Nam
: Nur Intan Alawiyah
NIM
: 201610170311339
Kelas
: Mubtadiin - F
Mata Kuliah : AIK III
IKHWAL BERDIRINYA MUHAMMADIYAH A. Pendahuluan Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 11330 H, yang bertepatan tanggal 18 November 1912 M di Yogyakarta. Dalam pembetukannya KH. Ahmad Dahlan banyak melakukan kajian dan tadabur yang mendalam pada Al Qur’an, terutama suray Ali Imran : 104.
B. Kondisi Internal Umat Islam Keberagamaan umat Islam di Indonesia tidak bisa lepas dengan proses penyebaran Islam di Jawa. Pada wakrtu agama Islam datang ke Jawa, masyarakat Jawa telah memiliki tradisi dan kepercayaan keagamaan yang merupakan perpaduan antara tradisi dan kepercayaan tradisional yang telah berubah menjadi adat istiadat bersifat agamis dengan bentuk mistik berjiwa Hindu dan Budha (sinkritisme). Fenomena sinkritisme tersebut merupakan kenyataan di masyarakat karena 600 tahun sebelum masehi model keberagamaan (keyakinan) masyarakat adalah animistik dan dinamistik. Sekitar awal abad 1 Masehi, masyarakat Jawa mengalami proses akulturasi dengan budaya Hindu, dimana tidak sedikit orang-orang Nusantara berlayar ke wilayah India. Selama era kejayaan kerajaan Hindu pengaruhnya sangat kuat dan budaya Hindu secara politik mendapat dukungan dari pihak kerajaan karena agama Hindu sekaligus menjadi agama resmi kerajaan. Faktor lain yang turut menyuburkan tradisi dan kepercayaan masyarakat pra Islam adalah proses penyebaran Islam yang tidak merata terutama di Jawa. Proses Islamisasi dilakukan oleh para wali (wali Sembilan) dilanjutkan oleh keturunan serta oleh para murid-muridnya Faktor internal lainnya yang turut andil mengilhami Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah adalah kondisi perekonomian umat Islam, solidaritas
social yang memudar antar umat Islam dan pendidikan umat Islam yang memprihatinkan. Sejarah menggambarkan, bahwa jauh sebelum kedatangan Belanda ke Nusantara, pendidikan Islam telah tersebar luas. Pendidikan Islam ketika itu terpusat di pondok-pondok pesantren, di musholla/langgar atau masjid. Sistem yang digunakan meliputi sistem sorogan dan sistem bandongan/wetonan. Dengan demikian sistem kelas (klasikal) belum dikenal, tidak ada ujian atau pengontrolan kemajuan pengetahuan santri, tidak ada batas waktu berapa lama santri harus bertempat tinggal di pesantren. Penekanan pendidikan lebih berorientasi pada penghafalan teks semata, sehingga tidak merangsang santri untuk berdiskusi. Demikian juga cabang-cabang ilmu agama yang diajarkan sebatas ilmu-ilmu tradisional seperti Hadits dan Musthalah Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, ilmu Tauhid, ilmu Tasawwuf, ilmu Mantiq, ilmu Falaq, ilmu Bahasa Arab termasuk didalamnya Nahwu, Sharaf dan Balaghah. Sistem tersebut berlangsung sampai sekitar awal abad 20.
C. Kondisi Eksternal Umat Islam Kebijakan politik kolonial Belanda terhadap umat Islam Sejak Belanda mendarat pertama kali di bumi Nusantara (sekitar 1556 M) kehidupan umat Islam mulai terusik. Mengingat kedatangan mereka yang pertama kali mendarat di pelabuhan Banten dengan kepala rombongan Cornelis De Houtmen dan Dayer itu bermisi ganda, yaitu mereka tidak ingin saja mengusai Nusantara yang terkenal dengan rempah-rempah sekaligus ada unsure misi kristenisasi. Tujuan misi kristenisasi tersebut di kemudian hari terbongkar dengan munculnya rekomendasi dari seorang missionaries Belanda bernama YB. Palinck sekitar tahun 1880. Rekemondasi itu dikirim pada pemerintahan Roma. Sikap politik dari colonial Belanda terhadap umat Islam adalah pengawasan yang sangat ketat terhadap hubungan umat Islam dengan dunia luar termasuk setelah umat Islam berkenalan dengan pemikiran Pan-Islamisme dari Jamaluddin AlAfghani. Kolonial Belanda menilai bahwa pemikiran dari Jamaluddin Al-Afghani itu membahayakan keberadaan kolonial Belanda di Indonesia. Hal ini disebabkan ajaran Jamaluddin Al-Afghani menekankan sebuah eksistansi bangsa terutama umat Islam, serta dampak penjajahan terhadap negara jajahan.
Pengaruh perkembangan Islam di Timur Tengah KH. Ahmad Dahlan pernah bermukim di Timur Tengah selama dua tahun (19031905) untuk memperdalam berbagai disiplin ilmu keislaman. Pergumulan secara langsung dengan ide-ide pembaharuan di pusat Islam (Timur Tengah) telah mendorong KH. Ahmad Dahlan untuk mengadakan pembaharuan Islam di Indonesia melalui organisasi yang didirikannya, yaitu Muhammadiyah. Sebagai bukti adanya pengaruh perkembangan pemikiran Islam di Timur Tengah terhadap berdirinya Muhammadiyah, sejumlah cendikiawan membuat persamaan pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan dengan beberapa pemikir Islam Timur Tengah. H.A.R. Gibb mengklasifikasikan pembaharuan/pendidikan yang dilakukan Muhammad Abduh (1849-1905) di Mesir, sebagai berikut : Membersihkan Islam dari pengaruh dan kebiasaan asing Pembaharuan pendidikan tinggi Islam Reformulasi doktrin Islam dengan alam fikiran modern Mempertahankan Islam dari pengaruh-pengaruh Eropa dan serangan Kristen Sementara H.A. Mukti Ali membuat rumusan, bahwa pembaharuan maupun pendidikan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan berorientasi pada : Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam fikiran modern Roformasi ajaran Islam dan pendidikan Islam Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar Islam Dalam pandangan K.H. Ahmad Dahlan, lembaga pendidikan agama yang ada di Indonesia seperti pondok pesantren, ketika itu tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan zaman, sementara pendidikan yang diselenggarakan kolonial Belanda sama sekali tidak memperhatikan pendidikan Islam.
D. Misi dan Visi Muhammadiyah Sejak Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah memiliki Misi dan Visi sebagai berikut : Visi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan AsSunnah dengan watak Tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya
mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin menujuterwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Misi 1. Menegakkan tauhid yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah 2. .Menyebarkan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah 3. Mewujudkan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat 4. Reformasi Doktrin islam dengan pandangan alam pikiran modern. Sebagai gerakan islam, Muhammadiyah bukan sekedar organisasi semata, melainkan juga sebagai gerakan keagamaan yang di dalamnya terkandung system keyakinan, pengetahuan, organisasi, praktik aktifitas yang mengarah pada tujuan dicita-citakan. Muhammadiyah sebagai organisasi/gerakan memerlukan perekat yang kuat guna mempertahankan nilai-nilai, sejarah, ikatan dan kesinambungan gerakan dalam melaksanakan amal usaha, disinilah pentingnya ideology. Ideologi Muhammadiyah secara substansi terkandung di dalam “ Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah “ serta matanKeyakinan dan Cita-cita Muhammadiyah. Adapun fungsi ideology dalam Muhammadiyah : 1. Memberikan arah tentang paham islam yang diyakini Muhammadiyah 2. Mengikat solidaritas kolektif antara warga Muhammadiyah 3. Membangun kesamaan dalam menyusun strategi perjuangan 4. Membagung karakter warga Muhammadiyah 5. Sarana memobilisasi anggota Muhammadiyah Secara garis besar ideology Muhammadiyah yang terkandung dalam “ Muqaddimah AD Muhammadiyah “ dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Hidup manusia harus berdasarkan tauhid, ber-Tuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah. Kepercayaan tauhid mempunyai tiga aspek: a. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya allah yang kuasa mencipta, memelihara, mengatur dan menguasai alam semesta. b. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah tuhan yang hak. c. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak dan wajib dihambai/disembah. 2. Hidup manusia itubermasyarakat , maka harus senantiasa memberi nilai positif kepada masyarakat. 3. Hanya hokum Allah yang sebenarnya dijadikan sendi untuk membentuk pribadi utama dan mengatur ketertiban hidup bersama untuk menuju hidup bahagia, sejahtera di dunia/akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam untuk mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada kemanusiaan. 5. Perjuangan menggakkan dan menjunjung tinggi agama islam akan berhasil bila mengikuti perjuangan Rasulullah SAW 6. Perjuangan mewujudkan pokok pikiran tersebut hanya akan berhasil bila dilakukan dengan berorganisasi yang baik. Maka organisasi merupakan satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-baiknya.
E. Profil Pendiri Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan yang mempunyai nama kecil Muhammad Darwisy adalah seorang pahlawan nasional yang juga pendiri Persyarikatan Muhammadiyah. Ia bergabung sebagai anggota Boedi Oetomo yang merupakan organisasi kepemudaan pertama di Indonesia. Ia adalah sosok pemuda pembaharu yang sangat mengedapankan idealisme dalam hidupnya terutama dalam bidang pendidikan. Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat. Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana ‘Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung
Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan)