Skripsi Lengkap Perdagangan Senjata.pdf

  • Uploaded by: Ale
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi Lengkap Perdagangan Senjata.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 18,141
  • Pages: 100
PERDAGANGAN SENJATA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN REGIONAL TIMUR TENGAH

SKRIPSI Diajukan sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh : SALEHATI E131 13 025

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

ABSTRAK Salehati, E131 13 025. “Perdagangan Senjata Dan Dampaknya Terhadap Keamanan Regional Timur Tengah”, dibawah bimbingan Patrice Lumumba, selaku Pembimbing I, dan Ishaq Rahman, selaku Pembimbing II, pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perdagangan senjata dan dampaknya bagi kawasan Timur Tengah, dengan mengkhususkan pada negara Irak dan Suriah dalam kurun waktu 2010-2017. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode analisis deskriptif, yang bertujuan untuk memberikan gambaran terkait perdagangan senjata dan dampaknya terhadap keamanan regional Timur Tengah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode telaah pustaka (library research), dengan memanfaatkan berbagai literatur, seperti buku-buku, jurnal, serta artikel-artikel terkait yang didapatkan melalui internet. Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan teknik analisis data kualitatif, untuk menggambarkan bagaimana perdagangan senjata dan interaksi antar-aktor yang terlibat berpengaruh terhadap konflik yang ada hingga berdampak bagi keamanan regional Timur Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya jual-beli senjata di kawasan Timur Tengah sebagai dampak dari banyaknya konflik yang terjadi, baik yang diakibatkan oleh perebutan wilayah, agama, persaingan politik, maupun kepentingan-kepentingan lain di antara negara-negara Timur Tengah, khususnya pada Irak dan Suriah, maupun sebagai imbas dari pengaruh eksternal yang memiliki kepentingan di kawasan Timur Tengah. Sebagai akibatnya, terjadilah berbagai konflik yang mana konflik tersebut memerlukan berbagai peralatan persenjataan yang memadai.

Kata Kunci: Perdagangan Senjata, Kemanan Regional, Konflik, Timur Tengah

iv

ABSTRACT Salehati, E131 13 025. “Arms Trade and Its Impact Toward Middle East Regional Security”, under the guidance of Patrice Lumumba, as the First Advisor, and Ishaq Rahman, as the Second Advisor, Department Of International Relations, Faculty of Social and Political Science, Hasanuddin University. This research aims to describe the arms trade and its impact toward Middle East Regional Security, especially in Iraq and Syria between 2010-2017. The method of this research is analytical descriptive which aims to describe the phenomenon of arms trade itself and Middle East region. Technique of data collection that used by the writer is the method that based on documents and internet, or usually known as library research, taken from many literatures, such as books, journals, articles, newsletters, and internet, that related to the author‟s thesis material.In this research, the writer also use qualitative technique of data analysis, which analyze the method of arms trade, interaction between involved actors, and how those things impacted conflicts and Middle East regional security itself. The results of this research showed the arms trade that happen in Middle East region impact of many conflict that have been going on, like territory struggle, religion, political rivalry, or even the other interest among Middle East countries, especially in Iraq and Syria, or as the impact of external influence that have interest in Middle East. And finally, there has occurred many conflicts that require adequate weaponry.

Key words : Arms Trade, Regional Security, Conflict, Middle East.

v

KATA PENGANTAR Segala Puji dan syukur bagi Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perdagangan Senjata dan Dampaknya Terhadap Keamanan Regional Timur Tengah” ini. Terima kasih pula Penulis ucapkan kepada pihakpihak lain yang telah membantu, diantaranya: 1. Kedua orang tua Penulis, bapak Lemba dan ibu Harisa. Terima kasih telah membesarkan Penulis selama ini, telah mendoakan serta membebaskan Penulis menjalani kehidupan sebagaimana yang diinginkannya. 2. Bapak Drs. Patrice Lumumba, MA, selaku pembimbing I, yang telah membimbing Penulis selama penyususnan skripsi. Semoga bapak selalu sehat dan berada dalam lindungan-Nya. Bapak Ishaq Rahman, S.IP, M.Si, selaku pembimbing II, yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi Penulis. Semoga bapak juga senantiasa dalam lindungan-Nya. 3. Ibu Rahma dan Ibu Tia, terima kasih telah membantu segala keperluan administratif penulis selama menempuh pendidikan di jurusan Hubungan Internasional, FISIP Unhas. 4. Pemerintah Republik Indonesia. Terima kasih atas bantuan beasiswa Bidikmisi dari pemerintah RI selama penulis menempuh pendidikan. Semoga ke depannya, program beasiswa Bidikmisi semakin banyak menyentuh anakanak bangsa untuk mengakses pendidikan tinggi.

vi

5. SEATTLE, HI Unhas Angkatan 2013. Terima kasih atas waktu, diskusi, pertemanan, persahabatan, kekeluargaan, serta penerimaannya selama Penulis menempuh pendidikan. Kalian istimewa. 6. Komplot. Terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini. Berbahagialah selalu. 7. Mekay Lunikabezz Kripton. Terima kasih. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan skripsi ini. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang banyak, terutama bagi pengembangan keilmuan Hubungan Internasional. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran melalui alamat email [email protected]

Hidup adalah mencari tahu seperti apa Tuhan menggariskan takdir.

Makassar, Desember 2017 Penulis,

Salehati

vii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI ................................................... iii ABSTRAK ............................................................................................................. iv ABSTRACT .............................................................................................................v KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ...............................................................7 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................................8 D. Kerangka Konseptual .............................................................................8 E. Metode Penelitian ..................................................................................11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................14 A. Konsep Tentang Perdagangan Senjata ..................................................14 B. Konsep Tentang Keamanan Regional ...................................................17 C. Konsep Tentang Kawasan .....................................................................23 BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SENJATA DAN KAWASAN TIMUR TENGAH ...............................................26 A. Bentuk-Bentuk Perdagangan senjata..........................................................26 1. Perdagangan Senjata Legal ..................................................................26 2. Perdagangan Senjata Gelap ..................................................................37 B. Pelaku Perdagangan Senjata ......................................................................43 1. Aktor Negara .........................................................................................44 2. Aktor Non-Negara .................................................................................45 C. Kawasan Timur Tengah .............................................................................49 1. Profil Kawasan Timur Tengah ..........................................................49 2. Konflik-Konflik di Timur Tengah ....................................................52 BAB IV DAMPAK PERDAGANGAN SENJATA TERHADAP KEAMANAN REGIONAL TIMUR TENGAH ..................................60 A. Latar Belakang Terjadinya Perdagangan Senjata ......................................60 B. Dampak Perdagangan Senjata Terhadap Irak ...........................................64 Dampak Perdagangan Senjata Terhadap Suriah .......................................73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN ................................................84 A. Kesimpulan ............................................................................................84 B. Saran-Saran ............................................................................................85 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................86

viii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Ekspor Senjata Amerika Serikat ke Negara-Negara Timur Tengah ....... 30 Tabel 2. Ekspor Senjata Rusia ke Negara-Negara Timur Tengah ........................33 Tabel 3. Perjanjian Perdagangan Senjata Amerika Serikat dengan Negara-Negara Berkembang ............................................................................................36

ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta kekuatan dalam Konflik Irak ...................................................... 68 Gambar 2. Peta Kekuatan dalam Konflik Suriah ..................................................77

x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan senjata konvensioanl telah menjadi fenomena dalam perkembangan dunia internasional. Senjata menjadi komoditi yang menggiurkan untuk diperdagangkan. Perdagangan senjata, terutama yang illegal, menjadi masalah tersendiri karena pergerakannya yang sulit dilacak. Tak heran jika banyak konflik bersenjata yang masih berlangsung, disebabkan aktor-aktor yang terlibat masih mendapatkan suplai persenjataan dari para pemasok senjata. Dalam dunia internasional, keberadaan senjata sangat penting. Keberadaan senjata tidak hanya digunakan untuk menjaga keamanan, tetapi juga untuk membangun sistem pertahanan. Senjata menjadi elemen yang tidak terpisahkan dari sebuah negara. Kebutuhan negara akan senjata juga tidak lepas dari dinamika keamanan yang dialami negara tersebut. Negara-negara yang terlibat konflik akan memubutuhkan lebih banyak senjata untuk meredam konflik yang ada. Akibatnya, semakin banyak konflik bersenjata yang terjadi, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan senjata itu sendiri. Konflik yang terjadi di berbagai negara menjadi pasar empuk bagi para aktor perdagangan senjata. Tidak mengherankan jika keuntungan perdagangan senjata global bernilai hingga miliaran Dollar AS. Perdagangan senjata dan konflik menawarkan banyak keuntungan, khususnya bagi para pedagang senjata,

1

yang mana dalam keadaan konflik, penjualan senjata gelap

menikmati

keuntungan yang besar. Dalam keadaan konflik, senjata-senjata akan dijual diatas harga normal sehingga memberikan keuntungan yang melimpah. Oleh karena itu, konflik menjadi sulit ditangani mengingat adanya motif-motif ekonomi yang menginginkan konflik terus berlangsung demi kepentingan ekonomi. Salah satu jenis senjata konvensional yang paling banyak diperdagangkan adalah jenis Small Arms and Light Weapon (SALW). Selain karena ukurannya yang kecil serta dapat dioperasikan oleh satu hingga beberapa orang, juga karena harganya yang terjangkau. Senjata jenis ini juga diproduksi dan dapat dibeli berdasarkan permintaan pemerintah atau kelompok sipil, serta mudah dicuri atau bahkan dipindahtangankan secara legal dan ilegal.1 Perdagangan senjata, utamanya jenis senjata ringan, menjadi instrumen yang kerap kali hadir dalam konflik, baik konflik yang bersifat vertikal maupun konflik yang sifatnya horizontal. Dalam konflik vertikal antara pmerintah dan kelompok separatis, keberadaan senjata menjadi salah satu instrumen yang ampuh bagi kelompok separatis dalam melakukan perlawanan terhadapa ketidakpuasan terhadap pemerintah yang memiliki polisi dan angkatan bersenjata. Oleh karena itu, senjata menjadi salah satu simbol perlawanan yang sering digunakan. Demikian pula dalam konflik horizontal, senjata memainkan peran yang sangat penting dalam konflik tersebut, yang mana pihak-pihak yang berkonflik mempersenjatai diri mereka sebagai instrumen pertahanan diri, menyerang, dan

1

Bantarto Bandoro, 2002, Analisis CSIS Isu-Isu No—Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan : Senjata Ringan dan Kaliber Kecil : Sebuah Persoalan yang Rumit dengan Penanganan yang Sulit (57-67), Hal 60.

2

menghancurkan lawan-lawan mereka.2 Akibatnya, senjata menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari gerakan-gerakan kelompok bersenjata dalam suatu negara. Diperkirakan sejumlah 1000 perusahaan dari 100 negara menjadi produsen dari senjata-senjata yang beredar saat ini. Lima perusahaan dengan keuntungan penjualan senjata terbesar di antaranya adalah perusahaan Lockheed Martin, Boeing, BAE Systems, Raytheon dan Northrop Grumman. Sementara itu, nilai perdagangan senjata ilegal diperkirakan sekitar 10-20% dari jumlah perdagangan senjata global.3 Volume perdagangan senjata meningkat sebesar 14% antara periode 20062010 dan 2011-2015, dengan penyuplai terbesar antara lain Amerika Serikat (33%), Rusia (25%), Republik Rakyat Tiongkok (5,9%), Prancis (5,6%) dan Jerman (4,7%). Adapun importir terbesar antara lain India (14%), Arab Saudi (7%), Republik Rakyat Tiongkok (4,7%), Uni Emirat Arab (4,6%) dan Australia (3,6%). Pada tahun 2014, nilai transfer senjata diestimasikan mencapai 94,5 miliar Dollar AS. 4 Dua dari lima importir senjata terbesar di dunia adalah negara Timur Tengah, yakni Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Bukan hanya itu, tujuh dari sepuluh negara penerima penjualan senjata Amerika Serikat adalah negara-

2

Angga Nurdin Rachmat, 2015, Keamanan Global Transformasi Isu Keamanan Pasca Perang Dingin, Hal. 77-79. 3 Amnesty International dikutip oleh Ayu Mellisa dalam PUSAD Paramadina Pusat Studi Agama dan Demokrasi : Teror dan Perdagangan Senjata, http://www.paramadinapusad.or.id/publikasi/laporan-kegiatan/teror-dan-perdagangan-senjata.html diakses pada 08 Februari 2017 4 SIPRI Yearbook, 2016, https://www.sipri.org/sites/default/files/YB16-Summary-ENG.pdf, diakses pada 08 Februari 2017

3

negara Timur Tengah, yaitu Qatar, Mesir, Arab Saudi, Israel, Uni Emirat Arab (UEA), Irak dan Aljazair. Pada tahun 2015, Qatar menandatangani perjanjian pembelian senjata dengan Amerika Serikat senilai 17,5 miliar Dollar AS, yang merupakan nilai tertinggi, disusul Mesir dengan 11,9 miliar Dollar AS dan Arab Saudi dengan 8,6 miliar Dollar AS.5 Seperti dikutip dalam Kompas yang terbit pada 22 Februari 2017, menyatakan bahwa permintaan tertinggi terhadap kebutuhan senjata datang dari kawasan Timur Tengah. Impor senjata yang dilakukan oleh negara-negara Timur Tengah melonjak dari 17% menjadi 29% dari total pasar global pada periode selanjutnya tahun 2012-2016. Sehubungan dengan hal ini, peneliti SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute), Pieter Wazeman menyatakan: “Dalam lima tahun terakhir, mayoritas negara di Timur Tengah menjadikan negara Amerika Serikat dan Eropa sebagai tempat pembelian utama senjata mereka dengan target menaikkan kemampuan militer. Ini sebagai antisipasi sekaligus jawaban atas meningkatnya tingkat konflik dan tensi gangguan keamanan di wilayah-wilayah regional”.6 Meningkatnya belanja militer negara-negara di kawasan Timur Tengah, sebagai dampak dari keterlibatan negara-negara tersebut dalam konflik yang sedang terjadi. Irak, misalnya, mengalami peningkatan anggaran belanja militer sebagai dampak dari upaya membangun kembali kekuatan militer yang dimilikinya, serta melibatkan diri dalam perang melawan IS (Islamic State). Belanja militer Irak mencapai 13,1 miliar Dollar AS, meningkat sebesar 35% dari 5

Catherine A. Theohary, Congressional Research Service, Conventional Arms Transfer to Developing Nations 2008-2015, Desember 2016. 6 Pieter Wazeman, dalam Kompas : Perdagangan Terlaris Sejak Perang Dingin, 22 Februari 2017, Hal. 10

4

tahun 2014, dan mengalami peningkatan sebesar 536% jika dibandingkan dengan tahun 2006.7 Timur Tengah, sebuah kawasan yang secara geografi sangat unik, sebab meliputi tiga benua, yakni Asia, Afrika dan Eropa. Timur Tengah yang dalam banyak literatur juga dikenal dengan istilah MENA (Middle East and North Africa), meliputi wilayah Asia Barat, Afrika Utara dan Eropa, telah lama dikenal sebagai kawasan yang konfliktual. Timur Tengah adalah tempat bertemunya berbagai kepentingan dari negaranegara barat dan juga negara-negara di Timur Tengah sendiri. Berbagai kepentingan yang bertentangan, membawa kepada dugaan adanya negara-negara tertentu yang menjadi pemasok senjata kepada kelompok-kelompok pemberontak yang ada di kawasan, terutama di Irak dan Suriah. Konflik yang terjadi di kawasan ini bukan hanya konflik antar-negara, tapi juga antara pemerintah melawan kelompok pemberontak, hingga antara negara-negara melawan kelompok teroris. Munculnya berbagai gerakan pemberontakan di beberapa negara hingga lahirnya kelompok teroris Islamic State (IS), membawa ancaman terhadap kestabilan kawasan. Kelompok-kelompok bersenjata tersebut tidak jarang melakukan konfrontasi terbuka dengan pemerintah yang sah. Kelompok teroris yang berbasis di Irak dan Suriah, Islamic State (IS), dikenal sebagai kelompok teroris paling kaya dan paling terorganisir. Kelompok ini masih aktif melancarkan berbagai serangan dan menjadi ancaman bagi dunia 7

SIPRI Fact Sheet, Trends in World Military Expenditure 2015, dalam http://books.sipri.org/files/FS/SIPRIFS1604.pdf diakses pada 20 Maret 2017

5

internasional, terutama bagi negara Irak dan Suriah. IS juga diduga mendapatkan persenjataan dari berbagai negara di dunia. Terkait dengan IS, Amnesty International menemukan bahwa terdapat lebih dari 100 tipe senjata dan amunisi yang digunakan oleh IS yang berasal dari 25 negara di dunia. IS mendapatkan sebagian besar senjatanya dengan merampas persediaan militer Irak. Selain itu, juga didapatkan melalui rampasan di medan pertempuran, perdagangan gelap, hingga peninggalan para pejuang di Irak dan Suriah.8 Konflik-konflik bersenjata yang semakin marak terjadi, membutuhkan suplai persenjataan sebagai “bahan bakar”. “Bahan bakar” yang dimaksud adalah sebagai salah satu faktor yang membuat konflik terus berlangsung. Negara-negara di kawasan Timur Tengah mengimpor senjata untuk meningkatkan kemampuan pertahanan mereka dari ancaman keamanan. Peningkatan kapasitas persenjataan ini serta penggunaannya dalam konflik yang tengah berlangsung, tidak serta merta memberikan jaminan keamanan di kawasan atau bahkan mengakhiri konflik yang ada. Neil N. Snyder, pada tahun 2008 lalu, menulis thesis yang berjudul Disrupting Illicit Small Arms Trafficking in The Middle East pada Naval Posgraduate School, California, Amerika Serikat. Penelitian Snyder tersebut lebih banyak berkutat pada strategi atau cara-cara untuk mematahkan jalur-jalur perdagangan senjata illegal di Timur Tengah. Selain itu, penelitian tersebut juga hanya mengambil satu negara Timur Tengah sebagai sampel, yaitu Yaman. 8

https://www.amnesty.org/en/latest/news/2015/12/arming-islamic-state-facts-and-figures/ diakses pada 20 Maret 2017

6

Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan ini, berangkat dari latar belakang yang berbeda serta fokus pembahasan yang berbeda pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Neil N. Snyder. Penulis lebih tertarik untuk membahas terkait fenomena perdagangan senjata itu sendiri serta hubungannya dengan konflik yang terjadi di Timur Tengah.. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

membahasnya

lebih

lanjut

dalam

penelitian

ini

dengan

judul

“Perdagangan Senjata dan Dampaknya Terhadap Keamanan Regional Timur Tengah”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah Penulis membatasi perdagangan senjata yang dimaksud adalah perdagangan senjata konvensional yang terjadi sejak tahun 2010 hingga perkembangan terkini selama penelitian ini dilakukan. Selain itu, Penulis juga hanya akan memfokuskan pada negara Irak dan Suriah. Dengan demikian, Penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa yang melatarbelakangi perdagangan senjata di kawasan Timur Tengah? 2. Bagaimana dampak perdagangan senjata terhadap Irak dan Suriah?

7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya perdagangan senjata di kawasan Timur Tengah. b. Untuk mengetahui bagaimana perdagangan senjata berdampak terhadap Irak dan Suriah. 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: a. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan wawasan terkait isu internasional pengawasan senjata. b. Diharapkan mampu menjadi

referensi bagi pelajar ilmu hubungan

internasional selanjutnya.

D. Kerangka Konseptual Dalam

dunia

internasional,

perdagangan

senjata

seperti

halnya

perdagangan-perdagangan yang lain, yaitu merupakan proses jual-beli yang didasarkan atas kehendak sukarela masing-masing pihak yang terlibat. Seperti halnya dengan proses ekspor-impor. Perbedaannya hanya terletak pada komoditi yang diperdagangkan, yaitu senjata, dalam hal ini senjata konvensional. Terkait dengan perdagangan senjata, dikenal dua kategori perdagangan, yaitu legal dan illegal. Perbedaan di antara keduanya terletak pada level kebijakan.

8

Dalam tesisnya, Neil N. Snyder, dengan mengutip dari Emanuela-Chiara Gillard, menuliskan : “Legal trades represent overt foreign policy : either empowering an ally through trade or denying capability to an adversary in the absence of trade. In contrast, illicit trades occur without state or international control- the defining characteristic of the illicit trade in small arms.[...] Legal trades occur with either the active or passive involvement of governments or their authorized agents, and in accordance with both national and international law”.9 Dapat disimpulkan bahwa perdagangan senjata legal melibatkan negara baik secara aktif maupun pasif, serta mematuhi hukum yang berlaku, baik hukum nasional maupun hukum internasional. Sedangkan perdagangan senjata secara illegal/gelap adalah sebaliknya, terjadi secara bebas dengan tidak mengindahkan hukum yang berlaku. Selain itu, legalitas suatu perdagangan senjata juga ditentukan oleh pihak pengguna terakhir (end user) senjata tersebut serta tujuantujuan digunakannya sebagaimana yang diatur dalam Arms Trade Treaty (ATT) yang disepakati sejak tahun 2014 lalu. Pembahasan lebih lanjut terkait perdagangan senjata akan dijabarkan dalam bab II penelitian ini. Konsep mengenai keamanan adalah konsep yang masih diperdebatkan sampai saat ini. Keamanan bisa jadi memiliki makna berbeda bagi aktor yang berbeda. Hal ini disebabkan makna konsep keamanan semakin luas yang didorong dengan meningkatnya interdependensi dan semakin kompleksnya jaringan hubungan antar-bangsa dalam era globalisasi. Konsep mengenai keamanan regional dimaksudkan untuk memahami keamanan internasional pada level analisis tingkat regional. Dalam memahami 9

Emanuela-Chiara Gillar dikutip oleh Neil N. Snyder dalam Disrupting Illicit Small Arms Trafficking in the Middle East, Hal. 14-15.

9

keamanan pada tingkat regional ini, terdapat konsep yang dikenal dengan Regional Security Complexes Theory (RSCT). Keamanan suatu negara di suatu kawasan tidak dapat dipahami tanpa memahami pola hubungan saling ketergantungan keamanan di antara negara-negara kawasan tersebut. Untuk memahami fenomena ini, Barry Buzan menawarkan sebuah konsep yang dikenal dengan Regional Security Complex. Dalam bukunya, People State, and Fear, Barry Buzan menuliskan: “A security complex is difined as a group of states whose primary security concerns link together sufficiently closely that their national securities cannot realistically be considered apart from one another.”10 Dalam suatu region atau kawasan, permasalahan mengenai keamanan regional berkaitan erat dengan permasalahan keamanan nasional negara-negara di kawasan, begitu pula sebaliknya. Selain itu, konsep security complex juga mencakup aspek persaingan dan kerjasama di antara negara-negara yang terkait. Kerjasama yang dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan keamanan dan keteraturan di kawasan. Terkait dengan konsep region atau kawasan, Joseph S. Jr. Nye, mengemukakan bahwa konsep region/kawasan bersifat ambigu. Ia menyatakan bahwa suatu pembagian regional atau kawasan yang didasarkan pada aspek keamnan mungkin dapat berbeda dari regional/kawasan dalam aspek ekonomi. Beberapa teoritisi yang lain mendefinisikan suatu kawasan dalam lima karakteristik. Pertama, negara-negara yang tergabung dalam suatu kawasan memiliki kedekatan geografis. Kedua, mereka memiliki pula kemiripan

10

Barry Buzan, 1983, People, State and Fear, Hal. 106

10

sosiokultural. Ketiga, terdapatnya kemiripan sikap dan tindakan politik seperti yang tercermin dalam organisasi internasional. Keempat, kesamaan keanggotaan dalam organisasi internasional. Kelima, adanya ketergantungan ekonomi yang diukur dari perdagangan luar negeri sebagai bagian dari proporsi pendapatan nasional.11 Pendapat lain mengenai konsep region diberikan oleh Louis Cantori dan Steven Spiegel. Kedua teoritisi ini mendefinisikan kawasan sebagai dua atau lebih negara yang saling berinteraksi dan memiliki kedekatan geografis, kesamaan etnis, bahasa, budaya, keterkaitan sosial dan sejarah dan perasaan identitas yang seringkali meningkat disebabkan adanya aksi dan tindakan dari negara-negara di luar kawasan. Dinamika keamanan kawasan Timur Tengah tidak lepas dari interaksi satu sama lain antar-negara-negara yang berdekatan secara geografis. Negara-negara Arab di wilayah Afrika Utara saling terhubung dengan negara-negara di Asia Barat dan Eropa. Mengingat luasnya cakupan wilayah Timur Tengah dan batasan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya, penelitian ini akan memfokuskan pada sub-kawasan Asia Barat saja. E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif. Penelitian ini menguraikan fakta atau keadaan secara deskriptif

disertai

argumentasi yang relevan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan 11

Anak Agung Banyu perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2006, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Hal. 104-105

11

isu atau fenomena yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini, yakni mengenai perdagangan senjata dan dampaknya terhadap keamanan regional Timur Tengah. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode library research. Data yang didapatkan berupa jurnal, buku, laporan tahunan, artikel serta berita dari media nasional maupun internasional. Adapun bahanbahan tersebut dapat diperoleh melalui: a. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin di Makassar b. Website resmi lembaga terkait, seperti Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Armament Research Services (ARES), Conflict Armament Research (CAR), Uppsala Conflict Data Program (UCDP), Amnesty Internasional, Small Arms Survey, dan lain-lain.

3. Sumber Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data –data yang diperoleh melalui studi kepustakaan seperti buku, jurnal, laporan tahunan serta data-data dari website-website resmi pemerintah maupun lembaga terkait serta sumber pendukung lainnya. Data-data yang dibutuhkan berupa ekspor-impor senjata, data tentang profil kawasan Timur Tengah dan konflik bersenjata di kawasan, serta data perdagangan senjata illegal. Data-data tersebut dapat diperoleh dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Armament Research Services

12

(ARES), Conflict Armament Research (CAR), Uppsala Conflict Data Program (UCDP), Amnesty Internasional, Small Arms Survey, serta website resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pemerintah terkait. 4. Teknik Analisis Data Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan memanfaatkan data-data deskriptif serta data-data statistik sebagai data pendukung. Data-data ekspor-impor senjata serta perdaganagn senjata illegal, digunakan untuk memberikan gambaran terkait perdagangan dan peredaran senjata yang terjadi di Timur Tengah. Data tentang profil kawasan dan konflik bersenjata yang terjadi di dalamnya, digunakan untuk memberikan gambaran terkait aktor-aktor yang terlibat di dalam konflik tersebut. Interaksi antar-aktor dengan memanfaatkan senjata dari perdagangan senjata tersebut, inilah yang mampu memberikan gambaran bagaimana perdagangan senjata berdampak terhadap Irak dan Suriah.

5. Metode penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah pola penulisan deduktif.

Permasalahan digambarkan secara umum kemudian

mengerucut pada kesimpulan yang lebih khusus, disertai data-data dan analisis penulis.

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tentang Perdagangan Senjata Perdagangan senjata seperti halnya perdagangan yang lain, melibatkan dua subjek ekonomi, yaitu penjual dan pembeli, dan mungkin juga melibatkan pihak perantara (broker) sebagai pihak ketiga. Perbedaannya terletak pada komoditi yang diperdagangkan. Dalam penelitian ini, perdagangan senjata

yang

dimaksudkan adalah jual beli senjata konvensional. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan senjata sebagai alat yang digunakan untuk berkelahi atau berperang. Berdasarkan lazim tidaknya digunakan, senjata dibagi dalam kategori senjata konvensional dan senjata inkonvensional. Senjata konvensional adalah senjata yang lazim digunakan. Sedangkan senjata inkonvensional adalah senjata yang tidak lazim digunakan, seperti senjata nuklir, senjata kimiawi dan senjata biologis.12 The

United

Nations

Register

of

Conventionl

Arms

(UNROCA),

mengelompokkan senjata konvensional ke dalam delapan (8) kategori, yaitu battle tanks, armoured combat vehicle, large-calibre artilerry system, combat aircraft, attack helicopters, warship, missiles and missiles launcher dan Small Arms and Light Weapons (SALW).13 Tujuh kategori pertama juga dikenal dengan major conventional arms.

12

Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam http://kbbi.web.id/senjata diakses pada 15 Juli

13

http://www.un-register.org/Background/Index.aspx diakses pada 15 Juli 2017.

2017.

14

Adapun yang kemudian termasuk dalam sub-kategori small arms antara lain revolvers dan selfloading pistols, rifles dan carbines, sub-machine guns, assault rifles, dan light machine guns. Sedangkan untuk sub-kategori light weapons antara lain heavy machine guns, hand-held underbarrel dan mounted grenade launchers, portable anti-tank guns, recoilless rifles, portable anti-tank missile launchers dan rocket system, dan mortar dengan kaliber kurang dari 75 mm. Dalam banyak literatur, senjata kategori Small Arms and Light Weapons (SALW) juga umum disebut small arms saja. Perdagangan senjata adalah sebuah fenomena internasional yang tidak dapat dinafikkan lagi. Pembahasan terkait perdagangan senjata sebagian besar berkutat pada bagaimana arus perpindahan senjata tersebut dan bagaimana mekanismemekanismenya. Berdasarkan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku, perdagangan senjata secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu perdagangan senjata legal dan perdagangan senjata illegal. Perdagangan senjata legal, dapat dilihat dari keterlibatan aktor negara, baik secara aktif maupun pasif. Keterlibatan negara yang dimaksudkan seperti memberikan izin atau lisensi untuk melakukan produksi senjata, mengeluarkan izin ekspor, dan lain sebagainya yang sesuai dengan hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku. Adapun perdagangan senjata illegal, secara luas dibagi dalam dua kategori, yaitu black market dan grey market. Laporan PBB tahun 1996 mendefinisikan pasar senjata illegal sebagai “that international trade in conventional arms, which is contrary to the laws of state and/ or international law”. Sebuah transfer senjata

15

yang illegal, melakukan pelanggaran terhadap hukum internasional, hukum ekspor, transit, dan/ atau hukum dari negara importir, atau kombinasi dari hukumhukum tersebut. Contoh hukum internasional yang dimaksud salah satunya adalah larangan ekspor senjata kepada negara-negara yang dikenakan embargo. Black market secara jelas adalah kategori perdagangan senjata ilegal. Perdagangan senjata dilakukan dengan melanggar hukum nasional maupun hukum internasional tanpa ada izin atau pengawasan dari pemerintah resmi. Perdagangan senjata kategori ini dapat terjadi lintas negara ataupun intra-negara. Adapun ruang lingkup black market, yaitu dilakukan oleh individu, organisasi kriminal, aktor non-negara sebagai kelompok pemberontak, atau keterlibatan tiga pihak tersebut sekaligus. Hampir semua senjata dalam black market diproduksi dibawah kontrol pemerintah, merupakan persediaan militer, atau dibeli dari pedagang senjata berlisensi. Keberadaan black market didukung oleh akses yang relatif mudah terhadap senjata legal. Sedangkan perdagangan senjata kategori grey market, adalah perdagangan senjata yang tidak sepenuhnya ilegal. Neil N. Snyder menuliskan: “The category has two meanings. First, grey transfer consist of states or non-states actor who exploit loopholes or intentionally circumvent laws- thus, these transfer are not explicitly illegal. Secondly, gray transfer consist of covert transfer from state to state or non-state organization. These transfer are grey by virtue of being covert and clandestine- hidden from public scrutiny”.14 Perdagangan senjata kategori grey market ini, dilakukan dengan memanfaatkan celah dari proses hukum yang berbelit-belit. Selain itu, juga

14

Neil N. Snyder dalam Disrupting Illicit Small Arms Trafficking in the Middle East, Hal.

17

16

memungkinkan secara sengaja dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Grey market banyak melibatkan negara-negara besar sebagai penyuplai senjata ke berbagai kelompok pemberontak di berbagai belahan dunia dengan tujuan untuk mendapatkan atau mempertahankan pengaruh di negara yang tengah berkonflik. Memahami

bentuk-bentuk

perdagangan

senjata

ini

penting

untuk

membantu dalam melihat bagaimana aliran senjata terjadi, serta melihat kedekatan dan kepentingan-kepentingan antar-aktor yang terlibat di dalamnya.

B. Konsep Tentang Keamanan Regional Selama beberapa dekade, sejak masa perang dingin hingga pasca perang dingin, pembahasan mengenai keamanan senantiasa berkutat pada level nasional dan inernasional saja. Keamanan internasional melibatkan semua negara di dunia, sedangkan keamanan nasional cukup menjadi tanggungjawab suatu negara. Namun kenyataannya, ancaman terhadap satu negara, dapat berarti ancaman terhadap banyak negara di sekitarnya. Sehingga ancaman yang terjadi menjadi perhatian beberapa negara yang berdekaan. Melihat fenomena ini, melalui bukunya, Regions and Power: The Structure of Regional Security, Barry Buzan dan Ole Waever meyajikan satu variasi baru terkait keamanan, yaitu Regional Security Complex Theory. Regional Security Complex Theory (RSCT) yang lebih lanjut dikenal dengan Regional Security Complex (RSC). Teori ini berusaha mengkaji fenomena-fenomena keamanan yang melibatkan beberapa negara yang berada dalam satu region yang sama. Teori ini menyatakan bahwa keamanan satu negara

17

tidak sepenuhnya hanya berimbas kepada negara itu saja, tetapi memiliki kemungkinan untuk menyebar kepada negara-negara lain yang ada di dekatnya, atau kepada negara-negara yang berada di region/kawasan yang sama. Sehingga, ancaman yang datang tidak hanya mengancam satu negara, melainkan seluruh kawasan. Upaya menghadapi ancaman tersebut kemudian memunculkan pola-pola interaksi tertentu di antara negara-negara yang ada di kawasan. Memahami Regional Security Complex dapat dilakukan dengan melihat pola persahabatan dan permusuhan yang terjadi di kawasan, sebab sistem regional bergantung pada tindakan dan interpretasi antar-aktor. Terkait dengan keamanan dalam kawasan, Barry Buzan menuliskan: “The central idea in regional security complex is that, since most threats travel more easily over short distances than over long ones, security interdependence is normally patterned into regionally based cluster.[...] process of securitisation and thus the degree of security interdependence are more intense between the actors inside such complexes than they are between actors inside the complex and those outside it.”15 Teori ini menggambarkan situasi bahwa ancaman menyebar lebih mudah pada jarak yang dekat dibandingkan yang jauh. Sehingga normal bagi negaranegara dalam suatu kawasan, yang notabene saling berdekatan untuk saling bergantung dalam menghadapi ancaman keamanan yang ada. Hal itu kemudian menyebabkan meningkatnya derajat hubungan antar-aktor yang terlibat dalam permasalahan tersebut dibandingkan dengan yang berada di luar permasalahan yang ada.

15

Barry Buzan dan Ole Waever, 2003, Regions and Power, Hal. 4

18

Dalam buku Regions and Power, The Structure of Regional Security, Barry Buzan menuliskan definisi Regional Security Complex sebagai: “a set of units whose major processes of securitisation, desecuritisation, or both are so interlinked that their security problems cannot reasonably be analysed or resolved apart from one another”.16 Lebih lanjut, Buzan menjelaskan bahwa dalam sebuah kawasan, terdapat pola persahabatan (amity) dan permusuhan (enmity) antar negara-negara di kawasan. Pola ini dapat dianalisa dengan melihat keterlibatan aktor global pada satu sisi, dan faktor-faktor domestik pada sisi yang lainnya. Pola-pola khusus seperti amity dan enmity berkembang dalam kawasan itu sendiri. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh percampuran sejarah, politik, budaya, agama, geografi, dan seabaginya. Pola inilah yang kemudian mendefinisikan RSC itu sendiri, seperti argumentasi Buzan selanjutnya: “RSC are ultimately defined by the interaction among their units- the causes behind their action migth me bottom-up (and thus internal to the region) or top-down (and thus external/global), but these causes never fully explain the outcome. It is in the nature of politics- and thus security too- that some autonomy is left for the acts of securitisation by actors in the region. The patter formed by these acts defines the RSC”.17

Memahami RSC tidak sama dengan memahami kawasan. Security complexes are regions seen through the lens of security. The may or may not be region in other senses, but the do not depend on, or start from, other

16

Barry Buzan dan Ole Waever., 2003, Regions and Power The Structure of International Security, hal 44. 17 Buzan dan Waever. 2003. Hal. 72

19

conseptualisation of regionness.18 Region dalam RSC lebih mengarah kepada bagaimana negara-negara yang berdekatan terhubung satu dengan yang lainnya disebabkan adanya permasalahan keamanan. Lebih lanjut, Buzan membagi RSC ke dalam dua kelompok, yaitu standard RSCs dan centered RSCs. Standard RSCs menggambarkan adanya dua atau lebih kekuatan yang sebagian besar merupakan agenda politik keamanan dan militer. Dalam strukturnya terdapat keadaan yang anarki. Dalam standard RSCs, polaritas kekuatan dibagi antar-sesama negara-negara di kawasan, yang dalam banyak variasinya adalah unipolar hingga multipolar. Unipolaritas berarti bahwa hanya terdapat satu kekuatan regional. Adapun centered RSCs, memiliki tiga bentuk. Pertama, unipolar : dengan kekuatan tunggal adalah negara great power. Kedua, unipolar dengan kekuatan tunggal adalah negara

super power. Dalam bentuk pertama dan kedua ini,

kekuatan yang dominan adalah negara-negara besar yang juga mumpuni di level global. Adanya pengakuan level global pada kekuatan suatu negara di suatu kawasan, mampu menutup kemungkinan untuk munculnya suatu kutub baru di kawasan, sehingga membuat kawasan tetap berada dalam keadaan unipolar. Bentuk ketiga adalah terintegrasinya suatu kawasan ke dalam sebuah institusi. Contoh jelasnya adalah Uni Eropa. Negara-negara kecil biasanya akan terus berada dalam RSC bersama dengan tetangga-tetangga mereka. Sedangkan negara great power akan melakukan penetrasi pada kawasan yang berdekatan dengannya. Adapun negara super power

18

Buzan dan Waever 2003. Hal 43-44

20

akan memperluas pengaruhnya ke seluruh planet. Demikianlah Buzan mendefisikan dan membedakan antara great power dan super power. Apa yang menghubungan kekuatan-kekuatan global pada distribusi kekuatan dalan RSC adalah yang disebut dengan mekanisme penetrasi. Penetrasi atau masuknya suatu kekuatan global ke dalam RSC adalah ketika kekuatan tersebut- yang berada di luar RSC, membuat security alignment dengan negara dalam RSC. Salah satu tujuan RSC adalah untuk melawan kecenderungan dalam menekankan peran negara-negara great power, dan meyakinkan bahwa faktorfaktor lokal juga diberi kedudukan yang sama dalam analisis keamanan. RSC adalah tentang rivalitas, kesetimbangan kekuatan, dan pola-pola aliansi antara negara dalam region. Pola-pola ini kemudian dapat bertambah dengan melihat efek penetrasi dari kekuatan eksternal. Teori RSC ini menggambarkan sebuah kawasan memiliki setidaknya empat struktur pokok (essential structure), yaitu: 1. Boundary, which is differentiates the RSC from its neighbours; 2. Anarchic structure, which means that the RSC must be composed of two or more autonomous units; 3. Polarity, which covers the distibution of power among units; and 4. Social construction, which covers the patterns of amity and enmity among the units.19 Sebuah RSC menunjukkan dinamika yang jelas antara negara-negara tertentu dalam konteks geopolitik. Eksistensi RSC menyoroti perbedaan yang jelas antara unit-unit atau negara-negara yang berada dalam kompleksitasnya dengan negara-negara yang berada di luar kompleksitas yang ada. Hal ini 19

Buzan dan Waever, 2003, Hal. 53

21

kemudian menunjukkan bahwa negara-negara yang berada dalam kompleksitas yang sama tersebut dikuatkan oleh hubungan kesamaan dan kedekatan. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa boundary itu ada. Struktur yang anarki dalam sebuah kawasan, menurut RSC bahwa unit-unit yang berada dalam kawasan tersebut, yang berjumlah setidaknya dua atau tiga unit, haruslah bersifat otonom. Jika tidak, maka kawasan tersebut gagal untuk dapat dikategorikan sebagai “region” itu sendiri. Polaritas dalam kawasan menunjukkan kutub-kutub kekuatan yang terdapat dalam kawasan. Sebuah kawasan dapat bersifat unipolar, bipolar, tripolar, hingga multipolar. Penting untuk membedakan bahwa polaritas yang ada dalam kawasan berbeda dengan polaritas pada level global. Pola amity dan enmity tidak dapat dipungkiri menjadi elemen yang mampu menunjukkan kerapatan atau kedekatan interaksi di kawasan. Pola ini menyoroti interaksi antarnegara dalam konteks regional dan menempatkannya dalam kategori amity (persahabatan) atau enmity (permusuhan). Pola ini bisa secara luas menunjukkan hubungan yang macam apa yang mendominasi sistem- apakah pertemanan, rivalitas atau bahkan permusuhan. Buzan juga menyebutkan bahwa Regional Security Complex merupakan sesuatu yang tahan lama, walaupun tidak permanen. “Region” bukanlah bentukan dari geografi, budaya, atau pola dari serangkaian peristiwa, atau tingkah para analis, atau bahkan diskursus lokal terkait regionalisme. RSC adalah kostruksi sosial anggota-anggotanya, baik secara sadar maupun tidak, yang mana proses (de)sekuritisasinya menautkan satu dengan yang lainnya.

22

Karena RSC tidaklah permanen, Buzan melanjutkan dengan “they can therefore be changed by changes in those processes though the scope for change may well be conditioned by the relative depth or shallowness of the way in which the social structure of security is internalised by the actors involved”.20 Melihat distribusi kekuatan yang terjadi, hingga mampu memprediksi pola konflik yang mungkin terjadi, mungkin mampu memberikan sedikit gambaran tentang konstelasi yang mungkin dan tidak mungkin terjadi. Namun, kebencian masa lalu dan pertemanan serta isu-isu tertentu yang mungkin memicu konflik dan kerjasama, tetap ambil bagian dalam konstelasi ketakutan, ancaman, pertemanan, yang kemudian mendefinisikan RSC itu sendiri. Timur Tengah sebagai sebuah kawasan, tidak lepas dari RSC. Kompleksitas kawasan ini dapat dipetakan dengan melihat aktor negara yang ada di dalamnya. Interaksi antar aktor-aktor tersebut, yang baik didasarkan pada kedekatan sejarah, politik, budaya, maupun agama, kemudian memunculkan polaritas-polaritas seperti yang dapat kita lihat sekarang ini.

C. Konsep Tentang Kawasan Kawasan seringkali juga disebut sebagai region/regional. Secara sederhana digunakan untuk mengelompokkan negara-negara tertentu yang berada dalam suatu wilayah yang sama atau saling berdekatan satu dengan yang lainnya. Pendapat mengenai konsep region diberikan oleh Louis Cantori dan Steven Spiegel. Kedua teoritisi ini mendefinisikan kawasan sebagai dua atau lebih negara

20

Buzan dan Waever, 2003, Hal. 481

23

yang saling berinteraksi dan memiliki kedekatan geografis, kesamaan etnis, bahasa, budaya, keterkaitan sosial dan sejarah dan perasaan identitas yang seringkali meningkat disebabkan adanya aksi dan tindakan dari negara-negara di luar kawasan. Lebih jauh, Louis Cantori dan Steven Spiegel membagi kawasan dalam tiga sub bagian, yaitu core sector (negara inti kawasan), peripheral sector (negara pinggiran kawasan) dan intrusive system (negara eksternal kawasan yang dapat berpartisipasi dalam interaksi kawasan).21 Seperti halnya yang dikatakan Joseph Nye, bahwa pendefinisian kawasan masih merupakan sesuatu yang ambigu- yang mungkin saja dapat berbeda dari segi ekonomi dan keamanan, hal ini kemudian melahirkan banyaknya variasi dalam mengategorikan negara-negara mana saja yang termasuk dalam suatu kawasan. Sebagai sebuah kawasan, Timur tengah juga memiliki banyak definisi. Pengelompokan negara-negara yang termasuk dalam kawasan ini akan berbeda menurut dasar pengelompokan yang digunakan. Dasar pengelompokan yang berbeda- seperti sejarah, geografi, politik, keamanan, hingga sosial budaya, memungkinkan untuk munculnya hasil yang berbeda pula. Banyak literatur menyebut kawasan Timur Tengah juga sebagai Middle East and North Africa (MENA). Adapun dalam penelitian ini, kawasan Timur Tengah dilihat sebagai wilayah yang meliputi Asia bagian barat, Afrika bagian utara dan benua Eropa.

21

Anak Agung Banyu perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2006, Loc.Cit, Hal. 104

24

Timur Tengah sejatinya adalah kawasan yang memiliki keberagaman etnis, budaya, bahasa hingga agama. Namun, secara keseluruhan kawasan ini didominasi oleh etnis Arab dan Persia serta beragama Islam. Terkait agama pun, kemudian terbagi menjadi dua sekte besar, yakni Sunni dan Syiah. Adapun secara politis, negara-negara di kawasan ini terbagi dalam dua poros, dengan dua kekuatan utama, yaitu Arab Saudi dan Iran.

25

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SENJATA DAN KAWASAN TIMUR TENGAH A. Bentuk-Bentuk Perdagangan Senjata Berdasarkan mekanismenya, perdagangan senjata dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu perdagangan senjata legal dan perdagangan senjata gelap. 1. Perdagangan Senjata Legal Sebuah perdagangan senjata dikatakan legal jika sesuai dengan hukum yang berlaku, tidak melanggar hukum nasional, hukum internasional, hingga norma internasional. Dalam perdagangan senjata legal, peran aktor negara sangat dominan. Negara bertindak secara aktif maupun pasif, sehingga semua transaksi yang terjadi berada dalam otoritas negara tersebut. Hukum internasional menyinggung bahwa sebuah perdagangan senjata setidaknya mematuhi dua hukum, yaitu compliance-based dan end use-based. “compliance-based laws reflect state obligation to signed international treaties or to binding UN embargoes. This category consist of prohibition of spesific kinds of arms transfer, e.g., transfer to embargoed states or terrorist groups. [...] ends-based laws reflect international norms for the use of weapon, such the prohibition against arms sales for use in genocide, human right violation, and terrorism”22

Dalam kategori end use-based tersebut, setiap negara juga diharuskan untuk menghormati kedaulatan negara di bawah Piagam PBB, serta berkewajiban untuk 22

Neil N. Snyder, 2008, Disrupting Illicit Small Arms Trafficking in the Middle East, dalam https://calhoun.nps.edu/bitstream/handle/10945/3718/08Dec_Snyder.pdf?sequence=1 diakses pada 28 September 2017

26

tidak melakukan transfer senjata untuk tujuan agresif oleh suatu negara atau menyediakan senjata yang akan memengaruhi keamanan internal suatu negara yang berdaulat. Ends-based juga dikenal sebagai formulir end-user atau Surat Pengguna Terakhit (SPT). Hukum nasional masing-masing negara berbeda-beda. Banyak negara yang hanya mengakui lisensi impor yang diajukan juga oleh negara. Inggris adalah salah satu negara yang mengakui dan membenarkan lisensi impor yang diajukan oleh individu. Perdagangan senjata legal sangat state-centric. Sejak tahun 2014 silam, negara-negara melalui PBB menyepakati pemberlakuan rezim pengawasan perdagangan senjata global yang dikenal dengan The United Nations Arms Trade Treaty (UN ATT). Rezim ini menyepakati bahwa perdagangan senjata, yang dalam prosesnya meliputi ekspor, impor, transit, trans-shipment, hingga brokering, harus berada dalam otoritas negara. Selain itu, setiap negara juga diwajibkan untuk memeriksa latar belakang calon pembeli- apakah memiliki riwayat penggunaan senjata untuk kejahatan kemanusiaan atau tidak, dan senjata yang dibeli tidak boleh digunakan untuk kejahatan kemanusiaan. Secara sederhana, perdagangan senjata legal terjadi antar-negara. Negaranegara Timur Tengah yang tengah dilanda konflik seperti Irak dan Suriah pun tak luput dari perdagangan senjata ini. Irak misalnya, menjalin kesepakatan perdagangan senjata dengan negara Amerika Serikat, Iran dan Rusia. Pada tahun 2014, Irak menyepakati perjanjian perdagangan senjata dengan negara tetangganya, Iran. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh organisasi

27

industri pertahanan Iran dengan nilai kontrak 195 juta Dollar AS. Kesepakatan tersebut meliputi berbagai jenis senjata dan amunisinya. Lebih rinci, kesepakatan Irak dan Iran tersebut meliputi amunisi untuk senjata ringan dan medium weapons senilai 75 juta Dollar AS, amunisi untuk tanks artillery dan mortar senilai 57,178 juta Dollar AS, senjata ringan dan medium weapons beserta peluncur mortar senilai 25,436 juta Dollar AS, amunisi artileri tipe 155 mm senilai 16,375 juta Dollar AS, day and nigth vision goggles dan mortar guiding devices senilai 7,320 juta Dollar AS, protective equipment against chemical agents senilai 6,676 juta Dollar AS, serta keperluan komunikasi senilai 3,795 juta Dollar AS. 23 Selanjutnya, pada tahun 2017, Departemen Pertahanan Amerika Serikat menyepakati kontrak militer dengan pemerintah Irak senilai 295,6 juta Dollar AS, dengan tujuan menyuplai orang-orang Kurdi- kelompok bersenjata Peshmerga dalam pertempuran melawan IS. Adapun kesepakatan tersebut meliputi 4.400 senapan jenis M16A4, 46 unit M2 50-caliber machine gun, dan 186 unit M240B machine gun, termasuk puluhan kendaraan militer jenis Humvee. 24 Adapun Suriah pada tahun 2011, mengimpor dari Rusia hampir senilai 1 miliar Dollar AS. Pembelian senjata tersebut mencakup missile system beserta

23

Ahmed Rasheed, 2014, Exclusive: Iraq Signs Deal to Buy Arms, Ammunition From Iran, dalam https://www.reuters.com/article/us-iraq-iran-arms/exclusive-iraq-signs-deal-to-buy-armsammunition-from-iran-documents-idUSBREA1N10D20140224 diakses pada 11 November 2017 24 Tom O‟Connor, 2017, U.S Military Set to Make $300 Million Deal to Arms Kurds Fighting ISIS in Iraq dalam http://www.newsweek.com/us-military-million-arms-deal-kurdsfighting-isis-iraq-586904 diakses pada 11 November 2017

28

senjata berat lainnya. Pengiriman senjata Rusia ke Suriah mengalami peningkatan sejak munculnya pemberontakan menolak rezim Assad. 25 Antara tahun 2007-2011, Rusia menyuplai sebanyak 78% dari total impor senjata yang dilakukan Suriah. Tahun 2011, Rusia terus menjual senjata kepada Suriah berupa sistem pertahanan misil, termasuk Buk-M2E surface-to-air missile system dan Bastion-P coastal defense missile system. Selanjutnya, pada Januari 2012, Rusia menjual kepada Suriah 36 unit Yokalev Yak-130 light attack jet senilai 550 juta Dollar AS. 26 Amerika Serikat dan Rusia adalah dua negara yang mendominasi pasar senjata internasional. Negara-negara di kawasan Timur Tengah juga tak jarang membeli persenjataan dari dua negara ini. Berikut adalah laporan pernjualan senjata oleh Amerika Serikat dan Rusia seperti yang terdapat dalam database United Nations Register of Conventional Arms (UNROCA).

25

Thomas Grove dan Erika Solomon, 2012, Russia Boosts Arms Sales to Syria Despite World Pressure dalam https://www.reuters.com/article/us-syria-russia-arms/russia-boosts-armssales-to-syria-despite-world-pressure-idUSTRE81K13420120221 diakses pada 07 November 2017 26 Daniel Tovrov, 2012, Russia? Arms Deals with Syria: A Timeline dalam http://www.ibtimes.com/russias-arms-deals-syria-timeline-705522 diakses pada 07 November 2017

29

NO

NEGARA

1 2 3

Aljazair Libya Maroko

4

Tunisia

5

Bahrain

6

Mesir

Tabel 1. Ekspor Senjata Amerika Serikat ke Negara-Negara Timur Tengah TAHUN 2010 2011 2012 2013 2014 2015

89 unit senjata kategori II, 3 unit senjata kategori IV

86 unit senjata kategori II, 13 unit senjata kategori IV

200 unit 100 unit senjata senjata kategori II kategori II 31 unit 31 unit Senjata Senjata kategori I kategori I

6 unit senjata kategori IV

146 unit senjata kategori II, 5 unit senjata kategori III, 13 unit senjata kategori VII

15 unit senjata 22 unit senjata kategori VII kategori I, 70 unit senjata kategori III, 3 unit senjata kategori VIII

1 unit senjata kategori IV

12293 unit senjata kategori VIII 25 unit senjata 315 unit senjata kategori VII kategori VIII

22 unit senjata kategori VII

149 unit senjata kategori I, 7 unit senjata kategori IV

2016

54 unit senjata kategori I, 20 unit senjata kategori IV, 20 unit senjata kategori VII

5 unit senjata kategori I. 10 unit senjata kategori V, 139 unit senjata kategori VII

35 unit senjata kategori I, 35 unit senjata kategori VIII

30

7 8

Iran Irak

9

Israel

10

Yordania

11

Kuwait

12

Lebanon

119 unit senjata kategori II, 51 senjata kategori III

479 unit 14 unit senjata senjata kategori V kategori II, 28 unit senjata kategori III

40 unit senjata kategori III, 4 unit senjata kategori IV,48 unit senjata kategori VII

58 unit senjata kategori II, 76 unit senjata kategori III, 10 unit senjata kategori IV, 5090 unit senjata kategori VIII 8 unit 3 unit 1 unit senjata 255 unit 165 unit 10 unit senjata senjata senjata kategori II senjata senjata kategori IV, kategori II kategori V kategori II kategori III, 40.865 unit senjata kategori VIII 20 unit senjata 200 unit 3 unit senjata kategori VII senjata kategori V, 324 kategori II unit senjata kategori VIII 5 unit 15 unit 62 unit 50 unit senjata senjata senjata senjata kategori VIII kategori II kategori kategori VII II 30 unit 24 unit senjata 131 unit 35 unit senjata 40 unit senjata senjata kategori III senjata kategori III kategori III, 1 kategori III kategori III unit senjata kategori IV, 1302 unit senjata kategori VIII 31

13

Oman

14 15

Qatar Arab Saudi

16 17

Suriah Turki

18

UEA

19

Yaman

1 unit senjata kategori IV 18 unit 18 unit 25 unit senjata senjata senjata kategori III kategori kategori I III

135 unit senjata 8 unit senjata kategori III, 12 kategori V unit senjata kategori V

70 senjata 3 unit kategori VII senjata kategori IV, 145 senjata kategori VII 3 unit 3 unit senjata senjata kategori IV kategori IV

3 unit senjata kategori V, 2 unit senjata kategori VII

11 unit senjata kategori IV, 32 unit senjata kategori VII 1 unit senjata kategori IV

1100 unit senjata kategori VIII 36 unit senjata kategori II, 3 unit senjata kategori V, 56 unit senjata kategori VII

1 unit senjata kategori I, 4 unit senjata kategori IV, 139 unit senjata kategori VII, 1599 unit senjata kategori VIII 5857 unit senjata kategori VIII

1 unit senjata 152 unit 96 unit senjata 55362 kategori III, 2 senjata kategori VII senjata unit senjata kategori VII VIII kategori V, 72 unit senjata kategori VII

unit kategori

32

Tabel 2. Ekspor Senjata Rusia ke Negara-Negara Timur Tengah No

NEGARA

1

Aljazair

2

Libya

3 4 5 6

Maroko Tunisia Bahrain Mesir

7 8

Iran Irak

9 10 11

Israel Yordania Kuwait

TAHUN 2013 101 unit senjata kategori I, 10 unit senjata kategori II, 4 unit senjata kategori VII 7 unit senjata kategori II

2010 2011 139 unit Tidak ada senjata kategori laporan VII penjualan senjata Rusia kepada 4 unit senjata UNROCA pada tahun kategori II 2011

2012 86 unit senjata kategori I, 5 unit senjata kategori II, 6 unit senjata kategori IV

440 unit senjata kategori VII

10 unit senjata 468 unit senjata kategori V kategori VII

2014 Tidak ada satupun ekspor Rusia yang mengarah ke negara-negara Timur Tengah pada tahun 2014.

2015

2016 Tidak ada satupun ekspor Rusia yang mengarah ke negaranegara Timur Tengah pada tahun 2016

4 unit senjata kategori V

25 unit senjata kategori II

33 unit senjata kategori

33

II 12 13

Lebanon Oman

14 15 16

Qatar Arab Saudi Suriah

17 18 19

Turki UEA Yaman

102 unit senjata kategori VII

81 unit senjata kategori VII

94 unit senjata kategori II Sumber : United Nations Register of Conventional Arms (UNROCA)27 Keterangan kategori : Kategori I Kategori II Kategori III Kategori IV Kategori V Kategori VI Kategori VII Kategori VIII

27

: Battle tanks : Armoured combat vehicles : Large-callibre artillery system : Combat aircraft and unmanned combat aerial vehicles (UCAV) : Attack helicopters : Warship : Missiles and missile launchers :Small Arms and Light Weapons

United Nations, 2017, dalam https://www.unroca.org, diakses pada 11 November 2017

34

Dari data penjualan atau ekspor senjata Amerika Serikat dan Rusia di atas, memberikan kita gambaran terkait kedekatan hubungan antara negara-negara di kawasan Timur Tengah dengan dua negara kekuatan besar dunia, sekaligus gambaran perdagangan senjata legal yang mereka lakukan. Sebagian besar negara-negara di kawasan membeli senjata dari Amerika Serikat. Namun, terdapat juga beberapa negara lain yang lebih memilih untuk membeli senjata dari Rusia, seperti Aljazair, Yaman, dan Suriah. Negara-negara seperti Oman, Mesir, Irak dan Kuwait membeli senjata dari kedua-duanya, baik dari Amerika Serikat maupun Rusia. Lebih lanjut terkait kedekatan perdagangan senjata antara Amerika Serikat dan negara-negara Timur Tengah adalah perjanjian perdagangan senjata yang disepakati Amerika Serikat dengan negara-negara berkembang, yang mana menempatkan tujuh negara Timur Tengah sebagai negara-negara dengan nilai perjanjian perdagangan tertinggi.

35

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tabel 3. Perjanjian Perdagangan Senjata Amerika Serikat dengan Negara-Negara Berkembang Tahun 2015 Negara Penerima Nilai Perjanjian (dalam juta Dollar AS) Qatar 17,500 Mesir 11,900 Arab Saudi 8,600 Korea Selatan 5,400 Pakistan 4,700 Israel 4,600 Uni Emirat Arab 4,100 Irak 2,200 Rep. Rakyat Tiongkok 2,200 Aljazair 2,100 Sumber : Congressional Research Service 28 Negara-negara Timur Tengah lainnya, yang tidak memiliki kedekatan

dengan Amerika Serikat, juga tidak ingin ketinggalan mengimpor senjata. Suriah, misalnya, telah menjadi gudang senjata Rusia di Timur Tengah sejak masa Perang Dingin, ketika masih dipimpin oleh Hafez al-Assad dan Rusia saat itu masih bernama Uni Soviet. 29 Senjata, bagi negara adalah kebutuhan, terlebih di saat mengalami konflik yang harus diselesaikan. Perdagangan senjata melebihi kedekatan hubungan diplomatik.

Hal ini dibuktikan dengan Irak yang memiliki kedekaan dengan

Amerika Serikat dan Iran, namun juga mengimpor senjata dari Rusia.

28 29

Catherine A. Theohary, 2016, Congressional Research Service, Loc.Cit. Hal. 43 Trias Kuncahyono, 2004, Dari Damaskus ke Baghdad, Penerbit Buku Kompas Gramedia

36

2. Perdagangan Senjata Gelap Perdagangan senjata gelap mencakup beberapa kategori yang lebih spesifik, yaitu grey market dan black market. a. Grey Market Grey market, seperti namanya, berada di kawasan abu-abu, antara legal dan illegal. Pada awalnya, aliran penjualan senjata berada dalam ranah yang legal, berada dalam otoritas pemerintahan suatu negara. Dalam perjalanannya, senjata-senjata yang diperjualbelikan kemudian sampai di tangan-tangan yang oleh hukum internasional tidak dibenarkan, seperti negara-negara yang mendapatkan embargo senjata oleh organisasi internasional. Grey market dapat terjadi karena disengaja ataupun tidak. Sebagai contoh, pada tahun 1997, Inggris mempersenjatai Ahmad Tejan Kabbah, Presiden Sierra Leone tahun 1996-1997 dan 1998-2007, yang berada dalam pengasingan, dengan tujuan untuk mendapatkan kembali kekuasaan. Senjata yang dikirimkan tersebut terdiri dari 2500 senapan serbu, 180 peluncur roket, serta 50 machine gun dan amunisi yang dikirimkan pada akhir 1998. Hal yang membuat tindakan pemerintah Inggris ini illegal adalah, bahwa pada tahun yang sama, Dewan Keamanan PBB memberlakukan embargo senjata kepada Sierra Leone.30 Grey market menjadi abu-abu karena dua hal, beberapa prosesnya luput dari pengawasan negara atau karena sengaja disembunyikan oleh 30

Nicholas Marsh, 2002, Two Sides of The Same Coin? The Legal and Illegal Trade in Small Arms, The Brown Jurnal of World Affairs, Spring 2002, Volume IX, Issue 1, hal. 221-222

37

negara dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Banyak negara yag diduga melakukan penjualan senjata kepada kelompok bersenjata di negara lain. Namun, pengakuan negara atas hal ini sulit didapatkan karena akan mencoreng citra negara di dunia internasional. b. Black Market Jelas bahwa aliran senjata dalam black market terjadi secara bebas, melanggar hukum internasional hingga hukum nasional. Perdagangan senjata yang terjadi berada di luar kontrol pemerintah dan tidak menutup kemungkinan digunakan untuk kejahatan kemanusiaan. Perdagangan senjata gelap terjadi secara bebas dan melibatkan siapa saja, kelompok pemberontak hingga individu. Selain itu, jual beli senjata sekarang ini dapat dilakukan secara online dengan memanfaatkan media sosial. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Small Arms Survey dan The Armament Research Services (ARES), menemukan sebanyak 1.346 transaksi gelap yang dilakukan secara online hanya dalam waktu satu tahun. Diduga metode transaksi serupa juga terjadi di Syria, Irak dan Yaman.31 Senjata-senjata yang diperdagangkan dalam pasar gelap adalah sebagian besar adalah senjata-senjata bekas atau yang pernah dimiliki oleh pemerintah yang kemudian beralih ke pasar gelap karena perubahan keadaan politik. 31

Ivana Kottasova, 2016, dalam http://money.cnn.com/2016/04/07/news/arms-salesfacebook-libya/index.html diakses pada 17 Agustus 2017

38

Dalam

kasus

di

Libya

ini,

diduga

senjata-senjata

yang

diperdagangkan adalah senjata-senjata yang pernah dimiliki oleh rezim presiden Qaddafi yang kemudian beredar ke banyak pihak seiring dengan gejolak politik yang melanda negara itu sejak tahun 2011. Perdagangan senjata gelap senantiasa melibatkan orang-orang yang memiliki akses terhadap senjata tersebut. Pada tahun 1989, bandar narkoba Kolombia, Gonzalo Rodriguez Gacha, menerima ratusan senapan serbu produksi Israel, Israel Military Indusrties (IMI). Dalam transaksinya, perdagangan senjata ini melibatkan seorang Israel bernama Yair Klein dan satu orang Antigua bernama Maurice Sarafti, yang kemudian berpura-pura sebagai perwakilan dari pemerintah Antigua. Dokumen-dokumen yang digunakan tampak legal (mungkin memang legal atau dibuat oleh oknum pemerintahan yang korup). Bahkan, surat pengguna terakhir (end user sertificate) ditandatangani oleh seorang menteri kabinet bernama Vere Bird Jr. Namun, senjatasenjata tersebut tidak pernah sampai ke tangan pemerintah. Senjata tersebut dikirim melalui laut dan sampai di tangan Rodriguez Gacha di Medellin, Kolombia.32 Senjata-senjata tersebut dikirim melalui laut dan sempat transit di beberapa pulau berbeda di kawasan Amerika Latin. Beberapa metode yang mungkin digunakan dalam black market anatra lain:

32

Nicholas Marsh, 2002, Op. Cit, hal- 224

39

1. Grey

market

:

satu

kali

saja

kelompok

pemberontak

mendapatkan suplai senjata, negara penyuplai tidak lagi memiliki kontrol ke mana senjata-senjata tersebut akan mengalir selanjutnya. 2. Pelamggaran terhadap sistem lisensi ekspor, seperti menyediakan end user sertificate yang telah dipalsukan. 3. Pencurian dari gudang senjata milik pemerintah, yang sering dilakukan oleh oknum militer untuk mendapatkan keuntungan pribadi. 4. Senjata rampasan dari medan perang setelah pertempuran. 5. Pembelian dari pihak resmi oleh masyarakat sipil yang selanjutnya dijual kembali kepada pihak lain.33 Di

kawasan

Timur

Tengah

sendiri,

kemungkinan

terjadinya

perdagangan senjata gelap tidak diragukan lagi. Terlebih dengan semakin meningkatnya konflik dan kebutuhan akan senjata itu sendiri. Sebagai contoh, senjata senjata yang dikirimkan Amerika Serikat dan Arab Saudi ke Yordania untuk digunakan dalam pelatihan kelompok oposisi, justru berakhir di pasar gelap. Senjata-senjata tersebut dicuri secara sistematis oleh oknum dalam dinas intelijen Yordania (General Intelligence DirectorateGID), yang selanjutnya dialihkan ke black market. Senjata-senjata yang

33

Nicholas Marsh, 2002, Hal. 224

40

dicuri tersebut meliputi senapan serbu Kalashnikov, mortar dan roket pelontar granat (RPG).34 Kelompok teroris IS, seperti dilaporkan oleh Amnesty International bahwa senjata dan amunisi yang digunakan oleh IS berasal dari setidaknya 25 negara berbeda, dengan sebagian besar berasal dari militer Irak yang didapatkan dari Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara bekas Uni Soviet. Senjata-senjata tersebut banyak yang didapatkan di medan pertempuran setelah IS mengalahkan pemerintah Irak dan Suriah maupun melalui perdagangan gelap.35 Selain itu, IS juga diduga melakukan perdagangan senjata dengan mafia Italia. Perdagangan tersebut dilakukan dengan menukar senjata dengan artefak-artefak kuno peninggalan sejarah di situs-situs arkeologi yang dikuasai IS di wilayah negara Irak, Suriah dan Libya.36 Tidak menutup kemungkinan negara-negara juga terlibat dalam perdagangan senjata gelap. Sebuah situs berita online berbasis di Bulgaria, memuat berita yang menyatakan bahwa terdapat sekitar 350 penerbangan diplomatik yang membawa senjata-senjata bagi teroris, yang dilakukan oleh maskapai penerbangan Azerbaijan, Silk Way Airlines.

34

Mark Mazzetti dan Ali Younes, 2016, C.I.A Arms for Syrian Rebels Supplied Black Market, Officials Say, New York Times, dalam https://www.nytimes.com/2016/06/27/world/middleeast/cia-arms-for-syrian-rebels-supplied-blackmarket-officials-say.html?mcubz=0 diakses pada 20 September 2017. 35 Amnesty International, 2015, How Islamic State Got Its Weapons, dalam https://www.amnesty.org.uk/how-isis-islamic-state-isil-got-its-weapons-iraq-syria diakses pada 27 September 2017. 36 _______, 2016 http://europeinsight.net/italian-mafia-in-arms-for-artefacts-deals-withisis/ diakses pada 10 November 2017.

41

Dalam berita tersebut, Arab Saudi dilaporkan menggunakan 23 penerbangan dari maskapai tersebut sepanjang tahun 2016-2017, yang melakukan penerbangan dari Bulgaria, Serbia dan Azerbaijan ke Jeddah dan Riyadh. Selama ini diketahui bahwa Arab Saudi tidak menggunakan senjata buatan negara Eropa Timur dalam standar militernya, melainkan senjata buatan negara-negara barat. Oleh karena itu, diduga bahwa senjata-senjata yang dimuat oleh maskapai tersebut digunakan untuk menyuplai kelompok bersenjata di Suriah dan Yaman yang oleh pemerintah Arab Saudi didukung secara terang-terangan. Adapun jenis senjata yang dimuat adalah mortar anti-tank dan RPG.37 Senjata-senjata sampai ke kawasan Timur Tengah melalui dua mekanisme perdagangan senjata tersebut, yakni legal dan gelap. Membandingkan banyaknya jumlah senjata yang masuk ke kawasan dari dua mekanisme tersebut bukanlah hal yang mudah, atau bahkan tidak mungkin. Sebab selama ini, penelitian terkait perdagangan senjata gelap di kawasan Timur Tengah hanya mampu menelusuri pada dugaan pihak-pihak yang terlibat serta jalur pengiriman senjata-senjata tersebut. Belum ada penelitian yang mampu menyebutkan jumlah eksplisit senjata yang diperdagangkan secara gelap di kawasan Timur Tengah. Dari semua itu, berdasarkan data-data perdagangan senjata yang telah dipaparkan di atas, penulis meyakini bahwa jumlah senjata yang diperdagangkan secara legal jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan 37

Dilyana Gaytandzhieva, 2017, 350 Diplomatic Flight Carry Weapons for Terrorist, dalam https://trud.bg/350-diplomatic-flights-carry-weapons-for-terrorists/ diakses poda 10 November 2017.

42

jumlah senjata dari perdagangan senjata gelap. Hal ini disebabkan bahwa dalam perdagangan senjata legal, negara-negara sebagai aktor, dapat leluasa membeli persenjataan tertentu dengan jumlah yang lebih banyak serta dengan biaya yang lebih besar. Sedangkan perdagangan senjata gelap, dilakukan olah pihak-pihak yang tidak memiliki kemampuan finansial sebesar negara, serta tidak leluasa membeli jenis persenjataan tertentu. Perdagangan senjata gelap, biasanya hanya mampu mengakses senjata-senjata jenis senjata kecil, serta harus sangat hati-hati dalam pengirimannya agar tidak diketahui. Jika pun sebuah negara terlibat dalam perdagangan senjata gelap, nilai perdagangannya tidak akan menyamai nilai perdagangan senjata legal yang dilakukannya. Diperkirakan bahwa nilai perdagangan senjata gelap hanya sekitar 10%20% dari total perdagangan senjata global seperti yang Penulis kemukakan pada bab I.

B. Pelaku Perdagangan Senjata Sejatinya, produksi senjata diperuntukkan bagi keperluan militer. Namun, berbagai hal yang terjadi menyebabkan digunakannya senjata untuk tujuan dan oleh pihak lain (non-militer). Hal ini menambah daftar pihak-pihak yang berperan dalam perdagangan senjata itu sendiri. Pelaku perdagangan senjata, dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu aktor negara dan aktor non-negara.

43

a. Aktor Negara Keterlibatan negara dalam proses perdagangan senjata dapat dengan mudah diketahui. Negara, sebagai aktor dalam politik internasional, memiliki kapasitas untuk melakukan perdagangan dengan aktor internasional yang lain, tidak terkecuali dalam perdagangan senjata. Dalam perdagangan senjata, negara dapat berperan sebagai produsen ataupun konsumen. Beberapa negara tertentu dikenal sebagai eksportir senjata dalam perdagangan senjata internasional. Beberapa negara yang lain sebagai konsumen atau importir. Sebuah negara, melalui hukum nasionalnya, memiliki wewenang untuk mengatur impor ataupun ekspor senjata. Secara umum, hukum tersebut meliputi lisensi atau izin produksi, izin ekspor atau impor, hingga izin brokering. Pemberian izin oleh negara ini merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui penanggung jawab dari produksi senjata tersebut, sekaligus mengetahui dari mana sebuah senjata berasal. Sebagai konsumen atau importir, negara menjalin hubungan dengan negara eksportir senjata untuk melakukan pembelian senjata. Biasanya, transaksi jual beli berupa perjanjian atau agreement. Seperti untuk menyepakati jenis-jenis senjata tertentu yang akan dibeli, atau nominal pembelian senjata yang diinginkan. Sebagai konsumen, sebuah negara biasanya diwajibkan untuk memiliki sertifikat sebagai pengguna terakhir dari senjata yang diperjualbelikan tersebut. Maksudnya, senjata yang didapatkan itu tidak akan dijual lagi oleh negara yang telah membelinya atau dialihkan ke pihak lain, atau bahkan digunakan untuk hal-

44

hal diluar kepentingan militer negara tersebut. Sampainya senjata ke negara eksportir itu sudah final. b. Aktor Non-negara Dalam perdagangan internasional, tidak hanya negara yang memiliki peran penting. Aktor-aktor lain pada level analisis di bawah negara, rupanya tidak dapat dikesampingkan. Bahkan, beberapa aktor individu mampu menjadi perhatian tersendiri bagi dunia internasional karena perannya dalam perdagangan senjata global. Keterlibatan aktor non-negara dalam perdagangan senjata biasanya sebagai konsumen atau perantara. Perantara dalam perdagangan senjata, lazim dikenal sebagai broker senjata. Konsumen yang dimaksud dapat berupa kelompok militan atau pemberontak, hingga individu masyarakat sipil. 1. Kelompok Bersenjata (Belligerency) Dalam sebuah gerakan pemberontakan, kebutuhan akan senjata adalah hal yang tidak dapat dihindarkan. Senjata memegang peran penting, salah satunya sebagai simbol perlawanan. Perjuangan kelompok-kelompok militan tentunya akan semakin mudah jika ditunjang dengan persenjataan yang mutakhir. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak konflik bersenjata yang masih terjadi disebabkan pihak-pihak yang terlibat masih terus-menerus mendapatkan suplai persenjataan. Kelompok-kelompok bersenjata biasanya mendapatkan pasokan senjata dari pasar gelap.

45

Tidak sedikit negara yang juga melakukan transaksi penjualan senjata dengan kelompok-kelompok bersenjata di berbagai belahan dunia. Walaupun PBB telah menetapkan embargo senjata, namun ada saja oknum-oknum yang memanfaatkan

celah

hukum

yang

ada.

Keterlibatan

negara

dalam

mempersenjatai kelompok tertentu yang dilarang oleh hukum internasional, dapat digolongkan dalam perdagangan senjata gelap, baik grey market maupun black market. Kelompok bersenjata di sebuah negara bisa mendapatkan pasokan senjata dengan merampas pasokan senjata milik pemerintah, atau bahkan bekerjasama dengan oknum-oknum korup yang ada dalam pemerintahan untuk mendapatkan pasokan senjata atau bahkan disuplai oleh negara lain yang memiliki kepentingan. Selain itu, kelompok pemberontak yang memiliki keuangan yang bagus, dapat membeli senjata dari luar negeri, tentu saja dengan memanfaatkan celah-celah hukum yang ada. 2. Individu Keterlibatan individu dalam perdagangan senjata sebagai konsumen, dapat dilihat pada daerah-daerah konflik. Yang mana pada daeah tersebut, dibutuhkan jaminan keamanan yang lebih ekstra untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat. Berada di wilayah konflik yang sewaktu-waktu dapat menewaskan siapa saja, membuat masyarakat waspada dan mempersenjatai diri sendiri dengan senjata yang didapatkan dari mana saja. Tidak menutup kemungkinan bahwa senjata tersebut didapatkan melalui perdagangan senjata gelap, baik

46

langsung pada pasar gelapnya ataupun melalui media sosial. Selain itu, senjata dengan mudahnya diperjualbelikan tanpa surat-surat resmi apapun.38 Selain sebagai konsumen, seorang individu juga dapat berperan sebagai penjual senjata secara langsung. Hal ini biasanya dilakukan oleh oknum-oknum yang memiliki akses mudah kepada senjata atau yang memiliki lisensi kepemilikan senjata. Selain itu, oknum-oknum pemerintah yang korup, dari kalangan militer ataupun kepolisian, juga tak jarang yang menjadi penjual senjata. Mereka memanfaatkan senjata-senjata sitaan untuk kemudian dijual kepada kelompok-kelompok tertentu demi mendapatkan keuntungan pribadi. 39 3. Mafia/Broker Senjata Menjalankan perdagangan senjata illegal, baik grey maupun black market, membutuhkan keahlian, organisasi, persiapan dan finansial. Banyak dokumen yang harus dipalsukan, pejabat pemerintah yang butuh disuap, membujuk perusahaan senjata resmi untuk menjual senjatanya, harus melakukan pencucian uang, hingga melakukan perekrutan kru pesawat. Viktor Bout misalnya, salah seorang broker senjata yang dijuluki sebagai “The Merchant of Death” atau Pedagang Kematian, diketahui pernah bekerjasama dengan berbagai kelompok bersenjata di berbagai benua, seperti Taliban hingga FARC (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Columbia) adalah Viktor Bout. Viktor Bout adalah seorang berkebangsaan Rusia yang

38

_______, 2013, dalam https://international.sindonews.com/read/787302/43/ini-kisahpenjual-senjata-di-suriah-yang-untung-besar-1380098847 diakses pada 25 Juli 2017 39 _______, 2016, dalam http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/07/160708_indonesia_tentaraas_senjata diakses pada 25 Juli 2017

47

juga merupakan mantan anggota militer Rusia, serta diduga pernah mendapatkan pelatihan sebagai agen mata-mata pada masa Uni Soviet. Dalam melancarkan aksinya sebagai pedagang senjata, Bout membangun

berbagai

perusahaan penerbangan

kargo

yang melayani

penerbangan antar negara. Bout juga memiliki memiliki banyak pesawat yang didaftarkan di negara-negara Afrika dan Timur Tengah. Bout memiliki hubungan dengan pemimpin dari berbagai kelompok bersenjata yang menjadi kliennya. Selain itu, Bout juga kerap kali menggunakan dokumen-dokumen palsu, seperti Sertifikat Pengguna Terakhir (SPT) palsu untuk melakukan pemesanan senjata. Untuk mendapatkan SPT palsu tersebut, Bout bekerjasama dengan oknum pemerintah yang korup. Senjata-senjata yang dijual Bout didapatkan dari gudang senjata bekas Uni Soviet dan berbagai negara Balkan. Selain itu, senjata-senjata yang dijual Bout pun dapar dibayar dengan menggunakan intan.40 Seorang broker senjata memainkan peran yang sangat pentimg dalam memfasilitasi kelompok-kelompok illegal dengan senjata. Tanpa broker, suplai senjata mereka akan semakin sulit. Di banyak negara tempat mereka beroperasi, seorang broker senjata sangat jarang melakukan kontak secara langusng dengan senjata-senjata yang mereka perdagangkan.41 Para broker senjata yang memiliki armada penerbangan sendiri biasanya melakukan pengangkutan senjata dengan menyertakan komoditi lain dalam penerbangannya. Mereka tidak melakukan penerbangan kosong. Bahkan, 40

Haris Priyatna, 2009, Viktor Bout Membongkar Jaringan Internasional Perdagangan Senajta Ilegal, Jakarta : Ufuk Press 41 Nicholas Marsh, 2002, hal. 225

48

senjata-senjata yang diterbangkan dilabeli sebagai komoditi lain untuk mengelabui pihak keamanan bandara. Apa yang dilakukan oleh Vikor Bout memberikan kita gambaran bagaimana broker senjata menjalankan aksinya.

C. Kawasan Timur Tengah 1. Profil Kawasan Timur Tengah Tidak terdapat definisi yang disepakati secara bersama mengenai apa dan negara mana saja yang termasuk dalam kawasan Timur Tengah. Dasar pengelompokkan yang beragam, berujung pada hasil yang berbeda pula. Istilah Timur Tengah pertama kali dikemukakan oleh Alfred Thayer Mahan, seorang ahli strategi angkatan laut Amerika Serikat sekitar tahun 1900-an. Secara familiar, istilah tersebut digunakan oleh Amerika Serikat dan Inggris pada masa Perang Dunia II. Pada masa itu, wilayah timur dibagi menjadi tiga, yaitu The Far The East, Near East dan The Middle East.42 Riza Sihbudi, dikutip oleh Ismah Tita Ruslin, dalam Jurnal Politik Profetik, membagi kawasan Timur Tengah dalam tiga pendapat, yaitu: 1. Sebagai kawasan yang mencakup negara-negara Arab non-Afrika ditambah Iran dan Israel. Dalam pengertian ini, negara-negara seperti Aljazair dan Maroko tidak termasuk dalam kategori Timur Tengah. 2. Suatu kawasan yang negara-negaranya terdiri dari seluruh negara anggota Liga Arab ditambah Iran, Israel, dan Turki. Jadi, seluruh negara

42

Kuliah Studi Kawasan Timur Tengah oleh Patrice Lumumba, dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Hasanuddin pada 09 Februari 2016.

49

(berbahasa dan berbudaya) Arab di kawasan Afrika Utara (seperti Aljazair, Maroko, Libya, Mauritania) masuk dalam kategori Timur Tengah. 3. Suatu kawasan yang terdiri atas negara-negara seperti kedua kategori di atas, ditambah dengan Afghanistan, Pakistan dan beberapa negara Republik Muslim di Asia Tengah bekas Uni Soviet.43 Arthur Goldschmidt Jr. dan Lawrance Davidson, dalam bukunya A Concise History of The Middle East, mengemukakan bahwa Timur Tengah adalah: “the natural crossroad of the Afro-Eurasian landmass. It is also the “land of the seven seas”. It is lies athwart the water route from southern Ukraine to the Mediterranean, via the Black Sea, the Bosporus, to the Sea of Marmara, the Dardanelles, and the Aegean Sea”.44

Marshall C.G Hudgson mengemukakan bahwa apa yang dimaksud dengan Timur Tengah adalah wilayah yang membentang dari Sungai Nil di sebelah Barat hingga ke Sungai Oxus di sebelah Timur (from Nile to Oxus).45 Kawasan Timur Tengah, dalam banyak literatur juga disebut dengan Middle East and North Africa (MENA). Dari sudut pandang keamanan, Barry Buzan dan Ole Waever mendefinisikan kawasan Timur Tengah sebagai wilayah yang membentang dari Maroko hingga ke Iran, termasuk semua negara-negara Arab ditambah Israel dan Iran. Adapun Siprus, Sudan, dan negara-negara yang berada di Tanduk Afrika, tidak termasuk dalam kategori Timur Tengah. Sedangkan 43

Ismah Tita Ruslin, Memetakan Konflik di Timur Tengah, dalam Jurnal Politik Profetik, Volume 1 Nomor 1 tahun 2013. 44 Arthur Goldschmidt Jr. dan Lawrance Davidson, 2010, A Concise History of The Middle East, hal. 7, Westview Press, Amerika Serikat. 45 Marshall G.S. Hodgson, 1974, The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization, Hal. 60, The University of Chicago Press.

50

Afganistan dilihat sebagai insulator yang menghubungkan Timur Tengah dengan kawasan Asia Selatan, dan Turki sebagai insulator dengan kawasan Eropa.46 Wilayah Timur Tengah juga dapat kita bagi ke dalam tiga sub-kawasan, yaitu Maghreb- wilayah di utara Afrika, Levant, dan wilayah Teluk yang berbatasan langsung dengan Teluk Persia. Levant adalah sebuah istilah lama yang digunakan untuk menyebut negara-negara di wilayah timur Mediterania. Beberapa ahli juga memasukkan Siprus, Irak, dan Turki ke dalamnya. Namun, pada dasarnya menurut sejarah, negara yang termasuk dalam wilayah ini adalah Suriah, Lebanon, Palestina, Yordania dan Israel.47 Stockholm International Peace and Research Institute (SIPRI) yang dikenal sebagai database utama transfer senjata internasional, dalam banyak laporannya memiliki definisi tersendiri terkait negara-negara yang termasuk dalam kawasan Timur Tengah. Kawasan Timur Tengah atau yang banyak juga dikenal sebagai Middle East and North Africa (MENA), oleh SIPRI dibedakan menjadi Middle East dan North Africa secara terpisah. Untuk kawasan Middle East sendiri terdiri dari 15 negara, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Qatar, UEA, Irak, Suriah, Mesir, Yordania, Oman, Yaman, Israel, Bahrain, Iran, Mesir, dan Turki. Sedangkan kawasan North Africa terdiri dari Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Dengan demikian, mengikuti terminologi Middle East and North Africa yang meliputi Timur Tengah dan Afrika Utara, maka terdapat total 19 negara yang terdapat di kawasan Timur Tengah yang kita kenal saat ini, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Qatar, UEA, Irak, 46

Barry Buzan dan Ole Weaver, 2003, Regions and Power, Hal. 187. ______, 2014, dalam https://www.dawn.com/news/1113209 diakses pada 27 Agustus

47

2017

51

Suriah, Mesir, Yordania, Oman, Yaman, Israel, Bahrain, Iran, Lebanon, Turki, Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Dalam penelitian ini, penulis akan mengacu pada definisi Timur Tengah yang dikemukakan oleh SIPRI, dengan tidak memisahkan antara Middle East dan North Africa. 2. Konflik-konflik di Timur Tengah Konflik adalah unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Konflik menciptakan

perubahan,

baik

positif

maupun

negatif.

Konflik

adalah

percekcokan, pertentangan yang terjadi, tidak saja antar-manusia, bahkan di dalam diri manusia itu sendiri. Novri Susan dengan mengutip Webster, dalam bukunya Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer, menuliskan bahwa konflik berarti persepi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dicapai secara simultan. 48 Konflik bisa muncul pada skala yang berbeda, seperti konflik antar orang (interpersonal conflict), konflik antar kelompok (intergroup conflict), konflik antar kelompok dengan negara (vertical conflict), hingga konflik antar negara (interstate conflict). Selama puluhan tahun, kawasan Timur Tengah dikenal sebagai kawasan yang konfliktual. Konflik Israel-Palestina, sebagai contoh, tampak seperti konflik abadi yang belum terselesaikan hingga saat ini. Bukan hanya itu, konflik antar48

Novri Susan, 2009, Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Kontemporer, Hal. 5

52

negara untuk berebut pengaruh di kawasan, invasi ke negara tetangga, serta gelombang pemberontakan yang muncul di banyak negara sejak beberapa tahun yang lalu, semakin menambah jumlah konflik yang terjadi di kawasan ini. Untuk lebih memahami konflik-konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah, Penulis menjabarkannya sebagai berikut. a. Konflik di Teluk Persia Teluk Persia adalah satu teluk di wilayah Timur Tengah yang berbatasan langsung dengan beberapa negara, yaitu Arab Saudi, Iran, Oman, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Kuwait dan Irak. Di antara negara-negara teluk sendiri, terdapat persaingan untuk mendominasi. Arab Saudi sebagai pemimpin beberapa negara kecil muncul di satu sisi, bersaing dengan Iran pada sisi yang lain. Persaingan ini bahkan meluas hingga pada level regional. Bahkan, perseteruan ini dikenal sebagai konflik Sunni-Syiah. Di kawasan Teluk Persia sendiri, setidaknya pernah terjadi dua kali perang teluk, yang dikenal dengan Perang Teluk I dan Perang Teluk II. Perang Teluk I terjadi antara Irak dan Iran, tahun 1980-1988. Seiring dengan digulingkannya kekuatan Shah di Iran pada revolusi 1979, kelompok-kelompok agama (Syiah) yang ada di Irak, juga melancarkan pemberontakan kepada rezim yang berkuasa pada saat itu, Saddam Hussein. Namun, pemberontakan tersebut kemudian berujung pada pembantaian pemimpin-pemimpin Syiah tersebut.49 Perang Teluk II terjadi pada tahun 1990, yang ditandai dengan aneksasi yang dilakukan oleh Irak ke Kuwait. Konflik ini berakibat pada hadirnya koalisi 49

Joseph S. Nye, Jr, 2007,Understanding International Conflict : An Introduction to Theory and History, Hal. 185-186.

53

pimpinan Amerika Serikat pada awal tahun 1991 yang menentang Irak, dan mendukung pemulihan kembali Kuwait, serta menempatkan Irak di bawah sanksi internasional yang berat. Kehadiran Amerika Serikat di kawasan ini selanjutnya mengubah peta perpolitikan yang ada. Sejak saat itu, Amerika Serikat- sebagai aktor di luar region, semakin aktif terlibat di kawasan. Amerika Serikat didukung oleh Inggris, kemudian melakukan invasi ke Irak pada tahun 2003, yang saat itu dipimpin oleh Saddam Hussein. Invasi tersebut didasari dugaan bahwa Irak mengembangkan senjata pemusnah massal, yang pada akhirnya tidak terbukti.50 Keadaan Irak hancur-lebur, dan terjadi perubahan soail-politik secara total. Di bawah pengawasan Amerika Serikat, Irak mengadakan pemilihan presiden. Saat ini, Irak dipimpin oleh presiden Fuad Masum yang terpilih melalui pemilihan presiden tahun 2014, dengan tiga orang wakil presiden, yaitu Ayad Allawi, Nuri al-Maliki, dan Usama al Nujayfi, serta Haidar al-Abadi sebagai perdana Menteri. Tokoh-tokoh yang terpilih ini mewakili kelompok-kelompok besar yang ada di Irak, yaitu muslim Sunni, muslim Syiah dan etnis Kurdi. Timur Tengah adalah kawasan yang multipolar. Polaritas di kawasan ditentukan oleh kekuatan di kawasan itu sendiri.51 Artinya, tidak ada satu negara yang benar-benar dominan atas yang lain. Sejak berakhirnya protektorat Inggris di kawasan Teluk tahun 1970-an, Arab Saudi, Irak dan Iran muncul sebagai kekuatan-kekuatan dominan di kawasan.

50

Trias Kuncahyono, 2005, Irak Korban Ambisi Kaum Hawkish, Penerbit Buku Kompas Gramedia 51 Barry Buzan dan Ole Waever, 2003, Hal. 62

54

Saudi Arabia, muncul sebagai pemimpin negara-negara teluk yang dipimpin oleh komunitas Sunni. Iran merepresentasikan komunitas Syiah. Itulah mengapa perseteruan Arab Saudi dan Iran, ataupun negara-negara lain di kawasan, terkadang melibatkan sentimen keagamaan. Hancurnya Irak sejak Perang Irak tahun 2003 lalu, menghilangkan Irak dari daftar kekuatan berpengaruh di kawasan. Peristiwa ini menyisakan bipolaritas antara Arab Saudi dan Iran di kawasan Teluk dan Timur Tengah.52 b. Konflik Sektarian Konflik sektarian bukanlah hal yang baru di kawasan Timur Tengah. walaupun didominasi oleh agama Islam, namun pertentangan antara Sunni dan Syiah, menghadirkan gejolak politik bagi negara-negara di kawasan ini. Di beberapa negara, golongan mayoritas memegang kekuasaan di pemerintahan, seperti Arab Saudi yang mayoritas Sunni dan Iran yang mayoritas Syiah. Di beberapa negara yang lain, pemerintahan berada di tangan golongan minoritas, seperti di Bahrain dan Suriah. Sektarianisme juga dapat dilihat dari polarisasi kekuatan yang terjadi di kawasan. Negara seperti Arab Saudi, memiliki kedekatan dengan beberapa negara tetangganya yang notabene juga mayoritas Sunni ataukah pemerintahannya berada di tangan kelompok Sunni. Pun demikian dengan Iran. Iran akan memberikan dukungan

kepada

kelompok-kelompok

Syiah

untuk

memberikan

atau

mempertahankan kekuasaan. Arab Saudi dikenal dekat dengan negara-negara Teluk seperti Qatar, Kuwait, Bahrain,

52

Uni Emirat Arab (UEA), Oman, dan

Ariel Jahner, International Affairs Review, Volume XX, Number 3, Spring 2012, Hal. 44

55

negara tetangganya, Yaman. Adapun Iran memiliki kedekatan dengan Lebanon, Suriah dan Irak. Pada tahun 2006, di masa perang Israel-Lebanon, beberapa pengkritik Hizbullah, seperti Arab Saudi, Mesir, Israel, dan beberpa negara anggota Uni Eropa, menuduh Iran berada dibalik aksi-aksi yang dilakukan oleh Hizbullah. Di wilayah Maghreb, hubungan diplomatik antara Maroko dan Iran pernah ditangguhkan pada tahun 2009, setelah Maroko menuduh Iran berusaha untuk mengajak orang-orang Maroko pada ajaran Syiah. Risiko dari perpecahan sektarian adalah nyata dan hadir di beberapa negara di kawasan. Di Lebanon, perpecahan terjadi antara golongan muslim Sunni dan Syiah Alawi di wilayah Beirut dan bagian utara negara tersebut. Baik isu sektarian maupun ketegangan antar-agama juga terjadi di beberapa negara, seperti Mesir, Irak dan Lebanon, yang mana pembagian sektarian tercermin dalam institusi publik. Selanjutnya, pada pergantian kekuasaan tahun 2011-2012, beberapa negara Arab memiliki kekhawatiran

pada kecenderungan sektarian yang mungkin

mencapai dan mendestabilisasi wilayah teritori mereka. Oleh karena itu, beberapa negara di kawasan merasakan tekanan untuk merespon perkembangan ini dalam rangka untuk menghindari kemungkinan spill-overs. Di Arab Saudi dan Bahrain, isu sektarianisme digunakan sebagai dalih untuk mengkritisi perkembangan peran Iran di kawasan. Adapun di Suriah, ketegangan sektarian diduga sebagai bagian yang paling mengkhawatirkan, yang

56

mana kerusuhan dengan cepat berubah menjadi tindak kekerasan antara golongan Sunni dan Syiah Alawi. c. Konflik di Irak dan Suriah Konflik di negara Irak dan Suriah, dapat dibagi ke dalam tiga, yaitu konflik ethnoreligious/sektarian, pemberontakan, dan terorisme. Sejarah panjang sektarianisme di kawasan, terutama yang terjadi di Irak dan Suriah, dapat ditelusuri beberapa dekade ke belakang, di masa pemerintahan Saddam Hussein di Irak dan Hafez al-Assad di Suriah. Kedua pemimpin negara ini adalah anggota dari partai politik yang sama, yaitu Partai Ba‟ath, yang selanjutnya menerapkan ideologi partai dalam pemerintahan mereka. Ideologi partai Ba‟ath meliputi empat pilar, yaitu ideologi totalitarian, pemerintahan partai tunggal, ekonomi terpimpin, serta kontrol yang kuat terhadap media dan tentara.53 Hal ini mewujud dalam diterapkannya state tribalism oleh Saddam Hussein di Irak serta dominasi kelompok Syiah Alawi dalam pemerintahan Suriah. Di Irak, sektarianisme/ethnoreligious tergambar dari dominasi wilayah oleh sekte atau etnis tertentu. Wilayah selatan Irak didominasi oleh muslim Syiah, wilayah tengah oleh muslim Sunni, dan wilayah utara dibawah kekuasaan etnis Kurdi. Dalam pemerintahan Irak pun, kentalnya sekatrianisme begitu terasa. Parlemen didominasi oleh muslim Syiah yang selama ini adalah mayoritas di Irak. Presiden berasal dari golongan muslim Sunni, perdana menteri dari golongan

53

Trias Kuncahyono, 2005, Bulan Sabit di Atas Baghdad, Penerbit Buku Kompas Gramedia, Hal. 225

57

muslim Syiah, hingga terdapat tiga orang wakil presiden yang masing-masing mewakili tiga golongan besar tersebut. Di Irak sendiri, terdapat kelompok-kelompok bersenjata berbasis sekte yang menolak pemerintahan yang didominasi oleh komunitas Syiah. Kelompokkelompok tersebut berasal dari komunitas Sunni seperti, Jaysh Rijal al-Tariqah al-Naqshabandia (JRTN), General Military Council of Iraqi Revolutionaries, Fallujah Military Council, Council of the Recolutionaries Tribes of Anbar, The 1920 Brigades, Islamic Army of Iraq, Jaysh al-Mujahidin, dan Ansar al-Islam. Konflik sektarian yang terjadi kemudian mewujud dalam konflik bersenjata antara pemerintah dengan kelompok-kelompok bersenjata. Selain itu, Irak juga terus menghadapi gerakan pemberontakan dari komunitas Kurdi di utara yang menginginkan kemerdekaan bagi orang-orang Kurdi dan terbentuknya negara Kurdistan. Bukan hanya itu, Irak juga harus menghadapi gerakan terorisme yang dilancarkan oleh kelompok Islamic State di wilayah utara Irak yang juga telah meluas ke Suriah. Seperti halnya Irak, Suriah juga mengalami konflik yang mengakar pada perbedaan sektarian/ethnoreligious. Sejak tahun 2011, ketika Arab Spring mulai menyebar, Suriah menjadi salah satu negara yang terkena dampaknya. Muncul gelombang pemberontakan yang menuntut mundurnya rezim Assad. Sejak saat itu, diduga juga telah terjadi pembunuhan besar-besaran yang membawa tendensi sektarian. Hal ini kemudian memicu munculnya kelompok oposisi seperti Free Syrian Army (FSA) yang sebagian besar dari komunitas muslim Sunni- yang notabene merupakan komunitas dengan jumlah mayoritas di Suriah. Akibatnya,

58

konflik yang terjadi saat ini, sulit untuk tidak dikategorikan sebagai konflik sektarian. Selain itu, kelompok teroris Islamic State, juga menjadi musuh yang harus dihadapi oleh pemerintah Suriah. Kelompok tersebut bertanggungjawab atas serangkaian tindakan seperti serangan udara, serta penembakan yang memakan korban ribuan masyarakat sipil.

59

BAB IV DAMPAK PERDAGANGAN SENJATA TERHADAP IRAK DAN SURIAH

A. Latar Belakang Terjadinya Perdagangan Senjata Senjata telah menjadi bagian penting dari pertahanan dan keamanan sebuah negara, tidak terkecuali negara-negara Timur Tengah. Sejak tahun 2010, sesuai dengan kurun waktu yang ditetapkan dalam penelitian ini, terjadi perubahan situasi politik di kawasan Timur Tengah. Pemberontakan muncul di banyak negara, pemerintahan monarki dilengserkan, pemimpin yang telah berkuasa selama puluhan tahun pun digulingkan. Konflik bersenjata menelan banyak korban, hingga gelombang pengungsi yang tidak terbendung dari kawasan ini. Konflik telah menciptakan destabilisasi kawasan. Gejolak sosial-politik yang terjadi di kawasan ini, lazim disebut sebagai Arab Spring. Musim semi di Arab ini mengacu pada gelombang demokratisasi yang melanda kawasan, mengingat bahwa banyak negara-negara Timur Tengah yang selama ini dipimpin oleh monarki hingga pemimpin yang otoriter. Walaupun konflik yang terjadi di kawasan bukan hanya disebabkan oleh Arab Spring, namun gelombang Arab Spring berkontribusi dalam 40% perang sipil yang terjadi di kawasan. Kekerasan politik semakin marak terjadi terutama setelah revolusi Arab Spring pada tahun 2011.54 Suriah, Irak, Libya, dan Yaman,

54

Elena Ianochvichina, 2016, Economic cost of Post- Arab Spring Civil War in the Middle East and North Africa, dalam http://www.iemed.org/observatori/arees-danalisi/arxiusadjunts/anuari/med.2016/IEMed_MedYearBook2016_Economic%20Impact%20of%20Arab%20S pring%20Wars_Elena_Ianchovichina.pdf diakses pada 21 Agustus 2017.

60

dipenuhi oleh perang sipil dan menjadi tempat munculnya gelombang terorisme. Hingga saat ini pun, gejolak konflik di Timur Tengah belum juga reda. Seperti lazimnya sebuah kawasan, Timur Tengah juga memiliki kedekatan geografi, sosial, politik, hingga budaya di antara negara-negara yang ada. Komposisi penduduk juga tidak terlalu berbeda antara negara yang berdekatan. Hal inilah yang mengakibatkan segala seuatu mudah menyebar di antara negaranegara yang berdekatan, tak terkecuali konflik. Apalagi jika konflik tersebut memiliki tendensi-tendensi tertentu yang mampu melewati batas negara, seperti kedekatan keagamaan hingga kedekatan etnis. Konflik yang terjadi di banyak negara di kawasan ini, mendorong negaranegara lain untuk bertindak. Tidak terlibat langsung dalam konflik, bukan berarti bahwa negara-negara tersebut terbebas dari ancaman konflik yang mungkin menyebar kapan saja. Negara-negara memahami bahwa ancaman konflik menyebar di antara negara-negara yang berdekatan, yaitu di antara sesama negara di kawasan. Negara-negara Timur Tengah menyadari bahwa sebuah konflik yang terjadi di suatu negara dalam kawasan, adalah ancaman keamanan bagi negaranegara lain di sekitarnya. Kedekatan geografi, politik, sosio-kultural, semuanya menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyebaran konflik. Konflik yang dimaksud tidak saja terbatas pada konflik bersenjata, tapi juga pada gerakangerakan rakyat, seperti people power. Sebab, ancaman keamanan bukan lagi

61

sekadar kekuatan konvensional semata, ideologi pun adalah sebuah ancaman bagi rezim yang berkuasa.55 Negara-negara Timur Tengah tidak hanya harus berdamai dengan gelombang Arab Spring yang terjadi, yang melanda beberapa negara seperti Libya, Mesir, Tunisia, Yaman, dan Suriah sejak 2011 lalu, tetapi juga juga dengan konflik-konflik ethnoreligious yang ada, yang memungkinkan munculnya kelompok pemberontak yang tidak sejalan dengan pemerintah. Seperti munculnya kelompok oposisi di Suriah yaitu

Free Syrian Army (FSA), kelompok

pemberontak Kurdi yang ada di Irak dan Suriah, hingga kelompok teroris Islamic State (IS). Negara-negara yang

menghadapi langsung konflik-konflik tersebut,

melakukan berbagai hal untuk bertahan, seperti meningkatkan anggaran militer untuk pertahanan keamanan, melakukan perdagangan senjata,

hingga

mengundang negara sekutu di luar kawasan untuk memberikan bantuan. Berada dalam suatu kawasan dengan permasalahan keamanan yang kompleks, membuat negara harus waspada pada setiap potensi ancaman yang ada. Hal inilah yang berusaha dijelaskan dalam teori Regional Security Complex, yang mana konflik yang terjadi di suatu negara di kawasan, dianggap sebagai ancaman bagi negara-negara lain di kawasan yang sama. Hal inilah yang membuat negaranegara melakukan perdagangan senjata. Hal ini sesuai dengan argumentasi yang dikemukakan oleh peneliti SIPRI, Paul Wazeman, yang penulis kutip pada bab I,

55

F. Gregory Gause, Cambridge University Press : The International Relations of The Persian Gulf, dalam http://assets.cambridge.org/97805211/90237/excerpt/9780521190237_excerpt.pdf diakses pada 28 Agustus 2017.

62

bahwa

negara-negara

Timur

Tengah

berbondong-bondong

menaikkan

kemampuan militernya sebagai antisipasi sekaligus jawaban atas tensi gangguan keamanan yang terjadi di kawasan. Selain itu, negara Timur Tengah pun banyak yang terlibat dalam konflik di luar negaranya. Sebut saja Arab Saudi dan negara-negara Teluk sekutunya, secara terang-terangan memberikan bantuan keuangan dan senjata kepada kelompok-kelompok oposisi di Suriah, bahkan menamakan diri sebagai Friends of Syria. Bukan hanya itu, mereka juga membentuk koalisi untuk memerangi kelompok oposisi Houthi di Yaman, yang diduga disokong oleh Iran. Adapun negara-negara seperti Irak dan Suriah, mereka harus menghadapi kelompokkelompok oposisi bersenjata, gerakan separatis, serta berperang melawan kelompok teroris IS yang berbasis di kedua negara tersebut. Semua aktivitas negara-negara Timur Tengah tersebut, membutuhkan suplai persenjataan yang memadai. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pertahanannya terhadap konflik-konflik yang terjadi, negara-negara di Timur Tengah mengimpor senjata dari negara lain. Dua negara importir senjata yang menjadi langganannya negara-negara di kawasan Timur Tengah adalah Amerika Serikat dan Rusia.

63

B. Dampak Perdagangan Senjata Terhadap Irak dan Suriah a. Irak Oleh banyak analis politik internasional, Irak selalu dilihat sebagai negara yang rentan akan konflik ethnoreligious. Wilayah Irak dapat dipetakan dalam 3 bagian yang mana setiap bagiannya didominasi oleh kelompok tertentu. Wilayah Irak bagian selatan didominasi oleh kelompok

Syiah, bagian tengah oleh

kelompok Sunni dan bagian utara oleh kelompok etnis Kurdi, yang telah lama menuntut kemerdekaan dari pemerintah Irak. Irak adalah negara yang sebelumnya pernah dipimpin oleh kelompok Sunni, dibawah pemerintahan otoriter Saddam Hussein. Saddam Hussein menerapkan sistem pemrintahan state tribalism, dengan mengangkat tokoh-tokoh dari klan keluarganya di Tikrit sebagai perpanjangan tangannya di berbagai lembaga pemerintahan. Sehingga, kelompok-kelompok lain tidak mendapatkan tempat dalam pemerintahan.56 Keadaan ini berubah drastis seiring dengan jatuhnya rezim Saddam Hussein. Pemerintahan Irak pada saat ini didominasi oleh komunitas Syiah yang secara demografi adalah mayoritas di Irak. Populasi muslim Syiah di Irak berada pada kisaran 55%-60% dari total populasi.57 Dominasi ini kemudian memonopoli kekuasaan dan otoritarian

di bawah perdana menteri Nouri al-Maliki, dan

menyingkirkan komunitas Sunni dan Kurdi serta menjalin hubungan dekat dengan Amerika Serikat dan Iran. Hal ini mendorong lahirnya konflik sektarian yang

56

Trias Kuncahyono, 2005, Loc.Cit, Hal. 142 C.I.A, dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/iz.html diakses pada 24 September 2017. 57

64

sebelumnya pernah surut.58 Kedekatan antara Irak dan Iran dapat dipahami sebagai kedekatan antara dua negara yang sama-sama didominasi oleh muslim Syiah. Melihat Timur Tengah, memang sulit untuk menghilangkan sentimen sektarian Sunni-Syiah yang mewujud nyata dalam kecenderungan sikap politik suatu negara.Selain itu, seperti yang dikemukakan dalam Regional Security Complex, bahwa negara-negara dalam suatu kawasan akan membentuk pola persahabatan atau pola permusuhan. Pola-pola tersebut dapat dilihat melalui sentimen sektarian Sunni-Syiah. Negara-negara dengan dominasi Sunni di satu sisi, dan negara-negara Syiah pada sisi yang lain. Irak adalah negara yang mendapatkan embargo senjata dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 6 Agustus 1990, dan terus mengalami modifikasi sejak saat itu. Sejak tahun 2004, embargo senjata ke Irak, ditargetkan pada NonGovernmental Forces (NGF).59 Dengan kata lain, tidak dibenarkan adanya transfer senjata ke pihak-pihak lain selain pemerintah Irak sebagai pengguna terakhir (end-user). Namun, tidak berarti aliran senjata ke kelompok-kelompok bersenjata lainnya terhenti. Kelompok kelompok bersenjata seperti IS dan Peshmerga kenyataannya masih terus mendapatkan persenjataan. Pada pertengahan tahun 2014, beberapa negara Barat memutuskan untuk menyuplai senjata dan amunisi kepada pemerintah regional kurdi (Kurdish Regional Government-KRG), khususnya kelompok bersenjata Kurdi- Peshmerga,

58

Raymond Hinnebusch, 2014, Syria-Iraq Relation State Construction and Deconstruction and The MENA States System, dalam http://sam.gov.tr/wp-content/uploads/2012/01/RaymondHinnebusch.pdf diakses pada 04 September 2017. 59 SIPRI, dalam https://www.sipri.org/databases/embargoes diakses pada 05 Oktober 2017.

65

sebagai upaya perlawanan terhadap IS dan kepentingan nasional mereka sendiri di wilayah tersebut. Antara Agustus-September 2014, beberapa senjata dan amunisi yang dikirimkan kepada Peshmerga meliputi setidaknya: 8000 senapan G3, 8000 senapan serbu G36, 8000 pistol, 30 MILAN anti-tank guided weapons, dan 500 guided missiles, 2.500 roket, 10000 granat tangan, 1000 proyektil, dan jutaan renceng amunisi dalam berbagai ukuran, yang semuanya diekspor oleh Jerman dengan nilai 91 juta Dollar AS. Adapun negara lain seperti Inggris, mengekspor sebanyak 40 Browning M2 heavy machine guns dan hampir setengah juta renceng amunisi dengan nilai total 2,6 juta Dollar AS. Bulgaria mengirimkan 1800 firearms dan sebanyak 6 juta renceng amunisi. Italia mengirimkan 100 MG 42/59, 1000 granat RPG-7, 1000 granat RPG-9 beserta setengah juta amunisi berbagai ukuran.60 Di satu sisi, Peshmerga dilihat sebagai bagian dari Irak. Sebab, wilayah regional Kurdi (KRG) dianggap sebagai bagian federal dari Irak. Namun, di sisi yang lain, kenyataan bahwa kelompok Kurdi ingin memisahkan diri dan membentuk pemerintahan sendiri, menempatkan Peshmerga- selaku kelompok bersenjata Kurdi dalam gerakan separatisme di Irak. Hal ini dibuktikan dengan penolakan Baghdad atas referendum dan hasilnya.61 Dari sudut pandang lain, Peshmerga adalah kelompok bersenjata yang dibutuhkan untuk melawan IS, mengingat bahwa kelompok bersenjata ini 60

Small Arms Survey 2015, dalam http://www.smallarmssurvey.org/fileadmin/docs/AYearbook/2015/eng/Small-Arms-Survey-2015-Chapter-04-EN.pdf diakses pada 07 November 2017. 61 ______, 2017, dalam http://internasional.metrotvnews.com/dunia/nN9VqJ8b-pm-irakminta-kurdi-batalkan-hasil-referendum diakses pada 05 Oktober 2017.

66

memiliki jumlah yang cukup besar, yakni

275 ribu personel.62 Akibatnya,

beberapa negara yang berkepentingan, masih terus mengirimkan persenjataan kepada kelompok bersenjata ini, seperti Kanada, Inggris, Prancis dan tentu saja Amerika Serikat. Amerika Serikat kini adalah sekutu terdekat Irak. Dalam menghadapi kekuatan IS di wilayah Irak dan Suriah, Amerika Serikat tidak tanggung-tanggung dalam mempersenjatai Peshmerga. Persenjataan tersebut tidak dikirimkan melalui departemen pertahanan Amerika Serikat, melainkan melalui dinas intelijen Amerika Serikat (CIA), yang mampu menyuplai Peshmerga dengan AK-47 buatan Rusia.63 Konflik antara pemerintah Irak dan komunitas Kurdi di utara Irak adalah ketegangan akibat gerakan separatis yang selama ini dilancarkan oleh komunitas Kurdi. Walaupun tidak terjadi konfrontasi terbuka antara kedua belah pihak, namun perdagangan senjata yang terjadi menambah ketegangan di antara mereka. Senjata-senjata yang dikirimkan kepada pasukan bersenjata Kurdi- Peshmerga, selain digunakan untuk mengalahkan IS yang berusaha menduduki wilayah utara Irak, juga oleh Peshmerga digunakan untuk menguatkan posisinya terhadap pemerintah pusat Irak. Oleh sebab itu, perdagangan senjata semakin melanggengkan tensi konflik yang ada. Beberapa kelompok bersenjata yang bertentangan dengan pemerintah yang juga membawa identitas sebagai komunitas Sunni saat ini antara lain, Jaysh Rijal al-Tariqah al-Naqshabandia (JRTN), General Military Council of Iraqi 62

_______, 2017, https://en.wikipedia.org/wiki/Peshmerga diakses pada 05 Oktober 2017. _______, 2014, https://www.theguardian.com/world/2014/aug/11/us-arm-peshmergairaq-kurdistan-isis diakses pada 06 Oktober 2017. 63

67

Revolutionaries, Fallujah Military Council, Council of the Recolutionaries Tribes of Anbar, The 1920 Brigades, Islamic Army of Iraq, Jaysh al-Mujahidin, dan Ansar al-Islam. Kelompok-kelompok tersebut memiliki ideologi yang berbeda. Beberapa di antaranya lebih ekstrem dibandingkan yang lainnya. Mereka semua beroperasi melawan pemerintah dan tidak menargetkan masyarakat sipil, lain halnya dengan IS. Namun, kapasitas mereka semua berbeda dalam melancarkan serangan kepada pemerintah Irak. Beberapa di antaranya efektif, beberapa yang lain sangat terbatas pada jumlah, pengalaman dan kapasitas militer, berbeda halnya dengan IS. 64 Oleh karena itu, penelitian ini akan fokus pada Islamic State sebagai kelompok bersenjata yang berhadapan dengan pemerintah Irak.

Gambar 1. Peta kekuatan dalam Konflik Irak Sumber: Aljazeera

64

Sinan Adnan dan Aaron Reese, 2014, Beyond The Islamic State : Iraq’s Sunni Insurgency,dalamhttp://www.understandingwar.org/sites/default/files/Sunni%20Insurgency%20in %20Iraq.pdf diakses pada 20 September 2017.

68

Peta di atas menampilkan tiga kekuatan besar yang ada di Irak saat ini, yaitu pemerintah Irak itu sendiri, Islamic State, dan kekuatan komunitas Kurdi. Islamic State (IS) berkembang dari kelompok yang sebelumnya dikenal dengan Al-Qaeda in Iraq (AQI), yang dibentuk oleh militan-militan Sunni setelah invasi Amerika Serikat ke Irak tahun 2003 yang lalu. IS kemudian menjadi kekuatan besar dalam kelompok pemberontak berbasis sektarian di Irak. IS menjadi salah satu kelompok besar yang harus dihadapi serius oleh pemerintah Irak dan Suriah. Pada tahun 2013, IS mulai memperluas pengaruhnya di teritori Suriah dan berganti nama menjadi Islamic State in Iraq and the Levant (ISIS atau ISIL). Pada tahun-tahun selanjutnya, IS menduduki wilayah di bagian utara dan barat Irak, dan memproklamasikan berdirinya caliphate bernama Islamic State.65 Akibatnya, di tengah gejolak perlawanan melawan kelompok teroris Islamic State (IS), pemerintah Irak yang didominasi oleh golongan Syiah, hanya bergantung pada militan Syiah dan tentara Irak yang secara eksklusif adalah Syiah, untuk melindungi Kota Baghdad dan populasi muslim Syiah di bagian selatan Irak. Adapun kelompok Kurdi, lebih terfokus pada mendirikan mini state mereka di wilayah Kirkuk, dengan sumber minyak sendiri dan pasukan keamanan sendiri bernama Peshmerga.66 Seiring dengan rangkaian tindakan biadab yang dilakukan oleh IS, serta ketakutan yang disebarkan di berbagai penjuru dunia, oleh banyak negara IS

65

BBC, 2017, Islamic State and the Crisis in Iraq and Syria in maps, dalam http://www.bbc.com/news/world-middle-east-27838034 diakses pada 27 September 2017 66 Gregory Aftandilian, Democracy Fatigue and A Return to The Security Framework dalam https://www.uml.edu/docs/Thought%20Paper%202%20-%20Aftandilian_tcm18151282.pdf diakses pada 04 September 2017.

69

dikategorikan sebagai kelompok teroris. Hal ini memancing negara-negara di luar kawasan untuk turut hadir memerangi IS, seperti Amerika Serikat dan Prancis. IS disebut sebagai kelompok teroris paling kaya dan paling terorganisir. Pendanaan IS sebagian besar didapatkan dengan menjual minyak ke pasar gelap. Minyak-minyak tersebut didapatkan di wilayah-wilayah yang didudukinya. Pendanaan yang lain berasal dari pajak, penculikan, hingga perampasan. Terkait dengan persenjataan yang digunakan IS sendiri, Amnesty International melaporkan bahwa senjata dan amunisi yang digunakan loleh IS berasal dari setidaknya 25 negara berbeda, dengan sebagian besar berasal dari militer Irak yang didapatkan dari Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara bekas Uni Soviet.67 Aliran senjata ke Irak tumbuh pesat pada masa perang Irak-Iran. Invasi Amerika Serikat ke Irak menambah banyak aliran senjata yang masuk ke negara itu, yang sayangnya tidak diamankan atau diaudit oleh kelompok koalisi. Alhasil, ratusan ribu senjata lenyap. Hal ini semakin buruk dengan kurangnya kontrol atas persediaan militer dan korupsi yang terjadi. Conflict Armament Research (CAR) dalam investigasinya, melaporkan bahwa catridge yang digunakan oleh IS berasal dari Amerika Serikat dan Rusia, sedangkan senapan yang digunakan berasal dari Belgia dan negara-negara bekas Blok Timur. Investigaor juga menemukan amunisi buatan Sudan, Rusia, Tiongkok dan Iran buatan tahun 2012-2014.

67

Amnesty International, 2015, How Islamic State Got Its Weapons, dalam https://www.amnesty.org.uk/how-isis-islamic-state-isil-got-its-weapons-iraq-syria diakses pada 27 September 2017.

70

Amunisi Iran yang didapatkan tersebut kemungkinan besar disediakan oleh Iran kepada kekuatan keamanan Irak atau Suriah. Adapun senjata-senjata yang digunakan adalah senjata yang sebelumnya digunakan dalam perang di Libya, Afrika Timur, dan negara-negara Balkan, serta perlengkapan lainnya yang ditujukan kepada oposisi Suriah dalam melawan rezim Assad, yang selanjutnya dijual dan diperdagangkan.68 UN Expert Panel juga meyakini bahwa IS mendapatkan persenjataan dan amunisinya melalui perdagagan gelap. Panel tersebut meyakini bahwa IS membeli senjata dari Free Syrian Army (FSA) dan para pedagang swasta yang kemudian diselundupkan melalui rute tertentu. Keberadaan IS telah menelan banyak korban jiwa. Menurut laporan United Nations Assistance Mission to Iraq (UNAMI), Islamic State (IS) diklaim bertanggungjawab atas kematian 7.515 orang warga sipil Irak pada tahun 2015, serta menyebabkan sebanyak 6.878 orang tewas dan 12.388 orang terluka pada tahun 2016. Angka ini adalah absolute minimum, belum termasuk korban jiwa yang diakibatkan oleh kekurangan makanan, minum, dan sebab-sebab lainnya serta 2 ribu pasukan khusus Irak yang tewas pada November 2016 lalu.69 Tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat pihak-pihak tertentu yang secara sadar menyuplai kelompok-kelompok pemberontak, termasuk IS dengan

68

C.J. Chivers, 2015, Where the Islamic State Gets Its Weapon, dalam https://www.nytimes.com/2015/04/27/magazine/where-the-islamic-state-gets-itsweapons.html?mcubz=0 diakses pada 27 September 2017. 69 Bethan McKernan, 2017, Scale of Iraqi Civillian Causalties inflicted by ISIS Revealed by UN, dalam http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/iraq-isis-casualties-civilianislamic state-un-figures-united-nations-middle-east-mosul-a7507526.html diakses pada 27 September 2017.

71

senjata. Perdagangan senjata yang terjadi, yang secara gelap, telah secara tidak langsung berkontribusi dalam keberlanjutan konflik yang ada. Semakin banyak senjata yang dikirimkan dari satu pihak ke pihak lainnya, seperti dari negara-negara Arab, yang sejatinya digunakan untuk menyuplai pemberontak Suriah, toh tidak jarang berakhir di tangan IS. Akibatnya, tujuan yang awalnya adalah untuk membuat kawasan semakin „aman‟, justru menghadirkan dampak lain, sebagai akibat dari aliran senjata yang tidak terkontrol. Senjata yang diperdagangkan baik secara legal maupun illegal oleh aktoraktor yang terlibat dalam konflik digunakan sebagai instrumen pertahanan keamanan. Penting bagi negara untuk mengamankan wilayahnya dari gerakangerakan bersenjata yang tidak bertanggungjawab, seperti gerakan terorisme yang dilakukan oleh IS. Oleh IS sendiri, senjata adalah simbol perlawanan melawan pihak-pihak lain yang mereka yakini sebagai musuh. Mereka akan terus berusaha untuk bisa mendapatkan suplai persenjataan, baik itu dengan merampas ataupun melakukan perdagangan gelap, sebab senjata adalah kebutuhan mereka dalam melancarkan serangan. Serangkaian serangan yang selama ini telah mereka lakukan telah menewaskan ribuan orang serta membuat jutaan orang lainnya kehilangan tempat tinggal. Senjata dan konflik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Senjata menjadi instrumen pertahanan keamanan, namun di satu sisi, konflik terjadi

72

karena suplai persenjataan itu sendiri. Akibatnya, perdagangan senjata yang terus terjadi, telah berdampak pada keberlangsungan konflik yang ada.

b.

Suriah Saat ini, Suriah dilanda gejolak politik yang menuntut presiden yang

memerintah saat ini, Bashar al-Assad, untuk mundur dari jabatannya. Gejolak politik yang tengah berlangsung selama bertahun-tahun menciptakan konfrontasi terbuka antara pemerintah dan oposisi. Bukan hanya itu, negara-negara dari luar kawasan pun turut terlibat dalam konflik yang berlangsung. Konflik yang terjadi di Suriah, sejatinya bukan hanya tentang rezim pemerintah Assad melawan oposisi, melainkan juga pertarungan kepentingan antara-negara di kawasan hingga luar kawasan, seperti Arab Saudi, Turki, Amerika Serikat hingga Rusia. Rusia adalah rekan lama negara Suriah jauh sebelum Assad menjabat sebagai presiden. Hubungan baik antara Suriah dan Rusia telah terjalin ketika masa pemerintahan ayah Assad, Hafez al-Assad dengan Rusia yang saat itu masih bernama Uni Soviet. Dapat dikatakan jika Suriah adalah satu-satunya partner Rusia di kawasan Timur Tengah. Selain itu, Rusia telah menjadi pemasok senjata utama bagi Suriah selama empat puluh tahun dan akan terus melanjutkan kontrak dengan pemerintah Suriah.70 Beberapa persenjataan yang telah dipasok Rusia ke Suriah adalah Yakhont anti-ship cruise missiles, SA-17 surface-to-air missiles, dan short-range Pantsyr-S missile system. 70

Safeworld , Arms For Syria, dalam https://www.saferworld.org.uk/downloadfile.php?filepath=downloads/pubdocs/Arms-to-Syriabriefing.pdf diakses pada 25 September 2017.

73

Kedekatan Iran dengan Suriah dapat ditelusuri pada Perang Irak-Iran beberapa dekade yang lalu. Pada saat itu, Suriah jelas memberikan dukungannya pada pemerintah Iran. Kedua negara ini sama-sama dipimpin oleh rezim pemerintahan Islam non-Sunni. Iran adalah komunitas Syiah terbesar di dunia, sedangkan Suriah dipimpin oleh Bashar al-Assad dari kalangan penganut Islam Alawi. Berbeda dengan Iran yang mayoritas warganya adalah Syiah, komunitas Syiah di Suriah hanya sekitar 13% dari total penduduk.71 Kedekatan sektarian juga diduga menjadi alasan adanya dukungan dari pemerintah Lebanon, terutama Hizbullah kepada pemerintah Suriah. Iran diyakini menjadi penyuplai kunci berupa roket, misil anti-tank, roket peluncur granat dan mortar bagi pemerintah Suriah. Senjata-senjata tersebut disalurkan melewati wilayah udara Irak menggunakan pesawat komersial atau melalui darat dengan menggunakan truk.72 Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Turki, adalah beberapa negara yang terang-terangan menentang rezim pemerintahan Bashar al-Assad. Alhasil, beberapa kebijakan dilakukan termasuk dengan mempersenjatai oposisi hingga memberikan pelatihan militer. Keterlibatan negara-negara tersebut dalam konflik Suriah disebabkan alasan-alasan tersendiri. Amerika Serikat ingin memberantas kelompok bersenjata Islamic State (IS). Turki memiliki kekhawatiran tersendiri sebab Turki memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan Suriah. Selain itu, gelombang

71

CIA World Factbook, https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/sy.html diakses pada 24 September 2017 72 BBC, 2013, Who is Supplying to the Warring Sides in Syria? Dalam http://www.bbc.com/news/world-middle-east-22906965 diakses pada 20 September 2017.

74

pengungsi dari Suriah yang kemudian transit di Turki menempatkan Turki dalam posisi yang sulit. Apa yang terjadi di Suriah adalah bagian dari gelombang Arab Spring yang pernah ataupun masih bergejolak di beberapa negara di kawasan Timur Tengah, seperti Mesir, Yaman, Libya dan Bahrain. Arab Spring, yang salah satu tuntutannya adalah adanya ruang demokrasi yang lebih besar, menempatkan negara-negara Arab yang beberapa diantaranya masih berbentuk monarki, dalam dilema tersendiri. Jika tidak segera diatasi, maka gelombang Arab Spring dapat meluas ke seluruh kawasan, termasuk negara-negara di wilayah teluk. Alhasil, seperti yang dijelaskan dalam teori Regional Security Complex, bahwa negara-negara akan membentuk pola-pola tertentu untuk mencegah meluasnya ancaman di kawasan. Negara-negara yang tidak mendukung

rezim Assad, kemudian berbondong-

bondong membantu kelompok-kelompok opoisisi Suriah dengan berbagai cara. Negara-negara Arab maupun Barat, tak segan-segan menunjukkan partisipasinya dalam konflik Suriah. Rusia dan Iran mendukung rezim pemerintah dengan tak jarang memberikan suplai persenjataan, hingga memberikan pelatihan militer bagi pejuang pemerintah. Negara-negara yang lain secara jelas berada pada pihak oposisi. Mereka mempersenjatai oposisi dengan senjata-senjata yang dibeli dari negara-negara Eropa Timur misalnya, memberikan sokongan dana, juga bersama-sama melatih para oposisi Suriah untuk membangun kekuatan dalam sebuah program bernama Timber Sycamore.

75

Isu sektarianisme tak lepas dari konflik Suriah. Melihat pola-pola yang melibatkan negara, kedekatan sektarian justru mendapatkan tempatnya tersendiri. Kedekatan sektarian di Timur Tengah, harus kita akui adanya dan menjadi pendekatan yang sesuai untuk menjelaskan kedekatan antara Iran dan Suriah juga Irak, serta antara Arab Saudi dan negara-negara Teluk. Survey yang dilakukan oleh Syrian Nework for Human Rights (SNHR) menunjukkan bahwa telah terjadi 56 kasus pembunuhan besar-besaran yang secara nyata membawa tendensi sektarian atau pembersihan etnis, yang mana sebanyak 49 diantaranya dilakukan oleh pemerintah Suriah ataupun kelompokkelompok lokal yang berafiliasi dengan pemerintah.73 Pembantaian yang terjadi ini mengubah perang Suriah menjadi “sectarianized” dan membuka peluang bagi negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, untuk hadir di Suriah dengan klaim Islamic leadership.74 Sektarianisme di Suriah dapat kita lihat dari dominasi yang dilakukan oleh komunitas Alawi (Islam Alawi). Komunitas Alawi yang hanya sebanyak 10% dari total populasi Suriah, menguasai pemerintahan, militer dan sektor-sektor keamanan lainnya. Hal ini dapat ditelusuri pada ideologi Partai Ba‟ath- partai dari Hafez al-Assad, ayah dari Bashar al-Assad, yang mengatakan bahwa ikatan sektarian, suku, dan keluarga adalah sumber solidaritas ketika harus menyatukan kekuatan.75

73

Jamie Dettmer, 2015, dalam http://www.thedailybeast.com/a-damning-indictment-ofsyrian-president-assads-systematic-massacres diakses pada 26 September 2017 74 Frederic Wehrey, 2014, dalam http://carnegieendowment.org/2014/06/09/gulfcalculations-in-syrian-conflict-pub-55865 diakses pada 25 September 2017. 75 Heiko Wimmen, 2014, Sectarianism and Power Maintenance in the Arab Spring : Bahrain, Iraq, Lebanon and Syria, dalam

76

Sejak meningkatnya pemberontakan di Suriah dalam beberapa tahun terakhir, diperkirakan terdapat kurang lebih seribu kelompok bersenjata yang aktif di Suriah saat ini.76 Dilansir dari UCDP, pemerintah Suriah menghadapi konflik dengan beberapa kelompok bersenjata domestik, kelompok bersenjata lintas negara, hingga dengan beberapa negara tetangga. Beberapa kelompok bersenjata yang dihadapi pemerintah Suriah antara lain, Ahrar al-Sham, FSA (Free Syrian Army), Islamic Front, PYD, SDF, SRF, Shohaada al-Yarmouk dan juga Islamic State (IS) yang beroperasi di Irak dan Suriah.77

Gambar 2. Peta Kekuatan dalam Konflik Suriah Sumber: Aljazeera.com https://www.swpberlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2014_RP04_wmm.pdf diakses pada 26 September 2017. 76 Small Arms Survey, Security Assessment in North Africa, 2016, Syria’s Armed Opposition, dalam http://www.smallarmssurvey.org/fileadmin/docs/R-SANA/SANA-Dispatch5Syria-armed-opposition.pdf, diakses pada 10 September 2017 77 UCDP, dalam http://ucdp.uu.se/#country/652 diakses pada 28 September 2017.

77

Pada November

2012, dilakukan sebuah upaya untuk menyatukan

kelompok-kelompok oposisi yang ada melalui pembentukan Supreme Military Council (SMC), yang didukung oleh Arab Saudi, Qatar, dan beberapa negara barat yang tergabung dalam joint forces bernama Friends of Syria. Koalisi oposisi terbesar, Supreme Military Command (SMC) terdiri atas banyak rupa kelompok keagamaan, mulai dari sekular hingga Salafi. Tujuan utama mereka adalah menggulingkan diktator dengan tanpa segan menggunakan serangan udara, artileri, dan sebagainya. Sementara itu, dana terus mengalir dari negara-negara Teluk dan Qatar.78 Pada tahun 2016, seperti yang dikutip dari laman berita The Guardian, melaporkan bahwa senjata senilai 1 miliar Poundsterling mengalir dari negaranegara Eropa ke Timur Tengah yang diduga berakhir di Suriah, menjadi “bahan bakar” bagi konflik yang tengah berlangsung selama bertahun-tahun di neagra tersebut.79 Senjata-senjata tersebut dikirim dari negata-negaa Eropa Timur, seperti Bosnia, Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Montenegro, Slovakia, Serbia dan Romania, menuju negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab (UEA) dan Turki, dengan kesepakatan senilai 1,2 miliar Euro atau 1 miliar Poundsterling.80

78

Aaron Reese. 2013. Middle East Security Report 13 : Sectarian and Regional Conflict in the Middle East, dalam http://www.understandingwar.org/sites/default/files/SectarianandRegionalConflictintheMiddleEast _3JUL.pdf diakses pada 26 September 2017 79 ______, 2016, dalam https://www.theguardian.com/world/2016/jul/27/weapons-flowingeastern-europe-middle-east-revealed-arms-trade-syria, diakses pada 20 September 2017 80 Ibid.

78

Senjata tersebut berupa ribuan senapan serbu jenis AK 47, peluncur roket, senjata anti-tank, hingga heavy machine guns yang selanjutnya diidentifikasi digunakan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang didukung oleh negaranegara Barat seperti Free Syrian Army (FSA) dan kelompok Islamis seperti Ansar al-Sham, Jabhat al-Nusra, dan Islamic State (IS). Balkan Investigate Reporting Network (BIRN) dan Organised Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang melakukan penyelidikan tersebut mengatakan bahwa senjata-senjata tersebut dikirim melalui jalur laut dan udara. Senjata-senjata yang dibeli oleh Arab Saudi, Turki dan UEA untuk Suriah tersebut, dikirim dalam operasi rahasia bernama Millitary Operation Centres (MOCs).

Senjata

tersebut

dikirim

dari

negara-negara

Balkan

menuju

Semenanjung Arab- ke perbatasan Suriah, atau diangkut menggunakan pesawat militer.81 Penjualan senjata ini tentu saja illegal, sebab tidak sesuai dengan hukum internasional, yang mana senjata-senjata tersebut berakhir di tangan pihak-pihak yang berpotensi melanggar hak asasi manusia. Selain itu, pihak berwenang dari negara-negara Eropa yang bersangkutan menyangkal adanya transaksi penjualan senjata ini. Aliran senjata ke Suriah seolah tak pernah berhenti. Semakin banyak negara yang secara jelas memberikan dukungan, baik finansial maupun militer kepada pemberontak Suriah. Inggris dan Prancis bahkan melobi Uni Eropa untuk dapat

81

Ibid.

79

menjual senjata kepada kelompok oposisi Suriah yang dikategorikan sebagai “kelompok moderat”. Sejak konflik Suriah terjadi, diperkirakan sebanyak 6 juta orang melarikan diri dari Suriah dan lebih dari 13 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Sebanyak 50% pusat layanan kesehatan tidak dapat digunakan, serta puluhan ribu orang tewas akibat penembakan, serangan bom dan serangan udara.82 Selain itu, berdasarkan laporan dari Syrian Center for Foreign Policy Research, menyatakan bahwa hingga Februari 2016, sebanyak 470.000 jiwa telah menjadi korban selama konflik Suriah berlangsung. Sebanyak 6,1 juta orang kehilangan tempat tinggal dan 4,8 juta orang menjadi pengungsi. Islamic State (IS) dan kelompok afiliasi Al-Qaeda, Jabhat al-Nusra diklaim bertanggung jawab terhadap serangkaian serangan sistematis yang meluas yang menelan korban jiwa, termasuk serangan-serangan udara yang menargetkan masyarakat sipil, penculikan dan eksekusi. Selain

itu,

bertanggungjawab

kelompok-kelompok atas

oposisi

pelanggaran-pelanggaran

bersenjata serius

lainnya

berupa

juga

serangan

sembarangan terhadap masyarakat sipil, penggunaan pasukan anak-anak, penculikan, penyiksaan dan blokade secara tidak sah terhadap bantuan-bantuan kemanusiaan.83 Jika kita cermati lebih lanjut, kelompok-kelompok bersenjata di Suriah justru mendapatkan persediaan senjatanya dari negara-negara luar yang

82

BBC, 2016, Life and Death in Syria, dalam http://www.bbc.co.uk/news/resources/idt841ebc3a-1be9-493b-8800-2c04890e8fc9 diakses pada 25 September 2017. 83 _______, 2017, https://www.hrw.org/world-report/2017/country-chapters/syria diakses pada 26 September 2017.

80

mendukungnya. Dengan kata lain, perdagangan senjata tidak secara langsung menyentuh kelompok-kelompok bersenjata ini. Artinya, mereka tidak berperan sebagai pembeli. Kenyataannya, mereka adalah pengguna terakhir dari senjata yang dibeli oleh negara-negara lain. Perdagangan senjata yang terus meningkat di kawasan yang dilakukan oleh negara-negara Timur Tengah didasari kekhawatiran akan penyebaran konflik yang mungkin terjadi. Konflik yang melanda Irak dan Suriah dikhawatirkan akan meluas ke negara-negara lain di kawasan, baik itu dengan membawa semangat demokratisasi ataupun sentimen-sentimen sektarian yang ada. Akibatnya, terlihat jelas. Negara-negara mengimpor semakin banyak senjata dan melibatkan diri dalam konflik. Mereka mempersenjatai pihak-pihak yang mampu mewadahi kepentingan mereka, bahkan jika itu adalah kelompokkelompok oposisi. Bagaimanapun,

peningkatan perdagangan senjata oleh negara-negara di

kawasan memiliki dampak bagi keamanan kawasan. Senjata-senjata yang dibeli, bukan hanya digunakan untuk meningkatkan pertahanan keamanan suatu negara, tapi juga meningkatkan keikutsertaan negara dalam konflik yang tengah berlangsung. Selain itu, senjata-senjata yang dibeli namun lengah dalam pengirimannya, berpotensi terjadi kecurangan yang kemudian mengakibatkan senjata-senjata tersebut tidak dapat lagi dikontrol alur dan penggunaannya, seperti yang terjadi di Yordania. Senjata yang telah masuk dalam pasar gelap, memiliki kemungkinan

81

untuk dibeli dan digunakan oleh siapa saja. Semakin mudah akses kepada senjata, maka akan semakin tinggi pula potensi kerusakan yang ditimbulkan. Perdaganagn senjata yang terus terjadi, baik secara legal maupun illegal, berdampak pada eskalasi konflik di Suriah. Konflik terus berlangusng dan konfrontasi terbuka dengan menggunakan senjata melahirkan de-sekuritisasi dalam negeri. Orang-orang merasa tidak aman hingga masyarakat sipil pun harus mempersenjatai diri. Selain itu, juga semakin meningkatkan penggunaan senjata secara tidak bertanggungjawab. Korban jatuh dari semua pihak yang terlibat dalam konflik, baik pemerintah, kelompok oposisi, kelompok teoris, hingga masyarakat sipil. Konflik berkelanjutan yang terjadi selanjutnya berdampak pada de-stabilisasi kawasan, meningkatnya gejolak politik, ketidakstabilan ekonomi, rusaknya infrastruktur hingga bertambahnya korban jiwa. Irak dan Suriah adalah dua negara yang mampu menggambarkan dinamika yang terjadi di kawasan Timur Tengah. Dua negara ini memiliki perpotongan sejarah, yakni pernah sama-sama dipimpin oleh orang-orang dari Partai Ba‟ath yaitu Saddam Hussein dan Hafez al-Assad. Dengan ideologi partai yang dianutnya, membawa Irak sebagai state tribalism selama puluhan tahun di bawah pemerintahan Saddam Hussein, dan menjadikan Suriah sebagai negara yang sektarian. Sejatinya, sektarianisme memang jelas adanya di Timur Tengah. Isu mengenai hal ini begitu mudah dibangkitkan dan melintasi batas negara, hingga menjadi perhatian banyak pihak.

82

Sejatinya, konflik yang terjadi di suatu negara di tengah kawasan, adalah ancaman bagi negara-negara lain di kawasan yang sama. Apalagi jika konflik ini kemudian dibumbui dengan isu-isu sektarianisme, demokrasi, hingga terorisme, maka akan sangat wajar jika negara-negara melakukan segala daya upaya untuk mencegah penyebaran konflik.. Keterlibatan negara-negara lain dalam konflik di Irak dan Suriah, memberikan kita peta geopolitik negara-negara tersebut. Memberikan bantuan kepada negara sekutu yang dilanda konflik, menjadi salah satu cara menjaga keberlangsungan pengaruh di kawasan dengan menjaga keberlangsungan rezim penguasa. Pun dengan negara-negara penyokong oposisi. Segala macam bantuan diberikan, tidak peduli apakah hal tersebut melanggar norma internasional atau akan mengakibatkan ribuan korban jiwa.

83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah penulis uraikan dalam setiap bab tentang Perdagangan Senjata dan Dampaknya Terhadap Keamanan Regional Timur Tengah, penulis menarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Perdagangan senjata konvensional adalah sebuah fenomena yang terjadi dengan melibatkan baik aktor negara maupun non-negara, seperti kelompok bersenjata, individu-individu hingga mafia/broker senjata. Perdagangan senjata dapat terjadi secara legal maupun illegal dengan tidak mematuhi hukumhukum yang ada. 2. Kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang sarat akan konflik. Berbagai konflik kepentingan terjadi di antara negara-negara Timur Tengah sendiri hingga melibatkan aktor-aktor eksternal kawasan. Beberapa konflik yang terjadi antara lain konflik sektarian, pemberontakan hingga terorisme. 3. Irak dan Suriah adalah dua negara di kawasan Timur Tengah yang menghadapi konflik sektarian, pemberontakan hingga terorisme sekaligus. Konflik yang terjadi di dua negara ini juga tidak lepas dari keterlibatan pihak asing, baik yang mendukung pemerintah maupun pihak lain. Konflik yang terjadi telah menciptakan destabilisasi keamanan baik di Irak maupun Suriah.

84

B. Saran-saran 1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebaiknya semakin memperkuat regulasi pengawasan perdagangan senjata (Arms Trade Treaty) untuk mencegah penjualan senjata kepada pihak-pihak yang tidak seharusnya mendapatkan senjata, sekaligus mencegah terjadinya pelanggaran terhadap kemanusiaan. 2. Konfrontasi yang terjadi di antara pihak-pihak yang berkonflik, seharusnya tidak menargetkan masyarakat sipil. 3. Pemerintah Irak dan Suriah sebaiknya mulai memikirkan cara-cara diplomatis untuk mengakhiri konflik yang ada untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak.

85

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Banyu perwita, AA dan Yanyan Mochamad Yani, 2006, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Buzan, Barry, 1983, People, State and Fear The National Security Problem In International Relations, Sussex : John Spierx Buzan, Barry dan Ole Waever, 2003, Regions and Power The Structure of International Security, Cambridge: : Cambridge University Press. Goldschmidt Jr, Arthur, dan Lawrance Davidson, 2010, A Concise History of The Middle East, Westview Press Hodgson, Marshall G.S, 1974, The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization, The University of Chicago Press. Kuncahyono, Trias, 2004, Dari Damaskus ke Baghdad, Jakarta : Penerbit Buku Kompas Gramedia _______ 2005, Irak Korban Ambisi Kaum Hawkish, Jakarta : Penerbit Buku Kompas Gramedia _______ 2005, Bulan Sabit di Atas Baghdad, Jakarta : Penerbit Buku Kompas Gramedia Priyatna, Haris, 2009, Viktor Bout Membongkar Jaringan Internasional Perdagangan Senjata Ilegal, Jakarta : Ufuk Press Rachmat, Angga Nurdin, 2015, Keamanan Global Transformasi Isu Keamanan Pasca Perang Dingin, Bandung : Alfabeta

86

B. Jurnal, Tesis Bandoro, Bantarto, 2002, Senjata Ringan dan Kaliber Kecil : Sebuah Persoalan yang Rumit dengan Penanganan yang Sulit dalam Analisis CSIS Isu-Isu Non-Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan, Tahun XXXI/2002 No.1, Centre for Strategic and International Studies. Snyder, Neil N, 2008, Disrupting Illicit Small Arms Trafficking in the Middle East, Carolina : Naval Postgraduate School. Nicholas Marsh, 2002, Two Sides of The Same Coin? The Legal and Illegal Trade in Small Arms, The Brown Jurnal of World Affairs, Spring 2002, Volume IX, Issue 1. Ismah Tita Ruslin, Memetakan Konflik di Timur Tengah, dalam Jurnal Politik Profetik, Volume 1 Nomor 1 tahun 2013

C. Koran Kompas, Perdagangan Terlaris Sejak Perang Dingin, 22 Februari 2017, Hal. 10

D. Internet Aaron Reese. 2013. Middle East Security Report 13 : Sectarian and Regional Conflict in the Middle East, dalam http://www.understandingwar.org/sites/default/files/SectarianandRegionalC onflictintheMiddleEast_3JUL.pdf diakses pada 26 September 2017 Ahmed Rasheed, 2014, Exclusive: Iraq Signs Deal to Buy Arms, Ammunition From Iran, dalam https://www.reuters.com/article/us-iraq-iranarms/exclusive-iraq-signs-deal-to-buy-arms-ammunition-from-irandocuments-idUSBREA1N10D20140224 diakses pada 11 November 2017 Amnesty International, https://www.amnesty.org/en/latest/news/2015/12/armingislamic-state-facts-and-figures/ diakses pada 20 Maret 2017 Amnesty International, 2015, How Islamic State Got Its Weapons, dalam https://www.amnesty.org.uk/how-isis-islamic-state-isil-got-its-weaponsiraq-syria diakses pada 27 September 2017. Armament Research Services, dikutip oleh Kompas.com, dalam http://internasional.kompas.com/read/2016/04/07/12582561/Di.Libya.Jual.B eli.Senjata.Dilakukan.Lewat.Facebook diakses pada 24 Maret 2017. Ayu Mellisa dalam PUSAD Paramadina Pusat Studi Agama dan Demokrasi : Teror dan Perdagangan Senjata, http://www.paramadinapusad.or.id/publikasi/laporan-kegiatan/teror-dan-perdagangan-senjata.html diakses pada 08 Februari 2017

87

BBC, 2013, Who is Supplying to the Warring Sides in Syria? Dalam http://www.bbc.com/news/world-middle-east-22906965 diakses pada 20 September 2017. BBC, 2016, Life and Death in Syria, dalam http://www.bbc.co.uk/news/resources/idt-841ebc3a-1be9-493b-88002c04890e8fc9 diakses pada 25 September 2017. BBC, 2017, Islamic State and the Crisis in Iraq and Syria in maps, dalam http://www.bbc.com/news/world-middle-east-27838034 diakses pada 27 September 2017 Bethan McKernan, 2017, Scale of Iraqi Civillian Causalties inflicted by ISIS Revealed by UN, dalam http://www.independent.co.uk/news/world/middleeast/iraq-isis-casualties-civilian-islamic state-un-figures-united-nationsmiddle-east-mosul-a7507526.html diakses pada 27 September 2017. Catherine A. Theohary, Congressional Research Service, Conventional Arms Transfer to Developing Nations 2008-2015, Desember 2016. C.I.A, dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/iz.html diakses pada 24 September 2017. CIA World Factbook, https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/sy.html diakses pada 24 September 2017 C.J. Chivers, 2015, Where the Islamic State Gets Its Weapon, dalam https://www.nytimes.com/2015/04/27/magazine/where-the-islamic-stategets-its-weapons.html?mcubz=0 diakses pada 27 September 2017. Daniel Tovrov, 2012, Russia? Arms Deals with Syria: A Timeline dalam http://www.ibtimes.com/russias-arms-deals-syria-timeline-705522 diakses pada 07 November 2017 Dilyana Gaytandzhieva, 2017, 350 Diplomatic Flight Carry Weapons for Terrorist, dalam https://trud.bg/350-diplomatic-flights-carry-weapons-forterrorists/ diakses poda 10 November 2017. Elena Ianochvichina, 2016, Economic cost of Post- Arab Spring Civil War in the Middle East and North Africa, dalam http://www.iemed.org/observatori/arees-danalisi/arxiusadjunts/anuari/med.2016/IEMed_MedYearBook2016_Economic%20Impact %20of%20Arab%20Spring%20Wars_Elena_Ianchovichina.pdf diakses pada 21 Agustus 2017. Erzsebet N. Rozsa, The Arab Spring : Its Impact on the Region and on the Middle East Conference dalam Policy Brief No. 9/10. Agustus 2012, diakses melalui http://library.fes.de/pdf-files/iez/09609.pdf pada 21 Agustus 2017. Frederic Wehrey, 2014, dalam http://carnegieendowment.org/2014/06/09/gulfcalculations-in-syrian-conflict-pub-55865 diakses pada 25 September 2017. Gregory Aftandilian, Democracy Fatigue and A Return to The Security Framework dalam https://www.uml.edu/docs/Thought%20Paper%202%20%20Aftandilian_tcm18-151282.pdf diakses pada 04 September 2017 Gregory Gause, Cambridge University Press : The International Relations of The Persian Gulf, dalam http://assets.cambridge.org/97805211/90237/excerpt/9780521190237_excer pt.pdf diakses pada 28 Agustus 2017.

88

Heiko Wimmen, 2014, Sectarianism and Power Maintenance in the Arab Spring : Bahrain, Iraq, Lebanon and Syria, dalam https://www.swpberlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2014_RP04_wmm.p df diakses pada 26 September 2017. Ivana Kottasova, 2016, dalam http://money.cnn.com/2016/04/07/news/arms-salesfacebook-libya/index.html diakses pada 17 Agustus 2017 Jamie Dettmer, 2015, dalam http://www.thedailybeast.com/a-damningindictment-of-syrian-president-assads-systematic-massacres diakses pada 26 September 2017 Joseph S. Nye, Jr, 2007,Understanding International Conflict : An Introduction to Theory and History, Hal. 185-186. Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam http://kbbi.web.id/senjata diakses pada 15 Juli 2017. Mark Mazzetti dan Ali Younes, 2016, C.I.A Arms for Syrian Rebels Supplied Black Market, Officials Say, New York Times, dalam https://www.nytimes.com/2016/06/27/world/middleeast/cia-arms-forsyrian-rebels-supplied-black-market-officials-say.html?mcubz=0 diakses pada 20 September 2017. Raymond Hinnebusch, 2014, Syria-Iraq Relation State Construction and Deconstruction and The MENA States System, dalam http://sam.gov.tr/wpcontent/uploads/2012/01/Raymond-Hinnebusch.pdf diakses pada 04 September 2017. Sinan Adnan dan Aaron Reese, 2014, Beyond The Islamic State : Iraq’s Sunni Insurgency, dalamhttp://www.understandingwar.org/sites/default/files/Sunni%20Insurge ncy%20in%20Iraq.pdf diakses pada 20 September 2017. Safeworld , Arms For Syria, dalam https://www.saferworld.org.uk/downloadfile.php?filepath=downloads/pubd ocs/Arms-to-Syria-briefing.pdf diakses pada 25 September 2017. Small Arms Survey, Security Assessment in North Africa, 2016, Syria’s Armed Opposition, dalam http://www.smallarmssurvey.org/fileadmin/docs/RSANA/SANA-Dispatch5-Syria-armed-opposition.pdf, diakses pada 10 September 2017 Small Arms Survey, Small Arms Survey 2015, dalam http://www.smallarmssurvey.org/fileadmin/docs/AYearbook/2015/eng/Small-Arms-Survey-2015-Chapter-04-EN.pdf diakses pada 07 November 2017. SIPRI Fact Sheet, Trends in World Military Expenditure 2015, dalam http://books.sipri.org/files/FS/SIPRIFS1604.pdf diakses pada 20 Maret 2017. Thomas Grove dan Erika Solomon, 2012, Russia Boosts Arms Sales to Syria Despite World Pressure dalam https://www.reuters.com/article/us-syriarussia-arms/russia-boosts-arms-sales-to-syria-despite-world-pressureidUSTRE81K13420120221 diakses pada 07 November 2017 Tom O‟Connor, 2017, U.S Military Set to Make $300 Million Deal to Arms Kurds Fighting ISIS in Iraq dalam http://www.newsweek.com/us-military-

89

million-arms-deal-kurds-fighting-isis-iraq-586904 diakses pada 11 November 2017 UCDP, dalam http://ucdp.uu.se/#country/652 diakses pada 28 September 2017 https://www.theguardian.com/world/2016/jul/27/weapons-flowing-easterneurope-middle-east-revealed-arms-trade-syria , diakses pada 20 September 2017 http://www.un-register.org/Background/Index.aspx diakses pada 15 Juli 2017. http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/07/160708_indonesia_tenta raas_senjata diakses pada 25 Juli 2017 http://edition.cnn.com/2017/04/07/world/syria-us-strike-worldreaction/index.html diakses pada 06 September 2017. https://www.sipri.org/databases/embargoes diakses pada 05 Oktober 2017. http://internasional.metrotvnews.com/dunia/nN9VqJ8b-pm-irak-minta-kurdibatalkan-hasil-referendum diakses pada 05 Oktober 2017. https://en.wikipedia.org/wiki/Peshmerga diakses pada 05 Oktober 2017. https://www.theguardian.com/world/2014/aug/11/us-arm-peshmerga-iraqkurdistan-isis diakses pada 06 Oktober 2017. https://www.hrw.org/world-report/2017/country-chapters/syria diakses pada 26 September 2017.

90

Related Documents


More Documents from "Natri Krisnawan II"

Pet_-_atl[1]
June 2020 22
Mini Turbina Eolica Casera
October 2019 61
La Eutanasia.txt
June 2020 19
Escursioni
May 2020 31