LAPORAN KASUS
SOFT TISSUE TUMOUR PEDIS DEXTRA Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing : dr. Bakri B. Hasbulloh Sp. B., FINACS
Diajukan Oleh : Corina Fiqilyin J510185040
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UMS RSUD KARANGANYAR 2019
i
LAPORAN KASUS
SOFT TISSUE TUMOUR PEDIS Oleh : Corina Fiqilyin, S.Ked J510185040
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari,
2019
Pembimbing dr. Bakri B. Hasbulloh Sp. B., FINACS
(
)
(
)
Dipresentasikan di hadapan dr. Bakri B. Hasbulloh Sp. B., FINACS
Disahkan Ka. Program Profesi dr. Flora Ramona S. P., M.Kes, Sp.KK, Dilp STD-HIV AIDS (
)
ii
DAFTAR ISI Cover ..............................................................................................................
i
Lembar Pengesahan .......................................................................................
ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii BAB 1
Laporan Kasus ..............................................................................
1
BAB 2
Tinjauan Pustaka ..........................................................................
2
2.1 Soft Tissue .................................................................................
2
2.1.1 Gambaran Umum ...........................................................
2
2.1.2 Soft Tissue Pedis .............................................................
3
2.2 Soft Tissue Tumour Pedis .........................................................
8
2.2.1 Definisi dan Epidemiologi ..............................................
8
2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko ..............................................
9
2.2.3 Klasifikasi .......................................................................
9
2.2.4 Patogenesis .....................................................................
11
2.2.5 Gambaran Klinis .............................................................
12
2.2.6 Diagnosis ........................................................................
12
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang ..................................................
13
2.2.8 Penatalaksanaan ..............................................................
16
2.2.9 Prognosis ........................................................................
17
Daftar Pustaka ...............................................................................................
27
iii
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. W
Tanggal lahir
: 08-09-1960
Umur
: 60 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Kramen 2/17, Pablengan, Matesih
Tanggal periksa
: 29 Januari 2019
Nomor RM
: 356xxx
B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Benjolan di atas tumit kaki kanan. 2. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis) Pada tanggal 29 Januari 2019 pasien datang ke Poli Bedah RSUD Karanganyar diantar keluarga dengan keluhan muncul benjolan di atas tumit kaki kanan sejak kurang lebih 4 bulan yang lalu. Awalnya, benjolan berukuran kecil, terasa panas dan nyeri, bengkak, serta tampak kemerahan. Benjolan kemudian semakin membesar dan rasa nyeri semakin bertambah dengan lokasi tetap dalam 1 minggu. Keluhan tidak disertai dengan mual, muntah ataupun pusing. Pasien mengatakn benjolan akan terasa semakin nyeri saat merasa kecapekan setelah berjalan jauh. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan yang sama
: disangkal
Riwayat alergi obat
: disangkal
Riwayat mondok
: disangkal
Riwayat penyakit
: disangkal 1
Riwayat penyakit keluarga Riwayat keluhan yang sama
: disangkal
4. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien bekerja sebagai petani. Jika setelah bekerja, pasien biasanya merasa sangat nyeri pada benjolan yang berada dikaki.
C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan umum
: sedang
Kesadaran
: composmentis, GCS : 15
Vital sign
:
TD
: 140/80 mmHg
Suhu
: 36.8o celcius
Nadi
: 75 x/menit
RR
: 18 x/menit
Kulit
: Kulit kecoklatan, kering, jejas luka (-)
Kepala
: Bentuk normochepal, rambut kering (-), rambut warna hitam
Wajah
: Oedem (-), nyeri tekan (-), jejas luka (-)
Mata
: Reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-),odema palpebra (-/-), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung
: Napas cuping hidung (-), deviasi (-),
Mulut
: Mukosa basah (+), faring hiperemis (-)
Telinga
:Daun telinga dalam batas normal, sekret (-/-), tragus pain (-/-)
Leher
:Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar
Thoraks
:Retraksi (-), iga gambang (-)
Cor Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus kordis kuat angkat 2
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
: BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo Inspeksi
: Pengembangan dada simetris (kanan = kiri)
Palpasi
:Fremitus raba dada simetris (kanan = kiri)
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
: Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan (-/-)
Abdomen Inspeksi
: Dinding dada sejajar dengan dinding perut, tidak terlihat jejas, tidak terlihat darm contour maupun darm steifung.
Auskultasi
: Bising Usus (+) menurun
Perkusi
: Hipertimpani, ada pekak hepar, tidak ada pekak beralih
Palpasi
: Supel, tidak terdapat nyeri tekan di seluruh lapang abdomen, tidak teraba massa, tidak terdapat
hepatomegali,
splenomegali,
tidak
tidak terdapat
terdapat defans
muscular. Anogenital
: Tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada benjolan, tidak ada discharge yang keluar dari vagina
Ekstremitas
: Akral Hangat di keempat ekstremitas Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas Tampak benjolan di pedis dekstra
3
Status Lokalis Regio Pedis Dextra Posisi Berdiri dan terlentang a. Inspeksi
: terdapat massa ukuran 6x6 cm, warna massa sama
dengan warna kulit, tidak terdapat tanda-tanda peradangan, bentuk bulat b. Palpasi
: Massa dengan permukaan rata, konsistensi kenyal
padat, mobile, berbatas tegas, terdapat nyeri tekan, tidak ada tanda peradangan, fluktuasi (-), suhu perabaan sama dengan suhu kulit.
4
D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Lab Darah Pemeriksaan
Hasil
Rujukan
Interpretasi
Hemoglobin
10.9
12.3-15.3
Menurun
Hematokrit
36.6
35-47
Normal
Leukosit
5.25
4.4-11.3
Normal
Trombosit
227
177-393
Normal
Eritrosit
4.22
4.1-5.1
Normal
MCV
86.7
82.0-92.0
Normal
MCH
25.8
28.0-33.0
Menurun
MCHC
29.9
32.0-37.0
Menurun
Neutrofil %
41.9
50.0-70.0
Menurun
Neutrofil #
2.20
2.00-7.00
Normal
Masa Pembekuan (CT)
4.30
2-8
Normal
Masa Perdarahan (BT)
2.00
1-3
Normal
GDS
112
70-150
Normal
Creatinin
1.01
< 1.00
Meningkat
Ureum
22
10-50
Normal
HBsAg
Non
Non
Normal
reaktif
reaktif
Non
Non
reaktif
reaktif
Anti HIV (rapid)
Normal
2. Ro Thorax Cor dan Pulmo dalam batas normal 3. EKG Normal Sinus Rhtym 4. Biopsi Post OP
5
E. DIAGNOSIS
Soft Tissue Tumour Pedis Dextra
F. TATALAKSANA Terapi Operatif
:
Tindakan pembedahan Insisi Terapi Medika Mentosa : a. Inf. RL 20 tpm b. Inj. Ceftriaxone 1 gram/ 12jam c. Inj. Santagesic 1 amp/ 8 jam
G. PROGNOSIS Ad Vitam
: Ad bonam
Ad Functionam
: Ad bonam
Ad Sanationam
: Dubia ad bonam
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soft Tissue 2. 1. 1 Gambaran Umum Soft tissue adalah sekelompok jaringan yang mengikat, menyokong, dan melindungi struktur lain atau organ dalam tubuh. Soft tissue terdapat pada semua bagian tubuh namun dengan komposisi penyusun yang berbeda di tiap bagian sesuai kegunaan masing-masing organ. Soft tissue terdiri dari jaringan lemak, otot, jaringan fibrous (tendon dan ligamen), jaringan sinovial pada sendi, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf perifer (Holzapfel, G. A., 2000; CCS, 2017).
Gambar 1. Soft Tissue (Sumber: CCS, 2017) 7
2. 1. 2 Soft Tissue Pedis Pedis, atau kaki, merupakan bagian paling distal dari ekstremitas inferior. Pedis dibagi dalam dua sisi yakni dorsum pedis dan plantar pedis. Kedua sisi tersebut memiliki susunan soft tissue yang sama yaitu jaringan lemak, otot, jaringan fibrous (tendon dan ligamen), jaringan sinovial pada sendi, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf perifer namun dengan komposisi berbeda sesuai fungsinya (basicmedicalkey, 2016). Berikut penampang sagital dari pedis.
Gambar 2. Penampang Sagital Pedis (Sumber: basicmedicalkey, 2016) Jaringan lemak merupakan jaringan yang terletak di bawah kulit atau subkutan. Kedua sisi pedis memiliki jaringan lemak namun jaringan lemak pada plantar pedis tersusun lebih tebal. Jaringan lemak pada plantar pedis, atau plantar fat pad, berfungsi sebagai pelindung tulang, saraf, dan pembuluh darah pedis dengan cara mengabsorbsi dan meredakan energi dari benturan dan gesekan sehingga dapat meminimalkan cedera (Binnendyk, 2013; CCS, 2017).
8
Pergerakan kaki bertumpu pada sendi pergelangan kaki (atas) dan sendi talocalcaneonavicular (bawah). Sendi lainnya pada tarsus dan metatarsus adalah amfiartrosis yang meningkatkan rentang gerakan sendi talocalcaneonavicular sampai batas tertentu. Pada sendi pergelangan kaki, maleolus menyusun socket dan troklea dari talus. Pada bagian tengah, kedua sendi distabilkan oleh ligamentum collatérale mediale (deltoideum) dan terdiri dari empat bagian (Pars tibiotalaris anterior, Pars tibiotalaris posterior, Pars tibiocalcanea, dan Pars tibionavicularis). Ada tiga ligamen tunggal di sisi lateral yaitu ligamen talofibulare anterius, Lig. talofibulare posterius, Lig. calcaneofibulare). Ligamen tersebut memberikan stabilisator tambahan terhadap sendi talocalcaneonavicular.
Gambar 3. Ligamentum pedis (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010) 9
Ligamen-ligamen ini secara pasif mempertahankan arkus longitudinal kaki. Ligamen tersebut didukung secara aktif oleh tendon dari muskulus tibialis posterior dan fibularis longus (- »Gambar 4.148) dan otot pendek pada dasar kaki. Struktur pendukung ini memberikan tension band system untuk melawan tubuh. Ligamen dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan superimposing: • upper level: Lig. plantare calcaneonaviculare • middle level: Lig. plantare longum • lower level: Aponeurosis plantaris
Gambar 4. Ligamen arkus plantar longitudinal (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010) Di bawah tendon muskulus ekstensor longum, terdapat dua muskulus ekstensor pendek. Muskuls ekstensor digitorum brevis dan muskulus ekstensor hallucis brevis berasal dari sisi dorsal kalkaneus dan tendonnya menyusup secara lateral ke ke tendon muskulus ekstensor panjang dan aponeurosis dorsal. Dengan demikian, kedua muskulus tersebut turut menjadi ekstensi pada sendi falangeal dan sendi metatarsofalangeal dari jempol kaki. Musculus interossei dorsalis juga terlihat, namun dikelompokkan pada otot plantar.
10
Gambar 5. Muskulus dorsum pedis (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010) Otot-otot kaki terbagi dalam empat lapisan yang saling tindih satu sama lain. Pada reseksi M. Fleksor digitorum brevis, otot dan tendon lapisan kedua mulai terlihat yang berisi tendon m. Fleksor hallucis longus dan m. Flexor digitorum longus. Tendon dari m. Fleksor digitorum longus merupakan origin dari m. Quadratus plantae yang berfungsi sebagai fleksor aksesorius yang menyokong otot fleksor panjang.Tendon tersebut juga merupakan origin dari empat mm. Lumbricales yang berinsersi dari pertengahan falang proksimal digiti II-IV.
11
Gambar 6. Muskulus plantar pedis lapisan tengah (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010)
Gambar 7. Muskulas plantar pedis lapisan dalam (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010) 12
2.2 Soft tissue tumour Pedis 2.2.1 Definisi dan Epidemiologi Soft tissue tumour adalah tumor atau benjolan pada jaringan lunak. Sebagian besar tumor jaringan lunak bersifat jinak, dengan tingkat kesembuhan yang sangat tinggi post eksisi. Neoplasma mesenkimal maligna hanya berjumlah kurang dari 1% dari keseluruhan tumor ganas namun mengancam jiwa dan menimbulkan tantangan diagnostik dan terapeutik karena terdapat lebih dari 50 subtipe histologis dari soft tissue tumour. Pemeriksaan fisik dan radiografi sangat penting untuk mengevaluasi ukuran, kedalaman dan lokasi massa, serta keterlibatan neurovaskular. Insidensi tahunan soft tissue tumour diperkirakan mencapai 3000/ 1juta penduduk sedangkan soft tissue sarcoma mencapai 30/ 1 juta penduduk. Tidak ditemukan pengaruh geografis pada epidemiologi (WHO, 2006). Sepertiga dari kasus soft tissue tumour adalah lipoma, sepertiga kasus fibrohistiocytic dan tumor jaringan fibrosa, 10% merupakan tumor vaskular dan 5% tumor selubung saraf. Terdapat hubungan antara jenis tumor, gejala, lokasi dan usia serta jenis kelamin pasien. Lipoma bersifat tidak nyeri, jarang di tangan, kaki bagian bawah dan pedis serta sangat jarang terjadi pada anak-anak. Angiolipoma multipel terkadang sangat nyeri dan paling sering pada pria muda, angioleiomioma sangat nyeri dan umumnya di kaki bagian bawah wanita paruh baya sedangkan setengah dari tumor pembuluh darah terjadi pada pasien yang lebih muda yaitu 20 tahun. 99% soft tissue tumour bersifat superfisial dan 95% berdiameter kurang dari 5 cm. Sarkoma jaringan lunak bisa terjadi dimana saja tapi ¾ kasus ditemukan pada ekstremitas (paling umum di paha. Soft tissue sarcoma semakin meningkat dengan bertambahnya usia dengan usia rata-rata 65 tahun. 1/3 penderita soft tissue sarcoma diketahui meninggal karena metastasis paru (WHO, 2006) 13
2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Etiologi soft tissue tumour benigna ataupun maligna belum diketahui secara pasti. Faktor genetik dan lingkungan, iradiasi, infeksi virus dan kekebalan tubuh telah ditemukan berkaitan dengan perkembangan soft tissue tumour. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan insidensi soft tissue sarcoma setelah paparan herbisida fenoksiasetik, klorofenol, dan dioxin. Virus herpes memiliki peran kunci dalam perkembangan sarkoma Kaposi. Virus Epstein-Barr berhubungan dengan tumor otot polos pada pasien dengan imunodefisiensi (WHO, 2006). Beberapa jenis soft tissue tumour diduga berkaitan dengan riwayat penyakit keluarga. Namun laporan ini jarang dan terdiri dari jumlah tumor yang tidak signifikan. Contoh yang paling umum adalah angiolipoma. Desmoid tumor terjadi pada pasien dengan riwayat keluarga Sindrom Gardner (termasuk adenomatous poliposis, osteomas dan kista epidermal). Neurofibromatosis (tipe 1 dan 2) berhubungan dengan banyak tumor jinak saraf (dan kadang juga nonneural tumor) (WHO, 2006). Kurang dari 10% sarkoma ganas tulang dan jaringan lunak ditemukan di kaki dan pergelangan kaki, dan tumor jinak jaringan lunak pada kaki dan pergelangan kaki memiliki prevalensi 100 kali lipat daripada massa jaringan lunak ganas kaki dan pergelangan kaki. Sehingga, disimpulkan bahwa kemungkinan malignansi tumor jaringan lunak di kaki dan pergelangan kaki adalah kurang dari 0,1% dari semua keganasan (Goldberg, 2015).
14
2.2.3 Klasifikasi Terdapat 50 jenis subtipe histologi soft tissue tumours. Klasifikasi soft tissue tumour berdasarkan WHO (2006) adalah sebagai berikut.
Tumor adiposit a. Benigna
: Lipoma, lipomatosis, angiolipoma
b. Intermediet (locally agressive): Atypical lypomatous tumour/ well differentiated sarcoma c. Maligna
: Myxoid liposarcoma, dedifferentiated liposarcoma
Tumor fibroblastik/ miofibroblastik a. Benigna
: Nodular fasciitis, fibroma of tendon sheath, giant
cell angiofibroma b. Intermediet (locally agressive): Desmoid-type fibromatosis, lipofibromatosis c. Intermediet (rarely metastasizing): Infantile fibrosarcoma, inflammatory myofibroblastic tumour d. Maligna: Adult fibrosarcoma, sclerosing epithelioid fibrosarcoma
So-Called Fibrohystiocytic Tumours a. Benigna
: Giant cell tumour of tendon sheath
b. Intermediet (rarely metastasizing): Giant cell tumour of soft tissue c. Maligna
: Undifferentiated pleomorphic sarcoma
Tumor otot polos: Angioleiomyoma, leiomyosarcoma
Tumor perisitik/ perivaskular: Myopericytoma
Tumor otot rangka a. Benigna
:Rhabdomyoma
b. Maligna
:Embryional
rhabdomyosarcoma,
alveolar
rhabdomyosarcoma
Tumor vaskular a. Benigna b.
: Epithelioid hemangioma, lymphangioma
Intermediet
(locally
agressive):
Kaposiform
haemangioendothelioma 15
c.
Intermediet
(rarely
metastasizing):
Retiform
hemangioendothelioma, kaposi sarcoma d. Maligna
: Angiosarcoma of soft tissue
Tumor kondrooseus: Extraskeletal osteosarcoma, soft tissue chondroma
Tumours of uncertain differentiation a. Benigna b.
: Intramuscular myxoma, juxta-articular myxoma
Intermedit
(rarely
metastasizing):
Angiomatoid
fibrous
histiocytoma c. Maligna
: Synovial sarcoma, epitheloid sarcoma
2.2.4 Patogenesis Patogenesis perkembangan soft tissue tumour belum diketahui secara pasti. Massa jaringan lunak, secara umum, membentuk sekelompok lesi beragam dan kompleks yang mungkin menampakkan berbagai derajat diferensiasi mesenkim dan tidak diklasifikasikan menurut lokasi anatomisnya. Sebagian besar bersifat sporadis dan tidak memiliki definisi etiologi yang jelas. Namun, sebagian kecil lesi ini mungkin memiliki faktor predisposisi genetik, sekunder akibat trauma, serta terkait
kondisi
metabolik seperti
diabetes
melitus
atau
hiperlipidemia, mungkin terkait dengan trauma tidak langsung atau yang terlokalisir, atau mungkin terkait dengan paparan karsinogen, limfedema, atau terapi radiasi sebelumnya. Gen EWSR1, juga dikenal sebagai EWS, merupakan salah satu gen yang paling sering dilibatkan dalam translokasi sarkoma. Gen ini sebenarnya juga terlibat dalam berbagai macam lesi mesenkim yang mencakup sarkoma Ewing/ tumor neuroektodermal perifer, tumor sel bulat kecil desmoplastik, sarkoma sel jernih, histiositoma
fibrosa
angiomatoid,
kondrosarkoma
miksoid
ekstraskeletal, dan subset dari liposarkoma miksoid (Husain dan Verma, 2011; Goldberg; 2015). 16
Sarkoma jaringan lunak dengan kariotipe kompleks menyumbang sekitar 50% sarkoma. Kategori sarkoma ini mencakup sebagian besar sel spindel/
sarkoma
pleomorfik
(myxofibrosarcoma,
liposarcoma
pleomorfik, dan lain-lain) serta leiomiosarcomas, tumor selubung saraf perifer maligna, dan banyak neoplasma lainnya. Sarkoma dengan translokasi non-EWS adalah tumor sel spindle, poligonal atau bulat kecil dengan berbagai sifat, yang kebanyakan terjadi pada anak-anak atau dewasa muda misalnya sarkoma sinovial, alveolar rhabdomyosarcoma, alveolar soft part sarcoma, protuberan dermatofibrosarcoma, sarkoma fibromyxoid derajat rendah, dan fibrosarcoma infantil. Dalam beberapa tahun terakhir, translokasi karakteristik (X; 17) menghasilkan gen fusi ASPL-TPE3 telah ditemukan pada sarkoma jaringan lunak alveolar dan empedu (Husain and Verma, 2011).
2.2.5 Gambaran Klinis Keluhan umum yang sering diceritakan pasien dengan tumor jaringan lunak saat pertama kali datang berobat adalah rasa sakit Namun, sebagian pasien mungkin juga datang dengan alasan kosmetik, tanpa adanya rasa sakit yang menyertai. Nyeri subyektif mungkin bersifat menetap pada proses jinak (Goldberg, 2015). Keganasan lebih umum terjadi pada pasien usia tua terutama dengan massa yang membesar dengan cepat atau telah lama. Kemungkinan keganasan lebih besar apabila terdapat riwayat keluarga tingkat pertama dengan kanker atau kondisi genetik tertentu, seperti neurofibromatosis. Apabila terdapat trauma, miositis jinak osifikan, inflamasi lokal atau proses infektif, atau fibromatosis plantar mungkin terjadi. Pada pemeriksaan fisik, konsistensi massa padat lunak, nyeri saat palpasi, lokasi relatif superfisial terhadap struktur fasia, dan bentuk yang tidak beraturan dengan batas tegas cenderung mengarahkan diagnosis 17
pada lesi jinak. Namun, kedalaman massa jaringan lunak kurang prediktif terhadap keganasan daripada ukuran massa. Pada kaki atau pergelangan kaki, jumlah jaringan lunak, khususnya pada sisi plantar, adalah minimal dan tulang kortikal relatif tipis dan rapuh sehingga invasi tulang menjadi sering terjadi dan mungkin menjadi tanda dari keganasan (Goldberg, 2015). Lipoma merupakan tumor jaringan lunak yang memiliki prevalensi paling tinggi, biasanya ditemukan di kaki dan pergelangan kaki, dan berasal jaringan subkutan. Ciri-ciri lipoma adalah teraba lunak, tidak disertai nyeri, tumbuh secara perlahan, soliter, batas tegas, massa berlobul yang mengandung lemak, dan diselubungi kapsula fibrosa.
Gambar 8. Lipoma pada kaki Xanthoma merupakan tumor jaringan lunak lain yang sering ditemukan pada kaki. Xanthoma adalah sekelompok histiosit yang sarat jaringan lipid, merupakan penyerta penyakit hiperlipidemia. Xanthoma umumnya berasal dari kulit atau subkutan, namun terkadang ditemukan pada jaringan lunak yang lebih dalam.
18
Gambar 9. Xanthoma pada kaki Fibroma adalah massa jaringan fibrosa pada kulit atau jaringan lunak yang bersifat jinak.
Gambar 10. Fibroma pada kaki Tumor jaringan lunak selanjutnya yang umum ditemukan pada kaki adalah ganglion (kista ganglion), kista sinovial, kista ganglionik, dan bursae. Kista sinovial dan ganglia tumbuh di dekat sendi atau tendon dan mengandung cairan musin. Kista sinovial diselubungi oleh membran sinovial dan mungkin berhubungan dengan struktur lain yang berdekatan. Ganglion, seringkali ditemukan dalam ukuran besar dan ukurannya dapat berubah karena perubahan suhu sekitar, diselubungi 19
oleh sel pseudosinovial pipih dan tidak berhubungan dengan struktur lain yang berdekatan. Ganglion dan kista sinovial terkait dengan mikrotrauma pada struktur sinovial yang berdekatan. Bursae adalah struktur berdinding sinovial yang ditemukan di antara permukaan tulang dan ligamen atau tendon dan biasanya mengandung cairan yang akan meningkat saat terdapat peradangan karena gesekan mekanik, infeksi, atau inflamasi artropati.
Gambar 11. Ganglion pada kaki Myositis ossificans merupakan massa berbentuk tulang yang tumbuh pada jaringan lunak dan bersifat benigna. Etiologi lesi ini tidak jelas namun trauma diduga sebagai etiologi utama. Awalnya, lesi tidak spesifik, disertai nyeri, dan meradang. Massa yang tampak meradang tersebut perlahan mengeras (osifikasi) dari perifer ke arah tengah selama beberapa bulan. Fibromatosis superfisial merupakan proliferasi fibroblastik fascia yang ditemukan pada palmar, plantar, penis, atau penonjolan buku jari (knuckle pad). Fibromatosis plantar, dikenal juga sebagai penyakit Ledderhose, kemungkinan besar terkait dengan trauma. Faktor resiko fibromatosis antara lain genetik (genomik) atau dikaitkan dengan diabetes melitus, epilepsi, keloid, atau alkoholisme dengan penyakit hati. 20
Lesi jarang ditemukan pada anak-anak namun menjadi lebih umum seiring bertambahnya usia. Laki-laki ditemukan dua kali lebih sering seperti wanita. Lesi terjadi bilateral pada 20-50% kasus. Pasien biasanya datang dengan satu atau lebih nodul subkutan yang paling sering timbul pada fasia plantar medial dan meluas ke kulit atau struktur dalam kaki. Lesi ini jarang sekali menyebabkan deformitas kaki.
Gambar 12. Fibromatosis plantar Neurofibroma adalah lesi kecil, soliter, nodul kutan atau subkutan yang tumbuh lambat dan biasanya timbul pada dekade ketiga kehidupan. Massa ini tumbuh dari kulit atau saraf yang lebih besar, mengandung sel berbentuk spindel dalam stroma miksoid, dan mengandung serat kolagen. Saat lesi berasal dari saraf yang lebih besar, lesi berkembang menjadi massa fusiform yang sering meluas ke jaringan lunak, dan terasa sakit. 2.2.6 Diagnosis Diagnosis soft tissue tumour didasarkan pada gambaran klinis dan pola histologis. Usia pasien, jenis kelamin, lokasi tumor, fitur makroskopis dan manifestasi klinis dapat memberikan petunjuk diagnostik. Alat radiologis termasuk CT dan magnetic resonance 21
imaging (MRI) berguna untuk mendeteksi tumor dan staging melalui gambaran anatomis, dan menghasilkan diagnosis yang spesifik sebesar 25-50%. Namun, gambaran pola histologis paling penting untuk diagnosis yang tepat. Bergantung pada ciri histologis yang dominan, soft tissue tumour dikategorikan sebagai tumor round cell, spindle cell, miksoid, epitelioid, perisitomatous, atau pleomorfik (Subhawong, 2010).
22
Grading soft tissue tumour berdasarkan FNCLCC adalah sebagai berikut.
23
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang a. MRI MRI merupakan modalitas pilihan untuk mendeteksi, mengetahui ciri-ciri, dan staging tumor jaringan lunak karena kemampuannya untuk membedakan jaringan tumor dan otot atau lemak serta mengetahui adanya hubungan dengan neurovaskular. Selain itu, MRI dapat membantu untuk melakukan guiding biopsy, merencanakan
pembedahan,
mengevaluasi
respon
terhadap
kemoterapi, restaging, dan dalam tindak lanjut jangka panjang untuk mendeteksi adanya kekambuhan lokal. Meskipun MRI tidak selalu dapat memprediksi dengan tepat diagnosis histologis suatu massa atau aktivitas biologis potensialnya, namun beberapa kondisi dapat didiagnosis dengan tepat melalui ciri-ciri patologis, lokasi massa, hubungan dengan struktur yang berdekatan, multiplisitas, dan riwayat klinis. MRI secara akurat menentukan ukuran tumor, hubungan dengan kompartemen otot, bidang fascia, dan struktur tulang dan neurovaskular. MRI dapat membedakan jaringan normal dan abnormal daripada pencitraan lainnya dengan lebih baik. Tumor jaringan lunak yang tidak menunjukkan fitur spesifik tumor pada MRI harus dilakukan biopsi untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan (WHO, 2006).
Gambar 13. MRI Lipoma (Sumber: Blacksin dkk., 2006)
24
b. CT Scan CT scan telah lama digunakan untuk mengkarakterisasi komposisi dan lokasi anatomi dari massa jaringan lunak serta untuk membedakan adanya keganasan. CT scan lebih unggul dalam MRI dari segi waktu pemeriksaan yang lebih cepat. Empat hal yang dievaluasi dari CT scan antara lain pola mineralisasi, densitas massa, pola keterlibatan tulang, dan lesi vaskuler (Subhawong dkk., 2010).
Gambar 14. Fibromatosis muskuloskeletal (Beaman dkk., 2007)
c. Biopsi Biopsi diperlukan untuk mendeteksi keganasan, menilai klasifikasi histologis, dan menentukan tipe histologis spesifik dari sarkoma. Rencana terapi dibuat berdasarkan prediksi pola pertumbuhan lokal dari lesi, risiko metastasis, dan kemungkinan metastasis. Penentuan cara insisi sangat penting dalam biopsi. Besar sampel yang cukup dari area sarkoma yang layak biasanya diperlukan untuk definitif. Perbandingan soft tisssue tumor jinak terhadap sarkoma adalah 100 terhadap 1. Lesi jinak terletak superfisial atau subkutan. Lesi jinak yang 25
paling sering terjadi adalah lipoma, yang sering tidak terobati. Beberapa lesi jinak memiliki manifestasi klinis khas namun kebanyakan tidak. Beberapa lesi tanpa metastasis, seperti tipe desmoid fibromatosis atau hemangioma intramuskular, diperlukan wide excision untuk menghindari kekambuhan. Biopsi diagnostik (sebelum terapi definitif) dianjurkan untuk semua massa jaringan lunak > 5 cm (kecuali massa subkutan yang sangat jelas mengindikasikan lipoma) dan untuk semua massa subfascia atau massa yang dalam berapapun ukurannya. Sebagian besar soft tissue sarcoma pada ekstremitas dan badan tidak menimbulkan rasa nyeri, tumor ditemukan secara tidak sengaja, yang tidak mempengaruhi status generalis meskipun ukuran tumor besar. Lesi jaringan lunak superfisial yang lebih besar dari 5 cm dan terletak dalam memiliki angka risiko tinggi (sekitar 10 persen) menjadi sarkoma dan pasien tersebut idealnya harus dirujuk ke pusat tumor khusus untuk perawatan yang optimal (WHO, 2006). Pemeriksaan biopsi mengklasifikasikan soft tissue tumour ke dalam empat tipe histologis. a. Benigna Sebagian besar tumor jaringan lunak jinak tidak kambuh secara lokal. Tumor yang berulang kali kambuh biasanya bersifat nondestruktif dan hampir selalu dapat disembuhkan oleh eksisi lokal komplit. Sangat jarang ditemukan adanya metastasis. b. Intermediet (locally agressive) Soft tissue tumour tipe ini seringkali kambuh secara lokal dan berkaitan dengan pola pertumbuhan yang destruktif dan infiltratif. Lesi pada kategori ini tidak mempunyai buki potensial untuk metastasis namun diperlukan eksisi luas untuk mengontrol
26
pertumbuhan lokal. Lesi prototip kategori ini adalah fibromatosis desmoid. c. Intermediet (rarely metastasizing) Soft tissue tumour tipe ini bersifat locally agressive dan berpotensi metastasis jauh. Resiko untuk bermetastasis <2% dan tidak
dapat
dipastikan
secara
akurat
hanya
berdasarkan
histomorfologi. Tempat metastasis tersering yaitu di nodus limfe dan paru-paru. Lesi prototip kategori ini adalah plexiform fibrohistiocytic tumour and so-called angiomatoid fibrous histiocytoma. d. Maligna Selain
potensi
pertumbuhan
destruktif
lokal
dan
kekambuhan, tumor jaringan lunak ganas (dikenal sebagai sarkoma jaringan lunak) memiliki resiko signifikan adanya metastasis jauh, berkisar antara 20-100% tergantung pada tipe histologis dan derajat. Beberapa sarkoma derajat rendah memiliki resiko metastasis sebesar 2-10%, namun memiliki tingkat kekambuhan lokal yang tinggi. Contohnya adalah miksofibrosarkoma dan leiomiosarkoma (WHO, 2006). 2.2.8 Penatalaksanaan a. Operatif Operasi merupakan modalitas utama penanganan soft tissue tumour. Tindakan operatif dapat dikombinasikan dengan radioterapi dan kemoterapi dengan pertimbangan yang matang. Tujuan terapi adalah untuk meminimalkan rekurensi sehingga menjamin kualitas hidup. Secara umum, tindakan eksisi ditentukan oleh ukuran tumor, hubungan anatomisnya dengan struktur normal (misalnya kumpulan 27
neurovaskular besar), dan fungsi yang akan hilang setelah operasi. Adanya resiko kehilangan fungsi berat dapat dipertimbangkan untuk penggunaan ajuvan/ neoajuvan radioterapi atau kemoterapi (WHO, 2006). b. Kemoterapi ajuvan/ neoajuvan Sarkoma derajat tinggi, lebih besar dari 5 cm, terdapat beberapa terapi yang mungkin dilakukan untuk mencapai kontrol lokal yang baik dan mengurangi risiko metastasis sistemik selanjutnya. Kemoterapi biasanya diindikasikan sebagai terapi neoajuvan
utama
pada
pengobatan
sarkoma
Ewing
dan
rabdomiosarkoma. Kemoterapi ajuvan diindikasikan secara spesifik untuk tumor jenis tersebut, bahkan jika tumor primer telah direseksi karena resiko yang sangat tinggi untuk metastasis. Untuk sarkoma tipe histologis lain, kemoterapi sistemik masih kontroversial. Jenis histologis dan lokasi penyakit merupakan prediktor penting sensitivitas terhadap kemoterapi (WHO, 2006). c. Protokol Terapi Multimodal Dalam penanganan sarkoma esktremitas derajat tinggi dan ukuran yang besar, kombinasi terapi operatif, kemoterapi, dan radiasi mungkin diperlukan. Terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan yaitu.
Kemoterapi
neoajuvan
>
pembedahan
>
kemoterapi
ajuvan+radioterapi postoperatif
Kemoterapi neoajuvan bersamaan dengan radioterapi preoperatif > pembedahan > kemoterapi ajuvan
Kemoterapi neoajuvan > radioterapi preoperatif > pembedahan > kemoterapi ajuvan (WHO, 2006).
28
2.2.9 Prognosis Prognosis soft tissue tumour tergantung pada ukuran, derajat, kedalaman, jenis, staging, lokasi, batas tumor, dan usia pasien. Ukuran tumor >5 cm memiliki prognosis lebih buruk daripada tumor ukuran <5 cm. Semakin rendah derajat sarkoma terkait dengan kecenderungan metastasis yang lebih renda. Tumor superfisial memiliki prognosis lebih baik daripada tumor dalam. Tumor pada ekstremitas memiliki prognosis yang lebih baik daripada tumor pada badan. Pasien usia <60 tahun memiliki prognosis yang lebih baik daripada usia >60 tahun. Angka survival pasien soft tissue sarcoma dalam lima tahun adalah 65-75% (Husain dan Verma, 2011; CCS, 2017).
29
DAFTAR PUSTAKA Basicmedicalkey.
2016.
Ankle
and
Foot.
Available
at
https://basicmedicalkey.com/ankle-and-foot/. Beaman, F. D., Kransdorf, M. F., Andrews, T. R., Murphey, M. D., Arcara, L. K., Keeling, J. H. 2007.Superficial Soft-Tissue Masses: Analysis, Diagnosis, and Differential Considerations. Radiographics Journal. Binnendyk, C. 2013. Let’s Talk About Foot Fat Pads. Available at https://agelesspilates.com/2013/07/10/footfatpadatrophy/. Blacksin, M. F., Ha, D., dan Hameed, M. 2006. Superficial Soft Tissue Masses of the Extremities. Radiographics Journal. Canadian Cancer Society. 2017. Anatomy and Physiology of Soft Tissue. Available at
http://www.cancer.ca/en/cancer-information/cancer-type/soft-tissue-
sarcoma/soft-tissue-sarcoma/the-soft-tissues-of-thebody/?region=on&p=1. Erik, V. H., Vanhoenacker, F., Dyck, P. V., Schepper, A. D., dan Parizel, P. M. 2011. Pseudotumoral Soft Tissue Lesions of the Foot and Ankle: A Pictorial Review. Insights Imaging Journal. Goldberg, A. S. 2015. Primary Soft Tissue Masses of the Foot and Ankle. Continuing Medical Education: Podiatry Management Magazine. Holzapfel, G. A. 2000. Biomechanics of Soft Tissue. Biomech Preprint Series. 7. Husain, N., dan Verma N. 2011. Current Concepts in Pathology of Soft Tissue Sarcoma. Indian Journal of Surgical Oncology. 2 (4): 302-308. Paulsen, F., dan Waschke, J. 2010. Paulsen dan waschke Atlas of Human Anatomy: General Anatomy and Musculoskeletal System. Elsevier: Munich. Subhawong, T. K., Fishman, E. K., Swart, J. E., Carrino, J. A., Attar, S., dan Fayad, L. M. 2010. Soft-Tissue Masses and Masslike Conditions: What does CT 30
Add to Diagnosis and Management?. American Rontgen Ray Society. 194 (6): 1559-1567. World Health Organization. 2006. Soft Tissue Tumours: Epidemiology, Clinical Features, Histopathological Typing and Grading. WHO Classification of Soft Tissue Tumours.
31