Suci Wulandari_ta Full Upload.pdf

  • Uploaded by: Suci Wulandari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Suci Wulandari_ta Full Upload.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 26,273
  • Pages: 145
No. TA 648/S1-TL/0718-P

ANALISIS KOMPARATIF PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK KOTA KITAKYUSHU DAN KOTA PADANG UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PADANG

TUGAS AKHIR

Oleh: SUCI WULANDARI 1410942031

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN – FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2018

ANALISIS KOMPARATIF PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK KOTA KITAKYUSHU DAN KOTA PADANG UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PADANG

TUGAS AKHIR Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata-1 pada Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas

Oleh: SUCI WULANDARI 1410942031

Pembimbing: Ir. SLAMET RAHARJO, Dr. Eng

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN – FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2018

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah:186)

untuk Allah Subhanahuwata’ala yang telah memilihkan takdir dan jalan ini Alhamdulillah ‘ala kulli hal

untuk mama dan untuk papa yang tak kenal lelah dan selalu sabar memelihara diri ini hingga kini

dan untuk semua raga yang tak bosan mendoakan Jazakumullah khairan

kupersembahkan tugas akhir ini sebagai saksi bisu dari sekian banyak kisah suka dan duka yang ku alami di sini, di negeri orang

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya mahasiswa Universitas Andalas yang bertanda tangan di bawah ini: Nama lengkap No. BP/NIM/NIDN Program Studi Fakultas Jenis Tugas Akhir

: Suci Wulandari : 1410942031 : Teknik Lingkungan : Teknik : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Andalas hak atas publikasi online Tugas Akhir saya yang berjudul: Analisis Komparatif Pengelolaan Sampah Domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang untuk Meningkatkan Kualitas Pengelolaan Sampah Kota Padang beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Universitas Andalas juga berhak untuk menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola, merawat, dan mempublikasikan karya saya tersebut di atas selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Padang Pada tanggal 23 Juli 2018 Yang menyatakan,

(Suci Wulandari)

* pilih sesuai kondisi ** termasuk laporan penelitian, laporan pengabdian masyarakat, laporan magang, dll

ABSTRAK Praktik pengelolaan sampah domestik Kota Padang masih menggunakan sistem kumpul-angkut-buang dengan hanya 5% pengolahan sampah yang dilakukan pada 65% sampah terkumpul. Kota Kitakyushu telah mengaplikasikan praktik pengelolaan sampah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan sampah yang ada sehingga persen pengolahan sampah kota tersebut mencapai 100%. Dengan melakukan analisis komparatif antara Kota Kitakyushu dan Kota Padang diperoleh kekurangan yang dimiliki Kota Padang. Sehingga dilakukan analisis SWOT untuk memperoleh strategi dan program yang tepat untuk menyusun skenario peningkatan kualitas pengelolaan sampah domestik Kota Padang. Skenario disusun berdasarkan 4 skenario yaitu skenario 0 yang merupakan kondisi eksisting, skenario 1 pengomposan, skenario 2 insinerasi dan skenario 3 anaerobik digester. Berdasarkan analisis Life Cycle Assessment, dilakukan pembobotan dari hasil normalisasi kategori dampak Global Warming Potential, Acidification Potential dan Eutrophication Potential yang menunjukkan bahwa skenario 0 memiliki bobot paling besar yaitu 1,58 x 10-9, skenario 1 memiliki bobot paling kecil yaitu 5,81 x 10-10, skenario 2 memiliki bobot 5,97 x 10-10 dan skenario 3 memiliki bobot 1,21 x 10-10. Dengan demikian, skenario 0 menjadi skenario terburuk dan tidak layak sedangkan skenario 1 menjadi skenario terbaik dan layak secara lingkungan. Kata Kunci: Analisis Komparatif; Life Cycle Assessment; Global Warming Potential; Acidification Potential; Eutrophication Potential

KATA PENGANTAR Alhamdulillahi robbil ‘alamin, tertuju syukur pada Allah Subhanahuwata’ala atas segala bala bantuan, rahmat dan hidayah-Nya untuk penulis sehingga tugas akhir ini selesai dengan penuh cerita. Sholawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Besar Muhammad Sholallahu’alaihi wasallam, Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa’ala ali Muhammad, semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung akan syafaat Beliau di yaumul hisab kelak. Perjuangan mengerjakan tugas akhir ini takkan lengkap tanpa kehadiran sosk-sosok yang selalu sedia mengulurkan tangan untuk membantu kelancaran proses yang penulis jalani. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala upaya yang telah diberikan oleh: 1.

Mama, Papa, Mas Pijai, Elok Riri, Uda Aziz, Uni Bunga, Dek Puja dan keluarga besar yang tanpa lelah memberikan dorongan moril dan materil kepada penulis;

2.

Bapak Ir. Slamet Raharjo, Dr. Eng, selaku dosen pembimbing dan ketua jurusan yang telah memberikan bimbingan serta ilmu pengetahuan kepada Penulis;

3.

Bapak Rizki Aziz, Ph.D, selaku koordinator Tugas Akhir dan dosen mata kuliah Life Cycle Assessment yang telah banyak membantu dan memberikan arahan;

4.

Bapak Taufiq Ihsan, MT, yang telah membimbing dan membantu penulis hingga dapat menjejakkan kaki di Kota Kitakyushu;

5.

Ibu Tivany Edwin, M.Eng sebagai dosen pembimbing akademik dan Ibu Ansiha Nur, MT sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan;

6.

Bapak Ibu dosen, tenaga pendidik, staf dan karyawan/ti jurusan Teknik Lingkungan;

7.

Ibu Indriyani Rachman, Bapak Hafizhul Khair, Uni Rahmi Utami, Bapak Toru Matsumoto, Mas Qiyam, Mas Apri Yamaguci-san serta teman satu laboratorium yang telah banyak membantu proses tugas akhir ini di Kota Kitakyushu;

i

8.

Mbak Caca yang telah bersedia menjadi teman sekamar satu bulan di Kota Kitakyuhu, Fakhitah, Gusti, Rositha, Mbak Alin, Mbak Maya, Mbak Rima, Sensei Siratsuchi, Sensei Toshio, Kura-san, serta ibu-ibu liqo dan tahsin yang telah banyak memberikan pengalaman berharga di Kota Kitakyushu;

9.

Amak, Randi, Umi, dan Keke atas segala doa dan dukungan tiada henti;

10. Kelompok Liqo yang senantiasa memberikan semangat baru di setiap pekannya; 11. Kak ilas yang selalu memberikan cerita perjuangan yang sangat memotivasi; 12. Kakak, abang, dan teman-teman Neo Telemetri yang tiada bosan berbagi pengalaman dan nasihat kehidupan; 13. Friendship Never End (FNE), Rani, Aulia, Yuyun, dan Mikel yang selalu ada untuk menyambut semua keluh kesah dan suka cita perjuangan ini; 14. Yuliana, ST yang tiada lelah memberikan petuah-petuah dan semangat meski tak lagi berdekatan; 15. Kak Zaty yang penuh dengan nasihat kebaikan; 16. Uni Reno Wulandari, ST yang telah bersedia menjadi notulis pada sidang tugas akhir penulis; 17. Kak Yeni dan Eca yang telah bersedia menjadi pengadopsi kenomadenan diri ini, Odi dan Icyna yang selalu setia membersamai dengan sabar dan penuh semangat, pengisi angin boneka dan balon ST, panitia penyambut kelulusan sidang tugas akhir, serta seluruh komponen DIVERGENT yang tak dapat diuraikan satu persatu namanya. Terima kasih untuk perjalanan hidup yang luar biasa ini; 18. Uda, uni, abang, kakak, adik, dan teman-teman yang pernah terlibat dalam kehidupan dan perjuangan penulis. Terima kasih atas semua waktu dan dukungan yang diberikan. Tiada manusia tanpa khilaf, hanya pada Allah Subhanahuwata’ala penulis mohon ampunan dan mengembalikan semua urusan. Mohon maaf atas segala ketidaksempurnaan. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat. Padang,

Juli 2018

Penulis

ii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR...........................................................................................i DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... I-1 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian .................................................................. I-2 1.3 Manfaat Penelitian .................................................................................... I-3 1.4 Ruang Lingkup ......................................................................................... I-3 1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................... I-4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah................................................................................... II-1 2.2 Klasifikasi Sampah .................................................................................. II-1 2.3 Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Sampah ..................................... II-4 2.3.1 Timbulan Sampah ............................................................................ II-4 2.3.2 Komposisi Sampah .......................................................................... II-6 2.3.3 Karakteristik Sampah....................................................................... II-7 2.4 Pengelolaan Sampah Kota........................................................................ II-9 2.4.1 Aspek Teknis ................................................................................. II-10 2.4.2 Aspek Non Teknis ......................................................................... II-31 2.5 Analisis Perbandingan Normatif ............................................................ II-33 2.5.1 Penelitian Terkait Analisis Perbandingan Pengelolaan Sampah ..... II-36 2.6 Life Cycle Assessment (LCA)................................................................. II-37 2.6.1 Definisi Tujuan dan Ruang Lingkup .............................................. II-38 2.6.2 Analisis Inventori .......................................................................... II-39 2.6.3 Penilaian Dampak .......................................................................... II-40 2.6.4 Interpretasi ..................................................................................... II-40 2.6.5 Software LCA ................................................................................ II-41 2.6.6 Penelitian Terkait LCA pada Pengelolaan Sampah ........................ II-44 2.7 Gambaran Umum Kota Kitakyushu dan Kota Padang ........................... II-47 2.7.1 Gambaran Umum Kota Kitakyushu ............................................... II-47 2.7.2 Gambaran Umum Kota Padang ..................................................... II-50 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum .................................................................................................... III-1 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. III-1 3.3 Tahapan Penelitian ................................................................................. III-1 3.3.1 Studi Literatur................................................................................ III-3

iii

3.3.2 Pengumpulan Data ......................................................................... III-3 3.3.3 Analisis komparatif ........................................................................ III-5 3.3.4 Analisis SWOT .............................................................................. III-6 3.3.5 Usulan Alternatif Skenario Pengelolaan Sampah Kota Padang ...... III-6 3.3.6 Analisis Skenario Terbaik .............................................................. III-7 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Umum .................................................................................................... IV-1 4.2 Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik ................................. IV-1 4.2.1 Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik Kota Kitakyushu .................................................................................... IV-1 4.2.2 Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik Kota Padang ......................................................................................... IV-30 4.3 Analisis Komparatif Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Kota Kitakyushu dan Kota Padang ................................................................ IV-35 4.4 Analisis SWOT Pengelolaan Sampah Kota Padang ............................. IV-37 4.5 Penyusunan Skenario Pengelolaan Sampah.......................................... IV-41 4.5.1 Skenario 0 .................................................................................... IV-43 4.5.2 Skenario 1 .................................................................................... IV-43 4.5.3 Skenario 2 .................................................................................... IV-46 4.5.4 Skenario 3 .................................................................................... IV-47 4.6 Analisis LCA Skenario Pengelolaan Sampah ....................................... IV-47 4.6.1 Goal and Scope Definition ........................................................... IV-47 4.6.2 Inventory Analysis........................................................................ IV-50 4.6.3 Impact Assessment ....................................................................... IV-54 4.6.4 Interpretation ...................................... Error! Bookmark not defined. 4.7 Rekomendasi Pengelolaan Sampah Domestik Kota Padang ............... Error! Bookmark not defined. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. V-1 5.2 Saran ....................................................................................................... V-1 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1

Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 2.24 Gambar 2.25 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.12 Gambar 4.13

Lima Jenis Pewadahan: (1) sampah B3; (2) sampah mudah terurai; (3) sampah dapat digunakan kembali; (4) sampah dapat didaur ulang; (5) sampah lainnya ................................... II-11 Pola Pengumpulan Sampah ...................................................... II-14 Alat Pengangkutan Sampah ...................................................... II-16 Pola Kontainer Angkat ............................................................. II-17 Pengangkutan dengan SCS Mekanis......................................... II-17 Pengangkutan dengan SCS Manual .......................................... II-18 Proses pencacahan sampah organik secara mekanis ................. II-20 Proses pemilahan sampah berdasarkan densitas sampah ........... II-21 Proses pemilahan sampah berdasarkan nilai magnetik .............. II-22 Proses pemilahan sampah berdasarkan nilai absorbansi............ II-22 Proses anaerobik pengolahan sampah ....................................... II-23 Proses aerobik pengolahan sampah........................................... II-24 Proses pengolahan sampah secara termal: (a) proses pengeringan; (b) proses pirolisis; (c) proses gasifikasi .............. II-26 Proses insinerasi pada pengolahan sampah secara termal ......... II-27 Proses plasma gasifikasi pada pengolahan sampah secara termal ....................................................................................... II-28 Ilustrasi Lahan Urug Saniter (Sanitary Landfill) ....................... II-29 Skema Pengolahan Landfill Gas ............................................... II-31 Diagram Rangkaian Kemungkinan Logis ................................. II-34 Museum Lingkungan ................................................................ II-48 Ecotown Center ........................................................................ II-48 Wind Power .............................................................................. II-49 Stand Pengolahan Awal Sampah Kaleng Minuman .................. II-49 Kegiatan Daur Ulang yang melibatkan Anak-Anak .................. II-50 Peta Wilayah Kota Padang ....................................................... II-51 Diagram Alir Tahapan Penelitian ............................................. III-2 Bagan Alir Proses Analisis Komparatif .................................... III-6 Tampilan Awal GaBi ................................................................ III-8 Tampilan Jendela Kerja ............................................................ III-8 Bagan Alir Tahapan LCA ........................................................III-12 Persentase Komposisi Jenis Sampah Domestik Kota Kitakyushu ............................................................................... IV-2 Contoh Sampah Dapur/Sisa Makanan ...................................... IV-4 Contoh Sampah Pakaian ........................................................... IV-4 Contoh Sampah Taman............................................................. IV-4 Contoh Sampah Tembikar/Keramik ......................................... IV-5 Sampah Kaleng Aluminium...................................................... IV-6 Sampah Botol Kaca .................................................................. IV-6 Kantong Sampah Kaleng dan Botol .......................................... IV-7 Sampah Botol Plastik PET........................................................ IV-7 Sampah Bungkus dan Plastik .................................................... IV-8 Kantong Sampah Bungkus dan Plastik Makanan ...................... IV-9

v

Gambar 4.14 Stasiun Pengumpulan Sampah di Apartemen .......................... IV-10 Gambar 4.15 Stasiun Pengumpulan Sampah di Asrama Mahasiswa ............ IV-10 Gambar 4.16 Stasiun Pengumpulan Sampah di Sekitar Rumah Masyarakat ............................................................................. IV-11 Gambar 4.17 Kotak Pengumpulan Sampah Lampu ...................................... IV-12 Gambar 4.18 Kotak Pengumpulan Sampah Kardus ...................................... IV-12 Gambar 4.19 Lokasi Pengumpulan Sampah Kertas ...................................... IV-13 Gambar 4.20 Proses Insinerasi Sampah Rumah Tangga ............................... IV-15 Gambar 4.21 Bangunan Insinerasi Shinmoji ................................................ IV-16 Gambar 4.22 Bangunan Insinerasi Kagosaki ................................................ IV-16 Gambar 4.23 Bangunan Insinerasi Hiagari ................................................... IV-16 Gambar 4.24 Proses Kompaksi Sampah Kaleng........................................... IV-17 Gambar 4.26 Alur Proses Pengolahan Botol Kaca ....................................... IV-18 Gambar 4.27 Bangunan Pengolahan Kaleng dan Botol Kaca ....................... IV-19 Gambar 4.28 Proses Kompaksi Botol Plastik PET ....................................... IV-19 Gambar 4.29 Hasil Pengolahan Botol Plastik PET menjadi Pellet dan Flakes ..................................................................................... IV-20 Gambar 4.30 Hasil Pengolahan Botol Plastik PET menjadi Produk Baru (1)................................................................................... IV-20 Gambar 4.30 Hasil Pengolahan Botol Plastik PET menjadi Produk Baru (2)................................................................................... IV-21 Gambar 4.31 Lokasi Pengolahan Sampah Bungkus dan Plastik ................... IV-21 Gambar 4.32 Balok-Balok Sampah Bungkus dan Plastik ............................. IV-22 Gambar 4.33 Bangunan Pengolahan Sampah Lampu ................................... IV-22 Gambar 4.34 Bangunan Pengolahan Minyak Goreng Bekas ........................ IV-23 Gambar 4.35 Bangunan Pengolahan Peralatan Rumah Tangga .................... IV-24 Gambar 4.36 Proses Sortir Manual Sampah Kertas ...................................... IV-24 Gambar 4.37 Hasil Kompaksi Sampah Kertas.............................................. IV-25 Gambar 4.38 Hauled Truck .......................................................................... IV-26 Gambar 4.39 Hibikinada Landfill (1) ........................................................... IV-26 Gambar 4.39 Hibikinada Landfill (2) ........................................................... IV-27 Gambar 4.39 Hibikinada Landfill (3) ........................................................... IV-27 Gambar 4.40 Struktur Reklamasi Residu Sampah ........................................ IV-28 Gambar 4.41 Skema Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik Kota Kitakyushu.............................................................................. IV-29 Gambar 4.42 Contoh Wadah Sampah Komunal Kota Padang 3 Jenis Pemilahan ............................................................................... IV-31 Gambar 4.43 Contoh Wadah Sampah Komunal Kota Padang Sampah Tercampur............................................................................... IV-31 Gambar 4.44 Kondisi Pewadahan Sampah Kota Padang .............................. IV-32 Gambar 4.45 Skema Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik Kota Padang .................................................................................... IV-34 Gambar 4.46 Diagram Skenario 0 ................................................................ IV-44 Gambar 4.47 Diagram Skenario 1 ................................................................ IV-45 Gambar 4.48 Diagram Skenario 2 ................................................................ IV-48 Gambar 4.49 Diagram Skenario 3 ................................................................ IV-49 Gambar 4.50 Diagram Skenario 0 pada Software GaBi .... Error! Bookmark not defined.

vi

Gambar 4.51 defined. Gambar 4.52 defined. Gambar 4.53 defined. Gambar 4.54 Gambar 4.56 Gambar 4.57 Gambar 4.58 Gambar 4.59 defined. Gambar 4.60 defined. Gambar 4.61 defined. Gambar 4.62 defined. Gambar 4.63 Gambar 4.64 Gambar 4.65 Gambar 4.66 Gambar 4.67 Gambar 4.68 Gambar 4.69 Gambar 4.70

Diagram Skenario 1 pada Software GaBi .... Error! Bookmark not Diagram Skenario 2 pada Software GaBi .... Error! Bookmark not Diagram Skenario 3 pada Software GaBi .... Error! Bookmark not Grafik Penilaian GWP ................... Error! Bookmark not defined. Grafik Penilaian EP ....................... Error! Bookmark not defined. Hasil Normalisasi .......................... Error! Bookmark not defined. Hasil Pembobotan .......................... Error! Bookmark not defined. Kontribusi Dampak GWP Skenario 0 .......... Error! Bookmark not Kontribusi Dampak GWP Skenario 1 .......... Error! Bookmark not Kontribusi Dampak GWP Skenario 2 .......... Error! Bookmark not Kontribusi Dampak GWP Skenario 3 .......... Error! Bookmark not Kontribusi Dampak AP Skenario 0 Error! Bookmark not defined. Kontribusi Dampak AP Skenario 1 Error! Bookmark not defined. Kontribusi Dampak AP Skenario 2 Error! Bookmark not defined. Kontribusi Dampak AP Skenario 3 Error! Bookmark not defined. Kontribusi Dampak EP Skenario 0 Error! Bookmark not defined. Kontribusi Dampak EP Skenario 1 Error! Bookmark not defined. Kontribusi Dampak EP Skenario 2 Error! Bookmark not defined. Kontribusi Dampak EP Skenario 3 Error! Bookmark not defined.

vii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.5 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8

Angka Timbulan Sampah Kota .....................................................II-5 Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber........................................II-6 Tipikal Komposisi Sampah Pemukiman (% berat basah) ..............II-7 Kriteria Umum Wadah Sampah ..................................................II-13 Perbandingan Software LCA .......................................................II-42 Narasumber dan Pertanyaan Wawancara .................................... III-3 Parameter Analisis Komparatif ................................................... III-4 Aliran Input dan Output pada software GaBi .............................. III-9 Faktor Pembobotan ................................................................... III-11 Jadwal dan Lokasi Pengumpulan Sampah Kota Kitakyushu ..... IV-13 Komposisi Sampah Domestik Kota Padang Tahun 2016 .......... IV-30 Analisis Komparatif .................................................................. IV-35 Analisis SWOT ......................................................................... IV-38 Strategi dan Turunan Porgram................................................... IV-39 Skenario pengelolaan sampah Kota Padang yang disusun ......... IV-41 Komposisi Sampah Domestik Kota Padang Tahun 2016 .......... IV-50 Data Inventori Dasar yang Digunakan pada Software GaBi (time frame 2023) ...................................................................... IV-51 Tabel 4.9 Data Inventori Konsumsi Energi dan Aliran Materi pada Pengolahan Sampah Domestik yang digunakan pada software GaBi (time frame 2023) .............................................. IV-52 Tabel 4.10 Aliran Energi.................................... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.11 Rekomendasi Pengelolaan Sampah Domestik Kota Padang .... Error! Bookmark not defined.

viii

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A LAMPIRAN B LAMPIRAN C LAMPIRAN D

Peraturan Terkait Laporan Hasil Wawancara Referensi Data Inventori Hasil Analisis Dampak

ix

I.

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah masih menjadi permasalahan pada banyak kota di Indonesia akibat terus meningkatnya timbulan sampah. Peningkatan timbulan sampah tersebut tiap tahunnya disebabkan pula oleh peningkatan jumlah penduduk dan pola konsumtif masyarakat (Badan Pusat Statistik, 2016). Rata-rata produksi sampah Indonesia mencapai 64 juta ton per tahunnya. 69% sampah tersebut dibawa ke tempat pemrosesan akhir (TPA). Selebihnya dilakukan pengolahan seperti pengomposan dan daur ulang (7,5%), dibakar (5%), ditimbun (10%) dan dibiarkan tanpa perlakuan (8,5%) (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017). Kota Padang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami hal demikian. Sebanyak 60% sampah dari total sampah yang dihasilkan Kota Padang akan berakhir di TPA, 5% dilakukan pengolahan berupa daur ulang dan pengomposan, selebihnya (35%) dibakar dan dibuang ke sungai oleh masyarakat (Raharjo dkk, 2013). Sungai-sungai besar di Kota Padang masih tercemar oleh timbulan sampah yang dibuang masyarakat. Hal tersebut menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah domestik yang baik (Republika, 2018). Konsep berfikir masyarakat yang tak acuh dalam pengelolaan sampah domestik dapat menimbulkan berbagai gejala lingkungan, seperti hilangnya estetika, bau, banjir dan beragam penyakit akibat sanitasi yang buruk karena sampah yang tidak dikelola dengan baik. Konsep berfikir ini sangat merugikan segala aspek kehidupan, terutama aspek kesehatan masyarakat. Kualitas kesehatan masyarakat dapat menurun secara kontinu jika sampah tidak dikelola dengan konsep pengelolaan sampah domestik yang benar. Selain kondisi budaya masyarakat, permasalahan yang dihadapi Kota Padang adalah sistem pengelolaan sampah domestik yang diterapkan masih belum maksimal. Sebagian besar sampah yang dihasilkan langsung dibuang ke Tempat

I-1

Pemrosesan Akhir (TPA). Sebagian besar sampah domestik maupun non domestik yang dihasilkan juga tidak dilakukan pemisahan dari sumber (Aziz dkk, 2016). Pengelolaan sampah domestik yang benar dan aplikatif sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan sampah yang berkembang di masyarakat. Kota Kitakyushu di Jepang merupakan salah satu kota yang berhasil menerapkan konsep pengelolaan sampah domestik yang benar dan menjadi salah satu kota terbaik dalam upaya pengelolaan sampah dan lingkungan di dunia. Sejak tahun 1970an, Kota Kitakyushu telah berhasil melayani pengumpulan sampah kota 100%. Teknologi yang memadai, peraturan yang ditaati serta pelibatan penuh masyarakat, industri, pemerintah dan instansi terkait telah menunjukkan perubahan yang signifikan pada Kota Kitakyushu. Meski menjadi kota Industri modern, kota ini telah berhasil mengelola beban pencemar terutama sampah dengan sangat baik. Sampah bukan lagi diangkut dan dibuang ke TPA, namun sampah akan menjadi beraneka ragam produk baru yang bermanfaat. Melihat dari keadaan tersebut di atas, maka dilakukan analisis komparatif pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dengan Kota Padang. Sehingga dapat diketahui bagian-bagian mana saja dari sistem pengelolaan sampah domestik Kota Padang yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Lalu digunakan analisis strength, weakness, opportunities dan threats (SWOT) untuk mengusulkan strategi dan program yang tepat dalam penyusunan skenario-skenario pengembangan pengelolaan sampah domestik di Kota Padang. Skenario-skenario yang disusun akan dinilai menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA) untuk melihat besaran dampak yang diakibatkan masing-masing skenario terhadap lingkungan. Skenario dengan dampak terkecil dipilih sebagai skenario terbaik untuk meningkatkan pengelolaan sampah domestik Kota Padang. 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah menetapkan skenario terbaik untuk memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan sampah domestik Kota Padang. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis dan membandingkan kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang;

I-2

2. Mengevaluasi kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik Kota Padang; 3. Menyusun usulan strategi dan program pengelolaan sampah domestik Kota Padang; 4. Menyusun beberapa skenario

untuk memperbaiki dan meningkatkan

pengelolaan sampah domestik Kota Padang; 5. Menilai dan memilih skenario terbaik untuk diterapkan di Kota Padang dengan menggunakan metode LCA; 6. Memberikan rekomendasi teknis dan non teknis untuk pengelolaan sampah domestik di Kota Padang. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah tersusunnya skenario terbaik pengelolaan sampah domestik yang dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait di Kota Padang. 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Analisis dan membandingkan kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang yang meliputi aspek teknis (pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir) dan aspek non teknis (peran serta masyarakat, peranan industri dan program minimasi sampah) dengan menggunakan analisis komparatif; 2. Evaluasi kondisi eksisting aspek teknis dan non teknis pengelolaan sampah domestik Kota Padang dengan menggunakan analisis SWOT; 3. Menyusun usulan strategi dan program pengelolaan sampah domestik Kota Padang berdasarkan hasil analisis SWOT; 4. Menyusun skenario-skenario pengelolaan sampah domestik Kota Padang dengan mengadopsi strategi dan program yang diusulkan; 5. Menilai skenario-skenario aspek teknis pengelolaan sampah domestik Kota Padang dengan menggunakan metode LCA dan software GaBi berdasarkan parameter Global Warming Potential, Acidification Potential, Eutrophication Potential serta aliran energi; 6. Merekomendasikan program teknis dan non teknis pengelolaan sampah domestik Kota Padang.

I-3

1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini ialah: BAB I

PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas pengertian sampah, klasifikasi sampah, timbulan, komposisi dan karakteristik sampah, pengelolaan sampah aspek teknis dan aspek non teknis, peraturan terkait sampah yang berlaku, teori analisis komparatif normatif, penelitian terbaru mengenai analisis komparatif pengelolaan sampah, teori LCA dan software LCA serta penelitian terbaru tentang pengelolaan sampah yang menggunakan metode tersebut.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan waktu dan tempat lokasi, serta tahapan penelitian yang meliputi studi literatur, pengumpulan data, analisis komparatif, analisis SWOT, penyusunan strategi dan program, penyusunan skenario-skenario, dan analisis skenario terbaik menggunakan metode LCA dan bantuan software GaBi.

BAB IV

PEMBAHASAN Berisikan gambaran umum kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang, analisis komparatif kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik kedua kota, analisis SWOT pengelolaan sampah domestik Kota Padang, usulan strategi dan turunan program, usulan skenario pengelolaan sampah domestik Kota Padang, analisis LCA serta rekomendasi.

BAB V

PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan tugas akhir dan saran untuk tugas akhir sejenis selanjutnya.

I-4

II.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah tersebut perlu dikelola untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah tersebut sebagai sumber daya (Presiden RI, 2008). Sampah ini terdiri atas bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna serta harus dikelola sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Badan Standardisasi Nasional, 2002). 2.2 Klasifikasi Sampah Sampah terbagi atas dua kelompok berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan manusia yaitu sampah domestik dan sampah non domestik. Sampah domestik merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan rutin sehari-hari manusia di rumah tangga yang berupa sampah sisa masak, bekas pembungkus dan lainnya. Sampah non domestik diartikan sebagai sampah yang dihasilkan dari kegiatan non rumah tangga seperti pasar, toko, hotel dan industri. Kegiatan non rumah tangga juga menghasilkan sampah domestik seperti yang dihasilkan oleh rumah tangga (Damanhuri dan Padmi, 2016). Tingkat kebahayaan sampah dapat dinilai dari pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Sampah juga dikelompokkan sebagai sampah tidak berbahaya dan sampah mengandung bahan berbahaya. Sampah tidak berbahaya ini berasal dari kegiatan penghasil sampah sejenis rumah tangga seperti pasar, rumah tangga, pertokoan, penyapuan jalan, taman, tempat-tempat umum lainnya dan sebagian industri. Sampah mengandung bahan berbahaya seperti sisa baterai, oli/ minyak rem mobil, sisa pemusnah nyamuk, sisa biosida tanaman, dan bahan lainnya yang dapat menyebabkan penyakit menular jika dibuang bersama dengan sampah biasa (Damanhuri dan Padmi, 2016).

II-1

Negara industri memiliki klasifikasi tersendiri untuk menjelaskan jenis-jenis sampah. Pengelompokkan sampah berdasarkan sumbernya di negara industri ialah sebagai berikut (Tchobanoglous dkk, 1993): 1. Pemukiman Pemukiman didefinisikan sebagai rumah atau apartemen. Jenis sampah yang dihasilkan yaitu sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit, sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga, dan beberapa sampah berbahaya seperti oli bekas dan pestisida untuk tanaman. 2. Daerah Komersial Daerah komersial meliputi pertokoan, rumah makan, pasar, perkantoran, hotel dan lainnya. Jenis sampah yang dihasilkan daerah komersial ini hampir sama dengan yang dihasilkan di pemukiman. 3. Institusi Institusi yang dimaksud ialah seperti sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan dan lainnya. Jenis sampah yang dihasilkan institusi kurang lebih sama dengan daerah komersial. 4. Puing Bangunan Puing bangunan ini meliputi pembuatan konstruksi, perbaikan jalan dan lainlain. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya berupa kayu, baja, beton, dan lainnya. 5. Fasilitas Umum Fasilitas umum seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat rekreasi dan lainlain. Jenis sampah yang dihasilkan diantaranya yaitu sampah kering, sampah taman, ranting, daun, dan debu. 6. Pengolah Limbah Domestik Pengolah limbah domestik yang dimaksud ialah instalasi pengolahan air minum, instalasi pengolahan air buangan, dan insinerator. Jenis sampah yang dihasilkan diantaranya lumpur hasil pengolahan, debu, dan sebagainya. 7. Kawasan Industri Jenis sampah yang dihasilkan di kawasan industri ini diantaranya yaitu sisa proses produksi, buangan non industri, dan lainnya.

II-2

8. Pertanian Jenis sampah yang dihasilkan di kawasan pertanian misalnya seperti daun-daun, sisa bagian tanaman yang tidak terpakai dan lainnya. Sampah secara sederhana dikelompokkan sebagai sampah organik (sampah basah, berupa residu kegiatan dapur) dan sampah anorganik (sampah kering, berupa botol, kertas dan plastik). Istilah tersebut tidak boleh dirancukan dengan mengaitkan maknanya pada unsur pembentuk komponen sampah, karena plastik dan kertas merupakan bahan organik secara unsur (Damanhuri dan Padmi, 2016). Sampah domestik berdasarkan penanganannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Damanhuri dan Padmi, 2016): 1. Mudah membusuk dan tidak mudah membusuk; 2. Mudah terurai dan tidak mudah terurai; 3. Mudah terbakar dan tidak mudah terbakar; 4. Dapat didaur-ulang dan tidak dapat didaur-ulang; 5. Berbahaya dan tidak berbahaya. Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah terbagi atas tiga kelompok, yaitu: 1. Sampah Rumah Tangga Sampah ini berasal dari kegiatan sehari-hari rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. 2. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Sampah jenis ini berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus fasilitas sosial, fasilitas umum, dan lainnya. 3. Sampah Spesifik Sampah spesifik merupakan sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Sampah tersebut ditimbulkan akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, dan sampah yang timbul secara tidak periodik.

II-3

Berdasarkan sumbernya, sampah yang dikelola oleh Pemerintah Kota/Kabupaten di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi (Damanhuri dan Padmi, 2016): 1. Sampah Kegiatan Rumah Tangga Sampah ini merupakan hasil dari kegiatan rumah tangga. Sampah yang dihasilkan berupa sisa makanan, plastik, kertas, karton, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-kadang sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Beberapa sampah yang juga dihasilkan namun jarang ditemui yaitu seperti mebel, barang elektronik bekas, kasur, sampah bahan berbahaya dan beracun (seperti baterai, lampu TL dan sisa obat-obatan). 2. Sampah Kegiatan Komersial Sampah ini berasal dari pertokoan, pusat perdagangan, pasar, hotel dan sejenisnya. Sampah yang biasa dihasilkan ialah sampah kertas, plastik, kayu, kaca, logam dan sisa makanan. 3. Sampah Industri dan Rumah Sakit Kawasan industri dan rumah sakit juga menghasilkan sampah sejenis sampah domestik seperti sisa makanan, kertas dan plastik. Jenis sampah yang lebih diperhatikan dalam pengelolaannya ialah sampah bahan berbahaya dan beracun yang dihasilkan oleh industri dan rumah sakit. 4. Sampah Penyapuan Jalan dan Taman Sampah ini bersumber dari jalan kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran drainase kota, dan fasilitas umum lainnya. Sampah yang dihasilkan berupa daun-daun, pasir, sampah umum dari pejalan kaki, pembungkus plastik, kertas, dan karton. Beberapa juga dimasukkan sampah dari sungai dan saluran drainase hujan. 2.3 Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Sampah 2.3.1 Timbulan Sampah Timbulan sampah adalah jumlah/banyaknya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat dan harus dikelola oleh suatu kota. Data timbulan sampah ini dapat diperoleh melalui pengukuran timbulan sampah suatu kota atau dari statistik persampahan yang disediakan kota tersebut. Data tersebut menjadi penentu

II-4

pengambilan kebijakan dalam perencanaan sistem pengelolaan sampah kota (Damanhuri dan Padmi, 2016). Timbulan sampah akan bervariasi pada tiap-tiap kota yang berbeda, negara satu dengan negara lainnya. Variasi tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya (Damanhuri dan Padmi, 2016): 1. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya; 2. Semakin tinggi tingkat hidup masyarakat, semakin besar timbulan sampahnya; 3. Musim buah-buahan akan menghasilkan sampah lebih banyak; 4. Cara hidup dan mobilitas masyarakat; 5. Debu hasil pembakaran alat pemanas meningkat pada musim dingin (di negara barat); 6. Cara penanganan makanan. Timbulan sampah juga dapat dipengaruhi oleh musim yang terjadi di suatu negara. Indonesia sebagai contohnya yang memiliki dua musim berbeda yaitu musim hujan dan musim kemarau. Timbulan sampah yang dihasilkan pada musim hujan akan berbeda dengan musim kemarau. Timbulan sampah dapat dinyatakan dalam satuan berat maupun satuan volume. Satuan berat dapat berupa kg/orang/hari, kg/m2/hari dan kg/bed/hari. Sedangkan satuan volume dapat berupa L/orang/hari, L/m2/hari dan L/bed/hari (Damanhuri dan Padmi, 2016). Apabila data pengamatan lapangan (pengukuran timbulan) belum diperoleh, maka dapat menggunakan angka timbulan yang diatur pada SNI 04-1993-03, tentang Standar Spesifikasi Timbuan Sampah untuk Kota Kecil dan Kota Sedang di Indonesia. Angka timbulan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1: Tabel 2.1 Angka Timbulan Sampah Kota No

Kriteria Kota

1 2

Kota Besar Kota Sedang/Kecil

Satuan Timbulan L/orang/hari kg/orang/hari 3,0 – 4,5 0,4 – 0,6 1,5 – 3,0 0,2 – 0,4

Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 1993

II-5

Besarnya timbulan sampah dapat diklasifikasikan pula berdasarkan sumbernya yang dapat dilihat pada Tabel 2.2: Tabel 2.2 Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber No

Komponen Sumber Sampah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Rumah Permanen Rumah Semi Permanen Rumah Non Permanen Kantor Toko/Ruko Sekolah Jalan Arteri Sekunder Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Pasar

Satuan

Volume (liter)

Berat (kg)

orang/hari orang/hari orang/hari pegawai/hari petugas/hari murid/hari m/hari m/hari m/hari m2/hari

2,25 – 2,50 2,00 – 2,25 1,75 – 2,00 0,50 – 0,75 2,50 – 3,00 0,10 – 0,15 0,10 – 0,15 0,10 – 0,15 0,05 – 0,10 0,20 – 0,60

0,350 – 0,400 0,300 – 0,350 0,250 – 0,300 0,025 – 0,100 0,150 – 0,350 0,010 – 0,020 0,020 – 0,100 0,010 – 0,050 0,005 – 0,025 0,100 – 0,300

Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 1993

2.3.2 Komposisi Sampah Komposisi merupakan salah satu cara mengelompokkan sampah. Komposisi biasanya dinyatakan dalam % berat-basah. Indonesia hingga saat ini masih menggunakan satuan % volume-basah, sehingga untuk membandingkannya dengan negara lain diperlukan konversi terlebih dahulu (Damanhuri dan Padmi, 2016). Setiap negara memiliki metode yang berbeda dalam pengelompokkan sampah berdasarkan komposisi. Indonesia mengelompokkan komposisi sampah menjadi sembilan jenis berdasarkan SNI 19-3964-1995 yaitu: 1.

Sampah makanan;

2.

Kayu dan sampah taman;

3.

Kertas dan karton;

4.

Tekstil dan produk tekstil;

5.

Karet dan kulit;

6.

Plastik;

7.

Logam;

8.

Gelas;

9.

Bahan inert, abu dan lainnya;

10. Sampah berbahaya.

II-6

Dengan mengetahui komposisi sampah, dapat ditentukan cara pengolahan yang tepat dan efisien sehingga dapat diterapkan proses pengolahannya. Komposisi dan sifat-sifat sampah akan menggambarkan keanekaragaman aktivitas yang dilakukan manusia. Tipikal komposisi sampah yang didasarkan atas tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 2.3: Tabel 2.3 Tipikal Komposisi Sampah Pemukiman (% berat basah) Komposisi

Pemukiman Low income

Pemukiman Midle income

Pemukiman High income

1-10

15-40

15-40

1-10

1-10

4-10

1-5 1-5 1-5 1-5 1-5 40-85 1-40

1-5 2-6 2-10 20-65 1-30

3-13 2-10 2-10 20-50 1-20

Kertas Kaca, keramik Logam Plastik Kulit, karet Kayu Tekstil Sisa makanan Lain-lain

Sumber: Damanhuri dan Padmi, 2016

Faktor yang mempengaruhi komposisi sampah antara lain (Damanhuri dan Padmi, 2016): 1.

Cuaca;

2.

Frekuensi pengumpulan;

3.

Musim;

4.

Tingkat sosial ekonomi;

5.

Kemasan produk.

Besaran komposisi sampah ini akan bergantung pada jenis hunian yang digunakan. Jika hunian merupakan jenis hunian untuk keluarga dengan anggota keluarga yang banyak, maka komposisi sampah khususnya sampah sisa makanan yang akan dihasilkan akan lebih besar pula (Damanhuri dan Padmi, 2016). 2.3.3 Karakteristik Sampah Karakteristik sampah merupakan informasi mengenai ciri fisika dan kimia dari sampah yang diamati. Karakteristik ini menjadi salah satu pertimbangan dalam

II-7

menentukan pengelolaan yang tepat untuk suatu timbulan sampah (Damanhuri dan Padmi, 2016). Karakteristik sampah berdasarkan analisisnya dibagi atas tiga kategori yaitu: 1. Karakteristik Fisika Komponen-komponen dalam karakteristik fisika yang diukur ialah sebagai berikut (Damanhuri dan Padmi, 2016): a. Densitas Densitas atau kepadatan merupakan rasio antara berat (basah) dan volume (basah) sampah. Nilai densitas sampah di Indonesia akan tinggi jika sedang dalam musim hujan. b. Kadar Air Kadar air merupakan jumlah/banyaknya kandungan air yang ada pada sampah. Kadar air dinyatakan dalam presen berat kering atau persen berat basah. Kadar air ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh iklim, cuaca, curah hujan dan kelembapan. Kadar air dapat dihitung melalui proses penimbangan. c. Kadar Volatil Kadar volatil adalah jumlah materi yang menguap dari sampah yang diamati. Materi yang mudah menguap contonya hidrokarbon, hidrogen, karbon monoksida, karbon dioksida dan gas lainnya. Semakin tinggi kadar volatil maka semakin besar kemungkinan materi menguap (hilang) saat proses pemanasan. d. Kadar Abu Kadar abu merupakan jumlah materi yang tidak menguap saat pemanasan sampah. Abu ini dapat megurangi kapasitas pembakaran, terjadinya penyumbatan, dan mempengaruhi efisiensi kinerja pembakaran. Kadar abu dinyatakan dalam persen rasio berat sampah yang tersisa. e. Karbon Tetap (Fixed Carbon) Karbon tetap merupakan jumlah kehilangan berat pada pemanasan mencapai 950OC.

II-8

f. Nilai Kalor Nilai kalor merupakan besaran untuk menggambarkan kalor yang dikandung dari sebuah bahan. Semakin tinggi nilai kalor, maka bahan tersebut semakin mudah terbakar. Nilai kalor ini dibutuhkan dalam penentuan pengolahan insinerator terbaik. g. Ukuran Partikel Pengamatan secara fisik terhadap ukuran dan distribusi partikel dianggap merupakan hal yang penting, terutama dalam usaha pemisahan (separate) menggunakan alat baik manual maupun mekanis. 2. Karakteristik Kimia Biasanya, dalam karakteristik kimia ini akan diukur komponen-komponen berikut (Damanhuri dan Padmi, 2016): a. Karbon Organik Penetapan nilai karbon ini dilakukan dalam kondisi asam. Nilai C dibutuhkan dalam penentuan rasio C/N dalam pengomposan. b. Nitrogen Organik Nitrogen organik (N-Organik) akan diubah terlebih dahulu menjadi Namoniak melalui mineralisasi. Sehingga akhirnya akan diperoleh nilai N. Nilai N ini sangat dibutuhkan untuk perhitungan rasio nilai C/N. 3. Karakteristik Kimia Unsur Penyusun Kimia unsur penyusun yang dianalisis dalam pengarakteristikan meliputi C, H, O, N, S dan P. Dari nilai karakteristik ini, dapat disusun rumus kimia sampah yang akan digunakan untuk menghitung reaksi kimia sampah hingga penentuan kebutuhan oksigen (Damanhuri dan Padmi, 2016). 2.4 Pengelolaan Sampah Kota Pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste Management) merupakan upaya yang dilakukan meliputi segala aktivitas untuk mengelola sampah yang dihasilkan masyarakat. Tujuan dasar dari pengelolaan sampah terpadu fokus pada kesehatan publik dan lingkungan serta meningkatkan keinginan masyarakat dalam mendaur-guna dan mendaur-ulang material sampah (Tchobanoglous dkk, 1993).

II-9

Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dilakukan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan dan asas nilai ekonomi. Tujuan dari pengelolaan sampah ini yaitu untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya (Presiden RI, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah kota diantaranya yaitu (Badan Standardisasi Nasional, 2002): 1. Kepadatan dan penyebaran penduduk; 2. Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi; 3. Timbulan dan karakteristik sampah; 4. Budaya sikap dan perilaku masyarakat; 5. Jarak dari sumber sampah ke tempat pemrosesan akhir sampah; 6. Rencana tata ruang dan pengembangan kota; 7. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah; 8. Biaya yang tersedia; 9. Peraturan daerah setempat. Keberhasilan dalam upaya pengelolaan sampah tidak hanya bergantung terhadap aspek teknis, namun juga aspek non teknis. Aspek teknis pengelolaan sampah meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Sedangkan aspek non teknis meliputi peraturan/hukum, kelembagaan/organisasi, pembiayaan dan peran serta masyarakat (Damanhuri dan Padmi 2010). 2.4.1 Aspek Teknis Aspek teknis merupakan aspek yang mengatur pengelolaan sampah secara teknis mulai dari sumber sampah hingga ke pemrosesan akhir sampah. Teknis pengaturan pengelolaan sampah yang diadopsi oleh Indonesia ialah sebagai berikut:

II-10

1. Pewadahan Pewadahan berasal dari kata wadah yang diartikan sebagai tempat untuk menyimpan sampah sementara di sumber sampah. Pewadahan berarti suatu kegiatan menampung sampah sementara dalam suatu wadah individual atau komunal di tempat sumber sampah dengan mempertimbangkan jenis-jenis sampah sebelum sampah dikumpulkan, dipindahkan, diangkut, diolah dan dilakukan pemrosesan akhir sampah di TPA. Pewadahan memiliki tujuan utama yaitu menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga berdampak buruk kepada kesehatan, kebersihan lingkungan dan estetika. Selain itu, pewadahan juga bertujuan untuk memudahkan dalam proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan petugas pengumpul sampah (Menteri Pekerjaan Umum, 2013). Persyaratan jenis-jenis sampah (pemilahan) terbagi atas paling sedikit lima jenis sampah yaitu (Menteri Pekerjaan Umum, 2013): 1.

Sampah bahan berbahaya dan beracun (B3);

2.

Sampah mudah terurai;

3.

Sampah dapat digunakan kembali;

4.

Sampah dapat didaur ulang;

5.

Sampah lainnya (residu). 1

2

3

4

5

Gambar 2.1 Lima Jenis Pewadahan: (1) sampah B3; (2) sampah mudah terurai; (3) sampah dapat digunakan kembali; (4) sampah dapat didaur ulang; (5) sampah lainnya Sumber: Menteri Pekerjaan Umum, 2013

II-11

Pewadahan terbagi atas dua pola, yaitu (Menteri Pekerjaan Umum, 2013): 1. Pola pewadahan individual Pewadahan individual diperuntukkan untuk daerah pemukiman tinggi dan daerah komersial. Bentuk maupun jenisnya dapat beragam. Dapat berupa plastik, logam, kayu, bambu, maupun rotan, sesuai dengan kemampuan pengadaan pemiliknya. 2. Pola pewadahan komunal Pewadahan komunal diperuntukkan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman kota dan jalan pasar. Bentuknya sama seperti pewadahan individual hanya saja pengadaan dan pengelolaannya dilakukan oleh instansi tertentu, namun wadah dapat digunakan secara umum. Sarana pewadahan yang digunakan harus mempertimbangkan volume sampah, jenis sampah, penempatan, jadwal pengumpulan sampah dan juga jenis sarana pengumpulan dan pengangkutan yang akan digunakan. Sarana pewadahan tersebut harus memenuhi kriteria berikut ini (Menteri Pekerjaan Umum, 2013): 1. Kedap air; 2. Mudah dibersihkan; 3. Harga terjangkau; 4. Ringan dan mudah diangkut; 5. Bentuk dan warna estetis; 6. Memiliki tutup supaya higienis; 7. Mudah diperoleh; 8. Volume pewadahan untuk sampah yang dapat digunakan ulang, untuk sampah yang dapat didaur ulang, dan untuk sampah lainnya minimal 3 hari serta 1 hari untuk sampah yang mudah terurai. Kriteria jenis wadah, kapasitas, kemampuan pelayanan, dan umur wadah menurut SNI 19-2454-2002 dapat dilihat pada Tabel 2.4:

II-12

Tabel 2.4 Kriteria Umum Wadah Sampah Jenis Kontainer

Kapasitas (L)

Kantong Bin Bin Bin Kontainer Kontainer Bin

10 – 40 40 120 240 1.000 500 30 – 40

Pelayanan

Umur Kontainer

1 KK 1 KK 2 – 3 KK 4 – 6 KK 80 KK 40 KK Pejalan kaki, taman

2 – 3 hari 2 – 3 tahun 2 – 3 tahun 2 – 3 tahun 2 – 3 tahun 2 – 3 tahun 2 – 3 tahun

Keterangan

Komunal Komunal

Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2002

2. Pengumpulan Pengumpulan sampah adalah kegiatan mengambil dan memindahkan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R. Kegiatan pengumpulan ini dilakukan oleh pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersil, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya serta pemerintah kota/kabupaten. Sampah yang dikumpulkan tidak boleh dicampur kembali setelah dilakukannya pemilahan dan pewadahan. Pengumpulan sampah yang dilakukan didasarkan atas dua persiapan, yaitu (Menteri Pekerjaan Umum, 2013): 1. Pengaturan jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah dan sumber sampah; 2. Penyediaan sarana pengumpul sampah terpilah. Teknis pengumpulan sampah dari sumber sampah dapat dilakukan dengan dua metode utama yaitu (Menteri Pekerjaan Umum, 2013): 1. Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau mobil bak terbuka bersekat dikerjakan sebagai berikut: a. Pengumpulan sampah dari sumbernya minimal 2 (dua) hari sekali; b. Masing-masing jenis sampah dimasukkan ke masing-masing bak di dalam alat pengumpul atau atur jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah; c. Sampah dipindahkan sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS 3R. 2. Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau mobil bak terbuka tanpa sekat dikerjakan sebagai berikut:

II-13

a. Pengumpulan sampah yang mudah terurai dari sumbernya minimal 2 (dua) hari sekali lalu diangkut ke TPS atau TPS 3R; b. Pengumpulan sampah yang mengandung bahan B3 dan limbah B3, sampah guna ulang, sampah daur ulang, dan sampah lainnya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak swasta. Sampah akan dikumpulkan dengan lima pola pengumpulan yaitu (Menteri Pekerjaan Umum, 2013): 1. Pola individual tidak langsung (dari rumah ke rumah) 2. Pola individual langsung (menggunakan truk untuk jalan dan fasilitas umum), 3. Pola komunal langsung (untuk pasar dan daerah komersil), 4. Pola komunal tidak langsung (untuk pemukiman padat) 5. Pola penyapuan jalan. Alat pengumpulan yang digunakan dapat berupa gerobak motor dan truk. Jenis sarana pengumpulan yang diatur terdiri atas TPS, TPS3R dan/atau alat pengumpul untuk sampah terpilah. Skema pola pengumpulan sampah dapat dilihat pada Gambar 2.2:

Gambar 2.2 Pola Pengumpulan Sampah Sumber: Menteri Pekerjaan Umum, 2013

II-14

Sarana maupun prasarana yang digunakan harus sesuai dengan kriteria yang diberikan Menteri Pekerjaan Umum (2013). Jenis dan volume sarana pengumpulan sampah ini harus disesuaikan dengan kondisi daerah setempat, jadwal pengumpulan juga harus dilaksanakan seperti yang telah ditetapkan, serta semua teknis pengerjaan harus memenuhi ketentuan dan pedoman yang berlaku. Sarana pengumpulan sampah ini dapat berupa TPS, TPS 3R maupun alat pengumpul untuk memilah sampah. 3. Pemindahan dan Pengangkutan Pemindahan dan pengangkutan sampah merupakan kegiatan operasi yang dimulai dari titik pengumpulan terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampai ke TPA atau TPST pada pengumpulan dengan pola individual langsung atau dari tempat pemindahan/penampungan sementara (TPS, TPS 3R, SPA) atau tempat penampungan komunal sampai ke tempat pengolahan/pemrosesan akhir (TPA/TPST). Pemindahan dan pengangkutan ini merupakan tanggung jawab dari pemerintah kota atau kabupaten, sedangkan pelaksana boleh jadi pengelola kebersihan dalam suatu kawasan atau wilayah, badan usaha maupun kemitraan. Pelaksana akan bergantung pada struktur organisasi yang ada di wilayah bersangkutan (Menteri Pekerjaan Umum, 2013). Sampah terpilah pada saat pemindahan dan pengangkutan tidak diperkenankan dicampur kembali. Pemindahan dan pengangkutan sampah terpilah dapat dilakukan melalui (Menteri Pekerjaan Umum, 2013): 1. Pengaturan jadwal sesuai dengan jenis sampah terpilah dan sumber sampah; 2. Penyediaan sarana sampah terpilah. Faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengangkutan sampah yaitu (Menteri Pekerjaan Umum, 2013): 1. Pola pengangkutan; 2. Jenis peralatan atau sarana pengangkutan; 3. Rute pengangkutan; 4. Operasional pengangkutan; 5. Aspek Pembiayaan.

II-15

Alat pengangkut yang diatur untuk digunakan meliputi dump truck, arm roll truck, compactor truck dan trailer truck. Pola pengangkutan sampah terbagi atas dua sistem yaitu sistem kontainer angkat (Hauled Container System/ HCS) dan sistem kontainer tetap (Stationary Container System/ SCS) yang dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Menteri Pekerjaan Umum, 2013).

a) Dump Truck

b) Armroll Truck

c) Compactor Truck

d) Trailer Truck

Gambar 2.3 Alat Pengangkutan Sampah Sumber: Menteri Pekerjaan Umum, 2013

a. Sistem Kontainer Angkat (Hauled Container System = HCS) Pengumpulan sampah dengan sistem kontainer angkat, pola pengangkutan yang digunakan dengan sistem pengosongan kontainer dapat dilihat pada Gambar 2.4

II-16

Gambar 2.4 Pola Kontainer Angkat Sumber: Menteri Pekerjaan Umum, 2013

b. Sistem Pengangkutan dengan Kontainer Tetap (Stationary Container System = SCS) Sistem ini digunakan untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truk kompaktor secara mekanis atau manual seperti pada Gambar 2.5:

Gambar 2.5 Pengangkutan dengan SCS Mekanis Sumber: Menteri Pekerjaan Umum, 2013

II-17

Gambar 2.6 Pengangkutan dengan SCS Manual Sumber: Menteri Pekerjaan Umum, 2013

4. Pengolahan Pengolahan sampah adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi, dan atau jumlah sampah. Proses pengolahan sampah ini dilakukan di fasilitas pengolahan sampah seperti TPS3R, SPA ataupun TPST dan dapat pula memanfaatkan Bank Sampah dengan melibatkan masyarakat. Berikut ialah pemaparan dari masingmasing fasilitas pengolahan sampah yang diatur di Indonesia: a. TPS3R TPS3R merupakan tempat pengolahan sampah dengan prinsip reduce, reuse, dan recycle. Kegiatan yang dilakukan meliputi penampungan sampah, pemilahan sampah, pengolahan sampah organik dan pendaurulangan sampah non organik, pengolahan sampah spesifik rumah tangga dan bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta pengumpulan sampah residu pengolahan ke kontainer yang akan diangkut ke TPA. Kegiatan TPS3R ini mencakup skala kawasan (Menteri Pekerjaan Umum, 2013). Pemisahan sampah yang dapat dilakukan di TPS3R ini yaitu sampah B3 rumah tangga, sampah kertas, plastik, logam/kaca dan sampah organik. Sampah kertas, plastik, logam/kaca akan digunakan sebagai bahan daur ulang sedangkan sampah organik akan digunakan sebagai bahan baku kompos (Menteri Pekerjaan Umum, 2013). Sampah yang didaur ulang akan dimanfaatkan untuk barang-barang kerajinan dan sebagian lain dipasarkan melalui kerja sama dengan pihak penampung atau

II-18

industri pemakai. Sampah yang dikompos merupakan sampah organik yang terdiri atas sampah dapur dan dedaunan. Metode pengomposan yang dilakukan dapat berupa open windrow maupun caspary. Produk kompos tersebut harus memenuhi parameter kompos yang baik dianalisis melalui warna, rasio C/N, kadar NPK dan logam berat. Produk kompos dapat dipasarkan melalui kerja sama dengan pihak koperasi dan dinas terkait seperti dinas pertamanan dan dinas pertanian (Menteri Pekerjaan Umum, 2013). b. SPA SPA merupakan stasiun peralihan yang menjadi sarana pemindahan sampah dari alat angkut kecil ke alat angkut yang lebih besar yang dapat dilengkapi dengan fasilitas pengolahan. Sampah yang ditangani di SPA ini ialah sampah sejenis sampah rumah tangga yang diperbolehkan dalam kondisi bercampur maupun residu pengolahan. Pengolahan yang dilakukan yaitu pemilahan dan pemadatan. Sampah pada SPA ditentukan tidak boleh didiamkan di SPA selama lebih dari 24 jam (Menteri Pekerjaan Umum, 2013). c. Bank Sampah Bank Sampah merupakan tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang dan diguna ulang yang memiliki nilai ekonomis. Bank sampah ini menuntut peran serta masyarakat dalam menyetor sampah yang bernilai ekonomis. Sistem yang dianut pada bank sampah ialah sistem tabungan. Masyarakat yang menyetor sampahnya ke bank sampah akan disubstitusi dengan uang dalam bentuk tabungan. Tabungan tersebut dapat diambil paling cepat tiga bulan setelah mendaftar dan terus menabung (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2012). Tabungan dapat berupa tabungan biasa, tabungan pendidikan, tabungan lebaran dan tabungan sosial. Tabungan kolektif dapat dibuat jika masyarakat terdaftar secara berkelompok seperti kegiatan arisan, pengajian, dan pengurus masjid. Adapun jenis sampah yang dapat ditabung meliputi sampah kertas, sampah plastik dan logam serta sampah lainnya yang masih memiliki nilai ekonomi (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2012).

II-19

d. TPST TPST dapat pula disebut sebagai material recovery facility (MRF) merupakan tempat berlangsungnya kegiatan pemisahan dan pengolahan sampah secara terpusat. Kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan pada TPST ini ialah pengolahan lebih lanjut sampah yang telah dipilah di sumbernya, pemisahan dan pengolahan langsung komponen sampah kota, dan peningkatan mutu produk recovery/recycling (Menteri Pekerjaan Umum, 2013). Proses pengolahan sampah yang diatur dalam lampiran ini meliputi proses pengolahan sampah secara fisik, secara biologi dan secara kimia termal (Menteri Pekerjaan Umum, 2013): 1. Pengolahan sampah secara fisik Proses pengolahan sampah secara fisik, biasanya digunakan sebagai proses pendahuluan dari sebuah rangkaian proses pengolahan sampah. Proses fisik yang dapat dilakukan di antaranya: a. Proses pencacahan Proses ini ditujukan untuk memperkecil ukuran partikel sampah dan memperluas bidang permukaan sentuh sampah. Proses pencacahan dapat mereduksi volume hingga mencapai 3 kali lipat atau densitas sampah meningkat 3 kali lipat melalui proses ini. Kebutuhan energi untuk proses ini mencapai 3 MJ/ton sampah. Proses ini dapat dikatakan menjadi proses wajib sebelum sampah diolah lebih lanjut dengan proses kimia termal atau biologi, karena reduksi ukuran partikel akan selalu meningkatkan kinerja proses lanjut yang akan dipilih. Gambar 2.7 menunjukkan proses pencacahan sampah secara mekanik.

Gambar 2.7 Proses pencacahan sampah organik secara mekanis Sumber: Nugroho, 2018

II-20

b. Proses pemilahan berdasarkan nilai massa jenis/densitas Merupakan proses yang bertujuan untuk memilah berbagai jenis sampah berdasarkan densitasnya, yang umumnya dilakukan untuk sampah plastik. Proses ini dapat dilakukan melalui proses peniupan (dengan menggunakan semburan udara pada laju alir tertentu) atau menggunakan proses sentrifugasi (dengan mengalirkan sampah plastik pada aliran berbentuk heliks, sehingga sampah plastik dengan densitas tertentu dapat terpisahkan). Gambar 2.8 menunjukkan

proses

pemilahan

sampah

berdasarkan

nilai

massa

jenis/densitas.

Sampah Masuk

Udara Keluar

Fraksi Ringan

Cyclone Pemisah

Aliran Udara

Pemutar Udara Fraksi Berat

Fraksi Ringan

Gambar 2.8 Proses pemilahan sampah berdasarkan densitas sampah Sumber: Richard, 2015

c. Proses pemilahan berdasarkan nilai magnetik Umumnya dilakukan untuk pemilahan sampah logam, dengan mengikat logam pada magnet berukuran besar, yang dapat berupa magnet permanen atau magnet tidak permanen (elektromagnetik). Sampah logam yang bersifat feromagnetik dan non feromagnetik dapat dipisahkan pada proses ini. Gambar 2.9 menunjukkan proses pemilahan sampah berdasarkan nilai magnetik.

II-21

Sampah Masuk

Laminator Aliran

Saluran Pemisahan

Blade Pemisah

Magnet

Gambar 2.9 Proses pemilahan sampah berdasarkan nilai magnetik Sumber: Ouden, 2015

d. Proses pemilahan berdasarkan nilai absorbansi/transmitansi Merupakan proses yang bertujuan untuk memilah sampah gelas, berdasarkan perbedaan nilai transmitansi gelombang cahaya yang diarahkan. Sebuah hamparan cahaya dengan panjang gelombang tertentu diemisikan kepada sampah gelas yang akan dipilah. Gelombang cahaya tersebut akan direfleksikan kembali oleh sampah gelas dan ditangkap oleh sebuah sensor. Sensor akan menentukan tingkat refleksi gelombang yang dihasilkan dan diterjemahkan oleh suatu program komputasi untuk penentuan jenis sampah gelas, yang akan dilanjutkan dengan proses pemilahan sesuai dengan yang diprogramkan. Gambar 2.10 menunjukkan proses pemilahan sampah berdasarkan nilai absorbansinya.

Sumber Cahaya Sumber Cahaya

Sensor Aliran Sampah

Material

Material

Tersisihkan

Lulus Sensor

Gambar 2.10 Proses pemilahan sampah berdasarkan nilai absorbansi Sumber: EMS, 2013

II-22

2. Proses pengolahan sampah secara biologi Proses ini banyak dipilih karena dianggap lebih berwawasan lingkungan dan menimbulkan dampak lingkungan yang relatif lebih kecil. Merupakan suatu proses yang memanfaatkan mikroorganisme/bioproses, maka proses ini bercirikan kepada sistem kontrol yang lebih rumit dan waktu detensi yang panjang. Proses pengolahan secara biologi terdiri dari: a. Proses anaerobik Merupakan proses oksidasi parsial untuk mereduksi volume dan daya cemar sampah dengan bantuan mikroorganisme anaerobik dalam kondisi ketiadaan oksigen (udara). Proses oksidasi parsial ini akan mengunci nilai kalor pada senyawa produk dari proses tersebut, di antaranya gas hidrogen (H2), gas metana (CH4), etanol (C2H5OH), isopropanol (C3H7OH), dan butanol (C4H9OH). Saat ini, aplikasi untuk proses anaerobik lebih banyak ditujukan untuk menghasilkan gas metana, karena ketersediaan mikroorganisme penghasil gas metana, Methanogens, yang lebih berlimpah di alam, dapat bersimbiosis dengan mikroorganisme lain (tidak membutuhkan kultur murni), dan relatif tahan terhadap perubahan kondisi reaktor. Gambar 2.11 menunjukkan proses anaerobik pengolahan sampah.

Fermentasi anaerobik oleh mikroorganisme mengasilkan biogas

Air Sampah makanan dari sumber

Fermentasi Anaerobik

Biogas dengan kandungan metan yang tinggi digunakan untuk memproduksi listrik Pengolahan Biogas

Pemadat sampah

Listrik Dihasilkan

Material Biodegradable Sampah makanan

Bakal Listrik

Gambar 2.11 Proses anaerobik pengolahan sampah Sumber: En, 2015

II-23

b. Proses aerobik Merupakan proses oksidasi parsial untuk mereduksi volume dan daya cemar sampah dengan bantuan mikroorganisme aerobik dalam kondisi keberadaan oksigen (udara). Proses oksidasi parsial ini memiliki nilai oksidasi yang lebih tinggi ketimbang proses anaerobik, meskipun masih akan dihasilkan kompos padat dan kompos cair (tanpa produksi gas bio). Gambar 2.12 menunjukkan proses aerobik pengolahan sampah.

Panas

Gas CO2

Uap Air

Sampah Makanan Kompos

Proses Pengomposan Kompos Kompos

Pengadukan

Oksigen

Digunakan untuk keperluan taman dan pertanian

Mikroorganisme Aerobik

Gambar 2.12 Proses aerobik pengolahan sampah Sumber: Baguio, 2018

3. Pengolahan sampah secara kimia termal Proses pengolahan ini bertujuan untuk mereduksi volume sampah dan daya cemar sampah, dengan tingkat oksidasi yang lebih tinggi ketimbang proses fisika dan proses biologi. Umumnya dilakukan dengan eskalasi temperatur, sehingga kandungan air pada sampah akan berkurang (menguap) dan akhirnya mengalami proses pembakaran. Berdasarkan tingkat oksidasinya, pengolahan secara termal terdiri dari: a. Proses pengeringan Proses ini ditujukan untuk mereduksi volume dan daya cemar sampah melalui penguapan air yang terkandung dalam sampah. Umumnya diawali dengan proses pencacahan untuk meningkatkan kinerja penguapan, dengan temperatur kerja 105-120OC dan waktu tinggal 1-2

II-24

jam. Proses ini akan menghasilkan sampah dengan volume yang tereduksi (hingga mencapai 20% volume sebagai residu padat akhir). Sampah yang telah mengalami reduksi volume tersebut, juga akan mengalami reduksi kadar air dan peningkatan nilai kalor sampah, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif berbentuk padat. Seringkali residu tersebut dibuat menjadi briket (Refuse Derived Fuel/RDF) untuk penyeragaman bentuk dan ukuran. Gambar 2.13 menunjukkan proses pengeringan pada pengolahan sampah secara termal. b. Proses pirolisis Proses ini ditujukan untuk mereduksi volume (hingga mencapai 30% volume sebagai residu padat akhir) dan daya cemar sampah melalui penguapan air dan senyawa volatil yang terkandung dalam sampah, tanpa kehadiran oksigen sebagai oksidator. Umumnya diawali dengan proses pencacahan untuk meningkatkan kinerja penguapan air dan senyawa volatil, dengan temperatur kerja 200-550OC dan waktu tinggal 0,5-2 jam. Proses ini akan menghasilkan senyawa yang memiliki nilai kalor dalam wujud padat/char, wujud cair/tar, dan wujud gas/syngas (karbon dioksida, karbon monoksida, hidrogen, dan hidrokarbon ringan) pada proses oksidasi parsial. Gambar 2.13 menunjukkan proses pirolisis pada pengolahan sampah secara termal. c. Proses gasifikasi Proses ini ditujukan untuk mereduksi volume (hingga mencapai 20% volume sebagai residu padat akhir) dan daya cemar sampah melalui penguapan air dan senyawa volatil yang terkandung dalam sampah, dengan kehadiran oksigen terbatas (substoikiometrik) sebagai oksidator. Umumnya diawali dengan proses pencacahan untuk meningkatkan kinerja penguapan air dan senyawa volatil, dengan temperatur kerja 700 - 1.000OC dan waktu tinggal 0,5-1 jam. Proses oksidasi parsial (namun memiliki tingkat oksidasi lebih tinggi ketimbang proses pirolisis) akan menghasilkan senyawa berwujud gas yang memiliki nilai kalor/syngas

II-25

(karbon dioksida, karbon monoksida dan hidrogen). Gambar 2.13 menunjukkan proses gasifikasi pada pengolahan sampah secara termal.

H2 O

Arang dan Tar

H2O dan CO2

Biomassa

Biomassa

Gas dan Arang

Panas

Panas tanpa O2

O2 (Udara)

(a) Proses Pengeringan

(b) Proses Pirolisis

(c) Proses Gasifikasi

Gambar 2.13 Proses pengolahan sampah secara termal: (a) proses pengeringan; (b) proses pirolisis; (c) proses gasifikasi Sumber: Chompipat, 2016

d. Proses insinerasi Proses ini ditujukan untuk mereduksi volume (hingga mencapai 10% volume sebagai residu padat akhir) dan daya cemar sampah melalui penguapan air dan senyawa volatil yang terkandung dalam sampah, dengan kehadiran oksigen berlebih (superstoikiometrik) sebagai oksidator. Umumnya diawali dengan proses pencacahan untuk meningkatkan kinerja penguapan air dan senyawa volatil, dengan temperatur kerja 700 - 1.200OC dan waktu tinggal 0,5-1 jam. Proses oksidasi yang relatif sempurna akan dihasilkan gas yang tidak memiliki nilai kalor, berupa gas karbon dioksida, belerang di/ trioksida, nitrogen mono/ dioksida, serta abu yang relatif bersifat stabil/ inert. Gambar 2.14 menunjukkan proses insinerasi pada pengolahan sampah secara termal.

II-26

Sistem Injeksi

Boiler

Pengendalian Pencemaran Udara

Hopper

Ruang Simpan Sampah Ke cerobong

Kolam Sampah

Pengumpulan Abu

Udara Combustion

Clinker Recovery

Pompa Piston

Gambar 2.14 Proses insinerasi pada pengolahan sampah secara termal Sumber: Suez, 2018

e. Proses plasma gasifikasi Proses ini ditujukan untuk mereduksi volume (hingga mencapai 5% volume sebagai residu padat akhir) sampah melalui penguapan air dan senyawa volatil yang terkandung dalam sampah, dengan kehadiran oksigen

terbatas

(substoikiometrik)

sebagai

oksidator,

serta

disempurnakan dengan tekanan udara tinggi (dimampatkan) dan tegangan listik/voltase tinggi. Proses ini akan menghasilkan plasma yang berwarna kebiruunguan. Umumnya diawali dengan proses pencacahan untuk meningkatkan kinerja penguapan air dan senyawa volatil, dengan temperatur kerja 2.000 - 14.000OC dan waktu tinggal 0,5-1 jam. Proses oksidasi parsial (namun memiliki tingkat oksidasi lebih tinggi ketimbang proses pirolisis, gasifikasi, dan insinerasi) akan menghasilkan senyawa berwujud gas yang memiliki nilai kalor/syngas (karbon dioksida, karbon monoksida, dan hidrogen) dengan kemurnian sangat tinggi dan abu yang sangat stabil. Gambar 2.15 menunjukkan proses plasma gasifikasi pada pengolahan sampah secara termal.

II-27

Syngas Keluar

Sampah masuk Udara (O2)

Udara (O2) Sumber Plasma

Sumber Plasma pengumpulan logam dan bijih besi

Gambar 2.15 Proses plasma gasifikasi pada pengolahan sampah secara termal Sumber: 360Recycling, 2015

5. Pemrosesan akhir Residu pengolahan maupun sampah yang tidak bisa lagi diolah akan diangkut ke tempat pemrosesan akhir sampah (TPA). Pemrosesan akhir sampah ini disediakan dan dioperasikan oleh pemerintah kota atau kabupaten setempat. Lokasi TPA dipilih dengan pertimbangan tertentu, di antaranya yaitu (PP No. 81 tahun 2012): 1. Geologi; 2. Hidrogeologi; 3. Kemiringan zona; 4. Jarak dari lapangan terbang; 5. Jarak dari permukiman; 6. Tidak berada di kawasan lindung atau cagar alam; 7. Bukan merupakan daerah banjir periode ulang 24 (dua puluh lima) tahun Pemrosesan akhir sampah ini memiliki tiga jenis metode utama yaitu (Presiden RI, 2012): 1. Metode lahan urug terkendali Metode lahan urug terkendali (controlled landfill) merupakan metode pengurugan di areal pengurugan sampah, dengan cara dipadatkan dan ditutup dengan tanah penutup sekurang-kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini

II-28

merupakan metode yang bersifat antara, sebelum mampu menerapkan metode lahan urug saniter (sanitary landfill). 2. Metode lahan urug saniter Metode lahan urug saniter (sanitary landfill) merupakan metode yang menerapkan saranan pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis, dengan penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan serta penutupan sampah setiap hari. Ilustrasi dari lahan urug saniter dapat dilihat pada Gambar 2.16. Truk Pengumpul Sampah Bulldozer Lapisan Penutup Akhir

Tanah Dasar

Area Operasi Sampah terkompaksi Lapisan Penutup Harian

Gambar 2.16 Ilustrasi Lahan Urug Saniter (Sanitary Landfill) Sumber: Nizar, 2011

3. Teknologi ramah lingkungan TPA dilengkapi dengan fasilitas dasar, fasilitas penunjang, fasilitas operasi dan fasilitas perlindungan lingkungan. Adapun fasilitas-fasilitas tersebut terdiri atas (Presiden RI, 2012): 1. Fasilitas dasar Fasilitas dasar yang dimaksud dapat berupa jalan masuk, listrik atau genset, drainase, air bersih, pagar dan kantor. 2. Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang misalnya bengkel, garasi, tempat pencucian alat angkut dan alat berat, alat pertolongan pertama pada kecelakaan, jembatan timbang, laboratorium dan tempat parkir.

II-29

3. Fasilitas perlindungan lingkungan Fasilitas perlindungan lingkungan ini terdiri atas lapisan kedap air, saluran pengumpul dan instalasi pengolahan lindi, wilayah penyangga, sumur uji atau pantau, dan penanganan gas. 4. Fasilitas operasi Fasilitas operasi ini seperti alat berat serta truk pengangkut sampah dan tanah. TPA ini wajib memiliki 4 (empat) aktivitas utama yaitu pemilahan sampah, daur ulang sampah non hayati, pengomposan sampah hayati dan pengurugan sampah. Selain itu, TPA juga dilengkapi dengan instalasi pengendalian lindi dan gas yang dihasilkan dari hasil pengurugan sampah (Menteri Pekerjaan Umum, 2013). 5.1 Pengolahan Landfill Gas LFG atau Landfill Gas merupakan gas yang dihasilkan dari dekomposisi sampah organik di lahan urug. LFG terdiri atas 50% metan dan 50% karbon dioksida serta beberapa senyawa organik yang bukan metan. Gas metan ini memiliki potensi pemanasan global 28 - 36 kali lebih besar dibandingkan dengan karbon dioksida (EPA, 2018). Landfill sampah kota merupakan penyumbang emisi gas metan ketiga terbesar di Amerika Serikat. Hal tersebut menunjukkan bahwa hilangnya kesempatan untuk mengumpulkan metan dan menggunakannya sebagai sumber energi. Metan diproduksi besar-besaran secara anaerobik ketika sampah telah tersimpan di lahan urug kurang dari satu tahun (EPA, 2018). Upaya minimasi lepasnya gas metan ke udara dapat dilakukan dengan tambahan fasilitas pengolahan gas metan pada lahan urug. Pengolahan tersebut meliputi pengumpulan LFG dengan menggunakan perpipaan vertikal dan horizontal yang dibangun di lahan urug, lalu LFG diolah dan dikonversi sehingga menjadi energi yang dapat digunakan pada keperluan pipa gas, bahan bakar kendaraan, energi listrik dan lainnya. Gambar 2.17 menunjukkan skema sederhana dari pengolahan LFG (EPA, 2018).

II-30

Gambar 2.17 Skema Pengolahan Landfill Gas Sumber: EPA, 2018

2.4.2 Aspek Non Teknis Aspek non teknis merupakan aspek pendukung terjalankannya dengan baik aspek teknis operasional pengelolaan sampah. Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing aspek non teknis menurut Damanhuri dan Padmi (2010): 1. Peraturan atau Hukum Aspek peraturan didasarkan pada fakta bahwa Indonesia adalah negara hukum. Setiap lapis kehidupan akan berlaku hukum-hukum yang akan mengikatnya. Pengelolaan sampah kota di Indonesia pun begitu, butuh kekuatan dari hukum agar dapat dijalankan dengan baik. Adapun peraturan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah kota ialah segala aturan yang mengatur tentang: a. Ketertiban umum mengenai penanganan sampah; b. Rencana induk pengelolaan sampah; c. Bentuk lembaga dan organisasi pengelola; d. Tata cara penyelenggaraan pengelolaan;

II-31

e. Besaran tarif jasa pelayanan (retribusi); f. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait (Pemerintah atau Swasta) 2. Kelembagaan atau Organisasi Aspek organisasi ataupun kelembagaan merupakan kegiatan multidisiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen mengenai aspek ekonomi, sosial, budaya dan kondisi fisik wilayah kota dan memperhatikan pihak yang dilayani yaitu masyarakat kota. Rancangan dan bentuk organisasi disesuaikan dengan peraturan pemerintah yang membinanya, pola sistem operasional yang diterapkan, kapasitas kerja sistem, serta lingkup pekerjaan dan tugas yang harus ditangani. Di Indonesia, pengelolaan sampah secara formal diarahkan oleh Departemen Pekerjaan Umum sebagai departemen teknis yang membina langsung pengelolaan sampah kota. Bentuk-bentuk institusi yang menjalankannya dapat berupa Seksi Kebersihan di bawah Dinas Pekerjaan Umum, Unit Pelaksana Teknik Dinas, Dinas Kebersihan maupun Perusahaan Daerah Kebersihan. 3. Pembiayaan Aspek pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar roda sistem pengelolaan sampah kota dapat bergerak lancar. Komponen pembiayaan ini terdiri atas biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, biaya manajemen, biaya pengembangan, serta biaya penyuluhan dan pembinaan masyarakat. Selanjutnya, sistem pengelolaan sampah kota di Indonesia dapat mencapai ‘pembiayaan sendiri’ dengan kata lain mandiri dengan menyangkut aspek-aspek sebagai berikut: a. Proporsi APBN/APBD pengelolaan sampah (retribusi dan biaya pengelolaan sampah); b. Proporsi komponen biaya untuk gaji, transportasi, pemeliharaan, pendidikan dan pengembangan serta administrasi; c. Proporsi antara retribusi dengan pendapatan masyarakat; d. Struktur dan penarikan retribusi yang diberlakukan. Retribusi pengelolaan sampah merupakan bentuk konkrit partisipasi masyarakat dalam membiayai program pengelolaan sampah kota. Bentuk penarikan ini

II-32

dibenarkan pelaksanaannya jika dipungut oleh badan formal yang memiliki kewenangan dalam bidang pengelolaan sampah. 4. Peran serta masyarakat Peran serta masyarakat sangat penting, karena tanpa adanya partisipasi masyarakat sebagai penghasil sampah, program pengelolaan sampah tidak akan berjalan dengan baik dan dapat dikatakan sia-sia. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menarik simpati dan menjadikan masyarakat dapat berpartisipasi adalah membuat persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah menjadi lebih baik, membuat kebijakan sesuai dengan faktor sosial struktur dan budaya setempat, serta mengadopsi kebiasaan dalam pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat sejauh ini. Beberapa masalah yang sering dihadapi terkait peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah ialah sebagai berikut: a. Tingkat penyebaran penduduk yang tidak merata; b. Keinginan masyarakat untuk menjaga lingkungan belum melembaga; c. Belum ada pola baku bagi pembinaan masyarakat yang dapat dijadikan pedoman pelaksanaan; d. Masih banyak pengelola kebersihan yang belum mencantumkan penyuluhan dalam programnya; e. Kekhawatiran pengelolaan bahwa inisiatif masyarakat tidak akan sesuai dengan konsep pengelolaan sampah yang ada. 2.5 Analisis Perbandingan Normatif Analisis perbandingan normatif (normative comparison) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam membandingkan objek penelitian. Metode ini memiliki tujuan bukan hanya untuk mendapatkan data bagaimana keadaan suatu objek namun juga bagaimana kondisi seharusnya objek tersebut. Metode ini sangat penting dalam mendefinisikan pandangan subjektif dari orang-orang yang bisa memberikan usulan perbaikan (Routio, 2007). Jika ingin mendefinisikan bagaimana keadaan awal yang akan diperbaiki atau ditingkatkan, dapat menggunakan beberapa rangkaian kemungkinan logis yang

II-33

menjadi penyebab terjadinya keadaan awal tersebut. Diagram tiga rangkaian kemungkinan logis dengan 3 variasi titik awal dapat dilihat pada Gambar 2.18 (Routio, 2007): Titik Awal: Keadaan Sekarang (Variasi 1)

Mencontoh Keadaan di tempat lain (Variasi 2) Usulan atau Tujuan yang Ingin Dicapai (Variasi 3)

Titik Akhir

Mempersiapkan Ajuan

Menilai Ajuan

Gambar 2.18 Diagram Rangkaian Kemungkinan Logis Sumber: Routio, 2007

Variasi Pertama. Titik awal dimulai dengan keadaan sekarang (present state). Proses analisis terdiri dari mendeskripsikannya secara obyektif dan mengevaluasi secara subjektif kebutuhan untuk mengembangkannya. Akhirnya, sebuah ajuan dibuat tentang bagaimana masalah atau kelemahan yang ada dapat diperbaiki. Jika menggunakan pendekatan ini, akan menghemat bagian-bagian yang berguna dari keadaan sekarang dan hanya mengganti bagian-bagian yang tidak dapat digunakan.

Pendekatan

ini

sering

digunakan

saat

mengembangkan

aktivitas manusia, dan juga dalam pengembangan produk bila produk yang ada tersedia sebagai titik tolak (Routio, 2007). Variasi kedua. Keadaan yang dicari sudah ada di tempat lain, setidaknya sebagian, dan targetnya adalah mewujudkannya keadaan yang lebih baik dengan mereplikasi poin yang pernah diaplikasikan di tempat lain. Ini bisa berarti memodifikasi objek penelitian awal, atau menciptakan objek, atau objek baru yang lebih baik atau sebanding. Kedua kasus tersebut dimungkinkan untuk mengambil kasus atau contoh unggulan yang ada, sebagai titik awal dalam analisis normatif. Pendekatan ini memiliki prosedur logis tidak jauh berbeda dengan alternatif ‘Variasi Pertama’, yang disebutkan sebelumnya. Hal ini juga memungkinkan untuk mengambil lebih dari satu contoh sebagai titik awal, dan dalam hal ini targetnya

II-34

adalah menggabungkan keadaan-keadaan terbaik dari objek percontohan (Routio, 2007). Variasi

ketiga

yang

sering

digunakan

adalah

memulai

analisis

dari

deskripsi keadaan ideal, yang mungkin dapat dibangun berdasarkan preferensi subyektif dari suatu kelompok. Titik awal juga mencakup batasan dan tujuan yang diketahui untuk aktivitas tersebut, seperti ekologi atau ekonomi. Pendekatan ini dapat digunakan, jika tidak ada model atau contoh umum yang dapat digunakan sebagai dasar acuan memodifikasi keadaan eksisting, atau sebagai pelengkap pendekatan ‘Variasi Pertama’ dan ‘Variasi Kedua’ (Routio, 2007). Tahapan melakukan Normative Comparison ialah sebagai berikut (Routio, 2007): 1. Peneliti mencatat secara obyektif keadaan yang ada, mungkin dengan metode pengumpulan data deskriptif; 2. Peneliti mengumpulkan pendapat tentang keadaan terkini dari sumber-sumber yang memiliki informasi terkait objek komparasi; 3. Peneliti menyiapkan alternatif untuk memperbaiki keadaan terkini; 4. Alternatif ini dievaluasi berdasarkan tahap 2; 5. Atas dasar evaluasi tersebut, peneliti memodifikasi alternatifnya; 6. Dua fase terakhir diulang sampai sebuah alternatif ideal ditemukan. Metode yang umum untuk mengembangkan sejumlah besar alternatif ialah (Routio, 2007): 1. Mulai dari ide berdasarkan keadaan yang ada; 2. Acak, ide di luar keadaan yang ada. Jika akan menghasilkan berbagai macam alternatif, dapat menggunakan keadaan eksisting objek sebagai titik awal. Alternatif yang dihasilkan merupakan modifikasi dari keadaan eksisting objek bukan alternatif yang benar-benar baru. Metode ini dapat melakukan modifikasi sebagai berikut (Routio, 2007): 1. Memperbesar: menambahkan sesuatu, memperbanyak, memperkuat, membuat lebih lama, lebih tinggi, lebih tebal, lebih berat, lebih kuat atau lebih cepat; 2. Memperkecil: keluarkan sesuatu, buat lebih ringan, lebih pendek, lebih lambat; 3. Membalikkan; 4. Membelah atau menggabungkan;

II-35

5. Menunda atau melakukannya sekarang; 6. Menyembunyikan atau menekankan; 7. Mengkhususkan atau menyamaratakan; 8. Mengganti: apa, siapa dan bagaimana; 9. Mengubah strukturnya: urutan, tata letak, ritme, tempo, tingkat. 2.5.1 Penelitian Terkait Analisis Perbandingan Pengelolaan Sampah Berikut adalah beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode analisis perbandingan terhadap pengelolaan sampah: 1. Analisis komparatif terhadap pengelolaan sampah di 20 kota (David dkk., 2012) Pengelolaan sampah yang bervariasi tiap kota di berbagai negara diteliti konsistensinya dan sejauh mana pencapaiannya. Peneiltian ini menggunakan acuan Integrated Solid Waste Management untuk menganalisis pengelolaan sampah yang dilakukan di 20 kota yang diamati. Analisis komparatif pertama-tama dilihat dari data timbulan dan komposisi sampah. Masing-masing kota akan dibuatkan diagram alir proses untuk melihat sistem-sistem yang bekerja dalam pengelolaan sampah. Penelitian ini membandingkan beberapa poin utama yaitu pengumpulan, pemrosesan akhir, kondisi lingkungan, kebijakan dan pembiayaan. Hasil penelitian ini berbentuk ringkasan perbandingan pengelolaan sampah masingmasing kota sehingga kota-kota lainnya yang belum mencapai kondisi pengelolaan sampah yang diinginkan, pada masing-masing poin utama yang diamati, dapat meningkatkan upayanya dengan belajar dari kota yang telah dianggap berhasil. 2. Analisis Komparatif Pengelolaan Sampah Kota di Cina (Mian dkk., 2016) Penelitian ini menggambarkan dua strategi pengelolaan sampah kota di Cina pada masa lalu dan masa sekarang. Komparasi yang dilakukan yaitu antara pengelolaan sampah kota di Cina dan kota berkembang dan kota maju lainnya. Analisis komparatif dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang terjadi dan mengevaluasi keefektifan kinerja dari pengelolaan sampah kota yang telah dilakukan.

II-36

Pengelolaan sampah yang dibandingkan mempertimbangkan persentase komposisi sampah dan penanganan yang dilakukan. Hasil dari analisis komparatif ini akan diambil kondisi dan sistem pengelolaan terbaik yang tidak berdampak negatif untuk diaplikasikan di Cina. 2.6 Life Cycle Assessment (LCA) Life Cycle Assessment, yang selanjutnya disingkat sebagai LCA, merupakan sebuah teknik untuk menilai aspek lingkungan dan dampak potensial yang berhubungan dengan sebuah sistem produk. LCA dapat dilakukan dengan mengumpulkan inventori yang sesuai dengan input dan output sistem produk, mengevaluasi dampak lingkungan potensial berdasarkan input dan output, serta menginterpretasi hasil analisis inventori dan penilaian dampak yang berhubungan dengan tujuan dari studi (NSF International, 1997). Sistem produk didefinisikan sebagai kumpulan dari material dan energi yang dilibatkan dalam unit proses. Produk dimaksud bukan hanya produk (benda), namun juga dapat diartikan sebagai proses atau sistem. Kategori umum dari dampak lingkungan membutuhkan pertimbangan penggunaan sumber daya, pengaruhnya terhadap kesehatan manusia dan juga lingkungan (NSF International, 1997). LCA dapat digunakan dalam tujuan mengidentifikasi adanya kesempatan untuk meningkatkan aspek lingkungan dari produk pada titik-titik yang berbeda dalam daur hidupnya. Selain itu, LCA dapat membantu industri, pemerintah maupun organisasi non pemerintahan dalam pengambilan keputusan seperti rencana strategis, penyusunan skala prioritas, desain dan pendesainan kembali produk maupun proses (NSF International, 1997). Semua teknik memiliki batasan tersendiri, begitu pula LCA. Berikut adalah batasan yang harus dipahami mengenai LCA: 1. Pilihan sifat dasar dan asumsi yang dibuat pada LCA (seperti batasan sistem, pilihan sumber data, dan kategori dampak) dapat bersifat subjektif; 2. Model yang digunakan untuk analisis inventori atau untuk menilai dampak lingkungan dibatasi oleh asumsi masing-masing pengguna LCA dan tidak pula tersedia untuk seluruh dampak potensial yang ada;

II-37

3. Hasil dari LCA yang fokus kepada masalah global maupun regional tidak dapat digantikan dengan kondisi atau permasalahan lokal saja, dengan kata lain, permasalahan lokal belum tentu mewakili masalah global ataupun regional; 4. Adanya variasi karakteristik dari masing-masing kategori dampak akibat adanya ketidakpastian pada hasil penilaian dampak. Tahapan LCA terdiri atas empat tahapan yaitu pendefinisian tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, penilaian dampak, dan interpretasi (NSF International, 1997). 2.6.1 Definisi Tujuan dan Ruang Lingkup Tahapan ini merupakan tahapan utama dan teramat penting dari LCA. Tahapan ini harus mendeskripsikan secara jelas dan konsisten mengenai batasan dari permasalahan yang akan dianalisis menggunakan LCA (NSF International, 1997). Tujuan studi LCA harus dijabarkan dengan sangat jelas mengenai aplikasinya, alasan dipilihnya studi ini, dan kepada siapa studi ini ditujukan (contonya: untuk pemegang kekuasaan atau pemerintah). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dideskripsikan dengan sangat jelas dalam pendefinisian ruang lingkup LCA. Beberapa hal tersebut meliputi (NSF International, 1997): 1. Kegunaan dari Sistem produk; 2. Unit Fungsional; 3. Sistem produk yang menjadi bahan studi; 4. Batasan sistem produk; 5. Prosedur alokasi; 6. Jenis dampak, metodologi penilaian dampak, penafsiran yang digunakan 7. Data yang dibutuhkan; 8. Asumsi yang digunakan; 9. Limitasi; 10. Data kualitatif awal yang diperlukan; 11. Jenis dan format laporan yang akan dibuat. Ruang lingkup ini akan menunjukkan seberapa dalam dan rinci studi LCA yang akan dilakukan oleh peneliti serta keterkaitannya dengan tujuan yang telah didefinisikan sebelumnya (NSF International, 1997).

II-38

2.6.2 Analisis Inventori Analisis inventori meliputi pengumpulan data dan prosedur perhitungan input dan output sistem produk. Input dan output yang dimaksud dapat berupa penggunaan energi dan pelepasan ke udara, air dan tanah yang berkaitan dengan sistem. Penafsiran dapat digambarkan dari data yang diperoleh, tergantung dari tujuan dan ruang lingkup yang ditetapkan sebelumnya. Data tersebut juga merupakan input pada tahapan selanjutnya yaitu penilaian dampak (NSF International, 1997). Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan pada analisis inventori: 1. Menentukan batasan lingkungan pada sistem; 2. Membuat diagram alir proses pada sistem; 3. Mendeskripsikan kategori data; 4. Menentukan kriteria input dan output yang akan dilibatkan pada sistem; 5. Menambahkan data kualitatif; 6. Memasukkan data pada unit proses; 7. Memvalidasikan data; 8. Menentukan metode perhitungan dampak. Analisis inventori sangat diperlukan sekali adanya data inventori. Data ini akan digunakan dalam penilaian dampak pada tahapan berikutnya. Data inventori dapat diperoleh dari software LCA yang digunakan. Namun, jika software LCA tidak memiliki inventori data yang lengkap terhadap apa yang akan dianalisis, dapat ditambahkan data inventori dengan mengadopsi referensi dari penelitian serupa terdahulu atau melalui buku data inventori. Referensi yang dapat digunakan untuk melengkapi data inventori yang berkaitan dengan pengelolaan sampah ialah sebagai berikut: 1. Buku Integrated Solid Waste Management: Life Cycle Inventory yang ditulis oleh P.R. White, M.Franke dan P.Hindle pada 1995; 2. Jurnal Life-Cycle Inventory of Municipal Solid Waste and Yard Waste Windrow Composting in the United States oleh Dimitris P. Komilis dan Robert K. Ham pada 2004;

II-39

3. Jurnal Life Cycle Assessment (LCA) of waste management strategies: Landfilling, sorting plant and incineration oleh Fransesca Cerubini, Silvia Bargigli, dan Sergio Ulgiati pada 2008; 4. Artikel Composting Process Model Documentation dan Anaerobic Process Model Documentation oleh James W. Levis dan Morton A. Barlaz pada 2013. 2.6.3 Penilaian Dampak Tahapan penilaian dampak bertujuan untuk mengevaluasi signifikansi dari dampak lingkungan potensial menggunakan hasil dari analisis inventori. Secara umum, proses ini melibatkan hubungan data inventori dengan dampak lingkungan spesifik serta mencoba memahami dampak-dampak tersebut. Tingkat kerincian, pilihan evaluasi dampak dan metodologi yang digunakan bergantung pada tujuan dan ruang lingkup studi yang dijabarkan sebelumnya (ISO 14040). Berikut adalah hal yang dilakukan pada tahapan penilaian dampak: 1. Memilih kategori dampak; 2. Memilih metode karakteristik dampak; 3. Mengklasifikasikan dampak; 4. Mengkarakterisasi dampak; 5. Melakukan normalisasi dan/atau pembobotan. 2.6.4 Interpretasi Interpretasi merupakan tahapan LCA yang menyimpulkan hasil analisis inventori dan penilaian dampak. Interpretasi ini dapat berupa simpulan dan juga rekomendasi untuk pengambilan kebijakan selanjutnya. Interpretasi diperlukan karena pada tahapan ini semua proses LCA dan hasilnya ditafsirkan dengan kesimpulan yang mewakili sehingga lebih mudah untuk dipahami oleh pembaca. Berikut adalah tahapan yang dapat dilakukan pada interpretasi: 1. Mengevaluasi hasil penilaian dampak dengan uji kelengkapan dan uji konsistensi; 2. Menganalisis hasil penilaian dampak dengan analisis kontribusi dampak; analisis sensitivitas dan ketidakpastian serta analisis gangguan dari luar sistem 3. Menyimpulkan dan memberikan rekomendasi

II-40

2.6.5 Software LCA Penilaian daur produk ataupun sistem dengan menggunakan metode LCA juga digunakan software LCA untuk membantu perhitungan dampak lingkungan yang akan diakibatkan dari daur poduk atau sistem itu sendiri. Beberapa software LCA yang dapat digunakan yaitu SimaPro, OpenLCA, Umberto NXT dan GaBi. Keempat contoh software LCA tersebut dapat diperoleh secara berbayar hingga cuma-cuma. Biasanya, perusahaan dagang software tersebut akan memberikan kemudahan (tidak perlu membeli software) bagi para civitas akademika dalam mendapatkan software ini untuk keperluan pendidikan. SimaPro merupakan software LCA yang dikembangkan oleh Perusahaan Pre Consultants, Belanda, sejak 25 tahun yang lalu. Lisensi SimaPro bersifat berbayar namun dapat menjadi gratis jika dilakukan pengajuan akses untuk pendidikan. SimaPro dapat mengakses format database ecoSpold atau csv. Metode penilaian dampak yang dapat digunakan pada SimaPro amat beragam CML-IA, EDIP 2003, EPD 2013, ILCD 2011, ReCipe, BEES+, TRACI 2.1, Cumulative Energy Demand, Cumulative Exergy, Ecological footprint, Ecosystem Damage Potential, Greenhouse Gas Protocol, IPCC 2013, USEtox, Water footprint, Ecological Scarcity, IMPACT 2002+ dan EPS 2000. Beberapa sumber menyatakan bahwa SimaPro handal dalam “product assessment” pada LCA. OpenLCA merupakan salah satu software LCA yang bersifat gratis dengan akses terbuka yang dikembangkan oleh Perusahaan Green Delta, Jerman. OpenLCA dapat mengakses format database ILCD, ecoSpold v1, v2, csv, Excel dan JSONLD. Metode penilaian dampak yang dapat digunakan pada OpenLCA meliputi CML 2001, eco-indicator 99, ecological scarcity, EDIP 2003, ILDC 2011, ReCipe 8, TRACI 2.0, EPA dan USEtox. Banyak sumber yang menyarankan penggunaan OpenLCA karena kemudahannya dalam akses pemakaian (gratis). Umberto NXT merupakan software LCA berbayar yang dikembangkan oleh iFu Hamburg GmbH, Jerman. Format database software ini biasanya adalah excel. Metode penilaian dampak yang dapat digunakan pada Umberto NXT di antaranya yaitu CML 2001, cumulative energy demand, eco-indicator 99, ecological footprint, ecological scarcity, ecosystem damage potential dan EDIP. Banyak

II-41

pengguna yang menyarankan penggunaan Umberto NXT jika memiliki modal yang besar untuk membeli lisensinya. Umberto NXT dinilai sebagai software yang handal dalam “process assessment”. GaBi merupakan software LCA yang berbayar namun dapat diakses dengan cumacuma untuk keperluan pendidikan. GaBi dikembangkan oleh Perusahaan ThinkStep, Jerman. Format database software ini biasanya adalah ILCD, EPD, ecoSpold v1, GPR dan gbx. Metode penilaian dampak yang dapat digunakan pada GaBi meliputi CML 2001, CML 1996, Eco-Indicator 95, Eco-Indicator 99, EDIP 1997, EDIP 2003, Impact 2002+, Method of Ecological Scarcity (UBP Method), ReCipe, TRACI 2.0 dan USEtox. Banyak pengguna yang menyarankan penggunaan GaBi karena terpercaya dan memiliki banyak database default. GaBi juga fleksibel terhadap data baru yang di-input-kan, sehingga jika memang memerlukan data inventori yang tidak ada pada database dapat di-input-kan manual. GaBi ini juga dinilai sebagai software yang handal dalam “process assessment”. Software GaBi ini dipilih untuk membantu penilaian dampak pada Tugas Akhir ini karena kemampuannya yang baik dalam menilai proses/sistem dan software ini mudah diperoleh. Ringkasan perbandingan dari keempat jenis software LCA yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Perbandingan Software LCA Kriteria Perbandingan Asal Software (Negara dan Perusahan Pengembang)

OpenLCA

SimaPro

Umberto NXT

GaBi

Jerman, Green Delta

Belanda, Pre Consultants

Jerman, iFu Hamburg GmbH

Jerman, ThinkStep

Format Database

ILCD, ecoSpold v1, v2, csv, Excel, JSONLD

ecoSpold, csv

Excel

ILCD, EPD, ecoSpold v1, GPR, gbx

Akses

Gratis

Impact Assessment Method

CML 2001, eco-indicator 99, ecological scarcity, EDIP 2003, ILDC 2011,

II-42

Berbayar namun gratis untuk pendidikan CML-IA, EDIP 2003, EPD 2013, ILCD 2011, ReCipe, BEES+, TRACI 2.1, Cumulative Energy Demand, Cumulative

Berbayar CML 2001, cumulative energy demand, ecoindicator 99, ecological

Berbayar namun gratis untuk pendidikan CML 2001, CML 1996, EcoIndicator 95, Eco-Indicator 99, EDIP 1997, EDIP 2003,

Tabel 2.5 Perbandingan Software LCA Kriteria Perbandingan

Kelebihan

OpenLCA

SimaPro

Umberto NXT

GaBi

ReCipe 8, TRACI 2.0, EPA dan USEtox

Exergy, Ecological footprint, Ecosystem Damage Potential, Greenhouse Gas Protocol, IPCC 2013, USEtox, Water footprint, Ecological Scarcity, IMPACT 2002+ dan EPS 2000

footprint, ecological scarcity, ecosystem damage potential dan EDIP

Impact 2002+, Method of Ecological Scarcity (UBP Method), ReCipe, TRACI 2.0 dan USEtox

Process Assessment

Process Assessment

Product Assessment

Product Assessment

Selain memiliki fungsi dasar untuk menilai dampak, GaBi juga dapat digunakan sebagai alat bantu rekayasa daur hidup, pemodelan daur hidup dan kesetimbangan daur hidup. GaBi tidak hanya dapat menilai dampak lingkungan dari suatu produk atau proses, namun juga dapat menilai aspek teknis dan ekonomi. GaBi yang digunakan merupakan GaBi education, sehingga database yang tersedia adalah education database. Menurut Joanna dkk (2014), studi kasus yang menjadi referensi penelitiannya berkisar dari tahun 2005 hingga 2013 ada sebanyak 7 artikel yang menggunakan jenis software GaBi. Jumlah tersebut adalah jumlah terbanyak dibandingkan dengan penggunaan software lainnya yang hanya berkisar antara 1 – 3 studi kasus. 2.6.5.1 Software GaBi GaBi merupakan salah satu software LCA yang popular di dunia yang dikeluarkan oleh PE International. GaBi memungkinkan berbagai stage dalam LCA, mulai dari pengumpulan hingga pengorganisasian hasil. GaBi dapat secara otomatis menghubungkan semua aliran material, energi dan emisi yang digunakan oleh pengguna (PE International, 2010). Program GaBi memiliki database yang lengkap. PE menyediakan 2000 set cradle to gate material data. 8000 model proses kimia dan ribuan proyek LCA berasal dari projek quality controlled berbagai industri. Salah satu turunan dari program GaBi adalah GaBi Education yang dapat diakses gratis dan digunakan pada Tugas Akhir

II-43

ini. GaBi Education memiliki fraksi database yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan versi global GaBi yang berbayar (PE International, 2010). Adapun metode penilaian dampak yang dapat dipilih pada GaBi Education meliputi CML 2001, CML 2013, CML 2001, ILCD PEF (v1.06), ILCD PEF (v1.09), ILCD, TRACI 2.1,TRACI, LCIA, ReCiPe 1.08 Midpoint dan ReCipe. Tugas akhir ini menggunakan CML 2001 karena CML lebih sederhana dan tidak banyak dampak yang dikaji. CML ini merupakan metode penilaian dampak yang dikembangkan oleh Center of Environmental Sciences of Leiden University. CML ini mengkaji dampak lingkungan yang meliputi Global Warming Potential, Acidification Potential, Eutrophication Potential, Photo Oxidant Formation, Human Toxicity, Aquatic Eco-toxicity, Ozone Layer Depletion, PhotoCemical Oxidation dan Land Use. Kategori dampak yang digunakan pada tugas akhir ini meliputi Global Warming Potential, Acidification Potential, Eutrophication Potential. Ketiga kategori dampak tersebut dipilih karena sebagian besar penelitian LCA mengkaji ketiga dampak tersebut. 2.6.6 Penelitian Terkait LCA pada Pengelolaan Sampah Berikut adalah beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode LCA terhadap pengelolaan sampah: 1. Aplikasi LCA pada Sistem Pengolaan Sampah Kota di Lithuania (Miliute dan Staniskis, 2010) Tujuan utama dari penelitan ini yaitu untuk membandingkan pilihan pengelolaan sampah yang berbeda-beda di daerah Alytus, Lithuania. Penelitian ini menggunakan lima skenario. Skenario 1 yaitu landfilling skenario 2 daur ulang, pengomposan dan landfilling; skenario 3 daur ulang, pengomposan, MBT dan insinerasi; skenario 4 daur ulang dan insinerasi; sedangkan skenario 5 daur ulang, MBT dan insinerasi. Penelitian ini menggunakan unit fungsional timbulan sampah yang dihasilkan selama satu tahun pada 2005 yaitu 45.150 ton. Komposisi sampah yang digunakan berdasarkan studi empiris di daerah Alytus. Beberapa data lainnya juga diadopsi

II-44

dari badan statistik Lithuanian, sedangkan data insinerasi mengambil referensi dari rerata teknologi yang digunakan di Swedish. Pemilihan skenario terbaik dilakukan dengan mempertimbangkan empat kategori dampak yaitu global warming, acidification, eutrophication dan photo-oxidant formation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa landfilling memberikan dampak lingkungan terburuk dibandingkan dengan pilihan pengelolaan sampah lainnya. Jika melihat bagaimana sampah biodegradable diolah, maka insinerasi dinilai lebih baik dari pengomposan karena kemampuannya memproduksi energi. 2. Penilaian daur hidup pada sistem pengelolaan sampah kota di Cluj County, Romania (Popita dkk., 2017) Diperlukan skenario-skenario baru dalam pengelolaan sampah sebagai upaya pengembangan pengelolaan sampah kota di Cluj County yang sebelumnya membuang langsung total sampah ke kota ke lahan urug. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi skenario mana yang paling sedikit dampaknya terhadap lingkungan. Skenario terdiri atas empat skenario. Skenario pertama mewakili kondisi eksisiting pengelolaan sampah. Skenario kedua menambahkan pengomposan untuk sampah basah. Skenario ketiga menambahkan pengolahan (daur ulang) yang terintegrasi untuk menghasilkan material daur ulang, serta skenario empat menambahkan teknologi insinerasi. Keempat skenario tersebut dinilai dampak lingkungannya dengan menggunakan software LCA yang bernama GaBi. Dampak lingkungan yang dikaji meliputi global warming potential, acidification potential, eutrophication potential, human toxicity potential, freshwater aquatic ecotoxicity potential dan photochemical ozone creation potential. Hasil dari analisis tersebut diperoleh bahwa skenario empat merupakan skenario yang memiliki dampak lingkungan paling kecil terhadap skenario lainnya. Selain itu, skenario empat ini juga menghasilkan energi yang paling besar jika dibandingkan dengan skenario lainnya.

II-45

3. Penggunaan LCA dalam pemilihan sistem pengelolaan sampah kota terbaik (Feo dan Malvano, 2009) Pengambilan kebijakan pada sistem pengelolaan sampah kota tidak hanya mempertimbangkan aspek teknis dan pembiayaan, namun juga mempertimbangkan pengaruhnya terhadap lingkungan. Penelitian ini fokus pada sebelas dampak lingkungan yang dihasilkan dari sistem pengelolaan sampah kota di Italia Selatan. Dampak tersebut meliputi penggunaan energi terbarukan, penggunaan energi tidak terbarukan, total penggunaan energi, air, padatan tersuspensi dan materi yang mudah menguap, mineral, gas rumah kaca, asidifikasi, eutrofikasi, sampah B3, dan sampah non B3. Analisis ini mengembangkan 12 skenario dengan model yang tipikal namun presentase

prosesnya

divariasikan.

Analisis

skenario

terbaik

dilakukan

menggunakan prosedur yang disebut sebagai WISARD (Waste Integrated System Assessment for Recovery and Disposal). Hasil analisis menunjukkan bahwa pengolahan kertas merupakan fase terbaik dalam menghindari dampak negatif kepada lingkungan. Enam kategori dampak (penggunaan energi terbarukan dan total energi, air, padatan tersuspensi dan materi mudah menguap, eutrofikasi dan sampah B3) memiliki dampak dengan persentase yang cukup tinggi jika pengumpulan dilakukan pemilahan atas dasar recovery dan daur ulang. 4. LCA pada strategi pengelolaan sampah kota potensial untuk Mumbai, India (Sharma dan Chandel, 2017) Mumbai masih menggunakan sistem open dumping untuk lahan urug di kota-nya. Karena open dumping tersebut memiliki dampak lingkungan yang tinggi maka perlu dilakukan penilaian dampak terhadap kondisi eksisting dan skenario usulan yang disusun oleh peneliti. Mumbai memiliki timbulan sampah yang besar setiap harinya mencapai 9.000 ton. Ada enam skenario yang disusun untuk mengembangkan sistem lahan urug eksisting di Mumbai. Skenario ini terdiri atas kombinasi dari landfill dengan pengumpulan biogas, insinerasi dengan kombinasi daur ulang, landfill, pengomposan, anaerobic digestion dan insinerasi. Dampak yang dinilai meliputi

II-46

pemanasan global, asidifikasi, eutrofikasi dan kesehatan manusia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi banyak pengolahan sampah akan menghasilkan dampak yang rendah dan penggunaan teknologi insinerasi akan mengurangi dampak pemanasan global. 2.7 Gambaran Umum Kota Kitakyushu dan Kota Padang 2.7.1 Gambaran Umum Kota Kitakyushu Kota Kitakyushu merupakan salah satu kota yang terletak di Prefektur Fukuoka pada Pulau Kyushu, Jepang. ‘Kita’ berarti utara yang menandakan bahwa Kota Kitakyushu berada di sebelah utara Pulau Kyushu dan berbatasan langsung dengan selat yang memisahkan Pulau Kyushu dengan Pulau Honsu. Kota Kitakyushu memiliki luas wilayah 485 km2 dan penduduk kurang dari satu juta jiwa dengan trend yang menurun dari tahun ke tahun. Kitakyushu terbagi atas tujuh kecamatan yaitu Moji, Kokura-Kita, Kokura-Minami, Wakamatsu, Yahata-Nishi, YahataHigashi dan Tobata. Peta wilayah Kota Kitakyushu dapat dilihat pada Gambar 2.19.

EcoTown Center

Wakamatsu

Tobata

Moji Kokura-Kita

Yahata-Higashi Yahata-Minami

Kokura-Minami

Gambar 2.19 Peta Wilayah Kota Kitakyushu Sumber: Rachman, 2017

II-47

Kota Kitakyushu merupakan salah satu lokasi industri yang terkenal di negara Jepang. Pada tahun 1901, industri besi dan baja milik pemerintah mulai beroperasi. Secara tidak langsung, Kota Kitakyushu memiliki peran dalam proses modernisasi negara Jepang. Setelah adanya industri tersebut, industri-industri lain ikut didirikan dan beroperasi, seperti industri elektronik, keramik dan kimia. Kota Kitakyushu berkembang menjadi kota yang sangat peduli dalam pengelolaan lingkungan. Banyak fasilitas yang disediakan untuk belajar pengelolaan lingkungan yang telah diterapkan oleh Kota Kitakyushu. Diantaranya ialah Museum Lingkungan, Ecotown Center, Museum Sejarah Manusia dan Alam, Taman Hijau (Green Park), Wind Power dan lainnya. Beberapa fasilitas tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.20 hingga Gambar 2.22.

Gambar 2.20 Museum Lingkungan

Gambar 2.21 Ecotown Center

II-48

Gambar 2.22 Wind Power

Keseriusan Kota Kitakyushu terlihat jelas dari upaya yang dilakukan dan juga hasil yang diperoleh. Kota Kitakyushu kini rutin mengadakan pameran lingkungan setiap tahunnya di pusat kota, Kokura, dengan nama Ecolife Event. Kegiatan ini melibatkan banyak pihak yang memiliki aktivitas fokus pada lingkungan. Mulai dari pemerintah hingga lembaga non pemerintah bahkan individu. Kegiatan ini menampilkan banyak produk daur ulang, cuplikan daur ulang, teknologi ramah lingkungan, hingga makanan daur ulang yang ramah lingkungan. Dokumentasi beberapa kegiatan di Ecolife Event dapat dilihat pada Gambar 2.23 dan Gambar 2.24.

Gambar 2.23 Stand Pengolahan Awal Sampah Kaleng Minuman

II-49

Gambar 2.24 Kegiatan Daur Ulang yang melibatkan Anak-Anak

2.7.2 Gambaran Umum Kota Padang Kota Padang merupakan ibukota Sumatera Barat yang termasuk dalam kategori Kota Besar. Menurut Peraturan daerah Kota Padang No. 10 Tahun 2005, luas Kota Padang telah terjadi penambahan yaitu menjadi 1.414,96 Km2. Secara geografis, Kota Padang berada di antara 00 44' 00" dan 1 08' 35" Lintang Selatan serta antara 100 05’ 05” dan 100 34' 09" Bujur Timur (Badan Pusat Statistik, 2017). Peta wilayah Kota Padang dapat dilihat pada Gambar 2.25. Kota Padang membujur dari Utara ke Selatan dengan pantai sepanjang 68,126 km. Kota Padang juga memiliki deretan Bukit Barisan dengan panjang daerah bukit (termasuk sungai) 486,209 Km2. Ketinggian wilayah daratan Kota Padang bervariasi, yaitu antara 0 – 1853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan (Badan Pusat Statistik, 2017). Kota Padang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara

: Kabupaten Padang Pariaman

2. Sebelah Selatan : Kabupaten Pesisir Selatan 3. Sebelah Timur

: Kabupaten Solok

4. Sebelah Barat

: Samudera Hindia

II-50

Gambar 2.25 Peta Wilayah Kota Padang Sumber: www.geospasial.bnpb.go.id

Tahun 2016, penduduk Kota Padang mencapai 914.968 jiwa, naik sejumlah 12.555 jiwa dari tahun sebelumnya. Demikian, kepadatannya pun bertambah dari 1.299 jiwa/km2 menjadi 1.317 jiwa/km2. Secara Administratif, Kota Padang memiliki 11 Kecamatan dan 104 Kelurahan. 11 Kecamatan tersebut adalah (Badan Pusat Statistik, 2017): 1.

Bungus Teluk Kabung;

2.

Lubuk Kilangan;

3.

Lubuk Begalung;

4.

Padang Selatan;

5.

Padang Timur;

6.

Padang Barat; II-51

7.

Padang Utara;

8.

Nanggalo;

9.

Kuranji;

10. Pauh; 11. Koto Tangah. Di samping memiliki wilayah daratan, Kota Padang juga memiliki wilayah perairan dengan 19 pulau kecil. Kesembilan belas pulau tersebut tersebar di 3 kecamatan. Pulau terbesar ialah Pulau Bintangur seluas 56,78 ha. Selain pulau, Kota Padang juga memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil. Sungai yang terpanjang ialah sungai Batang Kandis (Badan Pusat Statistik, 2017).

II-52

III.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian yang dilakukan untuk menganalisis komparatif pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang menggunakan metode Normative Comparison. Kemudian diperoleh kekurangan-kekurangan pengelolaan sampah yang ada di Kota Padang. Kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik Kota Padang dianalisis melalui analisis strength, weakness, opportunities dan threats (SWOT) sehingga menghasilkan strategi dan program yang dapat diadopsi dari kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu. Beberapa skenario pengelolaan sampah domestik ditawarkan dan dianalisis kelayakannya secara lingkungan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA) sehingga diperoleh pengelolaan sampah domestik terbaik untuk diterapkan di Kota Padang. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua kota yaitu Kota Kitakyushu (Jepang) dan Kota Padang (Indonesia). Observasi dan pengambilan data akan dilakukan di lokasi yang mendukung diperolehnya informasi data penelitian ini. Lokasi-lokasi tersebut di antaranya pemukiman penduduk, pusat keramaian, kantor pemerintahan bidang terkait, industri, dan sektor informal. Penelitian yang dilakukan di Kota Kitakyushu dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2017, sedangkan penelitian di Kota Padang telah dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2018. 3.3 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian ini dimulai dari studi literatur terkait topik penelitian yang dilanjutkan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder di kedua lokasi penelitian. Data tersebut dianalisis menggunakan metode Normative Comparison. Hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan analisis SWOT untuk menyusun strategi dan program teknis dan non teknis. Strategi dan program teknis disusun menjadi beberapa skenario pengelolaan sampah domestik di Kota Padang. Skenario-

III-1

skenario tersebut selanjutnya dianalisis kelayakannya secara lingkungan dengan menggunakan metode LCA. Setelah itu, terpilih skenario terbaik yang dapat diterapkan di Kota Padang. Diagram tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1: Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Pengumpulan Data Primer:

Pengumpulan Data Sekunder:

1.

1.

2.

Wawancara informal dilakukan dengan pihakpihak terpercaya sebagai bantuan dalam memastikan kesesuaian data yang diperoleh Observasi lapangan mengenai aspek teknis dan non teknis pengelolaan sampah Kota Kitakyushu dan Kota Padang

2. 3.

4.

Data timbulan dan komposisi sampah Kota Kitakyushu dan Kota Padang; Kondisi eksisting pengelolaan sampah Kota Kitakyushu dan Kota Padang secara teknis; Kondisi eksisting pengelolaan sampah Kota Kitakyushu dan Kota Padang secara non teknis; Data persentase pengelolaan sampah Kota Kitakyushu dan Kota Padang;

Analisis Komparatif: Membandingkan aspek teknis dan non teknis pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang

Analisis SWOT: Menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari pengelolaan sampah domestik Kota Padang dan mengusulkan strategi pengelolaan sampah domestik dengan mengadopsi hasil analisis komparatif untuk penyusunan program

Menyusun alternatif skenario pengelolaan sampah domestik Kota Padang berdasarkan strategi dan program teknis yang diusulkan pada analisis SWOT.

Analisis Skenario Terbaik: Menganalisis alternatif skenario terbaik berdasarkan tingkat global warming potential, asidification potential, eutrophication potential dengan menggunakan metode LCA dan Aliran Energi

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian

III-2

3.3.1 Studi Literatur Tahapan ini dipaparkan pada BAB II yang menjelaskan mengenai dasar-dasar pengelolaan sampah kota, aspek teknis dan aspek non teknis, penelitian-penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan dasar pemikiran, serta peraturan-peraturan pengelolaan sampah kota yang berlaku di Indonesia. 3.3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di kedua tempat penelitian dengan mengumpulkan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. 3.3.2.1 Data Primer Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara informal dan observasi lapangan. Wawancara informal ini dilakukan dengan pihak-pihak terpercaya sebagai bantuan memperoleh data yang sesuai. Wawancara ini dilakukan di Kota Kitakyushu dan di Kota Padang dengan beberapa narasumber yang dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Narasumber dan Pertanyaan Wawancara No Nama Narasumber Kota Kitakyushu 1 Penjaga Stand Pengolahan Kaleng 2

Bapak Siratsuchi

3 4

Seorang aktivis lingkungan di stand pengomposan takakura Pemandu tur Ecotown Centre

5

Cahaya Pertiwi

Kota Padang 1 Anggi Basuki

Latar Belakang

Pertanyaan

Pekerja yang terlibat dalam Pengolahan Kaleng di Kota Kitakyushu. Pengajar di kelas bahasa Jepang, sejak lahir berdomisili di Kota Kitakyushu Terlibat dalam kegiatan pengomposan takakura Pemateri kuliah umum di EcoTown Centre Mahasiswa exchange dari Indonesia

Mengenai Proses Pengolahan Sampah Kaleng Mengenai Proses Pengelolaan Sampah di Sumber

Staf UPTD Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang

Mengenai Proses Pengelolaan Sampah di Kota Padang

Mengenai upaya pelibatan masyarakat Mengenai pengolahan botol plastik PET Mengenai Proses Pengelolaan Sampah di Sumber

Wawancara tidak menggunakan sampel tertentu karena banyak data diperoleh dari hasil observasi dan adanya data sekunder. Observasi dilakukan di lokasi yang mendukung diperolehnya data penelitian seperti pemukiman penduduk, tempat

III-3

pengumpulan sampah, pusat pengolahan sampah, dan sektor informal. Observasi ini menghasilkan data hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti secara langsung. 3.3.2.2 Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan yaitu meliputi: 1. Data timbulan dan komposisi sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang; 2. Kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang secara teknis; 3. Kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang secara non teknis; 4. Data persentase pengelolaan sampah Kota Kitakyushu dan Kota Padang; Data primer dan sekunder tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan menjadi data yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Parameter Analisis Komparatif No 1 2

Parameter Timbulan dan Komposisi Sampah domestik Aspek Teknis Pengelolaan Sampah Pewadahan  Jenis Pewadahan  Fasilitas Pewadahan Pengumpulan  Tipe Sistem Pengumpulan  Fasilitas  Jadwal Pengumpulan Pengolahan  Fasilitas/ Teknologi  Jenis Pengolahan berdasarkan jenis sampah  Persentase Pengolahan  Hasil Pengolahan Pengangkutan  Fasilitas  Metode Pengangkutan  Jadwal Pengangkutan Pemrosesan Akhir   

III-4

Fasilitas Jenis Pengolahan Persentase Pengolahan

Tabel 3.2 Parameter Analisis Komparatif No 3

Parameter  Sistem Landfilling Aspek Non Teknis Pengelolaan Sampah Peran serta masyarakat  Bentuk peran serta masyarakat Peran Industri  Apakah Industri terlibat  Bentuk peran Industri Program Minimasi Sampah

3.3.3 Analisis komparatif Analisis komparatif dilakukan dengan menggunakan metode Normative Comparison. Variasi Normative Comparison yang digunakan adalah variasi kedua, yaitu membandingkan keadaan yang telah ada di tempat lain dengan keadaan yang akan diperbaiki. Variasi ini dipilih karena pada tugas akhir ini akan meningkatkan kualitas pengelolaan sampah domestik Kota Padang dengan mencontoh yang telah dilakukan oleh Kota Kitakyushu. Analisis komparatif ini dapat menunjukkan objek mana yang paling unggul (lebih baik) dalam aplikasi pengelolaan sampahnya dinilai dari parameter-parameter yang diamati (Wulandari, 2015). Beberapa parameter yang dapat digunakan dalam analisis komparatif ini adalah pengumpulan sampah, pemrosesan akhir sampah, kondisi lingkungan, kebijakan serta pembiayaan (David dkk, 2012). Parameter yang akan digunakan pada tugas akhir ini dapat dilihat pada Tabel 3.2. Parameter tersebut diproses dengan menganalisis dan membandingkan kondisi eksisting pada masing-masing pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang. Setelah dilakukannya proses maka akan menghasilkan kesimpulan utama dari permasalahan tersebut. Selanjutnya melakukan analisis SWOT untuk merumuskan strategi teknis maupun non teknis yang dapat dilakukan. Berikut adalah diagram alir dari tahapan analisis komparatif:

III-5

Mulai

Input Analisis (data parameter yang akan dianalisis)

Proses (analisis dan membandingkan kondisi eksisting pada masing-masing pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang)

Output (kesimpulan utama permasalahan Kota Padang)

Selesai

Gambar 3.2 Bagan Alir Proses Analisis Komparatif

3.3.4 Analisis SWOT Setelah diperoleh kesimpulan utama permasalahan pengelolaan sampah Kota Padang yang dibandingkan dengan Kota Kitakyushu, maka dilakukan Analisis SWOT dengan mempertimbangkan faktor internal dan faktor eksternal yang ada pada Kota Padang serta hubungan dari kedua faktor. Batasan faktor internal mencakup sistem pengelolaan sampah itu sendiri dan pihak pemerintah sebagai pelaksana sistem. Sedangkan batasan Faktor eksternal diambil dari pihak-pihak di luar faktor internal. Analisis SWOT ini menghasilkan strategi-strategi pengelolaan sampah domestik kota yang mengadopsi analisis komparatif. Strategi tersebut diturunkan menjadi program teknis maupun non teknis yang menjadi masukan untuk Kota Padang. 3.3.5 Usulan Alternatif Skenario Pengelolaan Sampah Kota Padang Hasil strategi dan program yang bersifat teknis pada Analisis SWOT digunakan dalam penyusunan alternatif skenario pengembangan pengelolaan sampah domestik Kota Padang. Alternatif tersebut disusun juga mempertimbangkan peluang diaplikasikannya di Kota Padang (kemampuan Kota Padang). Alternatif skenario disusun mulai dari sumber sampah hingga tempat pemrosesan akhir sampah.

III-6

3.3.6 Analisis Skenario Terbaik Skenario yang telah disusun harus dianalisis lagi kelayakan lingkungannya dengan menggunakan metode LCA. LCA terdiri atas empat tahapan (ISO 14040) yaitu (1) Goal and Scope Definition untuk menentukan tujuan studi, unit fungsional dan batasan sistem; (2) Life Cycle Inventory (LCI) bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi aliran bahan, energi dan emisi yang dilepaskan ke lingkungan; (3) Life Cycle Impact Assessment (LCIA) untuk mengklasifikasikan kategori dampak yang akan ditimbulkan dari masing-masing sistem; (4) Interpretation bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi informasi hasil dari LCI dan LCIA sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup yang telah ditentukan (Gunamantha dkk., 2010). Analisis LCA ini menggunakan software GaBi. Software GaBi digunakan karena kemudahannya dalam operasi dan termasuk software popular yang digunakan banyak peneliti maupun industri di dunia. Berikut tahapan yang dilakukan dalam pemilihan alternatif menggunakan metode LCA pada software GaBi: 3.3.6.1 Persiapan Software GaBi GaBi dapat diajukan permohonan gratis selama tiga bulan untuk keperluan penelitian (education). Berikut adalah tata cara mendapatkan software GaBi secara gratis: 1. Mengunduh formulir pengajuan lisensi GaBi Education pada http://www.gabisoftware.com/software/gabi-universities/gabi-education-free/; 2. Mengisi pengajuan dan disahkan dengan stempel jurusan/fakultas/universitas; 3. Mengirimkan form pengajuan beserta lampiran pindaian kartu mahasiswa ke email [email protected] 4. Menunggu konfirmasi selama maksimal 10 hari kerja. 5. Jika pengajuan diterima, maka perusahaan GaBi akan memberikan email balasan yang berisi alamat unduhan software dan lisensi. Lisensi tersebut harus digunakan sebelum tiga bulan setelah lisensi tersebut dikirimkan. Setelah software aktif maka dapat digunakan selama satu tahun Software GaBi yang telah diperoleh dapat di-install pada perangkat laptop maupun computer, sehingga dapat digunakan dalam analisis LCA. Tampilan awal dari software ini dapat dilihat pada Gambar 3.3.

III-7

Gambar 3.3 Tampilan Awal GaBi

Contoh tampilan jendela kerja pada software GaBi dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Tampilan Jendela Kerja

Software ini amat bergantung terhadap informasi alur yang dideskripsikan peneliti, sehingga selain data parameter dan kuantitasnya yang dimasukkan sebagai data input, juga informasi alur proses yang direncanakan. Data input dan output pada software GaBi dapat dilihat pada Tabel 3.3.

III-8

Tabel 3.3 Aliran Input dan Output pada software GaBi Input 1. Jumlah timbulan sampah 2. Bentuk dan jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengolah sampah

Output 1.

Global Warming Potential

2.

Asidification Potential

3.

Eutrophication Potential

3. Material lainnya yang mendukung proses pengolahan (air, aktivator, katalisator, dsb); 4. Informasi alur proses yang disusun. 5. Data inventori yang mendukung.

Jumlah timbulan data selanjutnya menjadi unit fungsional dari proses yang dilakukan GaBi. Bentuk dan jumlah energi yang dibutuhkan pada proses GaBi sangat penting dimasukan contohnya seperti penggunaan diesel pada proses transportasi sampah. Begitu pula dengan material pendukung proses seperti air yang digunakan pada proses pengomposan dan proses lainnya. Masing-masing proses dibuatkan diagram prosesnya sehingga jelas hubungan dan keterkaitan antar proses yang akan dinilai pada GaBi. Selanjutnya, jika ada data inventori lainnya yang dibutuhkan dapat pula ditambahkan seperti proses yang tidak tersedia pada database GaBi Education. 3.3.6.2 Analisis LCA Analisis ini meliputi empat tahapan utama yang akan dipaparkan sebagai berikut: 1. Goal and Scope Definition Tujuan studi didefinisikan dengan jelas beserta ruang lingkup dan batasan sistem yang dianalisis melalui metode LCA. Unit fungsional yang digunakan ialah 1 ton timbulan sampah. Unit fungsional ini digunakan sebagai standar dari segala proses yang terjadi pada analisis ini. 2. Inventory Analisis Tahapan ini dilakukan pengumpulan data-data yang dapat mendukung analisis LCA yang kemudian disebut data inventori. Beberapa data inventori telah tersedia di software GaBi, namun jika ingin menambahkan proses lain yang tidak tersedia

III-9

dapat menggunakan referensi data inventori yang telah dipaparkan pada tinjauan pustaka. Tahapan ini juga dimodelkan diagram proses yang digunakan pada analisis LCA. Jika terdiri dari beberapa skenario, maka masing-masing skenario memiliki diagram proses masing-masing. Setelah itu dapat dimasukkan data inventori yang diperlukan dalam analisis dampak selanjutnya. Metode penilaian dampak yang digunakan pada tugas akhir ini adalah metode CML 2001. CML dipilih karena merupakan metode penilaian dampak yang sederhana dan tidak terlalu banyak dampak yang dikaji. CML ini melakukan penilaian dampak dengan menggunakan pendekatan midpoint pada masing-masing skenario yang akan dinilai. Oleh sebab itu, metode ini dipilih sebagai metode penilaian dampak pada tugas akhir ini. 3. Impact Assessment Penilaian dampak pada masing-masing skenario yang dimodelkan pada software GaBi akan dihitung secara otomatis setelah dipilih metode CML 2001. Dampak yang akan dikaji pada tugas akhir ini meliputi Global Warming Potential (GWP), Acidification Potential (AP) dan Eutrophication Potential (EP). Ketiga kategori dampak tersebut dipilih karena memiliki dampak yang paling terasa di lingkungan dan paling banyak dipilih peneliti sebelumnya dalam analisis LCA. Global warming potential menganalisis dampak yang dapat menimbulkan potensi pemanasan global. Senyawa yang paling berkontribusi terhadap potensi pemanasan global ini adalah CO2 (karbon dioksida) dan CH4 (metana). Global warming potential ini dipaparkan dalam satuan kg CO2, sehingga senyawa lain yang bukan CO2 namun memiliki kontribusi pada terjadinya pemanasan global diekuivalenkan ke berat CO2. Acidification potential menganalisis dampak yang dapat menimbulkan potensi asidifikasi pada lingkungan. Senyawa yang paling berkontribusi terhadap potensi asidifikasi ini adalah senyawa-senyawa asam seperti SOx, NOx, HF dan HCl. Acidification potential ini dipaparkan dalam satuan kg SO2, sehingga senyawa lain yang bukan SO2 namun memiliki kontribusi pada terjadinya asidifikasi diekuivalenkan ke satuan massa SO2.

III-10

Eutrophication potential menganalisis dampak yang dapat menimbulkan potensi eutrofikasi. Senyawa yang paling berkontribusi terhadap potensi eutrofikasi ini adalah Nitrogen dan Fosfor. Eutrophication potential ini dipaparkan dalam satuan kg PO43-, sehingga senyawa lain yang bukan PO43- namun memiliki kontribusi pada terjadinya eutrofikasi diekuivalenkan ke berat PO43-. Ketiga dampak tersebut dilakukan normalisasi dan juga pembobotan untuk memilih skenario mana yang terbaik. Normalisasi dilakukan sebagai sarana penanggulangan tidak konsistennya data inventori yang digunakan. Normalisasi ini dilakukan dengan cara mengalikan hasil penilaian dampak dengan faktor normalisasi pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Faktor Normalisasi Kategori Dampak

Faktor

CML2001 - Apr. 2015, Acidification Potential (AP)

4,18E-12

CML2001 - Apr. 2015, Eutrophication Potential (EP)

6,32E-12

CML2001 - Apr. 2015, Global Warming Potential (GWP 100 years)

2,39E-14

Sumber: Gabi Education Database, 2018

Selanjutnya, pembobotan dilakukan dengan menggunakan data dari hasil normalisasi karena hasil normalisasi tersebut telah memiliki satuan yang sama. Pembobotan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh besaran masing-masing dampak terhadap pengaruh besaran kategori dampak keseluruhan. Pembobotan ini memberikan skor pada masing-masing skenario dengan cara mengalikan hasil normalisasi dengan faktor pembobotan pada Tabel 3.5. Semakin baik skenario maka bobotnya semakin kecil. Tabel 3.5 Faktor Pembobotan Kategori Dampak

Faktor

CML2001 - Apr. 2015, Acidification Potential (AP)

6,1

CML2001 - Apr. 2015, Eutrophication Potential (EP)

6,6

CML2001 - Apr. 2015, Global Warming Potential (GWP 100 years)

9,3

Sumber: Gabi Education Database, 2018

Aliran energi juga dihitung pada tugas akhir ini sebagai pertimbangan tambahan. Aliran energi dihitung secara manual dengan menggunakan data inventori yang telah dikumpulkan. Aliran energi ini meliputi energi produksi dan energi konsumsi dalam satuan kilowatt hour (kWh). Perhitungan aliran energi ini dilakukan dengan mengalikan jumlah energi pada data inventori dengan jumlah sampah yang

III-11

dikelola. Hasilnya berupa energi bersih yang diperoleh dari selisih energi produksi dengan energi konsumsi. 4. Interpretation Pada tahap ini, disimpulkan dianalisis kontribusi dampak pada masing-masing skenario dan diberikan rekomendasi untuk mengurangi dampak lingkungan yang dihasilkan pada proses yang terjadi di skenario tersebut. Bagan alir dari tahapan LCA yang diterapkan pada pemilihan skenario terbaik dapat dilihat pada Gambar 3.5. Mulai

Goal and Scope Definition

Inventory Analysis

Impact Assessment

Interpretation

Selesai

Gambar 3.5 Bagan Alir Tahapan LCA

III-12

IV.

BAB IV

PEMBAHASAN 4.1 Umum Pada bab ini akan dibahas hasil analisis komparatif yang dilakukan terhadap kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik di Kota Kitakyushu dan Kota Padang. Kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik ini terdiri atas aspek teknis dan non teknis. Aspek teknis yaitu pewadahan, pengumpulan, pengolahan, pengangkutan dan pemrosesan akhir. Sedangkan aspek non teknis yang dianalisis meliputi peran masyarakat, peran industri dan program minimasi sampah. Berdasarkan hasil analisis komparatif ini disimpulkan kekurangan dari pengelolaan sampah domestik Kota Padang dengan menyusun strategi menggunakan analisis strength, weakness, opportunities, dan threats (SWOT). Strategi tersebut digunakan dalam penyusunan program-program pengelolaan sampah domestik Kota Padang. Skenario pengelolaan sampah domestik Kota Padang disusun berdasarkan strategi dan program yang telah diusulkan. Kemudian kelayakan aplikasi skenario terhadap lingkungan akan dianalisis menggunakan metodologi Life Cycle Assessment pada software GaBi 5. 4.2 Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik Berikut ialah kondisi eksisting pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dan Kota Padang yang diperoleh dari data primer dan data sekunder. 4.2.1 Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik Kota Kitakyushu Dalam sistem pengelolaan sampah kota, penting untuk mengetahui sumber, jenis dan komposisi dari sampah kota yang akan diolah. Sumber sampah di Kota Kitakyushu tidak hanya berasal dari kota ini sendiri melainkan juga berasal dari kota-kota kecil yang bersebelahan dengan Kota Kitakyushu. Tahun 2009, Kota Kitakyushu menghasilkan sampah kota rata-rata 370.000 ton/tahun. Tiga kota yang dilayani oleh sistem pengelolaan Kota Kitakyushu adalah Nakama, Nougata dan Yukuhashi. Nakama dapat menghasilkan sampah kota ratarata 38.000 ton/tahun. Nougata menghasilkan sampah kota rata-rata 17.000

IV-1

ton/tahun. Sedangkan Yukuhashi menghasilkan sampah kota rata-rata 27.000 ton/tahun. Jumlah ketiga sampah yang dihasilkan kota-kota tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan sampah Kota Kitakyushu sendiri. Sehingga Kota Kitakyushu mengelola sampah sebanyak rata-rata 452.000 ton tiap tahunnya (Rachman, 2017). Jenis sampah yang dihasilkan biasanya adalah sampah dapur, kaleng, botol kaca, botol plastik PET, plastik bungkus makanan, kertas, kardus, dan sampah lainnya seperti tekstil, karet, kayu dan logam. Bagan tersebut menunjukkan bahwa sampah rumah tangga memiliki komposisi terbanyak dibandingkan jenis sampah lainnya yaitu berkisar rata-rata 45,30% dari keseluruhan sampah. 58% dari sampah yang dihasilkan Kota Kitakyushu bersifat combustible atau mudah dibakar. Tahun 2009, komposisi sampah Kota Kitakyushu dapat dilihat pada Gambar 4.1. 1,30% Sampah Rumah Tangga

5,80% 14,90%

Sampah Lainnya 45,30%

Sampah Kertas dan Kardus Sampah Plastik Pembungkus

32,70% Sampah Kaleng, Botol Kaca dan Botol Plastik PET

Gambar 4.1 Persentase Komposisi Jenis Sampah Domestik Kota Kitakyushu Sumber: Takeuchi, 2010

Kandungan air sampah adalah 25% dari total sampah, sedangkan sampah yang bersifat incombustible atau tidak mudah dibakar sebesar 17%. Nilai kalor sampah ini berkisar 2.700 kcal/kg. Karena nilai kalor yang memenuhi syarat untuk insinerasi (minimal 2.000 kcal/kg), sehingga salah satu pengolahan yang digunakan adalah insinerasi.

IV-2

4.2.1.1 Aspek Teknis Aspek teknis yang dibahas meliputi pewadahan, pengumpulan, pengolahan, pengangkutan dan pemrosesan akhir. 1. Pewadahan Kota Kitakyushu melakukan pemilahan sampah dimulai dari sumber. Setiap sumber sampah domestik (rumah masyarakat) terbagi atas empat jenis sampah yang dipilah. Empat jenis sampah tersebut ialah: 1. Sampah rumah tangga; 2. Sampah kaleng dan botol; 3. Sampah botol plastik PET; 4. Sampah bungkus dan plastik makanan. Keempat jenis sampah tersebut dikumpulkan ke dalam wadah menurut jenisnya masing-masing. Wadah sampah yang digunakan di sumber ini berupa kantong plastik dengan variasi ukuran dan warna. Kantong tersebut dapat diperoleh di swalayan-swalayan yang ada di Kota Kitakyushu dengan harga yang juga bervariasi tiap jenis kantong. Berikut adalah uraian kegiatan pewadahan dari masing-masing jenis sampah tersebut: a. Sampah Rumah Tangga Sampah rumah tangga yang dimaksud adalah sampah hasil kegiatan rumah tangga yang terdiri atas sampah dapur atau sampah sisa makanan, sampah pakaian, sampah taman dan sampah tembikar/keramik. Sampah rumah tangga ini dikumpulkan ke dalam kantong sampah dengan label berwarna biru. Contoh sampah-sampah yang dapat dikumpulkan ke dalam kantong dengan label berwarna biru dapat dilihat pada Gambar 4.2 hingga Gambar 4.5.

IV-3

Gambar 4.2 Contoh Sampah Dapur/Sisa Makanan Sumber: Starr, 2008

Gambar 4.3 Contoh Sampah Pakaian Sumber: Minimized, 2017

Gambar 4.4 Contoh Sampah Taman Sumber: GuelphToday, 2016

IV-4

Gambar 4.5 Contoh Sampah Tembikar/Keramik Sumber: EVAFotografie, 2013

Kantong sampah dengan label berwarna biru ini terdiri atas tiga varian ukuran yaitu ukuran 45 liter, ukuran 30 liter dan ukuran 20 liter. Ukuran 45 liter dapat diperoleh dengan harga 50 yen atau Rp. 6.000, ukuran 30 liter seharga 33 yen atau Rp. 4.000 dan ukuran 20 liter seharga 22 yen atau Rp. 2.500. Contoh kantong sampah dengan label berwarna biru dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Kantong Sampah Rumah Tangga Sumber: Rachman, 2017

b. Sampah Kaleng dan Botol Sampah kaleng dan botol dikumpulkan ke dalam satu jenis kantong. Kaleng yang dimaksud adalah kaleng aluminium (biasa digunakan untuk minuman kaleng, makanan kaleng, dan sebagainya). Sedangkan botol yang dimaksud adalah botol aluminium dan juga botol kaca. Kantong sampah yang digunakan IV-5

sebagai wadah sampah jenis ini adalah kantong sampah dengan label berwarna cokelat. Jenis sampah yang dikumpulkan pada kantong ini dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8

Gambar 4.7 Sampah Kaleng Aluminium Sumber: Gupta, 2016

Gambar 4.8 Sampah Botol Kaca Sumber: Irish Waste, 2015

Kantong tersebut hanya tersedia ukuran 25 liter dengan harga satuan 12 yen atau sekitar Rp. 1.500. Kaleng aluminium biasanya akan dikompaksi manual oleh masyarakat sebelum dikumpulkan ke kantong. Contoh kantong sampah dengan label berwarna cokelat dapat dilihat pada Gambar 4.9.

IV-6

Gambar 4.9 Kantong Sampah Kaleng dan Botol Sumber: Rachman, 2017

c. Sampah Botol Plastik PET Sampah botol plastik PET adalah semua botol plastik habis pakai dengan label PET (Polyethylene terephthalate). Sampah botol plastik PET ini dikumpulkan ke dalam kantong dengan label berwarna oranye. Sama seperti kantong sampah dengan label berwarna cokelat, kantong dengan label berwarna oranye ini hanya tersedia untuk ukuran 25 liter dengan harga 12 yen. Gambar botol plastik PET yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10 Sampah Botol Plastik PET Sumber: Nissei, 2015

Botol plastik PET ini harus dipilah terdahulu sebelum dimasukkan ke dalam kantong dengan label berwarna oranye. Biasanya bersama dengan botol plastik ini ada label/merk yang harus dilepaskan dari botol dan botol harus dibuang terlebih dahulu isinya (air dalam botol). Setelah itu, botol dapat dikompaksi

IV-7

manual oleh masyarakat dan dimasukkan ke dalam kantong dengan label berwarna oranye seperti pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Kantong Sampah Botol Plastik PET Sumber: Rachman, 2017

d. Sampah Bungkus dan Plastik Makanan Sampah bungkus dan plastik makanan ini juga banyak dihasilkan di sumber. Sampah ini bisanya terdiri atas bungkus-bungkus makanan instan, plastik wadah belanja, label/merk minuman kemasan dan sebagainya. Sampah jenis ini dikumpulkan ke dalam kantong dengan label berwarna hijau. Gambar sampah yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12 Sampah Bungkus dan Plastik Sumber: Rachman, 2017

Ukuran kantong sampah dengan label berwarna hijau ini terdiri atas dua varian yaitu 45 liter dan 25 liter. Untuk kantong berukuran 45 liter dapat diperoleh

IV-8

dengan harga 20 yen atau Rp. 2.400 sedangkan untuk kantong berukuran 25 liter dapat diperoleh dengan harga 12 yen. Gambar kantong sampah dengan label berwarna hijau dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Kantong Sampah Bungkus dan Plastik Makanan Sumber: Rachman, 2017

Kota Kitakyushu diidentifikasi memiliki pewadahan komunal. Pewadahan komunal ini disebut juga sebagai titik/lokasi pengumpulan sampah yang akan dibahas di subbab berikutnya. Wadah komunal yang tersedia yaitu berupa stasiun pengumpulan sampah untuk keempat jenis sampah yang telah dijelaskan, kotak pengumpulan sampah untuk sampah jenis karton, lampu, peralatan logam yang kecil-kecil, minyak goreng bekas, tinta printer, baterai dan elektronik. Kotak tersebut dapat terbuat dari kayu, karah maupun besi. Wadah komunal sampah jenis kertas bekas berlokasi di pusat pendidikan kelurahan. Sedangkan sampah bulky tidak memiliki pewadahan dan akan langsung dibawa ke tempat pengolahan. 2. Pengumpulan Kota Kitakyushu mengatur jenis sampah yang dikumpulkan pada beberapa titik pengumpulan. Titik pengumpulan ini terdiri atas tiga jenis yaitu stasiun pengumpulan, kotak pengumpulan dan lokasi kelurahan yang dijadikan titik pengumpulan seperti pusat pendidikan kelurahan. Jenis sampah yang dikumpulkan di stasiun pengumpulan adalah jenis sampah yang berwadah kantong sampah seperti yang dijelaskan pada subbab Pewadahan.

IV-9

Sampah tersebut terdiri atas sampah rumah tangga, sampah kaleng dan botol, sampah botol plastik PET dan sampah bungkus dan plastik makanan. Stasiun pengumpulan biasanya terletak di beberapa tempat yaitu di setiap apartemen/asrama dan di pinggir jalan. Bentuknya bervariasi, mulai dari hanya diberi label stasiun pengumpulan, diberi jaring-jaring, hingga dibuat terali besi. Stasiun pengumpulan dapat dilihat pada Gambar 4.14 hingga Gambar 4.16.

Gambar 4.14 Stasiun Pengumpulan Sampah di Apartemen

Gambar 4.15 Stasiun Pengumpulan Sampah di Asrama Mahasiswa

IV-10

Gambar 4.16 Stasiun Pengumpulan Sampah di Sekitar Rumah Masyarakat Sumber: Rachman, 2017

Satu stasiun pengumpulan sampah rumah tangga berada di setiap 10-15 rumah. Sedangkan untuk ketiga jenis sampah lainnya, satu stasiun berada di setiap 40 rumah. Sehingga stasiun pengumpulan sampah rumah tangga lebih banyak dibandingkan yang lainnya (Tabel 4.1). Hal tersebut disebabkan karena kuantitasnya yang banyak dan karakteristiknya yang cepat membusuk. Lokasi pengumpulan lainnya adalah kotak pengumpulan. Kotak pengumpulan ini diperuntukan untuk jenis sampah karton, lampu, peralatan logam yang kecil-kecil, minyak goreng bekas, tinta printer, elektronik, baterai dan sampah bahan berbahaya dan beracun lainnya. Kotak pengumpulan ini biasanya terletak di depan swalayan yang ada di Kota Kitakyushu. Armada pengumpulan akan menjemput sampah tersebut dengan satu kali dalam sepekan. Gambar contoh kotak pengumpulan sampah yang terdapat di Kota Kitakyushu dapat dilihat pada Gambar 4.17 dan Gambar 4.18.

IV-11

Gambar 4.17 Kotak Pengumpulan Sampah Lampu

Gambar 4.18 Kotak Pengumpulan Sampah Kardus

Sampah jenis kertas bekas dikumpulkan di pusat pendidikan kelurahan. Sampah kertas dapat berupa kertas tipis, tebal dan kardus. Sampah tersebut dikumpulkan langsung oleh masyarakat. Setelah periode tertentu, armada pengumpulan akan menjemput sampah tersebut dan dibawa ke lokasi pengolahan. Salah satu pusat pendidikan kelurahan yang digunakan sebagai tempat pengumpulan sampah kertas dapat dilihat pada Gambar 4.19.

IV-12

Gambar 4.19 Lokasi Pengumpulan Sampah Kertas Sumber: Rachman, 2017

Sampah bulky tidak memiliki sistem pengumpulan yang berbeda. Sampah jenis ini akan dikumpulkan jika ada permintaan oleh masyarakat. Jika ada salah seorang masyarakat ingin membuang lemari misalnya, maka ia harus menghubungi armada pengumpul untuk menjemput sampahnya tersebut. Pengumpulan dengan sistem ini akan dikenai biayai sekitar 500 yen untuk tiap jenis sampah bulky yang dibuang. Sampah-sampah tersebut dikumpulkan dengan pola komunal tak langsung, yaitu masyarakat mengumpulkan terlebih dahulu sampah berdasarkan jadwal dan titik pengumpulan yang telah ditetapkan, setelah itu armada pengumpulan akan membawa sampah-sampah tersebut ke tempat pengolahan. Jenis sampah yang dikumpulkan di stasiun pengumpulan maupun di kotak penggumpulan, terdapat jadwal pengumpulan yang ditetapkan pemerintah Kota Kitakyushu sehingga masyarakatnya dapat membuang sampah pada jadwal yang telah ditentukan. Jumlah lokasi pengumpulan juga beragam jumlahnya bergantung pada jenis sampah yang akan dibuang. Jadwal pengumpulan sampah beserta dengan jumlah lokasi pengumpulan di Kota Kitakyushu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

IV-13

Tabel 4.1 Jadwal dan Lokasi Pengumpulan Sampah Kota Kitakyushu No.

Jenis Sampah

1.

Sampah Rumah Tangga

2.

Sampah Kaleng dan Botol

3.

Sampah Botol Plastik PET

4.

Sampah Bungkus Plastik Makanan

dan

5.

Sampah Bulky

6.

Sampah Lainnya (logam yang kecil-kecil, minyak goreng bekas, tinta printer, elektronik, baterai dan sampah bahan berbahaya dan beracun)

Jadwal Pengumpulan 2 x sepekan (Senin dan Kamis) 1 x sepekan (Rabu) 1 x sepekan (Rabu) 1 x sepekan (Kondisional*) Jika diminta

Jam Pengumpulan** 08.30

Lokasi Pengumpulan 32.000 lokasi

08.30

8.000 lokasi

08.30

8.000 lokasi

08.30

8.000 lokasi

-

Rumah Masyarakat Halaman luar swalayan

24 jam 1 x sepekan (Kondisional*)

Keterangan: *Setiap skop daerah berbeda-beda harinya **www.city.kitakyushu.lg.jp Sumber: Takeuchi, 2010

3. Pengolahan Kota Kitakyushu memiliki sistem pengolahan sampah yang terpadu. Semua jenis sampah memiliki unit dan pabrik pengolahannya masing-masing. Selain itu, Kota Kitakyushu juga memberikan fasilitas untuk para peneliti melakukan riset dengan adanya Practical Research Area. Pengolahan sampah domestik yang dilakukan Kota Kitayushu berada di lokasi insinerasi dan Eco-Town Center. Eco-Town Center ini memiliki banyak sekali pabrik pengolahan. Diantaranya yaitu Can And Bottle Recycling, Plastic PET Bottle Recycling, Plastic Container and Package Recycling, Fluorescent Tube Recycling, Cooking Oil Recycling, Home Appliance Recycling, dan Used Paper Recycling. Berbeda jenis sampah akan berbeda perlakuan dalam pengolahannya. Pengolahan sampah dilakukan di berbagai bangunan pengolahan yang mengolah sampahsampah rumah tangga. Berikut adalah uraian mengenai bangunan pengolahan sampah yang dilakukan Kota Kitakyushu: a. Bangunan Insinerasi Sampah rumah tangga yang dikumpulkan dua kali seminggu akan dibawa ke bangunan insinerasi yang ada di Kota Kitakyushu. Sampah tersebut disetorkan oleh mobil pengumpul melalui platform yang telah disediakan. Sehingga sampah

IV-14

akan terkumpul di ruang pengumpulan sampah. Setelah itu sampah akan diolah dengan proses kimia termal yaitu insinerasi dengan proses seperti Gambar 4.20.

Gambar 4.20 Proses Insinerasi Sampah Rumah Tangga Sumber: Rachman, 2017

Hasil proses insinerasi ini terdiri atas dua, residu padat dan energi panas. Residu padat akan dilakukan pemisahan antara residu yang akan diurug dengan residu yang mengandung serbuk besi ataupun bijih logam. Dari keseluruhan sampah, persentase serbuk besi ialah 10% dari sampah sedangkan bijih logam sekitar 1,5%. Serbuk besi akan digunakan kembali sebagai bahan baku campuran pembuatan aspal. Sedangkan bijih logam akan ditransferkan ke pabrik pengolahan logam lainnya sehingga dapat menjadi produk baru lagi setelah dilakukan pengolahan. Kota Kitakyushu memiliki tiga bangunan insinerasi yaitu Shinmoji Incineration, Kagosaki Incineration, dan Hiagara Incineration. Ketiga bangunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.21 hingga Gambar 4.23.

IV-15

Gambar 4.21 Bangunan Insinerasi Shinmoji Sumber: Rachman, 2017

Gambar 4.22 Bangunan Insinerasi Kagosaki Sumber: Rachman, 2017

Gambar 4.23 Bangunan Insinerasi Hiagari Sumber: Rachman, 2017

IV-16

Energi panas yang dihasilkan akan dimanfaatan sebagai pembangkit listrik di Kota Kitakyushu bersama dengan sumber pembangkit listrik lainnya. Shinmoji Incineration dapat menghasilkan listrik sebesar 23.500 Kilowatt, Kagosaki Incineration menghasilkan 36.340 Kilowatt, sedangkan Hiagarai Incineration hanya menghasilkan listrik sebesar 6.000 Kilowatt. 55% dari energi listrik tersebut ditransferkan ke perusahaan listrik sedangkan 40% lainnya digunakan untuk proses insinerasi itu sendiri. Sisa 5% biasanya digunakan untuk mengisi energi mobil pengumpulan sampah. b. Bangunan Pengolahan Kaleng dan Botol Kaca Kaleng dan botol kaca diolah pada bangunan yang sama. Walaupun pengumpulannya sama, kedua sampah kaleng dan botol ini memiliki perlakuan yang berbeda dalam pengolahannya. Kaleng akan diberikan pengolahan pertama yaitu dikompaksi menjadi balok-balok kaleng. Balok kaleng tersebut akan ditransferkan ke pabrik pengolahan lainnya untuk dipanaskan lalu dijadikan lembaran-lembaran aluminium yang akan dijadikan bahan baku pembuatan produk lainnya. Begitu pula halnya dengan botol aluminium. Gambar pengolahan sampah kaleng dapat dilihat pada Gambar 4.24 dan Gambar 4.25.

Gambar 4.24 Proses Kompaksi Sampah Kaleng Sumber: Rachman, 2017

IV-17

Gambar 4.25 Hasil Kompaksi Sampah Kaleng (Balok-Balok Kaleng) Sumber: Rachman, 2017

Pengolahan yang dilakukan untuk botol kaca adalah dihancurkan sesuai dengan warna botolnya. Warna botol kaca di Kota Kitakyushu terbagi atas tiga warna yaitu warna bening, cokelat dan hijau. Botol kaca yang telah dihancurkan sesuai dengan warnanya tersebut akan diolah kembali menjadi botol kaca lagi di pabrik pengolahan lainnya. Proses pengolahan sampah botol kaca dapat dilihat pada Gambar 4.26.

Gambar 4.26 Alur Proses Pengolahan Botol Kaca

IV-18

Bangunan Pengolahan Kaleng dan Botol Kaca yang berada di Kota Kitakyushu dapat dilihat pada Gambar 4.27.

Gambar 4.27 Bangunan Pengolahan Kaleng dan Botol Kaca Sumber: Rachman, 2017

c. Bangunan Pengolahan Botol Plastik PET Sampah yang masuk ke bangunan pengolahan akan dipilah terlebih dahulu. Tutup dipisahkan dari botol, setelah itu botol ini akan dikompaksi terlebih dahulu di Bangunan Pengolahan Botol Plastik PET. Sampah botol plastik PET ini akan akan dipisahkan dari plastik labelnya melalui proses blowing udara. Prinsipnya seperti separate cyclone. Plastik label yang berbahan ringan akan tersisihkan. Sehingga botol bersih yang akan lanjut ke pengolahan selanjutnya. Proses kompaksi dapat dilihat pada Gambar 4.28.

Gambar 4.28 Proses Kompaksi Botol Plastik PET Sumber: Rachman, 2017

IV-19

Botol bersih tersebut direduksi ukurannya sehingga akan menghasilkan pellet dan flakes. Kedua jenis hasil olahan tersebut akan diolah lagi di pabrik lainnya yang akan menghasilkan benang fiber sehingga menjadi kain. Kain tersebut akan dimanfaatkan dalam pembuatan pakaian seperti jas, celana, kemeja, rok, dasi dan perlengkapan lainnya seperti topi, sepatu, tas serta bola. Selain menjadi kain, pellet dan flakes tadi dapat dimanfaatkan sebagai campuran kayu dan dijadikan botol plastik PET lagi. Hasil pengolaan botol plastik PET dapat dilihat pada Gambar 4.29 hingga Gambar 4.30.

Gambar 4.29 Hasil Pengolahan Botol Plastik PET menjadi Pellet dan Flakes

Gambar 4.30 Hasil Pengolahan Botol Plastik PET menjadi Produk Baru (1)

IV-20

Gambar 4.30 Hasil Pengolahan Botol Plastik PET menjadi Produk Baru (2)

d. Bangunan Pengolahan Sampah Pembungkus dan Plastik Sampah bungkus dan plastik akan diberikan pengolahan pertama yaitu dikompaksi menjadi balok-balok. Sebelumnya, dilakukan pemisahan terlebih dahulu antara kantong sampah dengan sampah yang ditampung dengan menggunakan bags tearing machine. Sampah tersebut selanjutnya akan dikompaksi dengan menggunakan press machine sehingga menjadi balok-balok. Balok-balok tersebut akan dicacah menjadi bentuk pellet. Setelah itu akan dibawa ke pabrik pengolahan lainnya untuk dijadikan plastik baru lagi. Lokasi pengolahan dan hasi pengolahan dapat dilihat pada Gambar 4.31 dan Gambar 4.32.

Gambar 4.31 Lokasi Pengolahan Sampah Bungkus dan Plastik Sumber: Rachman, 2017

IV-21

Gambar 4.32 Balok-Balok Sampah Bungkus dan Plastik Sumber: Rachman, 2017

e. Bangunan Pengolahan Sampah Lampu Sampah lampu akan dipisahkan terlebih dahulu antara lampu yang berbentuk tabung dengan lampu yang berbentuk sirkular. Setelah itu dilakukan pencacahan pada masing-masing sampah lampu. Hasil cacahan tersebut dipisahkan bagian kaca dan bagian cap-nya. Hasil pengolahan ini berupa cacahan kaca, cacahan aluminium (pada cap), merkuri, dan juga fosfos. Hasil olahan tersebut dijadikan bahan baku untuk pembuatan produk daur ulang seperti pelat ban mobil, gelas kimia, semen bangunan, dan zat kimia merkuri. Bangunan pengolahan sampah lampu dapat dilihat pada Gambar 4.33.

Gambar 4.33 Bangunan Pengolahan Sampah Lampu

IV-22

f. Bangunan Pengolahan Minyak Goreng Bekas Minyak goreng bekas yang dihasilkan masyarakat akan diolah dan dijadikan bahan baku produk lainnya. Biasanya hasil olahan minyak goreng bekas ini akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan material cat, campuran makanan hewan dan lainnya. Bangunan pengolahan minyak goreng bekas dapat dilihat pada Gambar 4.34.

Gambar 4.34 Bangunan Pengolahan Minyak Goreng Bekas

7. Bangunan Pengolahan Peralatan Rumah Tangga Bangunan ini akan mengolah sampah baterai, sampah bahan berbahaya dan beracun, sampah elektronik dan sampah peralatan rumah tangga lainnya. Sampahsampah tersebut akan dibawa ke bangunan pemilahan terlebih dahulu sebelum dibawa ke bangunan pengolahan peralatan rumah tangga. Pengolahan yang dilakukan di pabrik ini adalah penghancuran sampah menjadi bahan baku produk lain misalnya serbuk atau bijih besi, aluminium, tembaga, plastik dan lainnya. Bangunan pengolahan peralatan rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 4.35.

IV-23

Gambar 4.35 Bangunan Pengolahan Peralatan Rumah Tangga

g. Bangunan Pengolahan Kertas Bekas Sampah kertas akan didaur ulang di bangunan pengolahan kertas bekas. Kertas tersebut disortir manual berdasarkan jenisnya. Setelah itu dikompaksi. Kertas yang dikompaksi akan diolah menjadi tisu toilet, kertas daur ulang, bahan baku campuran kayu dan sebagiannya akan dijadikan campuran pakan ternak (livestock litter). Proses pengolahan dan hasil pengolahan dapat dilihat pada Gambar 4.36 dan Gambar 4.37

Gambar 4.36 Proses Sortir Manual Sampah Kertas Sumber: Rachman, 2017

IV-24

Gambar 4.37 Hasil Kompaksi Sampah Kertas Sumber: Rachman, 2017

Selain pengolahan yang dilakukan oleh pabrik-pabrik tersebut, biasanya komunitas masyarakat juga melakukan pengolahan yaitu pengomposan, pengolahan sampah pohon, pengolahan sampah kertas dan pengolahan minyak goreng bekas. Pengomposan yang dilakukan biasanya menggunakan metode takakura dengan bahan bakunya adalah sampah dapur masyarakat. Pengolahan sampah pepohonan biasanya akan dicacah dan sebagian dijadikan pupuk kompos dan sebagian lainnya akan dibawa ke kandang ternak. Pengolahan sampah kertas biasanya dijadikan produk-produk daur ulang seperti tas, origami dan lainnya. Pengolahan minyak goreng bekas ini biasanya dijadikan sebagai sabun yang berasal dari minyak goreng bekas. 4. Pengangkutan Hasil pengolahan sampah takkan lepas dari residu. Residu tersebut meliputi residu padat hasil insinerasi dan sampah-sampah yang tidak dapat didaur ulang (persentasenya kecil). Residu tersebut akan diangkut ke lahan pemrosesan akhir di Kota Kitakyushu. Alat angkut yang digunakan adalah Hauled Truck dapat dilihat pada Gambar 3.8.

IV-25

Gambar 4.38 Hauled Truck Sumber: Rachman, 2017

Kuantitas pengangkutannya sangat kecil jika dibandingkan dengan total sampah yang dihasilkan Kota Kitakyushu dan kota kecil lainnya yang juga diolah di Kota Kitakyushu. Hal tersebut karena memaksimalkan pengolahan sehingga dapat mengurangi residu secara optimal. Residu itu akan diangkut ke Hibikinada Landfill. 5. Pemrosesan Akhir (Landfill) Residu daur ulang dan sampah yang tidak dapat diolah akan diangkut ke lahan pemrosesan akhir yaitu Hibikinada Landfill. Kota Kitakyushu tidak serta merta hanya membuang residu tersebut lalu diurug. Namun, residu tersebut direklamasi sehingga menjadi pulau baru dengan sebutan Hibikinada. Sistem landfill yang digunakan di Hibikinada ini adalah jenis Sanitary Landfill. Gambar dari Hibikinada Landfill dapat dilihat pada Gambar 4.39.

Gambar 4.39 Hibikinada Landfill (1) Sumber: Rachman, 2017

IV-26

Gambar 4.39 Hibikinada Landfill (2) Sumber: Rachman, 2017

Gambar 4.39 Hibikinada Landfill (3) Sumber: Rachman, 2017

Pulau Hibikinada ini merupakan pulau yang direncanakan pemerintah Kota Kitakyushu untuk berbagai hal seperti lokasi pengolahan sampah, lahan konservasi buatan yang dilindungi dan lokasi industri. Luasnya saat ini mencapai 70 ha. Landfill ini diperuntukkan sejak 1986 hingga 2022 kelak. Reklamasi yang dilakukan sangat mempertimbangkan lingkungan sekitar. Struktur dari reklamasi residu sampah dapat dilihat pada Gambar 4.40. Lahan reklamasi ini dilengkapi dengan teknologi pembersihan air laut untuk kemungkinan air laut yang tetap bisa lolos menuju residu meski telah diberi pondasi yang kokoh. Air laut terkontaminasi akan diberi perlakuan sehingga dikeluarkan dalam kualitas yang tidak lagi terkontaminasi.

IV-27

Gambar 4.40 Struktur Reklamasi Residu Sampah Sumber: Rachman, 2017

Kondisi eksisting secara umum pengelolaan sampah domestik Kota Kitakyushu dapat dilihat pada Gambar 4.41. 4.2.1.2 Aspek Non Teknis Sistem pengelolaan sampah domestik tidak lepas dari peran aspek non teknis. Aspek ini meliputi peran masyarakat, peran industri, dan program minimasi sampah yang dilakukan. Masyarakat Kota Kitakyushu memiliki pemahaman yang baik dalam pengelolaan sampah. Sebagian masyarakat bergabung dengan komunitas peduli lingkungan yang secara berkala mengadakan aksi lingkungan di Kota Kitakyuhsu. Industri juga turut serta dalam pengelolaan sampah domestik di Kota Kitakyushu. Industri diberi tanggung jawab oleh pemerintah untuk mengelola proses-proses pengolahan yang dilakukan oleh Kota Kitakyushu. Pemerintah memberikan lahan bagi industri untuk mendirikan sarana pengolahan yang dibutuhkan. Pusat pengolahan sampah di Kota Kitakyushu terletak di Eco Town Centre. Kota Kitakyushu juga menerapkan program minimasi sampah yang menarik. Selain dengan cara menerapkan sistem kantong belanja berbayar, Kota Kitakyushu juga menetapkan untuk penggunaan kantong sampah berbayar.

IV-28

Gambar 4.41 Skema Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik Kota Kitakyushu

IV-29

Sehingga masyarakat yang menghasilkan banyak sampah akan mengeluarkan uang banyak pula untuk membeli kantong sampah. Industri pun menerapkan produksi yang ramah lingkungan. Produk-produk ramah lingkungan ini lebih diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan produk lainnya. Jika berbelanja, dengan membeli produk merk yang sama dengan volume yang besar akan lebih murah dibandingkan dengan produk dengan volume kecil. 4.2.2 Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik Kota Padang Berdasarkan penelitian Hafizh (2016), Kota Padang memiliki timbulan sampah domestik sebesar 190,69 ton/h atau 4.651,5 m3/h dengan satuan timbulan sampahnya 0,201 kg/o/h atau 4,903 l/o/h. Sampah tersebut dikumpulkan dalam bentuk sampah tercampur sehingga dalam pengolahannya akan menjadi sulit. Komposisi dari sampah domestik Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Komposisi Sampah Domestik Kota Padang Tahun 2016 Komponen Sampah Organik Sampah Makanan Kertas Plastik Tekstil Kulit Karet Sampah Halaman Kayu Total Organik Anorganik Kaca Logam Lain-lain Total Anorganik

Komposisi (% berat total) 67,25 4,69 16,17 1,35 0,13 0,34 1,61 0,86 92,5 1,18 0,69 5,64 7,50

Sumber: Hafizh, 2017

4.2.2.1 Aspek Teknis Aspek teknis yang dibahas meliputi pewadahan, pengumpulan, pengolahan, pengangkutan dan pemrosesan akhir.

IV-30

1. Pewadahan Pemilahan sampah di Kota Padang terdiri atas tiga jenis sampah yaitu sampah organik, sampah anorganik dan sampah lainnya atau sampah B3.Beberapa lokasi terdiri atas dua dan bahkan satu jenis. Bentuk wadah yang digunakan dibebaskan pada masyarakat untuk wadah individual yang ditempatkan di masing-masing rumah masyarakat, sedangkan wadah komunal biasanya berupa kontainer dan bin sampah di pinggir jalan. Pemilahan sampah dengan wadah yang difasilitasi oleh pemerintah dapat dilihat pada Gambar 4.42 dan Gambar 4.43

Gambar 4.42 Contoh Wadah Sampah Komunal Kota Padang 3 Jenis Pemilahan Sumber: Tim Redaksi, 2018

Gambar 4.43 Contoh Wadah Sampah Komunal Kota Padang Sampah Tercampur

Meski telah ditetapkan kebijakan pemilahan sederhana oleh pemerintah, dalam aplikasinya sampah yang dikumpulkan dan diangkut ke TPA dalam keadaan tercampur. Sehingga fungsi pewadahan yang diharapkan tidak tercapai dengan baik.

IV-31

Kondisi pewadahan yang ada pun tidak begitu baik (Gambar 4.44) dan jumlahnya belum memenuhi kebutuhan timbulan masyarakat. Hal tersebut seringkali mengakibatkan sampah bertumpuk hingga melebihi kapasitas pewadahan. Pewadahan yang ada juga belum informatif, sehingga masyarakat sulit memahami sampah mana yang harusnya dibuang di tempat sampah tersebut.

Gambar 4.44 Kondisi Pewadahan Sampah Kota Padang Sumber: Andries, 2016

2. Pengumpulan Pengumpulan yang dilakukan Kota Padang sama dengan pengangkutan secara umum. Sampah dikumpul atau diangkut dari sumber menuju TPA tanpa adanya pengolahan pendahuluan antara sumber dan TPA. Pengumpulan ini menggunakan mobil truk dan juga gerobak motor dengan jadwal yang telah ditentukan namun tidak berjalan dengan baik. Sampah yang dikumpulkan oleh Dinas Lingkungan Hidup hanya 65% dari sampah yang dihasilkan masyarakat, sisanya tidak terkelola melainkan dibuang ke sungai atau dibakar oleh masyarakat (Raharjo dkk, 2013). Kadangkala, meski telah ada pemilahan yang dilakukan pada pewadahan, sistem kumpul atau angkut yang dilakukan masih mencampur sampah yang telah dipilah, sehingga tidak ada fungsi pemilahan yang direncanakan.

IV-32

3. Pengolahan Fasilitas pengolahan telah tersedia di Kota Padang meliputi TPS3R, Bank Sampah dan TPST. Namun pemanfaatan fasilitas pengolahan masih belum maksimal. Total persentase pengolahan yang dilakukan ialah 5%, 2% pengomposan di TPST dan 3% daur ulang oleh sektor informal atau pemulung (Raharjo, 2013). Teknologi pengolahan belum mendukung maksimalnya pengolahan yang dilakukan. Teknologi yang dimiliki masih sederhana yaitu teknologi pengomposan dan pencacahan. Hasil dari pengolahan ini berupa kompos dan beberapa sampah bernilai ekonomis. 4. Pengangkutan Sebagaimana pengumpulan, pengangkutan dapat didefinisikan sama dengan pengangkutan karena sistem yang digunakan Kota Padang masih kumpul-angkutbuang. Sampah yang telah dikumpulkan dibawa langsung ke TPA menggunakan truk berjenis arm roll dan juga dump truk. 5. Pemrosesan Akhir TPA di Kota Padang berjenis Controlled Landfill dengan beban pengurugan yang besar berupa sampah tercampur kota. Sebelum diurug, sampah tersebut dilakukan pengolahan sebesar 5% yaitu daur ulang yang dilakukan oleh pemulung dan pengomposan yang dilakukan oleh petugas TPA. Lahan yang digunakan untuk TPA adalah lahan yang luas pada daratan. Fasilitas pengolahan gas metan dan lindi tidak berjalan dengan baik. Sehingga dampak yang dihasilkan dari proses pengurugan masih menjadi potensi besar dalam pencemaran lingkungan. Kondisi eksisting secara umum pengelolaan sampah domestik Kota Padang dapat dilihat pada Gambar 4.45. 4.2.2.2 Aspek Non Teknis Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah Kota Padang tidak terlalu nampak, bahkan masyarakat cenderung tidak tahu/ tidak peduli dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah sehingga mereka terkesan tidak taat aturan. Akibat pengetahuan masyarakat yang rendah tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik, masyarakat tidak begitu peduli terhadap lingkungannya.

IV-33

Gambar 4.45 Skema Eksisting Pengelolaan Sampah Domestik Kota Padang

IV-34

Sebagian masyarakat masih membuang sampahnya dengan cara dibakar ataupun dihanyutkan ke sungai. Hanya sebagian kecil dari masyarakat yang peduli dan aktif dalam kegiatan lingkungan di sekitarnya. Industri belum pernah dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan sampah. Sejauh ini industri hanya terlibat sebatas CSR dari pemerintah. Padahal industri memiliki potensi yang besar terlibat dalam pengolahan sampah karena mereka memiliki dana dan juga teknologi yang memadai dibandingkan dengan yang pemerintah punyai. Industri masih saja menghasilkan produk-produk yang tidak atau belum ramah terhadap lingkungan. Program minimasi sampah telah dicanangkan oleh pemerintah dengan baik, hanya saja dalam aplikasinya tidak. Banyak berdiri TPS3R dan Bank Sampah di Kota Padang namun tidak dimaksimalkan fungsinya sebagaimana mestinya. Padahal TPS3R dan Bank Sampah sangat berpotensi dalam pengurangan sampah yang berakibat terhadap berkurangnya beban sampah yang akan diurug di landfill. 4.3 Analisis Komparatif Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Kota Kitakyushu dan Kota Padang Berdasarkan pemaparan kondisi eksisting pada kedua kota, Kota Kitakyushu dan Kota Padang, maka dibuatlah analisis komparatif pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Analisis Komparatif Kota Kitakyushu

  



Kota Padang

Aspek Teknis Pewadahan Dibedakan berdasarkan jenis sampah dan  Dibedakan berdasarkan 3 jenis sampah bentuk pengolahan Bentuk : pewadahan individual (kantong  Bentuk : pewadahan individual (terserah sampah) pewadahan komunal (kotak/box masyarakat) pewadahan komunal sampah, jaring sampah) (kontainer dan tempat sampah) Lokasi : pewadahan individual (rumah  Lokasi : pewadahan individual (rumah masing-masing) pewadahan komunal masing-masing) pewadahan komunal (di (halaman mall, swalayan, pinggir jalan pinggir jalan atau daerah yang mudah atau di setiap sudut apartemen, di sebelah dijangkau masyarakat) fending machine) Pemilahan Sampah: Wadah Individual  Pemilahan Sampah: Wadah Individual (Sampah dapur, sampah botol plastik (sesuai keinginan pemilik wadah/tidak ada PET, sampah kaleng dan botol kaca, pemilahan); Wadah Komunal (Kontainer sampah bungkus dan plastik makanan); tidak terpilah, bin terbagi atas 3 pemilahan Wadah Komunal (Sampah karton, yaitu sampah organik, sampah anorganik lampu, peralatan logam yang kecil-kecil, dan sampah lainnya) minyak goreng bekas, tinta printer,

IV-35

Tabel 4.3 Analisis Komparatif Kota Kitakyushu elektronik, baterai dan sampah bahan berbahaya dan beracun lainnya)  Jumlahnya mencukupi kebutuhan kota dengan kondisi baik  Wadah informatif

Kota Padang

 Menggunakan mobil pengumpulan tertutup dengan kompaktor  Memiliki jadwal pengumpulan sesuai jenis sampah

 Menggunakan mobil truk dan gerobak motor

 Jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan kota dengan kondisi sebagian tidak baik  Tidak informatif (keterangan jenis sampah atau sampah yang bagaimana yang harus dibuang disana)  Terlaksana dengan baik  Tidak terlaksana Pengumpulan (dari sumber ke pengolahan)

 Jadwal telah ada namun pengumpulan tercampur meski sudah dipisahkan melalui pewadahan  Presentase pengumpulan sampah 65%  Rute pengumpulan: sumber ke TPA

 Presentase pengumpulan sampah 100%  Rute pengumpulan: sumber ke bangunan pengolahan sampah Pengolahan

 Pengolahan lengkap dan tuntas meliputi:  Pengolahan hanya pengomposan saja di Daur Materi (Can And Bottle Recycling, TPA, didirikan TPS3R dan Bank Sampah Plastic PET Bottle Recycling, Plastic namun sebagian saja yang aktif dikelola. Container and Package Recycling, Fluorescent Tube Recycling, Cooking Oil Recycling, Home Appliance Recycling, dan Used Paper Recycling); Daur Energi (Insinerasi dilengkapi dengan flu gas treatment)  Persentase pengolahan 5%  Persentase pengolahan 100% sampah diolah  Teknologi pengolahan tersedia  Teknologi pengolahan tidak tersedia  Menghasilkan sedikit residu dan banyak  Hanya menghasilkan kompos dan sisanya di produk baru atau bahan baku baru urug Pengangkutan (pengolahan ke TPA)  Menggunakan mobil pengangkut  Menggunakan mobil pengangkut tercampur  Residu yang diangkut berupa abu hasil  Residu yang diangkut berupa sampah dari insinerasi sumber  Rute pengangkutan: bangunan pengolahan  Rute pengangkutan: sumber ke TPA ke TPA Pemrosesan Akhir  Jenis Landfill: Sanitary Landfill  Residu diurug: abu hasil insinerasi  Lahan yang digunakan adalah pinggiran laut sehingga membuat lahan/daratan baru  TPA dilengkapi dengan pengolahan air laut sederhana jika air laut merembes ke lahan reklamasi  Sampah masuk ke TPA 5% dari jumlah sampah total karena ada pengolahan

IV-36

 Jenis Landfill: Controlled Landfill  Residu diurug: sampah tanpa pengolahan (sampah dari sumber)  Lahan yang digunakan daratan yang luas  Pengolahan gas metan dan lindi tidak berjalan dengan baik  Sampah diurug di TPA 60% sampah dari sumber yang dibawa ke TPA

Tabel 4.3 Analisis Komparatif Kota Padang

Kota Kitakyushu Aspek Non Teknis Peran Masyarakat  Berperan dan taat aturan

 Tidak terlalu banyak peran, tidak tahu dan tidak taat aturan  Memiliki pengetahuan dan Peduli  Memiliki pengetahuan dan peduli lingkungan yang besar lingkungan yang rendah  Kebiasaan mengelola sampah baik  Kebiasaan mengelola sampah buruk (minimasi dan pemilahan sampah) (Terbiasa membuang sampah di sungai atau membakarnya)  Hanya sebagian kecil yang menjadi aktivis  Sebagian aktif menjadi aktivis lingkungan lingkungan Peran Industri  Industri terlibat dalam pengolahan sampah

 Industri tidak berperan dalam pengolahan sampah, hanya pengadaan pewadahan saja  Pemerintah belum ada kerja sama dalam pengolahan sampah

 Industri mendapatkan lahan dari pemerintah untuk membangun fasilitas pengolahan sampah  Industri menghasilkan produk-produk yang  Industri masih menghasilkan produk yang ramah lingkungan (diminati oleh tidak ramah lingkungan dan tidak mengolah masyarakat) limbahnya dengan baik Program Minimasi Sampah  Kantong sampah berbayar  Kantong belanja berbayar atau membawa kantong belanja sendiri  Harga produk volume kecil lebih mahal dari pada produk volume besar

 Program 3R dan Bank Sampah/TPS3R namun tidak berjalan dengan baik

Berdasarkan hasil analisis komparatif tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah di Kota Padang belum baik kualitasnya karena masih terdapat sampah yang tak terkelola dan belum dilakukan pengolahan yang optimal seperti yang dilakukan oleh Kota Kitakyushu. Sehingga, tujuan pengelolaan sampah yang dilakukan yaitu meminimasi residu ke TPA tidak terlaksana dengan baik. 4.4 Analisis SWOT Pengelolaan Sampah Kota Padang Dalam penyusunan strategi pengelolaan sampah Kota Padang, digunakan analisis SWOT dengan mempertimbangkan faktor internal dan faktor eksternal serta hubungan dari kedua faktor. Batasan faktor internal mencakup sistem pengelolaan sampah itu sendiri dan pihak pemerintah sebagai pelaksana sistem. Sedangkan batasan Faktor eksternal mencakup masyarakat, industri, sektor informal (pemulung), perguruan tinggi, sister city, LSM yang bergerak di lingkungan serta potensi pengoptimalan TPS3R dan Bank Sampah yang telah ada di Kota Padang. IV-37

Pengusulan strategi ini juga mempertimbangkan kondisi terbaik pada analisis komparatif yaitu kondisi Kota Kitakyushu sebagai acuan dalam pengelolaan sampah Kota Padang. Analisis SWOT yang dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pada analisis komparatif dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Analisis SWOT

Eksternal

Internal

Kekuatan (Strength)

Kelemahan (Weakness)

1. Pemerintah punya kewenangan mengatur dan menetapkan kebijakan ke pihak eksternal pemerintah (masyarakat, Industri, LSM, perguruan tinggi dll) 2. Adanya penganggaran tahunan dan retribusi pengelolaan sampah 3. Adanya petunjuk teknis pengelolaan sampah yang diharapkan di Indonesia yaitu Permen PU No.3 tahun 2013 4. Amanat UU No.18 tahun 2008 5. Adanya Perda Kota Padang No.21 tahun 2012 yang mengatur pengelolaan sampah daerah Kota Padang 6. Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017 (Jakstranas) 7. Peraturan Walikota tentang Kebijakan Strategis Daerah (Jakstrada) Kota Padang tentang Target Pengurangan Sampah 30% dan Pengelolaan Sampah 70% pada tahun 2025

1. Alokasi anggaran tahunan dan retribusi pengelolaan sampah belum cukup untuk mengelola sampah dengan baik 2. Kondisi sampah bercampur dari sumber - TPA 3. Fasilitas pewadahan dalam kondisi tidak baik dan tidak informatif 4. Pengumpulan sampah hanya 75% dan sampah langsung dibawa ke TPA 5. Fasilitas pengumpulan masih mengangkut sampah bercampur 6. Proses pengolahan tidak maksimal (hanya 5% sampah dari sampah terkumpul) 7. Fasilitas pengolahan sampah (TPST, TPS3R, Bank Sampah, Bangunan Pengolahan) belum maksimal 8. Sampah yang masuk ke TPA 70% dari 75% sampah terkumpul 9. Sanksi dari pelanggaran aturan pengelolaan sampah belum tegas 10. Kemampuan Tenaga Pengelola belum baik 11. Belum ada peraturan sampah B3 rumah tangga dan sampah elektronik Strategi W-O

Peluang (Opportunities)

Strategi S-O

1. Industri berpotensi untuk terlibat dalam pengelolaan sampah 2. Potensi SDM dari lulusan Teknik Lingkungan 3. Kerjasama Perguruan Tinggi dalam bidang penelitian 4. Kerjasama antar Kota (sister city) 5. Potensi daur ulang sampah 65,16% (Hafiz, 2017) 6. Adanya LSM yang bergerak di bidang lingkungan

1. Pemerintah membuat aturan pelibatan Industri, LSM dan sektor informal dalam pengelolaan sampah 2. Pemerintah menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi 3. Pemerintah bekerja sama dengan Sister City seperti Kota Kitakyushu dalam alih teknologi pengolahan sampah

IV-38

1. Pengadaan dan perbaikan fasilitas pewadahan, pengumpulan dan pengangkutan dengan bekerjasama dengan Industri (CSR) 2. Merencanakan sistem pengumpulan terpisah dengan penjadwalan 3. Penerapan teknologi pengolahan sampah seperti Kota Kitakyushu untuk

7. Perkembangan Bank Sampah dan TPS3R 8. Adanya sektor informal (pemulung) Ancaman (Threats)

4. Memaksimalkan fungsi Bank Sampah dan TPS3R dalam upaya pengurangan sampah

1. Pemahaman masyarakat yang rendah mengenai pengelolaan sampah 2. Masyarakat terbiasa membuang sampah ke sungai atau di bakar 3. Munculnya pencemaran lainnya dan protes masyarakat terhadap pencemaran tersebut akibat uji coba teknologi pengolahan sampah yang baru

1. Peningkatan pelibatan masyarakat melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Strategi S-T

memaksimalkan potensi daur ulang sampah 4. Peningkatan kapasitas Tenaga Pengelola Strategi W-T 1. Penguatan Penegakan Hukum 2. Pemerintah membuat kebijakan terkait aturan pengelolaan sampah B3 dan Sampah Elektronik Rumah Tangga

Faktor internal ditelaah komponen kekuatan (strength) dan kelemahannya (weakness). Faktor internal dalam hal ini pemerintah memiliki kekuatan yang signifikan dalam penentuan kebijakan dan pemegang kekuasaan hukum. Namun, dapat penerapannya, kebijakan yang dibuat belum terlaksana dengan baik seperti yang terlihat pada kolom kelemahan tabel diatas. Faktor eksternal ditelaah sebagai komponen peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Semua cakupan faktor ekstenal memiliki peluang yang sama dalam strategi yang diberikan. Sedangkan ancaman secara umum datang lebih besar dari masyarakat. Dengan mempertimbangkan hubungan antara kedua faktor internal dan faktor eksternal, maka dihasilkanlah strategi pengelolaan sampah yang dapat dilihat pada tabel di atas. Strategi tersebut diturunkan untuk menghasilkan program-program terkait yang mendukung terwujudnya strategi yang diusulkan. Program-program yang diusulkan dapat dilihat pada Tabel 4.5 tersebut: Tabel 4.5 Strategi dan Turunan Porgram Strategi dan Program 1. Strategi S-O 1.1 Pemerintah membuat aturan pelibatan Industri, LSM dan sektor informal dalam pengelolaan sampah 1.1.1 Membuat peraturan setiap Industri/Badan Usaha yang menghasilkan produk wajib mengelola sampah dari produknya 1.1.2 Mewajibkan industri besar terlibat dalam pengolahan sampah kota bersama pemerintah

IV-39

Strategi dan Program 1.1.3 Pemerintah menyediakan lahan untuk didirikannya tempat pengolahan sampah (ecorecycling centre) 1.1.4 Pemerintah melibatkan LSM dalam program pengelolaan sampah ke masyarakat 1.1.5 Pembinaan sektor informal (pemulung) 1.2 Pemerintah menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi 1.2.1 Kerjasama dalam penelitian 1.2.2 Kerjasama dalam pendampingan pengelolaan sampah 1.2.3 Kerjasama dalam pendidikan lingkungan 1.3 Pemerintah bekerja sama dengan Sister City seperti Kota Kitakyushu dalam alih teknologi pengolahan sampah 1.3.1 Daur Ulang 1.3.2 Pengomposan 1.3.3 Insinerasi 1.3.4 Landfill Gas (LFG) 1.3.5 Biodigester 1.4 Memaksimalkan fungsi Bank Sampah dan TPS3R dalam upaya pengurangan sampah 1.4.1 Memusatkan upaya pengurangan sampah pada Bank Sampah dan TPS3R 1.4.2 Meningkatkan sarana dan prasarana pada Bank Sampah dan TPS3R 1.4.3 Membuat Sistem Informasi terintegrasi mengenai pengelolaan sampah di setiap Bank Sampah dan TPS3R 1.4.4 Menerapkan sistem insentif dan disinsentif untuk Bank Sampah dan TPS3R yang memiliki kinerja yang baik dan yang kurang baik 2. Strategi W-O 2.1 Pengadaan dan perbaikan fasilitas pewadahan, pengumpulan dan pengangkutan dengan bekerjasama dengan Industri (CSR) 2.1.1 Pewadahan dibagi atas tiga pemilahan: sampah anorganik (plastik, kertas, kaca dan logam); sampah organik (sampah dapur dan halaman); sampah lainnya (tekstil, kulit, karet, kayu, lainnya) 2.1.2 Pewadahan dikondisikan dengan baik (tidak rusak, tidak dimasuki air hujan, tidak sulit dijangkau) 2.1.3 Pewadahan memiliki informasi yang cukup dimengerti masyarakat (informatif) 2.1.4 Pengumpulan menggunakan mobil atau becak motor yang tertutup dengan rute sumber – pengolahan 2.1.5 Pengangkutan menggunakan mobil yang tertutup dengan rute pengolahan - TPA 2.2 Merencanakan sistem pengumpulan terpisah dengan penjadwalan Sampah Organik : Senin, Rabu, Jum’at, Minggu Sampah Anorganik : Selasa, Sabtu Sampah Lainnya : Kamis Waktu Pengumpulan : 05.00 – 07.00 dan 19.00 – 21.00 2.3 Penerapan teknologi pengolahan sampah seperti Kota Kitakyushu untuk memaksimalkan potensi daur ulang sampah 2.3.1 Daur Ulang 2.3.2 Pengomposan 2.3.3 Insinerasi 2.3.4 Landfill Gas (LFG) 2.3.5 Anaerobik Digester 2.4 Peningkatan kapasitas Tenaga Pengelola 2.4.1 Merekrut Tenaga Pengelola dari lulusan Teknik Lingkungan

IV-40

Strategi dan Program 2.4.2 Memberikan beasiswa kepada Tenaga Pengelola untuk studi banding ke Negara lain terkait pengelolaan sampah 3. Strategi S-T 3.1 Peningkatan pelibatan masyarakat melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi 3.1.1 Mengedukasi masyarakat melalui pendidikan ekstrakurikuler, perpustakaan berjalan, pelatihan untuk PKK, kurikulum mata pelajaran, dan taman edukasi 3.1.2 Mengadakan workshop pengelolaan sampah paradigma baru lengkap dengan bahaya kebiasaan masyarakat membakar dan membuang sampah ke sungai 3.1.3 Mengadakan sosialisasi penggunaan teknologi pengolahan sampah terbaru serta dampak yang akan dirasa untuk tahap uji coba 3.1.4 Mengadakan perlombaan antar skop daerah mengenai pengelolaan sampah terbaik yang dilakukan di daerah masing-masing 3.1.5 Mengadakan pameran atau peringatan acara lingkungan dengan mengenalkan dan membudayakan hidup peduli lingkungan pada pameran tersebut 3.1.6 Memodelkan TPS3R dan Bank Sampah sebagai pusat pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah 3.1.7 Peningkatan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk membayar jasa layanan pengelolaan sampah 4. Strategi W-T 4.1 Penguatan Penegakan Hukum 4.1.1 Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum 4.1.2 Meningkatkan pengawasan terhadap ketaatan pelaksanaan pengelolaan sampah yang diterapkan 4.2 Pemerintah membuat kebijakan terkait aturan pengelolaan sampah B3 dan Sampah Elektronik Rumah Tangga

4.5 Penyusunan Skenario Pengelolaan Sampah Skenario pengelolaan sampah disusun berdasarkan strategi dan program teknis yang diusulkan pada subbab sebelumnya. Skenario ini disusun atas empat skenario, yaitu skenario 0, skenario 1, skenario 2 dan skenario 3. Skenario 0 merupakan skenario eksisting pengelolaan sampah Kota Padang. Sedangkan skenario 1 – 3 merupakan skenario yang diturunkan berdasarkan strategi dan program teknis yang diusulkan pada subbab sebelumnya. Rekapitulasi skenario pengelolaan sampah Kota Padang yang disusun dapat diliat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Skenario pengelolaan sampah Kota Padang yang disusun Aspek Teknis

Pemilahan/ Pewadahan

Skenario 0 Tidak ada pemilahan sampah (sampah tercampur

Skenario I

Skenario 2

Skenario 3

Pewadahan dibagi atas tiga pemilahan: 1. sampah daur ulang (plastik, kertas, kaca dan logam); 2. sampah layak kompos (sampah dapur dan halaman); 3. sampah lainnya (tekstil, kulit, karet, kayu, lainnya) Keterangan Acuan: Strategi 2.1, program 2.1.1 – 2.1.3

IV-41

Tabel 4.6 Skenario pengelolaan sampah Kota Padang yang disusun Aspek Teknis

Pengumpulan



Skenario 0 Pengumpulan menggunakan mobil truk (dump maupun armroll) dengan rute sumber – tempat pemrosesan akhir (TPA) Mengangkut timbulan sampah tercampur setiap hari

Jadwal Pengumpulan

Pengolahan

Pengolahan hanya dilakukan di TPA dengan persentase rendah

Skenario I

Keterangan Acuan: Strategi 2.1, program 2.1.4 Waktu Pengumpulan: 05.00 – 07.00 dan 19.00 – 21.00 Jenis Sampah yang dikumpulkan: Senin: Sampah Layak Kompos Selasa: Sampah Daur Ulang Rabu: Sampah Layak Kompos Kamis: Sampah Lainnya Jumat: Sampah Layak Kompos Sabtu: Sampah Daur Ulang Keterangan Acuan: Strategi 2.2 Pengolahan memanfaatkan fasilitas pengolahan sampah yang telah ada maupun yang berpotensi seperti TPST, TPS3R, Bank Sampah dan Industri Keterangan Acuan: Strategi 1.1, program 1.1.2 – 1.1.3 Strategi 1.3, program 1.3.1 – 1.3.5 Strategi 1.4, program 1.4.1 – 1.4.4

Daur ulang oleh sektor informal (pemulung)

 Sampah Layak Kompos

Pengomposan

 Sampah Lainnya

Tidak ada pengolahan (diurug di TPA)

Pemrosesan Akhir

Skenario 3

Pengumpulan menggunakan mobil truk (dump maupun armroll) atau becak motor dengan rute sumber – pengolahan

 Sampah Daur Ulang

Pengangkutan

Skenario 2

Daur Ulang Insinerasi

Anaerobik Digester

Pengomposan Pengomposan

Penngangkutan menggunakan mobil truk (dump maupun armroll) dengan rute sumber – tempat pemrosesan akhir (TPA) Landfill (tanpa fasilitas Landfill gas)

Pengangkutan menggunakan mobil yang tertutup dengan rute pengolahan – TPA

Landfill (dengan fasilitas Landfill gas)

Keterangan Acuan: Strategi 1.3, program 1.3.4 Strategi 2.3, program 2.3.4

Landfill (tanpa fasilitas Landfill gas)

Landfill (dengan fasilitas Landfill gas)

Keterangan Acuan: Strategi 1.3, program 1.3.4 Strategi 2.3, program 2.3.4

Skenario di atas disimulasikan di tahun 2023 (proyeksi 5 tahun ke depan) dengan jumlah timbulan sampah yang digunakan adalah jumlah timbulan sampah pada tahun 2023. Berikut ialah penjelasan dari masing-masing skenario beserta diagram skema pengelolaan sampah domestik:

IV-42

4.5.1 Skenario 0 Pada skenario 0 (skenario eksisting), sampah yang dikumpulkan dalam bentuk tercampur. Kondisi ini menyebabkan sulitnya pengelolaan dan pengolahan yang akan dilakukan selanjutnya. Selain itu, persentase sampah tidak dikelola pun masih cukup tinggi yaitu 35% dari total timbulan sampah kota. 35% sampah tersebut biasanya diperlakukan warga dengan membakarnya atau membuangnya ke perairan (sungai). Sisanya, 65% ditangani oleh pemerintah. Diagram skenario 0 dapat dilihat pada Gambar 4.46. Kondisi eksisting masih mengadopsi konsep kumpul-angkut-buang yaitu sampah yang dihasilkan di sumber akan langsung dikumpulkan dan diangkut ke tempat pemrosesan akhir (TPA). Ada pengolahan yang dilakukan pada skenario ini dengan persentase pengolahan yang kecil. Pengomposan dilakukan 2% sedangkan daur ulang oleh sektor informal (pemulung) sebesar 3%. Sedangkan 60% lainnya akan diurug di Landfill beserta dengan residu dari pengomposan yang dilakukan. 4.5.2 Skenario 1 Pada skenario 1, sampah yang dikumpulkan dalam bentuk terpilah atas tiga jenis yaitu sampah layak kompos, sampah daur ulang dan sampah lainnya. Kondisi ini disusun agar memudahkan dalam pengelolaan dan pengolahan yang akan dilakukan selanjutnya. Selain itu, persentase sampah tidak dikelola direduksi sebesar 2% per tahun (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2018). Karena asumsi perhitungan skenario ialah lima tahun ke depan (2023) maka total reduksi sampah yaitu sebesar 10% dari kondisi eksisting yaitu menjadi 25% dari total timbulan sampah kota. Sisanya, 75% dilakukan penanganan oleh pemerintah dengan pelibatan sektor informal (pemulung) dan masyarakat. Diagram skenario 1 dapat dilihat pada Gambar 4.47.

IV-43

Gambar 4.46 Diagram Skenario 0 Sumber: Raharjo dkk, 2013

Keterangan: ____________

Sampah Tercampur

____________

Sampah Layak Kompos

____________

Sampah Daur Ulang

________

Residu

IV-44

Gambar 4.47 Diagram Skenario 1 Keterangan: ____________

Sampah Tercampur

____________

Sampah Layak Kompos

____________

Sampah Daur Ulang

________

Residu

IV-45

Skenario 1 melakukan pengolahan sampah dengan pengomposan dan daur ulang. Pengolahan sampah dilakukan di dua tempat yaitu pengomposan di TPS3R dan daur ulang di TPS dan Bank Sampah. Pengomposan dan daur ulang diasumsikan naik 0,14% per tahun (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2018). Sehingga pada tahun 2023, persentase pengolahan naik hingga 1,4% pada masingmasing tempat pengolahan sampah. Pengomposan pada TPS3R sebesar 3,4% sedangkan daur ulang 4,4% pada Bank Sampah sebesar 1,4% dan sektor informal 3%. Sisanya (sampah yang tidak diolah), 67,2% sampah di urug pada landfill (dengan fasilitas landfill gas recovery) beserta residu padat dari hasil pengolahan sampah. 4.5.3 Skenario 2 Pada skenario 2, asumsi pengelolaan sampah yang diterapkan hampir sama dengan skenario 1, hanya saja jika pada skenario 1 digunakan pengomposan dengan persentase yang rendah untuk mengolah sampah layak kompos, maka di skenario 2 digunakan insinerasi untuk mengolah sampah tersebut dengan persen pengolahan yang lebih tinggi tanpa melibatkan masyarakat dalam prosesnya. Diagram skenario 2 dapat dilihat pada Gambar 4.48. Skenario 2 melakukan pengolahan sampah dengan insinerasi, pengomposan dan daur ulang. Insinerasi dan pengomposan dilakukan di TPS3R dan daur ulang di TPS dan Bank Sampah. Insinerasi diasumsikan dapat melayani 50% dari total sampah layak kompos yang dikelola yaitu 25,8%. Hal ini disusun dengan pertimbangan penerapan teknologi baru dalam kurun waktu pendek (5 tahun) belum dapat berkinerja dengan optimal sehingga hanya dapat mengolah sampah 25,8%. Pengomposan di TPS3R sebesar 2% sedangkan daur ulang 4,4% pada Bank Sampah sebesar 1,4% dan sektor informal 3%. Sisanya (sampah yang tidak diolah), 42,8% sampah akan di urug pada landfill (tanpa fasilitas landfill gas recovery) beserta residu padat dari hasil pengolahan sampah. Fasilitas landfill gas tidak diterapkan dengan pertimbangan investasi yang cukup besar dengan digunakannya insinerasi.

IV-46

4.5.4 Skenario 3 Pada skenario 3, asumsi pengelolaan sampah yang diterapkan hampir sama dengan skenario 1, hanya saja pada skenario 3 digunakan Anaerobik Digester untuk mengolah sampah tersebut. Diagram skenario 3 dapat dilihat pada Gambar 4.49. Skenario 3 melakukan pengolahan sampah dengan anaerobik digester, pengomposan, dan daur ulang. Anaerobik digester dan pengomposan dilakukan di TPS3R sedangkan daur ulang di TPS dan Bank Sampah. Anaerobik digester pada TPS3R sebesar 1,4% sedangkan pengomposan di 2%. Daur ulang sebesar 4,4% pada Bank Sampah sebesar 1,4% dan sektor informal sebesar 3%. Sisanya (sampah yang tidak diolah), 67,2% sampah akan di urug pada landfill (dengan fasilitas landfill gas recovery) beserta residu padat dari hasil pengolahan sampah. 4.6 Analisis LCA Skenario Pengelolaan Sampah Skenario 0 – 3 dinilai kelayakannya secara aspek lingkungan dengan menggunakan metodologi LCA. Hasil dari penilaian ini diperoleh dari pengoperasian software GaBi 5 dengan menginput nilai-nilai yang diperlukan pada software untuk diproses. 4.6.1 Goal and Scope Definition Analisis ini bertujuan untuk menilai dan memilih skenario terbaik untuk diterapkan di Kota Padang dengan menggunakan metode LCA. Skenario ini disusun mulai dari sumber hingga pemrosesan akhir dengan memasukkan proses dan aliran yang terjadi pada masing-masing sistem berdasarkan perjalanan sampah dari sumber hingga di landfill.

IV-47

Pemulung

Gambar 4.48 Diagram Skenario 2 Keterangan: ____________

Sampah Tercampur

____________

Sampah Layak Kompos

____________

Sampah Daur Ulang

________

Residu

IV-48

Pemulung

Gambar 4.49 Diagram Skenario 3 Keterangan: ____________

Sampah Tercampur

____________

Sampah Layak Kompos

____________

Sampah Daur Ulang

________

Residu

IV-49

Analisis skenario ini dibatasi hanya sebatas sistem yang langsung dijalankan oleh pemerintah yang melibatkan masyarakat dan sektor informal (pemulung) maupun tidak, sedangkan sistem yang dilakukan oleh pihak industri terhadap hasil pengolahan yang dilakukan, tidak dinilai pada analisis ini. Skenario yang dinilai merupakan skenario yang dinilai pada tahun 2023 sehingga juga dilakukan proyeksi timbulan sampah hingga tahun 2023. Analisis ini dibatasi pula hanya membahas perjalanan dan perubahan dari sampah itu sendiri. Penggunaan jenis bahan dasar dari alat maupun fasilitas pendukung tidak dinilai pada skenario ini. Unit fungsional dari analisis ini adalah 1 ton timbulan sampah. Penilaian dilakukan dengan membandingkan emisi yang dihasilkan pada setiap sistem, juga proses sampah tereduksi dengan menerapkan teknologi sehingga total timbulan diurug dapat diminimalisasi dan memiliki dampak lingkungan yang rendah. 4.6.2 Inventory Analysis Timbulan sampah yang digunakan adalah 1 ton sampah. Timbulan sampah ini akan menjadi input di setiap skenario yang disusun. Timbulan sampah tersebut memiliki komposisi pada Tabel 4.7: Tabel 4.7 Komposisi Sampah Domestik Kota Padang Tahun 2016 Komponen Sampah Organik Sampah Makanan Kertas Plastik Tekstil Kulit Karet Sampah Halaman Kayu Total Organik Anorganik Kaca Logam Lain-lain Total Anorganik

Komposisi (% berat total) 67,25 4,69 16,17 1,35 0,13 0,34 1,61 0,86 92,5 1,18 0,69 5,64 7,50

Sumber: Hafizh, 2017

Selain mengelompokkan sampah domestik Kota Padang menjadi sampah organik dan anorganik, Hafizh (2017) juga mengelompokkan sampah tersebut menjadi

IV-50

sampah basah dan sampah kering. Sampah basah meliputi sampah makanan, kayu dan sampah halaman. Sedangkan sampah kering meliputi semua sampah selain sampah basah tersebut. Sampah basah dan kering tersebut secara keseluruhan memiliki potensi daur ulang sebesar 65,16%. Sampah basah memiliki potensi daur ulang 59,86% dengan potensi daur ulang terbesar pada sampah makanan yaitu sebesar 58,18%. Sampah kering memiliki potensi daur ulang yang relatif kecil yaitu 5,3% dengan potensi daur ulang terbesar pada sampah plastik 1,67% (Hafizh, 2017). Jarak tempuh yang digunakan pada masing-masing skenario diasumsikan sama. Nilai jarak tersebut diadopsi dari penelitian Komala (2012) dengan jarak tempuh terjauh yaitu 54 km. Data inventori yang mendukung lainnya diadopsi dari Education Database (Gabi 5), Komilis (2004). Data inventori dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9. Tabel 4.8 Data Inventori Dasar yang Digunakan pada Software GaBi (time frame 2023) Koefisien LCI

Skenario 0

Skenario 1

Unit Fungsional: timbulan sampah (t) Kondisi Sampah Timbulan sampah dikelola (% Timbulan sampah total) Timbulan sampah tak terkelola (% Timbulan sampah total) Timbulan sampah didaur ulang (% Timbulan sampah total) Timbulan sampah dikompos (% Timbulan sampah total) Timbulan sampah didigestion (% Timbulan sampah total) Timbulan sampah diinsinerasi (% Timbulan sampah total) Jarak tempuh pengumpulan (km) (Rute : Sumber – TPS/TPS3R/ Bank Sampah) Alat pengumpulan Konsumsi Energi Pengumpulan (kWh)

Skenario 2

Skenario 3

1

Tercampur

Terpisah atas sampah layak kompos (sampah makanan dan halaman), sampah layak daur ulang (plastik, kertas, kaca, logam), sampah lainnya

65,0

75,0

35,0

25,0

3,0

4,4

2,0

3,4

2

-

-

-

1,4

-

-

25,8

27

Pick Up bahan bakar bensin 433,33

IV-51

Koefisien LCI

Skenario 0

Skenario 1

Skenario 2

Jarak tempuh pengangkutan (km) (Rute: TPS – TPA) Alat pengangkutan Konsumsi Energi Pengangkutan (kWh)

Skenario 3 27

Truk bahan bakar solar 171,43

Tabel 4.9 Data Inventori Konsumsi Energi dan Aliran Materi pada Pengolahan Sampah Domestik yang digunakan pada software GaBi (time frame 2023)

Koefisien LCI

Total Konsumsi Energi (kWh/t) Kebutuhan Air (kg/t) Emisis Udara (kg/t)  PMtotal  NOx  HC  SOx  CO  CO2  NH3  Pb  CH4  HCl  Hg  Zn  HF  Cd  Cr  Panas (MJ)  Cl  H2S  Co Emisi air (kg/t)  Dissolved solids  Total suspended solids  BOD  COD  Minyak  H2SO4  Chlorin  Fe  NH3  Cr  Pb  Zn  Ca  Hidrokarbon  Logam berat (lainya)

IV-52

Landfill tanpa Landfill Gas Recovery 3,82E+00 g

1,87E−01 b 2,05E−01 b 1,50E+02 b

2,85E+02

b

Pengomposan

Insinerasi

Anaerobik Digester

3,00E+01 b 1,81E+02 e

1,73E+02 d 4,25E+03 d

5,00E+01 b 7,77E+02 b

6,0E−02 e 2,9E−01 e 5,9E−02 e 3,1E−01 e 1,2E−01 e 4.2E+02 e 5,0E−01 e 2,8E−09 e 2,3E−04 e 3,0E−07 e

d

5,69E+02 1,71E−02 d 6,01E−05 d

Landfill dengan Landfill Gas Recovery 2,46E+02 d 1,76E+03 d

1,0E−05 b 2,3E−09 b 2,5E−06 b

1,01E-04 d

4,4E−01

1,28E+00 d 1,23E+02 d 6,14E−04 d

b

8,5E−013 b 2,74E-01 d 1,1E−09 6,9E−015 b 1,3E−011 b 3,3E−09 b 9,4E−013 b 1,1E−013 b b

1,16E−05 d

4,89E−06 d 2,03E+03 d 8,93E−05 b

7,3E+08 c 1,9E+01 b

5,9E−01 b 2,1E−01 b 6,3E−05 b 6,8E−04 b 2,18E−03 9,77E−02 b b

1,62E−02 d 7,74E−06 d 2.6E−02 e 2.4E−05 e 2.6E−05 e 1.3E−04 e 3.3E−04 e 2.5E−02 e 9,5E−02 b 6.3E−03 e 3.6E−06 e 6.9E−09 e 3.8E−09 e 5.7E−08 e

2,6E−06 d

1,9E−05 b 7,3E−05 b

2,56E-03 d 2,44E-05 d

9,5E−02 b

1,4E-010 d

2,9E−05 b

2,1E-012 d

2,3E−03 d

8,13E-06 d 3,78E-05 d 6,76E−02 d 2,96E−03 d 4,89E−09 d

5,28E-07 d 9,8E-012 d

Koefisien LCI

Total Produksi Energi (kWh/t)

Landfill tanpa Landfill Gas Recovery

Pengomposan

Insinerasi

Anaerobik Digester

-

-

3,15E+02 d

1,60E+02 b

Landfill dengan Landfill Gas Recovery 8,25E+01 d

Keterangan: a Mendes, 2004 b White PR dan Franke M, 1995 c Sundqvist JO, 1999 d Gabi Education Database, 2018 e Komilis DP, 2013 f Levis, 2013 g Nabavi-Pelesaraei dkk, 2017

IV-53

Berikut adalah penjelesan skenario yang diterapkan pada software GaBi 5: Skenario 0 (lihat Gambar 4.50) diterapkan seperti kondisi yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya yaitu kondisi eksisting dengan memasukkan data inventori pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9. Skenario 1 hingga 3 (lihat Gambar 4.51 – Gambar 4.53) diterapkan seperti kondisi yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan pick up dan pengangkutan dilakukan menggunakan truk (lihat Tabel 4.8). Pengolahannya tetap berdasarkan persentase yang disusun pada subbab sebelumnya. 4.6.3 Impact Assessment Penilaian dampak lingkungan untuk masing-masing skenario menggunakan metode CML (Institute of Enviromental Sciences, Leiden University) 2001. CML 2001 dipilih karena metode ini dapat dengan baik menilai dampak pada indikator midpoint dengan mengaplikasikan standar ISO14040. Adapun kriteria dampak yang dipilih melalui metode CML 2001 ialah global warming potential (GWP), acidification potential dan eutrophication potential. Tambahan penilaian terhadap skenario adalah konsumsi energi total dan energi total yang dihasilkan pada masing-masing skenario.

IV-54

V.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari tugas akhir ini yaitu: 1. Dari hasil analisis komparatif menunjukkan bahwa Kota Padang masih memiliki banyak kekurangan dalam praktik pengelolaan sampah domestik dibandingkan dengan Kota Kitakyushu; 2. Kota Padang dapat meningkatkan kualitas pengelolaan sampah domestik dengan melibatkan potensi yang berasal dari faktor internal (sistem pengelolaan sampah dan pemerintah) dan faktor eksternal (kerjasama dengan industri, perguruan tinggi, sister city, LSM, sektor informal dan peningkatan kinerja fasilitas pengolahan sampah yang telah ada); 3. Skenario disusun menjadi 4 skenario yaitu skenario 0 merupakan eksisting, skenario 1 menerapkan teknologi pengomposan, skenario 2 menerapkan teknologi insinerasi dan skenario 3 menerapkan teknologi anaerobik digester; 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan ialah sebagai berikut: 1. Pemerintah dapat menerapkan skenario 1 sebagai alternatif pengelolaan sampah domestik di Kota Padang karena telah dinilai layak melalui analisis LCA; 2. Diharapkan agar metode LCA ini dapat terus digunakan dan dikembangkan pada program studi teknik lingkungan karena dapat menjadi pertimbangan dalam penelitian maupun perancangan sistem yang akan dibuat.

DAFTAR PUSTAKA 360Recycling. (2015). Plasma Gasification. Diperoleh tanggal 5 Juli 2018 dari www.360recyclinginc.com. Andries, Rivo Septi. (2016). Tong Sampah Rusak. Diperoleh tanggal 7 April 2018 dari www.harianhaluan.com Aziz, R., Febriardy. (2016). Analisis Sistem Pengelolaan Sampah Perkantoran Kota Padang menggunakan Metode Life Cycle Assessment. Jurnal Teknik Lingkungan Unand, 13(2), 60-67. DOI: https://doi.org/10.25077/dampak. 13.2.60-67.2016. Badan Pusat Statistik. (2016). Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2016. Laporan Tahunan. Badan Pusat Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. (2017). Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2017. Laporan Tahunan. Badan Pusat Statistik Indonesia. Badan Standardisasi Nasional. (1991). Standar Nasional Indonesia 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan. Badan Standardisasi Nasional. (1993). Standar Nasional Indonesia 04-1993-03 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah. Badan Standardisasi Nasional. (1995). Standar Nasional Indonesia 19-3964-1995 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Badan Standardisasi Nasional. (2002). Standar Nasional Indonesia 19-2545-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Baguio. (2018). Food Waste. www.baguio.com.hk.

Diperoleh

tanggal

5

Juli

2018

dari

Chompipat, Pattarait. (2016). 4 processes in Gasification. Education infographic (Vector design). Diperoleh tanggal 5 Juli 2018 dari www.dreamstime.com. Damanhuri, E., Padmi, T. (2010). Diktat Pengelolaan Sampah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Damanhuri, E., Padmi, T. (2016). Pengelolaan Sampah Terpadu. Bandung: Institut Teknologi Bandung. David, CW., Rodic, L., Scheinberg, A., Velis, C., Alabastrer, G. (2012). Comparative Analysis of Solid Waste Management in 20 Cities. Inggris: Imperial College. Direktur Pengelolaan Sampah. (2018). Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah. Presentasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

EMS. (2013). Optical Sorters OS120. Diperoleh tanggal 5 Juli 2018 dari www.emswasterecycle.com. En, Siau M. (2015). S’pore to Use Food Waste to Boost Energy Creation. Diperoleh tanggal 5 Juli 2018 dari www.todayonline.com. EVAFotografie. (2013). A Broken White Ceramic Plate on A Wooden Floor. Diperoleh tanggal 7 April 2018 dari www.istockphoto.com. Feo, G D., Malvano, C. (2009). The use of LCA in selecting the best MSW management system. Italy: Elsevier. GuelphToday. (2016). Bring on The Yard Waste. Diperoleh tanggal 7 April 2018 dari www.guelphtoday.com. Gupta, Dipanwita. (2016). Malang Univ Students Awarded for Creating Deodorant from Processed Aluminium Waste. Diperoleh tanggal 7 April 2018 dari www.alcircle.com. Hafizh, Muhammad. (2016). Studi Timbulan, Komposisi, Karakteristik, dan Potensi Daur Ulang Sampah Domestik Kota Padang Tahun 2016. Tugas Akhir: Sarjana. Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas. IEA Bioenergy. (2013). Fossil vs Biogenic CO2 Emissions. Diperoleh tanggal 21 Juli 2018 dari www.ieabioenergy.com. Irish Waste. (2015). Glass Recycling. Diperoleh tanggal 7 April 2018 dari www.irishwaste.net. Komala, Puti Sri, Aziz, Rizki, Ramadhani, Fitra. (2012). Analisis Produktivitas Sistem Transportasi Sampah Kota Padang: Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 9 (2) : 95-109, ISSN 1829-6084. Komilis, PD., Ham, Robert K. (2013). Life-Cycle Inventory of Municipal Solid Waste and Yard Waste Windrow Composting in the United States: Environmental Engineering, DOI: 10.1061/(ASCE)0733-9372(2004)130:11 (1390). Levis, James W., Barlaz, Morton A. (2013). Anaerobic Digestion Process Model Documentation. North California: North Carolina State University. Levis, James W., Barlaz, Morton A. (2013). Composting Process Model Documentation. North California: North Carolina State University. Mendes, Mara R., Aramaki, Toshiya., Hanaki, Keisuke. (2004). Comparison of the environmental impact of incineration and landfilling in São Paulo City as determined by LCA. Resources, Conservation and Recycling 42, 47 – 63. Menteri Negara Lingkungan Hidup. (2012). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, Dan Recycle Melalui Bank Sampah.

Menteri Pekerjaan Umum. (2013). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Mian,MM., Zeng, X., Nasry, Allama ANB., Al-Hamdani, Sulala MZF. (2016). Municipal solid waste management in China: a comparative analysis: Journal of Material Cycles and Waste Management, DOI: 10.1007/s10163-016-05099. Minimized. (2017). Closet Cleanout 101: The Ultimate Guide to Finally Getting That [Stuff] Organized. Diperoleh tanggal 7 April 2018 dari www.getminimized.com. Nabavi-Pelesaraei, Ashkan., Bayat, Reza., Hosseinzadeh-Bandbahfha, Homa., Afrasyabi, Hadi., Chau, Kwok-wing. (2017). Modelling of Energy Consumption and Environmental Life Cycle Assessment for Incineration and Landfill Systems of Municipal Solid Waste Management – A Case Study in Tehran Metropolis of Iran. Journal of Cleaner Production 148, 427-440, DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.01.172 Nizar, Chairil. (2015). Sistem Sanitary Landfill. Diperoleh tanggal 5 Juli 2018 dari www.ilmusipil.com. Nissei. (2015). PF8-4B. . Diperoleh tanggal 7 April 2018 dari www.nisseiasbus.com. NSF International. (1997). ISO 14040: Environmental Management – Life Cycle Assessment Principles and Framework. Nugroho, AJ. (2018). Babinsa di Garut Olah Sampah Organik Jadi Pupuk. Diperoleh tanggal 20 Juli 2018 dari www.validnews.co. Ouden, Adreas D. (2015). STW grant: recycling high-tech materials with magnetic density separation. Diperoleh tanggal 5 Juli 2018 dari www.ru.nl. PE International AG. (2012). GaBi 6 Manual Book. Jerman: ThinkStep. Popita, G., Baciu, C., Frunzeti, N., Ionescu, Artur. (2017). Life Cycle Assessment (LCA) of Municipal Solid Waste Management System in Cluj Country, Romania. Romania: ResearchGate. Presiden RI. (2008) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Presiden RI. (2012) Undang-Undang Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Rachman, Indriyani. (2017). Presentasi Bagaimana Kitakyushu Mengelola Sampah?. Kitakyushu: University of Kitakyushu.

V-3

Raharjo, Slamet., Matsumoto, Toru., Ihsan, Taufiq., Rachman, Indriyani., Gustin, Luciana. (2013). Community-based Solid Waste Bank Program for Municipal Solid Waste Management Improvement in Indonesia: a case study of Padang City: Journal of Material Cycles and Waste Management. Richard, Tom L. (2015). Municipal Solid Waste Composting: Physical Processing. Diperoleh tanggal 5 Juli 2018 dari www. compost.css.cornell.edu. Routio, P. (2007). Comparative Study. Finlandia: www2.uiah.fi/projekti/metodi Sharma, BK., Chandel, MK. (2017). Life Cycle Assessment of Potential Municipal Solid Waste Management Strategies for Mumbai, India. Mumbai: The Journal of the International Solid Wastes and Public Cleansing Association, ISWA, doi: 10.1177/0734242X16675683. Starr. (2015). Obama Wants to Cut Food Waste in Half. Diperoleh tanggal 7 April 2018 dari www.grist.org. Suez. (2018). Organic Matter Destruction Treatment Using Co-Incineration Processes. Diperoleh tanggal 20 Juli 2018 dari www.suezwaterhandbook.com. Sundqvist, Jan-Olov. (1999). Life cycles assessments and solid waste: Guidelines for solid waste treatment and disposal in LCA. Final Report. Swedish Environmental Protection Agency. Takeuchi, Shinsuke. (2010). Presentasi Waste Management in Kitakyushu City. Kitakyushu: Environment Bureau International Environment Strategies Division. Tim Redaksi. (2018). Bank Nagari Salurkan CSR 15 Tong Sampah dan 30 Pot Bunga Percantik GOR H. Agussalim. Diperoleh tanggal 7 April 2018 dari www.harianhaluan.com Tchobanoglous, G., Theisen, H., Vigil, SA. (1993). Integrated Solid Waste Management. United States: McGraww-Hill. White, P.R., Franke, M., Hindle, P. (1995). Life Cycle Inventory: Integrated Solid Waste Management. New York: An Aspen Publication. Wulandari, Y. (2015). Studi Komparasi pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat di Dusun Gondolayu Lor dan Karanganom. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Related Documents

Kitab Suci
June 2020 28
Bohsia Suci
December 2019 47
Cinta Suci
October 2019 36
Nadia Vermoni Suci
May 2020 33

More Documents from "Nadinnn"