Suatu Pendekatan Terhadap Evaluasi Pasien Dengan Kejang Dan Epilepsi.docx

  • Uploaded by: Teguh Alman
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Suatu Pendekatan Terhadap Evaluasi Pasien Dengan Kejang Dan Epilepsi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,545
  • Pages: 20
SUATU PENDEKATAN TERHADAP EVALUASI PASIEN DENGAN KEJANG DAN EPILEPSI S. Nizam Ahmed, MD, FRCPC: Susan S. Spencer, MD Dikutip dari Wincosin Medical Jornal ,Universitas Alberta Hospital, Canada tahun 2004

ABSTRAK Epilepsi mempengaruhi sekitar 1 persen dari populasi dan ditandai dengan kejang berulang tanpa gangguan. Anamnesis klinis yang cermat sering kali membantu dalam penegakkan diagnosis, klasifikasi tipe kejang dan epilepsi, pemilihan pemeriksaan tambahan yang tepat, pemilihan obat-obatan anti-epilepsi, dan perumusan rencana manajemen jangka panjang. Artikel ini memberikan arahan dan pedoman baik untuk dokter keluarga dan spesialis dalam mengevaluasi populasi pasien ini di klinik.

PENDAHULUAN Kejang didefinisikan sebagai keluaran abnormal, berlebihan, paroksismal dari neuron serebri. Epilepsi merupakan suatu kondisi kronis yang ditandai dengan kejang berulang tanpa gangguan. Dalam praktik klinis, jika seorang pasien memiliki 2 atau lebih banyak kejang, ia didiagnosis menderita epilepsi. Sangat penting bagi seorang klinisi mengetahui kondisi dan/atau episode lain yang dapat membangkitkan kejang. Singkatnya, pertanyaan pertama yang harus dikemukakan adalah: Apakah episode yang tersebut menunjukkan suatu

1

kejang? Bab berikutnya memberikan suatu ikhtisar singkat mengenai kondisi yang bisa menyamar sebagai kejang. DIAGNOSIS BANDING KEJANG Suatu pembahasan mendetail tentang diagnosis banding kejang dan epileposi melebih ruang lingkup artikel ini. Beberapa kondisi yang umum bahwa muncul pada klinis epilepsi akan dibahas (tabel 1).

Pingsan/Sinkop Sebuah sinkop mengacu pada hilangnya kesadaran sementara karena gangguan pasokan darah ke otak. Gerakan konvulsif pada ekstremitas dapat terjadi setelah beberapa episode berkepanjangan. Sinkop vasovagal mungkin terjadi sekunder karena rasa takut, sakit atau pemandangan yang tidak menyenangkan seperti darah atau prosedur medis. Sinkop

refleks dapat

terjadi

setelah batuk ringan, berkemih, buang air besar atau manuver Valsava. Penyebab lain, terutama pada lansia, termasuk hipotensi ortostatik dan aritmia jantung.1 Pasien mengeluhkan pusing, rasa penuh di telinga, mual dan sering terjadi pandangan keau-abuan atau kabur. Pasien yang jatuh cenderung lebih “beruntung” daripada mereka yang kejang. Pencatatan riwayat yang cermat akan menunjukkan faktor pembangkit yang stereotip seperti periode berdiri di panas yang lama, melihat

darah,

berkemih,

atau

tiba-tiba

berdiri

setelah

berbaring

telentang. Ketiadaan aura (dijelaskan nanti), gigitan lidah, inkontinensia urin, dan aktivitas tonik-klonik berkepanjangan dalam faktor yang memprovokasi akan lebih mengakibatkan pingsan.

2

Serangan Iskemik Transien dan Migrain Serangan iskemik transien (TIA) merupakan hasil dari gangguan distribusi pasokan darah sementara ke pembuluh darah otak. Ini mungkin terjadi secara sekunder akibat fenomena emboli atau mungkin hasil dari stenosis pembuluh darah kritis. “Gejala negatif” seperti mati rasa dan kelemahan lebih mungkin terjadi dibandingkan dengan “gejala positif” (kekakuan dan berkedut) seperti yang terlihat pada kejang. Gejala muncul dalam distribusi vaskular dan kembali pada beberapa bulan, bukan beberapa tahun. Pasien kemungkinan akan memiliki faktor risiko penyakit serebrobrovaskular seperti hipertensi, diabetes dan/atau penyakit arteri koroner. Namun, akan ada pasien tertentu dengan dilema diagnostik dan diperlukan pemeriksaan penunjang mendetail untuk TIA dan kejang. Migrain klasik dengan aura visual, mual/muntah dan nyeri kepala hemikranial seperti dipukul dapat dibedakan dengan mudah dari kejang hanya berdasarkan pada pencatatan riwayat saja. Namun, migrain muncul dengan gejala yang terisolasi seperti vertigo, muntah episodik (muntah siklik), perubahan penglihatan dan afasia dengan/tanpa nyeri kepala bisa menjadi suatu tantangan. Penting untuk mempertimbangkan migrain dalam diagnosis banding episode paroxysmal. Riwayat serangan sebelumnya yang lengkap, pemicu tertentu (kafein, bangun tidur tiba-tiba, cokelat), atau riwayat keluarga migrain dapat memberikan

petunjuk

tambahan.

Pengobatan

empiris

dengan

obat

antiepilepsi/anti-migrain dapat mengklarifikasi diagnosis dalam beberapa kasus.

Pseudokejang dan Kejang Histerik

3

Pseudokejang

adalah

al

etiologi

non-epilepsi

serangan

paroksismal. Serangan klinisnya mungkin menunjukkan tipe kejang yang berbeda dan terkadang menjadi suatu tantangan bagi yang belum berpengalaman. Karakteristik klinis tertentu bersifat serangan non-epilepsi sugestif:2 gerakan waxing dan berkurang selama serangan tunggal, aktivitas tonik-klonik yang berkepanjangan tanpa disorientasi postiktal, dorongan pada pelvis non-ritmik, evolusi gejala non-fisiologis seperti aktivitas motorik yang menyebar dari satu tangan ke tangan lainnya tanpa terlebih dahulu memengaruhi wajah atau kaki ipsilateral. Meskipun beberapa karakteristik pseudokejang telah dijelaskan dalam kepustakaan, pseudokejang ini bukan diagnosis yang mudah dibuat. Sangat disarankan agar semua pasien harus dievaluasi oleh dokter yang berpengalaman dengan epilepsi. Sejumlah besar pasien salah didiagnosis dengan pseudokejang ternyata memiliki epilepsi.3 Video electroencefalogram pada pasien rawat inap merupakan salah satu alat yang paling berguna dalam mengklarifikasi diagnosis akhir.4,5

KLASIFIKASI KEJANG DAN EPILEPSI Beberapa pemahaman dasar tentang klasifikasi kejang dan epilepsi sangat penting sebelum pedoman tentang anamnesis dalam epilepsi yang lebih formal bisa disajikan. Kejang dapat diklasifikasikan sebagai parsial atau umum (Tabel 2). Kejang parsial berasal dari area otak diskrit atau terlokalisasi, dan dapat atau mungkin tidak menyebar ke area yang lain. Jika seorang pasien

4

mempertahankan kesadaran selama kejang parsial, dia didiagnosis dengan kejang parsial sederhana. Jika kesadaran hilang, maka diklasifikasikan sebagai kejang parsial komplek. Kejang parsial sederhana dapat berkembang menjadi kejang umum parsial dan/atau sekunder yang kompleks. Kejang umum tidak memiliki onset fokus, dan kesadaran hilang dengan segera. Ada beberapa jenis kejang umum: absen (kehilangan kesadaran secara singkat); petit mal; grand mal (tonik kemudian menjadi aktivitas klonik); konvulsif; mioklonik (gerakan mendadak, biasanya tubuh bagian atas); atonic (kehilangan tonus mendadak); dan tonik (kekakuan menyeluruh secara singkat). Syarat epilepsi mencakup jenis kejang dan informasi

lainnya

tentang

tampilan

keluhan

dan

elektroensefalogram

(EEG). Secara luas diklasifikasikan sebagai kejang yang terkait dengan lokalisasi jika kejang memiliki onset fokus, dan digeneralisasi ketika kejang dimulai secara sekaligus. Istilah idiopatik menunjukkan bahwa etiologinya tidak diketahui, sementara symptomatic berarti bahwa penyebab struktural telah diidentifikasi dan kriptogenik menyiratkan bahwa dicurigai adanya kelainan struktural tetapi tidak dapat diidentifikasi.6 Salah satu contohnya adalah bahwa anak 6 tahun, jika anak normal yang menunjukkan kejang absans (semacam kejang umum) akan didiagnosis dengan epilepsi idiopatik umum. Seorang berusia 70 tahun yang datang dengan kejang fokal setelah stroke arteri serebri media sinistra dikatakan memiliki epilepsi terkait lokalisasi yang simptomatik dari stroke. Seorang pasien yang mengalami hambatan perkembangan dengan kejang umum tetapi pencitraan otak normal akan diklasifikasikan memiliki epilepsi umum kriptogenik.

5

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Seorang saksi yang dapat melengkapi riwayat kejang harus menemani pasien. Riwayat dari pengamat dapat juga diperoleh melalui telepon jika perlu. Minta pasien untuk menggambarkan apa yang terjadi sebelumnya, selama, dan setelah episode. Biarkan mereka menjawab pertanyaan terbuka ini sedetail mungkin tanpa interupsi. Dengan pencatat riwayat yang baik, pertanyaan ini sendiri dapat memberikan semua detail penting. Namun, dalam sebagian besar kasus, riwayat dan detail lebih lanjut akan dibutuhkan. Pertanyaan-pertanyaan ini disajikan kepada pasien dan saksi. 1. Kapan Anda mengalami kejang pertama? Usia onset dapat menjelaskan beberapa klasifikasi dan etiologi kejang. Kejang mulai di awal periode neonatal biasanya terjadi secara sekunder karena trauma perinatal, gangguan metabolisme, dan kelainan bawaan. Kejang umum cenderung muncul pada masa kanak-kanak atau remaja tahun. Seorang berusia 70 ahun yang datang dengan kejang onset baru kemungkinan memiliki patologi struktural seperti stroke atau tumor otak. Terkadang pasien tidak bisa diandalkan untuk menjawab pertanyaan ini, dan penting untuk mendapatkan keterang lain dari orang tua atau anggota keluarga dekat lainnya. 2. Apakah Anda mengalami semacam peringatan atau perasaan biasa tidak di awal, atau segera sebelum kejang? Gejala-gejala peringatan yang tiba pada awal kejang disebut “aura.” Aura sebenarnya muncul pada kejang parsial sederhana, dan dengan demikian menunjukkan bahwa kejang

6

adalah fokus asal. Aura tertentu dapat membantu melokalisasi kejang.7,8 Pasien dengan epilepsi lobus temporal dapat melaporkan suatu keadaan déjà vu dan/atau sensasi epigastrium yang meningkat, parestesis dapat dilaporkan pada epilepsi lobus parietal, dan distorsi visual atau kebutaan mungkin dialami oleh pasien dengan epilepsi lobus oksipital. Kejang umum tidak didahului oleh aura karena meliputi seluruh otak saat onset dan tidak ada kesadaran akan komponen apa pun. Jika aura dilaporkan pada awal kejang umum, fokus patologi harus dicari dan dipertimbangkan kembali dalam klasifikasi umum. 3. Apa yang terjadi selama kejang? Kecuali seorang pasien memiliki kejang parsial sederhana dengan kesadaran terjaga, dia tidak akan bisa menjawab pertanyaan ini. Seorang saksi harus diwawancarai dan dicari informasi spesifik

yang

dapat

membantu

mengklasifikasikan

tipe

kejang

mengetik.9,10 Apakah ada deviasi kepala atau mata ke salah satu sisi? Apakah aktivitas motorik dimulai pada satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama kejang? Apakah ada mata yang berkedip berlebihan saat onset? Jika otomatisme (didefinisikan oleh Lüders sebagai gerakan sekuan yang terorganisir yang tidak disengaja, yang biasanya tidak disebabkan oleh keterkaitan dengan lingkungan eksternal), apakah ini lebih jelas di satu sisi? Apakah ada posturing dari salah satu ekstremitas? Apakah pasien menggigit lidahnya atau kehilangan kendali fungsi kandung kemih? Kejang yang berasal dari lapangan pandang mata frontal

dapat

menyebabkan

deviasi

kepala

dan

mata

ke

sisi

7

kontralateral. Kejang lobus temporal sering dimanifestasikan dengan memukul bibir dan perilaku otomatis oral dan pencernaan lainnya (Otomatisasi), yang paling jelas adalah ekstremitas ipsilateral, bersama dengan postur distonik lengan kontralateral. Kejang lobus oksipital bisa ditunjukkan dengan berkedip berlebihan pada permulaan, gejala negative visual atau distorsi visual. Menggigit lidah dan inkontinensia urin, meskipun lebih sering terlihat pada kejang umum, juga dapat terlihat pada kejang parsial kompleks. 4. Apa yang terjadi segera setelah kejang? Periode segera setelah kejang diketahui sebagai periode postiktal. Setelah kejang umum tonik-klonik (kejang), pasien dapat mengalami periode tidur postiktal. Periode disorientasi dan kurangnya kesadaran akan lingkungan sekitar terjadi setelah beberapa kejang parsial kompleks. Hemiparesis atau hemiplegia setelah kejang (paralisis Todd) sugestif dari onset fokus. Afasia dengan kesadaran normal sebaliknya sugestif dari keterlibatan area bahasa di belahan hemisfer yang dominan. Kejang absans biasanya terkait dengan disorientasi singkat atau tanpa postiktal. 5.

Apakah ada variasi diurnal? Kejang tertentu lebih sering terlihat pada waktu yang berbeda dalam siklus harian 24 jam. Kejang tonik-klonik dan mioklonik terlihat pada epilepsi umum primer biasanya lebih umum pada saat bangun atau pagi hari. Kejang lobus temporal terjadi setiap saat. Kejang lobus frontal memiliki tampilan nokturnal, terkadang secara eksklusif.

8

6. Apakah ada faktor pemicu yang diketahui? Kejang dapat dipicu oleh kurang tidur, kedipan lampu, menstruasi, konsumsi alkohol, obat-obatan ketidakpatuhan,

penggunaan

antihistamin,

stres,

demam,

atau

berolahraga. Identifikasi faktor risiko dapat dibantu dengan konseling preventif. 7. Berapa frekuensi kejang? Informasi ini membantu dalam membangun respon terhadap perawatan di kunjungan berikutnya. 8. Apa yang telah menjadi periode bebas kejang maksimum sejak onset kejang? Pertanyaan ini khususnya membantu dalam mencoba menentukan apakah ada yang obat antiepilepsi spesifik yang lebih manjur daripada lainnya. Setelah periode bebas kejang maksimum diidentifikasi, cobalah untuk menentukan obat apa yang sedang digunakan pada waktu itu. Obat ini dapat dicoba jika obat lain gagal. 9. Apakah ada lebih dari satu jenis kejang? Menanyakan tentang berbagai jenis kejang, dan jelaskan masing-masing jenis secara detail. 10. Apakah pasien mengalami cedera terkait dengan kejang? Ini adalah pertanyaan praktis yang sangat penting. Pasien yang terluka tidak memiliki aura maupun tidak punya cukup waktu setelah aura sampai mengambil tindakan pencegahan. Adanya peristiwa jatuh itu sendiri tidak membantu mengklasifikasikan kejang, tetapi informasi ini dapat memberikan rekomendasi untuk mengenakan helm atau memodifikasi lingkungan rumah untuk meminimalkan cedera.

9

11. Berapa frekuensi kunjungan ke departemen gawat darurat? Jawaban untuk pertanyaan ini dapat dilakukan untuk menentukan tingkat pengendalian kejang, serta tingkat kenyamanan pengasuh dalam menangani hal kondisi ini. Informasi harus diperoleh sehubungan dalam situasi

khusus

dengan

setiap

kunjungan

rumah

sakit,

seperti

ketidakpatuhan, perubahan dalam pengobatan, dan penyakit medis bersamaan. Jika endapan tertentu. Jika diidentifikasi presipitan, tindakan yang tepat dapat diambil. Jika kunjungan rumah sakit yang sering terjadi akibat tingkat kenyamanan pengasuh yang buruk, maka diperlukan edukasi yang memadai untuk membantu memperbaiki situasi.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat penyakit dahulu, bila dikombinasikan dengan semiologi kejang, dapat memberikan informasi yang berguna mengenai etiologi. Dalam epilepsi terkait lokalisasi, pengetahuan tentang etiologi/patologi yang mendasarinya dapat membantu membuat keputusan mengenai opsi medis dan bedah. 1. Apakah pasien lahir dari kehamilan aterm dan persalinan yang normal? 2. Adakah asfiksia atau gangguan pernapasan pada saat kelahiran? 3. Apakah tumbuh kembang sesuai usia? 4. Adakah riwayat kejang demam? Risiko perkembangan menjadi epilepsi dalamkejang demam simpleks dan kompleks sekitar 2% dan 13%, berturut-turut.11

10

5. Adakah riwayat infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan penyakit Lyme? Di daerah endemik, dapatkan riwayat yang dikenal sebagai sistiserkosis. 6. Adakah riwayat cedera kepala, terutama yang terkait dengan fraktur depresi cranium, perdarahan intraserebri, kehilangan kesadaran dan amnesia yang berkepanjangan? 7. Adakah riwayat tumor otak? 8. Adakah riwayat kecelakaan serebrovaskular?

RIWAYAT SOSIAL Beberapa aspek sosial berkaitan langsung dengan kejang dan epilepsi adalah bagian penting dari pencatatan riwayat dan evaluasi. 1. Apa tingkat pendidikan Anda? Pada pasien dengan diagnosis epilepsi, tingkat pendidikan mungkin merupakan cerminan dari seberapa baik kondisi yang telah dikelola. Ini juga membantu menentukan tingkat dukungan komunitas individu akan membutuhkan dan potensi mendidik pasien untuk mengatasi penyakit kronisnya 2. Apakah Anda bekerja? Bagaimana deskripsi pekerjaan Anda? Pasien yang epilepsinya terkontrol dengan baik dapat menjalani kehidupan yang produktif dan normal. Banyak dari pasien ini dipekerjakan penuh waktu atau paruh waktu. Jika kejang kurang terkontrol, mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan mungkin menjadi suatu tantangan.12 Dokter dapat menyediakan pedoman mengenai rencana kesejahteraan dan jenis

11

lain dari dukungan masyarakat. Jika pasien dipekerjakan, maka sifat pekerjaan harus disesuaikan. Orang yang terutama terlibat dengan pekerjaan kantor, sebagai kasir, atau tugas menetap lainnya mungkin tidak berisiko. Namun, jika berurusan dengan pekerja konstruksi, mekanik peralatan berat, atau seseorang yang bertanggung jawab mengajak orang lain di daerah berisiko tinggi, rincian pendidikan dengan beberapa modifikasi pekerjaan bisa menjadi sangat penting. 3. Apakah Anda mengemudi? Pasien dengan kejang yang tidak terkontrol yang mengalami perubahan kesadaran seharusnya tidak mengemudi. Mereka berisiko bagi keselamatan pribadi mereka, dan meningkatkan bahaya warga sipil lainnya. Setiap provinsi dan negara bagian memiliki standar mengemudi sendiri untuk pasien dengan epilepsi.13 Dokter yang mengobati harus mengenal seperangkat kode ini dan menyarankan pasien mereka untuk sungguh-sungguh. Menurut Departemen Transportasi Wisconsin, agar memenuhi syarat untuk SIM, seseorang harus bebas episode setidaknya selama 3 bulan. 4. Apakah Anda aktif

secara

seksual? Apakah Anda menggunakan

kontrasepsi? Apakah Anda merencanakan kehamilan dalam waktu dekat? Pasien wanita harus diberikan edukasi mengenai obat antiepilepsi yang teratogenik, efikasi kontrasepsi oral yang lebih rendah dengan pengobatan yang diinduksi enzim (phenytoin, carbamazepine, dan phenobarbital), dan kebutuhan untuk menggunakan lebih dari satu bentuk kontrasepsi. Informasi di atas juga bermanfaat untuk pasien yang merencanakan

12

kehamilan. Setiap pasien wanita usia subur dan atau mungkin aktif secara seksual seharusnya mengkonsumsi suplemen asam folat harian untuk mengurangi risiko cacat tabung saraf pada bayi baru lahir. Pembahasan terperinci tentang masalah kehamilan dan epilepsi berada di luar cakupan artikel ini.14 5. Apakah Anda minum alkohol? Penggunaan alkohol adalah faktor risiko pertama untuk kejang umum tonik-klonik.15 Pasien dengan epilepsi harus dicegah untuk mengkonsumsi alkohol yang berlebihan. Hal ini dapat berakibat buruk pada gunakan metabolisme obat-obatan antiepileptik, atau dapat secara langsung mengakibatkan eksaserbasi kejang, terutama setelah melanjutkan atau pesta minum.

RIWAYAT KELUARGA Riwayat keluarga penting untuk menentukan sindrom epilepsi spesifik atau kelainan neurologis yang dimediasi oleh genetic lainnya yang mana kejang menjadi salah satu manifestasinya. Misalnya, epilepsi mioklonik remaja (JME), kejang neonatal familial, epilepsi rolandic jinak, dan sindrom kejang umum tonik klonik dengan kejang demam plus. Beberapa di antaranya terbatas pada usia sementara yang lain diketahui terkait dengan risiko kejang seumur hidup (JME).

ALERGI Informasi yang tepat harus diperoleh mengenai alergi untuk obat antiepilepsi. Perbedaan harus dibuat antara efek samping gastrointestinal yang

13

kurang dapat ditoleransi sebagai reaksi hipersensitivitas. Jika terdapat ruam, cobalah membedakan antara reaksi fotosensitifitas (pada daerah dengan paparan sinar matahari) dengan reaksi hipersensitivitas (lebih difus).

OBAT-OBATAN Tanyakan setiap obat antiepilepsi yang digunakan kapan saja, termasuk kekuatan tablet, waktu asupan, durasi terapi, dosis maksimum, efek samping, dan kemanjuran.

PEMERIKSAAN PENUNJANG SEBELUMNYA Informasi terperinci harus diperoleh sehubungan dengan EEG dan neuroimaging seperti computed tomography (CT) otak dan magnetic resonance imaging (MRI).

TINJAUAN SISTEM Informasi

harus

diperoleh

tentang

potensi

efek

samping

obat

antiepilepsi.16 Mengantuk yang berlebihan adalah efek umum dengan penggunaan fenobarbital, gabapentin, dan primidon tetapi juga dapat dilihat pada penggunan carbamazepine, fenitoin, dan levetiracetam. Efek samping utama gastrointestinal dapat

dikaitkan

dengan

obat

apa

pun

kecuali

lebih

umum

dengan

carbamazepine. Pertambahan berat badan, kerontokan rambut, dan tremor postural dapat ditemukan pada penggunaan asam valproat, sedangkan penurunan berat badan dan parestesia lebih umum dengan topiramate. Pandangan yang kabur,

14

diplopia, dan inkoordinasi dapat menjadi efek samping terkait dosis penggunaan daari fenitoin, carbamazepine, dan lamotrigin. Hiperplasia dan hirsutisme gingiva berhubungan dengan penggunaan fenitoin.

PEMERIKSAAN FISIK/NEUROLOGIS Rincian tentang pemeriksaan neurologis dapat ditemukan dalam buku standar pemeriksaan klinis. Berikut ini adalah beberapa poin penting terkait dengan pasien epilepsi: 

Carilah stigmata sindrom neurokutan seperti seperti bercak café au lait dan iris hamartom dengan neurofibromatosis, bercak Ash leaf, bercak shahgreen, fibroma subungal, dan adenoma sebaceum dengan sclerosis tuberous, atau pewarnaan port-wine (hemangioma kapiler) dengan sindrom Sturge-Weber.



Cari asimetri ukuran anggota badan atau satu setengah dari tubuh (hemiatrofi), yang mungkin menyarankan cedera otak perinatal.



Periksa tanda atau ulserasi di sisi lidah atau selaput lendir mulut seperti yang terlihat kejang.



Hiperplasia gingiva dapat dilihat pada penggunaan fenitoin.17



Kontraktur dupytrens dapat dilihat dengan penggunaan kronis dari barbiturat.18



Postur distonik dari satu lengan pada gaya berjalan yang stres, seperti berjalan di salah satu sisi kaki mungkin sugestif adanya trauma saluran kortikospinalis.

15



Beberapa memar atau cedera dapat terjadi sekunder akibat jatuh saat kejang.



Akhir tatapan nystagmus dengan laporan diplopia dan kesulitan dalam berjalan bersama-sama mungkin sugestif terhadap pemulihan toksisitas terkait dengan obat antiepilepsi seperti karbamazepine, fenitoin, dan lamotrigin.

PENYELIDIKAN KEJANG PERTAMA Kejang adalah gejala patologi yang mendasarinya. Penyelidikan diarahkan untuk mengidentifikasi etiologi yang mendasari dan kondisi yang dapat diketahui, dibalik, atau diobati. Anamnesis rinci dan pemeriksaan fisik dapat memberikan arahan sejauh tingkat investigasi. Pemeriksaan penunjang berikut biasanya direkomendasikan.

Penyelidikan Laboratorium Hiponatremia, hipoglikemia, hipomagnesimia, ensefalopati uremia dan hepatik dapat mendasari kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukosa, kalsium, magnessium, nitrogen urea darah, kreatinin, dan tes faal hepar dapat memberikan petunjuk yang bermanfaat untuk etiologi ini. Harus dilakukan toksikologi serum dan urin ketika didapatkan penyalahgunaan obat-obatan atau overdosis secara berkelanjutan. Pada bayi baru lahir dan anak kecil yang sesuai maka diperlukan skrining metaolik yang sesuai.19

16

Neuroimaging CT scan akan membantu untuk menyelidiki hematoma subdural, perdarahan subarachnoid, abses, proses neoplastik, dan space occupying lesion. CT scan otak direkomendasikan jika riwayat atau pemeriksaan fisik sugestif dari patologi fokus. MRI dari otak memberikan resolusi yang lebih baik dari struktur otak normal dan abnormal. Dianjurkan untuk mencari patologi umumnya tidak diklarifikasi oleh CT scan seperti displasia serebral, sklerosis temporal mesial atau saat anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya fokus patologi dan CT tidak menunjukkan penyebabnya. MRI dapat diusulkan sebelum CT untuk resolusi yang lebih baik.20

Electroencephalogram (EEG) EEG lebih menguji fungsi otak daripada struktur otak. Pelepasan epileptiformis pada EEG dapat membantu mengklasifikasikan tipe kejang21 dan menunjukkan peningkatan risiko kejang berulang. Perlambatan fokal dan generalmerupakan refleksi dari gangguan fungsi otak fokal dan umum. Gangguan fokal bisa terlihat pada stroke, tumor, dan abses. Gangguan umum terlihat pada struktur toksik, metabolik, atau kelainan struktural difus. EEG harus dilakukan pada semua pasien kejang dengan pengertian bahwa EEG yang normal tidak mengesampingkan gangguan kejang klinis, sedangkan EEG abnormal dalam isolasi tidak mengkonfirmasi diagnosis epilepsi.

17

PENGOBATAN Pengobatan kejang dan epilepsi merupakan topik sangat luas dan di luar cakupan artikel ini. Beberapa prinsip dasar dirangkum sebagai berikut: 

Kejang umum tunggal tanpa abnormalitas pemeriksaan fisik, EEG, dan pemeriksaan pencitraan mungkin tidak memerlukan perawatan.22



Risiko dan manfaat pengobatan dibandingkan pengamatan harus didiskusikan dengan pasien dan pengasuh sesuai dengan masing-masing kasus individu.



Pemilihan

farmakoterapi

harus

melibatkan

pertimbangan

efikasi,

tolerabilitas, profil efek samping, mekanisme aksi, dan biaya. 

Tes faal hepar awal, hitung darah lengkap, dan elektrolit harus dilakukan.



Efek potensial teratogenik harus didiskusikan dengan pasien wanita.23



Interaksi dengan kontrasepsi oral harus disadari.



Pasien wanita harus diberikan asam folat.



Tingkat obat harus dipantau saat kepatuhan atau toksisitas dipertanyakan.

18

KESIMPULAN Kejang dan epilepsi

diklasifikasikan berdasarkan

riwayat

klinis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, serta keputusan untuk mematuhi pengobatan. Edukasi kepada pasien mengenai diagnosis, prognosis, dan indikasi untuk pengobatan merupakan hal yang penting. Pada pasien dengan kecerdasan normal, keputusan untuk mengobati dan pilihan obat antiepilepsi disepakati bersama oleh pasien dan dokter. Masalah yang menyangkut pekerjaan, mengemudi, kehamilan, dan keterbatasan lainnya harus diatasi secara rinci. Jika seorang pasien menunjukkan kejang pertama kali, pemeriksaan penunjang seperti EEG dan MRI untuk epilepsi terkait lokalisasi harus diusulkan. Hitung darah lengkap, tes faal hepar, elektrolit, dan tes faal ginjal harus diatur sebelum memulai obat antiepilepsi. Untuk pasien dengan kejang yang baru didiagnosis, setidaknya memerlukan konsultasi dengan ahli saraf untuk menjawab kebutuhan akan penyelidikan lebih lanjut dan untuk pilihan obat antiepilepsi. Klasifikasi kejang dan epilepsi sangat penting dalam pengambilan keputusan mengenai pengobatan dan prognosis.

19

DAFTAR PUSTAKA 1.

Bergfelt L. Differential diagnosis of cardiogenic sycope and seizure disorders. Heart. 2003;89 (3) : 353-358.

2.

Meierkord H, Will B, Fish D, Shorvon S. The Clinical features and prognosis of pseudoseizures diagnosed using video EEG telemetry. Neurology. 1991;41(10) : 1643-1646.

3.

Kanner AM, Morris HH, Luders H, et al. Supplementary motor seizures mimicking pseudoseizures: some clinical differences. Neurology. 1990; 40(9): 1404-1407.

4.

French J. Pseudoseizures JC, in the era of video- electroen- cephalogram monitoring. Curr Opinion Neural. 1995; 8(2) : 117-120.

5.

Holmes GL, Sackellares, McKiernan J, Ragland M, Driefuss FE. Evaluation of Childhood pseudoseizures using EEG telemetry and video tape monitoring. J Pediatr. 1980; 97(4) : 554-558.

6.

Eadie MJ. Therapeutic drug monitoring- antiepileptic drugs. Br J Clin Pharmacol. 2001; 52 (Suppl 1): 11S-20S.

7.

Chaplin JE, Wester A, Tomson T. Factors assosiaced with the employment problems of people with established epilepsi. Seizures. 1998;7 (4) : 299-303.

8.

Hansotia P. Epilepsy and driving regulations in Winconsin. Epilepsia. 1994; 35 (3): 685-687.

9.

O’brien MD, Gilmour- White S. Epilepsy and pregnancy. BMJ. 1993: 307(6902) : 492-495.

10. Commisions on Classification and Terminology of the international league Against Epilepsy. Proposal for revised classification of epilepsy and epyleptic syndromes. Epilepsia. 1989;30 : 389-399. 11. So NK. Epileptic Auras. In: Wyllie E. ed. The Treatment of Epilepsy; Principles and Practice. Lippicott Williams & Wilkins. 2001 :299-308. 12. Gupta AK, Jeavons PM, Hughes RC, Covanis A. Aura in temporal iobe epilepsy: clinical and electroenchepalographic correlation. J Neural Neurosurg Psychiatry. 1983; 46 (12) : 1079-1083.

20

Related Documents


More Documents from "Josua Balubun"