kehilangan dunia (harta).
5.
Cermat dan berhati-hati membedakan yang hak dan yang batil.
6.
Sibuk dengan Allah dan tidak sibuk dengan yang lain.
7.
Melazimkan dzikir khafi (dzikir hati).
8.
Merealisasikan rasa ikhlas ketika muncul godaan.
9.
Tetap yakin ketika muncul keraguan dan Teguh kepada Allah dalam semua keadaan. Jika semua ini berhimpun dalam diri seseorang, maka ia layak menyandang istilah ini; dan jika tidak, maka ia adalah pendusta. [Hilayat al-Awliya] Beberapa fuqaha `ahli fikih’ juga mengemukakan definisi tasawuf dan mengakui
keabsahan tasawuf sebagai ilmu kerohanian Islam. Di antara mereka adalah: Imam Muhammad ibn Ahmad ibn Jazi al-Kalabi al-Gharnathi (w. 741 H.) dalam kitabnya al Qawanin al Fiqhiyyah li Ibn Jazi hal. 277 menegaskan: “Tasawuf masuk dalam jalur fiqih, karena ia pada hakikatnya adalah fiqih batin (rohani), sebagaimana fiqih itu sendiri adalah hukum-hukum yang berkenaan dengan perilaku lahir.” 3
Imam `Abd al-Hamid al-Syarwani, dalam kitabnya Hawasyi al-Syarwani VII, menyatakan: “Ilmu batin (kerohanian), yaitu ilmu yang mengkaji hal ihwal batin (rohani), yakni yang mengkaji perilaku jiwa yang buruk dan yang baik (terpuji),itulah ilmu tasawuf.” Imam Muhammad `Amim al-Ihsan dalam kitabnya Qawa’id al-Fiqih, dengan mengutip pendapat Imam al-Ghazali, menyatakan: “Tasawuf terdiri atas dua hal: Bergaul dengan Allah secara benar dan bergaul dengan manusia secara baik. Setiap orang yang benar bergaul dengan Allah dan baik bergaul dengan mahluk, maka ia adalah sufi.” Definisi-definisi tersebut pada dasarnya saling melengkapi satu sama lain, membentuk satu kesatuan yang tersimpul dalam satu buhul: “Tasawuf adalah perjalanan menuju Tuhan melalui penyucian jiwa yang dilakukan dengan intensifikasi dzikrullah”. Pengertian tasawuf yang di dalam bahasa asing disebut mystic atau sufism, berasal dari kata suf yakni wol kasar yang dipakai oleh seorang muslim yang berusaha dengan berbagai upaya yang telah ditentukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Orang yang melakukan upaya demikian disebut sufi dan ilmu yang menjelaskan upaya-upaya serta tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dimaksud dinamakan ilmu tasawuf. Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusia dalam rangka usaha mencari dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan pengembangan rohani, kaum sufi ingin menyelami makna syari’ah secara lebih mendalam dalam rangka menemukan hakekat agama dan ajaran agama Islam. Bagi kaum sufi yang mementingkan syari’ah dan hakikat sekaligus, shalat misalnya, tidaklah hanya sekedar pengucapan sejumlah kata dalam gerakan tertentu, tetapi adalah dialog spiritual antara manusia dengan Tuhan. Ada 5 (lima) aliran tasawuf, yakni: 1.
Qadiriyah, aliran ini memuliakan pendirinya Abdul Qadir al- Jailani (116 M). Menurut para pengikutnya, Abdul Qadir al-Jailani adalah orang suci.
2.
Rifa’iyah, aliran ini didirikan oleh Muhammad ar-Rifa’i (1183 M). Tarikat Rifa’i terkenal dengan amalannya berupa penyiksaan diri dengan melukai bagian-bagian badan dengan senjata tajam diiringi dengan dzikir-dzikir tertentu.
3.
Sammaniyah, aliran ini didirikan oleh Syeikh Muhammad Samman. Riwayat hidup pendiri tarekat ini sangat terkenal dahuli di Jakarta. Cara mencapai tujuan akhir diantaranya adalah berdzikir dengan suara lantang. 4
4.
Syattariyah, aliran ini didirikan oleh Abdullah as-Syattari (1417 M). Aliran ini percaya pada ajaran kejawen mengenai tujuh tingkat keadaan Allah SWT. yang disebut dalam ilmu hakikat. Nabi Muhammad SAW. dilambangkan oleh aliran ini sebagai manusia sempurna (insan kamil) yang memantulkan kekuatan Illahi seperti cermin memantulkan cahaya. Pada aliran ini juga terdapat kepercayaan bahwa semua manusia mempunyai bakat untuk menjadi manusia sempurna dan harus berusaha untuk mencapai kesempurnaan itu. Dalam hubungan ini terdapat pandangan tentang hubungan manusia dengan Allah SWT. seperti seorang pelayan dengan majikannya.
5.
Naqsyabandiyah, aliran ini didirikan oleh Muhammad an- Naqsyabandi (1388 M). Aliran ini menyelenggarakan dzikir tertutup atau dzikir diam yakni menyebut nama Allah SWT. dengan berdiam diri. Sumber hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kedua sumber agama
Islam itu penuh dengan nilai dan norma yang menjadi ukuran sikap dan perbuatan manusia apakah baik atau buruk, benar atau salah. Isi Al-Qur’an dan Al-Hadits penuh dengan akhlak Islami yang perlu diteladani dan dilaksanakan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari setiap muslim dan muslimat. Islam sebagai agama dan ajaran mempunyai sistem sendiri yang bagian-bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Intinya adalah tauhid, yang berkembang melalui aqidah, dari aqidah mengalir syari’ah dan akhlak Islam.
B. Pengertian Tarekat Kata Tarekat di ambil dari Bahasa Arab, yaitu dari kata benda thoriqoh yang secara etimologis berarti jalan, metode atau tata cara. Adapun tarekat dalam terminologis (pengertian) ulama sufi; yang dalam hal ini akan saya ambil definisi tarekat menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi, dalam kitab Tanwir al-
Qulub-nya
”Tarekat
adalah;
adalah
beramal
dengan
syariat
dengan
mengambil/memilih yang azimah (berat) daripada yang rukhshoh (ringan); menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah; menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan batin; melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram, makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah; yang
semuamnya
ini
di
bawah
arahan, 5
naungan
dan
bimbingan
seorang
guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak menjadi seorang Syekh/Mursyid).” Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah) maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Namun mursyid dalam tarekat tidak hanya membimbing secara lahiriah saja, tapi juga secara batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi antara seorang murid/salik dengan Rasulullah SAW dan Allah SWT. Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya izin mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan beberapa penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan. Tarekat, adalah pengamalan syari’at, melaksanakan beban ibadah dengan tekun dan menjauhkan dari sikap mempermudah ibadah yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah (diremehkan). Kata tarekat dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi amaliah ibadah dan dari sisi organisasi (perkumpulan). Sisi amaliah ibadah merupakan latihan kejiwaan, baik yang dilakukan oleh seorang atau secara bersama-sama, dengan melalui dan mentaati aturan tertentu untuk mencapai tingkatan kerohanian yang disebut maqamat atau al-ahwal, yang mana latihan ini diadakan secara berkala yang juga dikenal dengan istilah suluk. Sedangkan dari sisi organisasi maka tarekat berarti sekumpulan salik (orang yang melakukan suluk) yang sedang menjalani latihan kerohanian tertentu yang bertujuan untuk mencapai tingkat atau maqam tertentu yang dibimbing dan dituntun oleh seorang guru yang disebut mursyid.
6
Adapun tingkatan maqam tarekat tersebut antara lain menurut Abu Nashr AsSarraj adalah sebagai berilut : 1.
Tingkatan Taubah
2.
Tingkatan Wara’
3.
Tingkatan Az-Zuhd
4.
Tingkatan Al-Faqru
5.
Tingkatan Al-Shabru
6.
Tingkatan At-Tawakkal
7.
Tingkatan Ar-Ridha
C. Posisi Tasawuf Dalam Ilmu-Ilmu Islam Prof. Dr. H. S.S. Kadirun Yahya Al-Khalidi menyatakan bahwa Tasawuf adalah “Saudara Kembar” Fiqih.Pernyataan ini tampaknya berdasarkan pada kenyataan bahwa Fiqih pada hakikatnya merupakan formulasi lebih lanjut dari konsep Islam, sementara Tasawuf merupakan perwujudan konkret dari konsep Ihsan. Dua konsep ini tercetus bersama-sama dengan konsep Iman (diformulasikan lebih jauh dalam ilmu kalam) dalam dialog antara Jibril AS dan Nabi SAW sebagaimana dikemukakan dalam hadist Abu Hurairah yang sangat terkenal. [Shahih al-Bukhari, I:27; Shahih Muslim, L:39] Penjelasan lebih gamblang mengenai posisi Tasawuf sebagai “saudara kembar” Fiqih dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) dalam bukunya Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya: “Alhasil kemurnian dan cita-cita Islam yang tinggi adalah gabungan Tasauf dan Fiqih: gabungan otak dan hati. Dengan Fiqih kita menentukan batas-batas hukum, dan dengan Tasauf kita memberi pelita dalam jiwa, sehingga tidak terasa berat di dalam melakukan segala kehendak agama. “Kalau kita tilik kepada bunyi Hadist tentang Islam, Iman dan Ihsan tampaklah bahwa ketiga Ilmu Islam yaitu Ilmu Fiqih, Ilmu Ushuluddin dan Ilmu Tasawuf telah dapat menyempurnakan ketiga simpulan agama itu (Islam, Iman dan Ihsan). “Islam diartikan oleh hadist itu ialah mengucapkan Syahadat, mengerjakan Shalat lima waktu, Puasa bulan Ramadhan, mengeluarkan Zakat dan Naik Haji. Untuk mengetahui, sehingga kita mengerjakan suruhan agama dengan tidak membuta: Kita pelajarilah Fiqih.
7
“Iman adalah Iman kepada Allah, kepada Malaikat, kepada Rasul-Rasul dan Kitab-Kitab, dan iman kepada Hari Kiamat dan Takdir, buruk dan baik, Kita pelajarilah Ushuluddin atau Ilmu Kalaam.” “Ihsan adalah kunci daripada semuanya, yaitu: Bahwa kita mengabdi kepada Allah SWT, seakan-akan Allah SWT itu kita lihat di hadapan kita sendiri. Karena meskipun mata kita tidak dapat melihatNya, namun Allah SWT tetap melihat kita.Untuk menyempurnakan ihsan itu, kita masuki alam Tasawuf. “Itulah tali berpilah tiga: Iman, Islam dan Ihsan. Dicapai dengan tiga ilmu: Fiqih, Ushuluddin dan Tasawuf. [Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, hal. 94-95] Jadi, sebagai sebuah ilmu, posisi Tasawuf terhadap ilmu-ilmu Islam lainnya sangat jelas dan gamblang. Tasawuf merupakan bagian tak berpisahkan dari keseluruhan bangunan Syari’ah; bahkan ia merupakan ruh/hakikat/inti dari syariah. Syariah sendiri dapat didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang terbit dari diri Nabi SAW yang berupa sikap, perbuatan, dan perkataan (al-Qur’an dan al-Hadist)”; atau dengan bahasa yang lebih umum: Syariah adalah segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Namun begitu, syariah pada dasarnya merupakan produk dari hakikat Muhammad sebagai Nabi dan Rasul Allah Mustahil memahami syariah (produk) secara sempurna tanpa memahami hakikatnya.Ilmu yang menyajikan jalan untuk mengenal hakikat ini adalah Tasawuf, sedangkan ilmu-ilmu (keislaman) lainnya, seperti ilmu Fiqih dan hadist misalnya, semuanya menyajikan jalan untuk memahami produk.Tasawuf melibatkan hati atau qalbu (ruhani), sedangkan ilmu-ilmu lainnya melibatkan otak atau akal (jasmani). Fiqih dan Tasawuf ibarat dua sisi mata uang, jika salah satu rusak maka yang lain menjadi tidak berfungsi, sehingga kedua-duanya harus dipegang secara utuh untuk mencapai kesempurnaan. Dalam kaitan ini, Imam Abu Abdillah al-Dzahabi (w. 748 H), penulis kitab Siyar A’lam al-Nubala’ (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1413) yang terdiri dari 23 jilid menegaskan: “Jika seorang ulama tidak ber-Tasawuf, maka ia kosong; sebagaimana jika seorang sufi tidak mengenal sunnah (baca bersyariat), maka ia tergelincir dari jalan yang lurus.” Imam Malik ibn Anas, pemimpin madzhab Maliki yang sangat terkenal, sebagaimana dikutip oleh Syeikh Amin al-Kurdi, juga mengungkapkan hal senada: “Barangsiapa yang bersyariat tetapi tidak berhakikat (ber-Tasawuf) maka ia telah fasik; dan barangsiapa yang berhakikat (ber-Tasawuf) tetapi tidak bersyariat maka ia telah zindik.” [Tanwir al-Qulub, hal. 408] 8
Di samping itu, tidak salah apabila dikatakan bahwa Tasawuf adalah sebuah madzhab sebagaimana Ilmu Fiqih yang mengenal (minimal) empat mazhab, sehingga tidak jarang para ulama melibatkan pendapat kaum sufi ketika membahas hukum suatu perkara. Syeikh al-Islam Ibn Taymiyah menempatkan kaum sufi dalam deretan fuqaha’ dan ahli hadist. Hal ini dapat disimak misalnya dari pernyataan beliau ketika menetapkan hukum larangan menikahi orang yang menolak kekhalifahan Sayyidina Ali setelah ‘Utsman ibn ‘Affan: Hal itu (larangan menikahi orang yang tidak menerima kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib) telah disepakati oleh para fuqaha, ahli hadist, dan juga oleh ahli ma’rifat dan Tasawuf. [Kutub wa Rasail wa Fatawa Ibn Taimiyah, XXXV:19] Secara harfiah, tariqah berarti jalan, mempunyai arti yang sama dengan syari’ah. Banyak kosa kata yang dapat diartikan dengan jalan, seperti sabil sirat, manhaj, atau minhaj, suluk, maslak,nusuk atau mansak.jadi tarekat yang berasal dari bahasa arab yaitu “tariqah” memiliki banyak pengertian satu dianttra seperti dikemukaan diatas, yakni jalan, sedangkan dalam bahasa Bahasa Indonesia bermakna jalan menuju kebenaran. D. Hubungan Tarekat Dengan Tasawuf Di dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat itu tidak saja ditunjukkan pada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seseorang syaikh tarikat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syaikh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama islama seperti salat zakat dan lain-lain yang semuanya itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah. Dalam tarekat yang sudah melembga itu sudah tercakup semua aspek ajaran islam seperti salat zakat dan lain-lain, ditambah lagi pengamalan serta seorang syaikh. Akan tetapi, semua itu merupakan tuntunan dan bimbingan seorang syaikh melalui baiat. Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah usaha dan mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah bimbingan seorang guru atau syaikh. Ajaran-ajaran tasawuf yang harus di tempuh untuk mendekatkan diri itu kepada Allah merupakan hakikat tarekat yang sebenarnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa
9
tarekat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan beberapa variasi tertentu. Sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru pada muridnya.
E. Nama-Nama Tarekat Dalam Tasawuf Dari sekian banyak tarekat hanya beberapa saja yang dinilai besar dan memiliki ciri-ciri khusus. Ajaran Arbery, yang menganggap tarekat baru berdiri di abad V Hijriyan (XI M) menunjuk tarekat-tarekat di maksud adalah : Al-Qodiriyah, Al-Suhrowardiyah, Al-Syadzaliyah dan Mawlawyah (Al-Rumiyah). Sementara orientalis gibbs menganggap tarekat Al Qodiriyah, Al Rifaiyah, Al Badawiyah, Mawlawiyah, Al Syadzaliyah, Alnaqsabandiyah dan Al Khalwatiyah sebagai tarekat yang memiliki ciri-ciri khas. 1.
Tarekat Qodariyah Tarekat ini didirikan oleh muhyi al-Din abu muhamad ‘Adb al qodir bin musa bin ‘abdullah bin musa (470-561 H 1077/1166 M) pengikutnya menyebar ke berbagai pelosok dunia islam sampai ke asia barat dan mesir. Pada abad XIX M bercabang sampai ke maroko dan Indonesia. Tarekat ini dinilai sebagai tarekat paling progresif tapi tidak jauh dari faham salf. Tarekat ini lebih berkonsentrasi kepada pemurnian tawhidullah dan zduhur dalam ibadah. Ia memiliki keunggulan dalam ihwal kedermawanan, kealehan dan kerendahan hati serta ketidaksetujuan terhadap fanatisme agama dan politik. Diantara ajaran pokoknya ialah : bercita-cita tinggi (“aluw al Himmah) menghindari segala yang haram, memelihara hikmah, merealisasikan maksud dan mengagungkan nikmat Allah, beberapa sebab keberhasilan tarekat ini dalam rekkrutmen murid dan calon murid adalah ketaatan yang teguh dalam syariat dan realisasi
ajaran
salaf,
kencamannya
yang
gencar
terhadap
paham
yang
menyandarkan keimanan semata sebagai alat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam kecamannya terhadap paham reinkarnasi /(tanasukh al ruh). Ajaran-ajarannya dilandaskn secara kuat kepada AL Qur’an dan AL Sunnah. 2.
Tarekat Rifa’iyah Tarekat Rifa’iyah didirikan oleh ahmad al Rifa’i (570 H / 1173 M) didorong oleh kondisi mengendornya hubungan antara cabang-cabang qodiriyah dan lahirnya rantingranting baru yang independen. Tarekat ini dinilai lebih fanatik, memiliki tradisi yang sangat ketat dalam mematikan hawa nafsu dan pelantikan-pelantikan yang luar biasa. Pengikutnya yang melakukan dzikir secara baik akan dapat terbawa
10
ke alam fana dalam keadaan fana’ itu bisa melakukan hal-hal yang menakjubkan seperti sihiq 3.
Tarekat Suhrowardiyah Didirikan oleh Syihab al Din al Suhbowardi inspirasi seorang ahli dari maghrib, nur al din ahmad bin ‘abdullah al syadzali. Pengikutnya tersebar di Tuniskarena pemerintah mencemaskannya sang imam cenderung menyingkir ke alexanria di mesir keberhasilannya sangat cepat juga di afrika
4.
Tarekat Ahmadiyah / Badawiyah Tarekat ini disebut juga tarekat badawiyah karena pendirinya bernama Ahmad bi ‘Aly al Husainy al Badawy Tarekat ini sangat konsisten dengan Al Qur’an dan As Sunnah, ia sangat diminati karena antara lain : mendorong para pengikut / muridnya untuk pandai, kaya dan dermawan, saling mengasihi dan juga karena doktrin\-doktrin sifistiknya yang menarik.
5.
Tarekat Mawlawiyah / al Rumiyah Mawlana jalaludin rumi muhammad bin hasain al khattabi al kbakri (Jalaludin Rumi) atau sering juga disebut Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di balk (sekarang Afganistan). Kesufian Rumidi mulai ketika ia sudah berumur cukup tua 48 tahun. Rumi memang bukan sekedar penyair, tapi ia juga tokoh sufi ayng berpenaruh pada zamannya. Rumi adalah guru nomor satu pada tarekat maulawiyah. Sebuah tarekat yang berpusat di turki dan berkembang disekitarnya. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan-pendewaan akal dan indera dalam menentukan kebenaran. Dalam sistem pengajarannya, Rumi mempergunakan penjelasan dan latihan mental, pemikiran dan meditasi, kerja dan bermain. Tindakan dan diam. Gerakangerakan tubuh pikiran dari pra darwis berputar dibarengi dengan musik toup untuk mengiringi gerakan-gerakan tersebut merupakan hasil dri metode khusus yang dirancang untuk membawa seseorang salik mencapai afinitas dengan arus mistis untuk ditransformasikan melalui cara ini.
6.
Tarekat Syadzaliyah Abu Hasan al Syadzali mendirikan tarekat ini setalah ia mendaptkana khirqoh / ijazah dari gurunya abu ‘abdullah bin ali bin hazam dari abdullah ‘abd. Al salam bin majisy. Kelebihan dari tarekat ini terletak pada lima (5) ajaran pokoknya 11
yaitu : takwa kepada Allah dalam segala keadaan. Konsisten dalam mengikuti al sunnah, ridho dalam ketentuan dan pemberian Allah SWT, menghormati sesama manusia, dan kembali kepada Allah (taubat) dalam susah/senang. Sedangkan tiga hal pokok yang menjadi landasan/ azas tarekat ini adalah : mencari ilmu (belajar), memperbanyak Dzikrulah dan hduhur ilaallah. Ketiga hal pokok ini selalu menjadi penekanan kepada murid-murid al syadzali dia tidak menganjurkan mujahadah seperti tarekat-tarekat lain. Kebenaran baginya, didalam diri manusia itu ada nur ashli/ nur potensial yang akan menjadi kuat, berkembang dan subur bila diperkuat dengan nur ilmu yang lahir akibat dzikrullah. Tarekat ini tidak mempredikan hal hal yang belum ataupun bakal terjadi dalam arti mengartikan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Doktrin ini diperdalam oleh ibn atho’illah dan menjadi doktrin utamanya. Syadzaliyah terutama mereka di kalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat dan pegawai pemerintah. Oleh karenanya, ciri khas yang kemudian menonjol daro anggota tarekat ini adalah kerapihan mereka dalam berpakaian, ketenangan yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya. Tarekat syadzaliyah ini tidak mentukan syarat-syarat yang erat kepada syaikh tariqoh, kecuali mereka harus meninggalkan segala perbuatan maksiat, memelihara segala ibadah-ibadah sunnah semampunya, zikir kepada Allah sebanyak mungkin, sekurang-kurangnya seribu kali sehari semalam dan beberapa zikir yang lain. 7.
Tarekat Tijaniyah Didirikan oleh abul abbas ahmad bin Muhammad bin al mukhtar at tijani (1733-1815 M) salah seorang tokoh dari gerakan neosufisme. Ciri dari garakan ini ialah penolakannya terhadap sisi eksatik dan meta fisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syariat dan berupaya sekuat tenaga untuk menyatu dengan ruh nabi Muhammad sebagai ganti untuk menyatu dengan Allah.
8.
Tarekat Syattariyah Tarekat syattariyah adalah tarekat yang pertama kali muncul di india abad XV M tarekat ini dinisbahkan pada tokoh yang berjasa dan mempopolerkannya, Abdullah asy syattar. Sebagaimana hal tarekat-tarekat lain, syattariyah menonjolkan aspek dzikir di dalam ajarannya. Didalam tarekat inii, dikenal 7 macam dzikir muqodimah sebagai peralatan/tangga untuk masuk kedalam tarekat syattariyah, yang disesuaikan dengan 12
7 nafsu pada manusia. Satu hal yang harus diingat bahwa dzikir hanya dapat dikuasai melalui bimbingan seorang pembimbing spiritual, guru/syaikh. 9.
Tarekat Naqsabandiyah Pendirinya adalah Muhammad baha’ al din al naqsabandi al bukhori (717791 H / 1317-1388 M). naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas penyebarannya. Danterdapat banyak di wilayah asia muslim. Diri yang menonjol dari tarekat ini ialah diikutinya syareat secara ketat, keseriusan dalam beribadah, melakukan penolakan terhadap music dan tari, serta lebih ngutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat kearah keterlibatan dalam politik.
10. Tarekat Kholwatiyah Tarekat khalwatiyah, tidak sebagaimana lazimnya tarekat pada umumnya yang diambil dari nama pendirinya. Penamaan ini justru didasarkan kepada kebiasaan sang guru pendiri tarekat ini syekh Muhammad al khalwati (w 717 H), yang seringkali melakukan kholwat di tempat-tempat sepi. Tarekat khawaltiyah merupakan cabang dari tarekat As Sahidiyah, cabang dari al abhariyah dan cabang dari al shrowardiyah yang didirikan oleh syekh syihab al din abu hafsh ‘umar al suhrowardi al Baghdadi. 11. Tarekat sammaniyah Tarekat ini didirikan oleh sekh Muhammad bin abd al karim al samman al madani al qodiri al qubaisi dan lebih dikenal dengan panggilan samman. Semula ia belajar toriqoh kholwatiyah dari damaskus, lama kelamaan ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik berdzikir, wirid dan ajaran teosofi lainnya. Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah yang akhirnya disebut sebagai toriqoh sammaniyah, sehingga ada yang mengatakan bahwa toriqoh sammaniyah adalah cabang dari khalwatiyah. Di Indonesia tarekat ini berkembang di sumatera Kalimantan dan jawa. sammaniyah masuk ke Indonesia pada penghujung abad 18 yang banyak mendapat pengikut karena popularitas imam samman. Ajarannya yang khas ialah memperbanyak dzikrullah dan shalat, lemah lembut kepada fakir miskin, tidak mencintai dunia, menukar akal masyariyah dangan akan robbaniyah dan mentawhidkan Allah dalam dzat, sifat dan af’ainnya. Pengaruh sammaniyah di Indonesia aiabadikan di dalam tariah ruda.
13
F. Pengaruh Tarekat Dalam Dunia Islam Ada dua persepsi yang lazim berkembang tentang jamiyah tarekat di Indonesia. Pertama, tarekat di anggap sebagai fanatisme guru yang dapat berubah menjadi fanatisme politik. Kedua, tarekat dinilai sebagai gajala depolitisasi, pelarian dari tanggung jawab sosial dan politik. Tarekat yang dikehendaki ? adalah sebuah gerakan kaum sufi dalam kegiatan social keagamaan. Dilihat dari aktivitas dan tujuannya. Tarekat dapat dikategorikan menjadi dua kategori besar. Pertama, tarekat sebagai gerakan purifikasi dengan penekanan pad astetisme yang sifatnya individualistic. Dalam hal ini ditekankan adanya kegiatan dan kengkajian yang lebih berusaha kearah pemurnian, keselamatan dan kedamaian. Kedua, tarekat dijadikan sarana mengartikulasikan sisi terhadap lingkungan, atau sebagai sarana berdialog dengan lingkungan social politik, membentuk tingkah laku bersama dalam mencoba mengintepretasikan lingkungan untuk di jawab dan diatasi. Bila diakitkan dengan misi awal tarekat yang mengajak manusia menuju pensucian jiwa, dan latar belakang kelahirannya. Akibat dari keprihatinan moral, maka bisa jadi tarekat tidak memiliki kaitan dengan politik sama sekali. Pemahaman logisnya, sebagai penganut dan pencintanya, tarekat dianggap jalan paling efektif dalam menghadapi kemerosotan aspek-aspek spiritual, moralitas dan kecenderungankecenderungan dehumanisasi. Disisi lain, sebagai gerakan popular, tarekat merupakan gerakan pertama yang secara konstruktif merasakan kejenuhan terhadap akidah ahli kalam yang kaku. Dan ia merupakan terobosan baru untuk seseorang mudah memasuki islm. Tarekat telah mengendorkan syarat keislaman yang ketat, hal ini memberikan bahaya yang serius. Tetapi, disisi lain dinilai telah mampu menampilkan kelembutan wajah islam yang luar biasa, bahkan mau berkompromi dengan kepercayaan-kepercayaan lama.
G. Pandangan Ummat Islam Terhadap Tasawuf Mengenai asal-usul perkataan tasawuf para ahli berbeda pendapat. Di antara pendapat yang banyak itu, ada satu pendapat yang sering ditulis dalam buku-buku mengenai tasawuf di Indonesia. Pendapat itu mengatakan tasawuf berasal dari kata suf artinya bulu domba kasar. Disebut demikian karena orang-orang yang memakai pakaian itu disebut orangorang sufi atau mutasawwif, hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan. Mereka memakai pakaian yang terbuat dari bulu binatang sebagai lambang kemiskinan dan 14
kesederhanaan, berlawanan dengan pakaian yang terbuat dari sutera yang biasa dipakai oleh orang-orang kaya. Banyak juga definisi yang diberikan untuk merumuskan makna yang dikandung oleh perkataan tasawuf. Menurut at-Taftazani, tasawuf mempunyai 5 (lima) ciri, yaitu : 1.
Memiliki nilai-nilai moral.
2.
Pemenuhan fana (sirna, lenyap) dalam realitas mutlak.
3.
Pengetahuan intuitif (berdasarkan bisikan hati) langsung.
4.
Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT. dalam diri sufi karena tercapainya maqamat (beberapa tingkatan perhentian) dalam perjalanan sufi menuju (mendekati) Tuhan.
5.
Penggunaan
lambang-lambang
pengungkapan
(perasaan)
yang
biasanya
mengandung pengertian harfiah dan tersirat. (Ensiklopedi Islam, 1933: 73 – 75) Tasawuf juga berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, dapat dilihat ayat-ayat dan hadits-hadits yang menggambarkan dekatnya manusia dengan Allah SWT. Diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
QS. Al-Baqarah ayat 115 artinya :
2.
“Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
3.
QS. Qaf ayat 16 artinya :
4.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya”.
5.
Hadits Riwayat Imam Bukhari, artinya :
6.
“Barang siapa memusuhi seseorang wali-Ku (wali Allah SWT. adalah orang yang dekat dengan-Nya), maka aku mengumumkan permusuhan-Ku terhadapnya. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku yang lebih Kusukai dari pengalaman segala yang Kuwajibkan atasnya. Kemudian, hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal-amal sunnah, maka Aku senantiasa mencintainya. Bila Aku telah cinta kepadanya, Akulah pendengarnya dengan ia mendengar, Aku penglihatannya dengannya ia melihat, Aku tangannya dengannya ia memukul, dan Aku kakinya dengan itu ia berjalan. Bila ia memohon kepada-Ku, Aku perkenankan permohonannya, jika ia meminta perlindungan, Kulindungi ia”. 15
Sejak muncul paham widhatul wujud, tasawuf pecah menjadi dua aliran, yaitu aliran pertama, aliran tasawuf yang didasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan aliran yang kedua, aliran fana yang disebut sebagai tasawuf falsafi, disebut demikian karena teori-teori yang dikemukakannya banyak mengandung unsur-unsur filsafat (Ensiklopedi Islam, 1992: 76 -77, 158 – 160).
16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Tasawuf adalah perjalanan menuju Tuhan melalui penyucian jiwa yang dilakukan dengan intensifikasi dzikrullah”. Tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah) maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Posisi Tasawuf terhadap ilmu-ilmu Islam lainnya sangat jelas dan gamblang. Tasawuf merupakan bagian tak berpisahkan dari keseluruhan bangunan Syari’ah; bahkan ia merupakan ruh/hakikat/inti dari syariah. Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Dalam perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran gurunya., tetapi juga mengikuti kegiatan politik, misal tarekat tijaniyah yang dikenal dengan gerakan politik yang menentang penjajahan perancis di afrika urata, ahmadiyah menentang orang-orang salib yang datang ke mesir. Jadi sungguhpun mereka memusatkan perhatian kepada akhirat, mereka pun ikut bergerak menyelamatkan umat islam dari bahaya yang mengancanya. Disamping itu, tarekat umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia. Tarekat menganjurkan banyak beribadah dan jangan mengikuti dunia ini karena dunia ini adalah bangkai dan yang mengejar dunia adalah anjing. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat manusia (islam) dari jalan yang harus ditempuhnya. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mecemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran dagi umat islam. 17
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pdfcoke.com/doc/25883807/makalah-Tasawwuf-Dan-Tarekat-Di-Indonesia http://selogiri.com/contoh-makalah-tasawuf-dan-tarekat.html http://www.islamhouse.com/p/203135 file:///D:/New%20folder/%C2%ABMACAMMACAM%20ILMU%20DALAM%20AGAMA%20ISLAM%C2%BB%20oleh%20Achmad %20Bayu%20Sujiwo%20_%20nge%27Blog%20yu...!.htm http://islamlib.com/?site=1&aid=114&cat=content&cid=9&title=mengapa-semua-agama-itubenar file:///D:/New%20folder/Pengertian%20Islam%20_%20INILAH%20ISLAM.htm
18
MAKALAH AKHLAK TASAWUF Tentang ANTARA TASAWUF DAN TARIKAT
Disusun Oleh : 1.
Muaro
(18.093)
2.
Rajulul Afkar
(18.012)
Dosen Pembimbing : Jurna Petri Roszi, MA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAYASAN TARBIYAH ISLAMIYAH PADANG 2019 19