Skripsi Anca Bab I

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi Anca Bab I as PDF for free.

More details

  • Words: 2,304
  • Pages: 11
1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai suatu negara yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudera-samudera yang luas, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan juga diapit oleh dua benua yaitu Benua Australia dan Benua Asia. Wilayah laut NKRI diperkirakan, mencapai 5,8 juta km² atau kurang lebih 75 % dari total luas wilayah. Kawasan laut tersebut terdiri dari perairan laut wilayah (teritorial) 0,8 % juta km², perairan laut nusantara (kepulauan) 2,3 juta km², dan kawasan Zona Ekonomi Eksklusif 2,7 juta km². Posisi geografis Indonesia yang strategis, memiliki 3 (tiga) Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yaitu selat malaka, selat lombok, dan selat sunda. Wilayah perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman.1 Mengenai laut teritorial, pada tahun 1982 telah dilahirkan kesepakatan bersama baik oleh Negara pantai maupun tidak berpantai, bahwa lebar laut teritorial maksimal 12 mil laut. Kesepakatan yang dituangkan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea) tersebut telah diratifikasi oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea.Oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 tersebut, laut territorial (territorial sea) yang diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 32, dimana kekuasaan atas laut teritorial diperlukan untuk kepentingan keamanan negara pantai. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara pantai (coastal state) mempunyai kedaulatan atas laut territorial, perairan pedalaman (internal waters) dan perairan kepulauannya. Namun, kedaulatan di laut territorial dan perairan kepulauan tersebut dibatasi berlakunya oleh hak lintas damai (innocent passage).2

1

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perairan Indonesia, UU No.6 tahun 1996, LN No. 73 tahun 1996, TLN No. 3647.ps.3 K. Martono, Diktat Perkuliahan Hukum Internasional, (Jakarta, 1994), hal 93

2

2 Sebagai suatu negara kepulauan dan merupakan jalur pelayaran internasional terutama dari Eropa, Timur Tengah ke Pasifik atau sebaliknya, menyebabkan perairan Indonesia dan bagian lautan lainnya yang berada dalam yurisdiksi nasional Indonesia menjadi lalu lintas pelayaran yang cukup padat dan strategis. sejalan dengan ramainya lalu lintas pelayaran tersebut, kemungkinan terjadinya tindakan pelanggaran maupun tindak pidana di laut yang tidak dapat dihindari, baik di dalam perairan yurisdiksi, maupun di laut bebas yang berbatasan dengan Indonesia. Meningkatnya bentuk pelanggaran maupun tindak pidana di laut juga merupakan salah satu kendala yang dapat menghambat cita-cita pembangunan nasional. Sebagai negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum, diperlukan langkah-langkah yang tegas, tepat dan konsisten untuk tegaknya hukum dan keadilan, demi tercapainya keamanan dan ketertiban untuk mewujudkan kesejahteraan. Penegakan hukum berupa pencegahan maupun pemberantasan tindak pidana di laut, merupakan pemasalahan umum, baik bagi pemerintah maupun bagi warga masyarakat, oleh karena itu diperlukan berbagai langkah dan cara dari yang paling lunak hingga pada cara yang paling terkeras untuk mengatasi masalah ini sesuai dengan tingkat permasalahannya. Akan tetapi, di dalam praktek pengalaman yang membuktikan bahwa penindakan yang terlalu cepat dan kurang tepat sering mengakibatkan hambatan dalam mengungkap pelaku utama dalam tindak pidana tersebut. Begitu juga dengan praktek peradilan in absentia, yang juga belum merupakan obat mujarab dalam menurunkan tingkat pelanggaran maupun tindak pidana di laut pada umumnya. Untuk menghadapi permasalahan ini, maka sesuai amanat UU RI No.6 tahun 1996 tentang Perairan, pasal 24 ayat (3) : “ Apabila diperlukan, untuk pelaksanaan penegakan hukum, dapat dibentuk suatu Badan Kordinasi yang ditetapkan dengan Keppres”. Dari ketentuan tersebut maka dibentuklah suatu Badan Kordinasi yang dijelaskan lebih lanjut dalam Perpres No.81 Tahun 2005 Tanggal 29 Desember 2005 yaitu tentang Badan Kordinasi Keamanan Laut. Keberadaan Badan Kordinasi keamanan Laut selain diharapkan dapat berperan

3 dalam menanggulangi berbagai bentuk pelanggaran-pelanggaran maupun tindak pidana di laut pada umumnya, selain itu dengan keberadaan Badan Kordinasi ini merupakan jawaban atas belum adanya instansi yang merupakan National Security Committee, yang mana merupakan persyaratan bagi implementasi konvensi internasional ISPS Code (Solas Amandement 2002, Chapter XI-2). Pembentukan Badan Kordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA) bertujuan untuk memantapkan koordinasi antar aparat-aparat pemerintah yang terlibat dalam penegakan hukum di laut. dimana Badan Kordinasi Keamanan Laut bertanggung jawab terhadap masalah keamanan yang berhubungan dengan pelanggaran maupun tindak pidana yang terjadi dilaut seperti pembajakan, pencurian ikan oleh kapal asing, populasi pencemaran dan pelanggaran wilayah. Sebagai badan penegak kedulatan dan hukum ia berbeda dari TNI Angkatan Laut, bahwa yang tersebut belakangan ini berfungsi melakukan tugas pertahanan (terhadap serangan terbuka dari luar) sedangkan Badan Kordinasi Keamanan Laut adalah penegak keamanan dalam negeri sebagai fungsi pelaksanaan kedaulatan dan hukum yang terbatas pada gangguan keamanan dan ketertiban yang bukan merupakan serangan terbuka (oleh negara lain) dari luar.3 Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Bakorkamla menyelenggarakan fungsi mengkoordinasikan kegiatan dan pelaksanaan tugas di bidang operasi keamanan laut termasuk di dalamnya penindakan pelanggaran hukum. Rupanya koordinasi pelaksanaan kegiatan operasi militer keamanan laut secara terpadu termasuk di dalamnya penindakan pelanggaran hukum (penegakan hukum di laut). Pada hal secara khusus penegakan hukum di laut yang dilakukan oleh instansi sektoral (TNI-AL) telah berjalan dengan lama sesuai dengan kewenangannya berdasarkan aturannya. Namun, bagaimanapun juga pada akhirnya yang bertanggung jawab atas keamanan di laut adalah TNI Angkatan Laut, sehingga dalam hal tugas-tugas keamanan laut (KAMLA) yang dilakukan oleh satuan bukan TNI Angkatan Laut pun paling sedikitnya koordinasi harus ada pada TNI Angkatan Laut.

3

Mochtar Kusumaatmaja, Bunga Rampai Hukum Laut, (Bandung Bina Cipta, 1978), hal. 3

4 Kedaulatan (sovereignty) dan hak berdaulat (sovereignty right) Negara atas laut merupakan hak negara untuk melakukan pengaturan, pengawasan, perlindungan, dan pengolahan atas laut guna melindungi kepentingan nasional di laut. Oleh karena itu, agenda pengamanan laut Indonesia yang komprehensif dan terpadu merupakan suatu keharusan. Untuk dapat mewujudkan kondisi keamanan di laut, diperlukan adanya upaya penegakan kedaulatan negara dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia. Namun, pelaksanaan penegakan kedaulatan negara di wilayah perairan Indonesia tersebut belum diimplementasikan secara maksimal dan menyeluruh mengingat masih adanya beberapa hal yang perlu dibenahi secepat mungkin sehingga tidak akan berdampak kepada pelaksanaan penegakan kedaulatan negara di wilayah perairan Indonesia itu sendiri. Didasari atas timbulnya masalah tersebut maka penulis memandang perlu untuk mengadakan penulisan dalam sebuah skripsi yang berjudul “PERANAN BADAN KORDINASI KEAMANAN LAUT DAN HUBUNGANNYA DENGAN TNI ANGKATAN LAUT DALAM PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA DI LAUT”.

B. Indentifikasi Masalah 1. Pembatasan Masalah Adapun ruang lingkup dalam penulisan Skripsi ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai ketentuan-ketentuan hukum laut baik yang bersumber dari hukum nasional maupun hukum internasional yang berkaitan dengan pengaturan laut teritorial dan perairan. Dan terutama yang berkaitan dengan pengaturan pertahanan, keamanan negara dan keutuhan wilayah. hal ini dilakukan agar dalam pembahasan yang akan dibahas tidak melebar. 2. Perumusan Masalah a. Bagaimanakah peranan Badan Kordinasi Keamanan Laut dalam menjalankan penegakan kedaulatan dan hukum di laut ?

5 b. Bagaimanakah hubungan Badan Kordinasi Keamanan Laut dengan TNI Angkatan Laut dalam penanganan kasus tindak pidana di laut ? c. Bagaimanakah prosedur penyelesaian kasus tindak pidana laut di Indonesia ? d. Bagaimanakah pandangan hukum Islam mengenai pertahanan dan keamanan negara ? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan atas rumusan masalah-masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sejauh mana peranan Badan Kordinasi Keamanan Laut dalam menjalankan penegakan kedaulatan dan hukum di laut. 2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan Badan kordinasi Keamanan Laut dengan TNI Angkatan Laut dalam menangani kasus tindak pidana di laut. 3. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih dalam mengenai prosedur penyelesaian kasus tindak pidana laut. 4. Untuk mengetahui pandangan hukum islam dalam pengkajian mengenai pertahanan dan keamanan Negara. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran yang dapat menambah wawasan kita untuk memahami ketentuanketentuan hukum laut yang berkaitan dengan pelaksanaan penegakan kedaulatan dan hukum di laut baik yang bersumber dari hukum nasional maupun hukum internasional yang melibatkan peranan Badan Kordinasi Keamanan laut sebagai badan penegak kedaulatan dan hukum di laut serta hubungannya dengan TNI Angkatan Laut di dalamnya.

E. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Teoritis

6 Perairan Nasional (National waters) adalah yang berada di bawah kedaulatan nasional dan mencakup laut wilayah dan perairan pedalaman.4 Laut wilayah (territorial sea) merupakan : a. Bagian dari perairan nasional, berupa suatu jalur laut yang terletak sepanjang pantai dan ada disebelah luar (di sisi laut) dari garis pangkal dan yang dibatasi oleh batas luar (outer limit) laut wilayah. b. Bagian dari perairan nasional berupa suatu jalur laut disepanjang pantai yang terletak antara garis pangkal dan garis batas luar (outer limit) laut territorial.5 Kedaulatan menurut Jean Bodin merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara untuk menentukan hukum dalam Negara tersebut dan sifatnya tunggal, asli, abadi serta tidak dapat dibagi-bagi. Kebutuhan untuk memberikan dasar teoritis bagi klaim kedaulatan atas laut menimbulkan beberapa teori salah satunya adalah teori yang diajukan oleh JL Pontanus yang merupakan kompromi antara teori “mare clausum” (laut tertutup) dengan “mare liberium” (laut terbuka) dengan membagi laut dalam dua bagian yakni laut yang berdekatan dengan pantai (adjacent sea) yang dapat jatuh dibawah kepemilikan atau kedaulatan Negara pantai. Sedangkan di luar itu lautan bersifat bebas. Dengan teorinya itu Pontanus dianggap sebagai pencipta yang sebenarnya daripada konsepsi laut territorial yang kita kenal dalam hukum laut sekarang. Suatu Negara mempunyai kedaulatan yang penuh dalam perairan teritorialnya dan dapat menyelenggarakan serta menjalankan tindakantindakan seperlunya untuk menjamin antara lain : a. Pertahanan keselamatan Negara terhadap gangguan/serangan dari luar b. Pengawasan atas keluar-masuknya orang asing (imigrasi) c. Penyelenggaraan peraturan fiscal (bea & cukai) d. Pekerjaan di lapangan kesehatan (karantina) e. Kepentingan perikanan f. Pertambangan dan hasil-hasil alam lainnya 4

Mochtar Kusumaatmaja, Hukum Laut Internasional, (Bandung: Bina Cipta, 1986), hal. 317 Moctar Kusumaatmaja, Ibid., hal 317

5

7 Badan Kordinasi Keamanan Laut menurut Mochtar Kusumaatmaja merupakan penegak keamanan dalam negeri sebagai fungsi pelaksanaan kedaulatan dan hukum yang terbatas pada gangguan keamanan dan ketertiban yang bukan merupakan serangan terbuka (oleh negara lain) dari luar. Kedaulatan dalam wilayah perairan Indonesia salah satunya dilaksanakan oleh Badan Kordinasi Keamanan Laut sebagai fungsi keamanan laut (constabulary function), sedangkan fungsi utama sebagai komponen utama pertahanan laut dilaksanakan oleh TNI Angkatan Laut sebagai fungsi pertahanan laut (defense function). 2. Kerangka Konseptual Pemikiran tentang perlunya pengaturan kembali Badan Koordinasi Keamanan Laut sebagai penganti Badan yang telah dibentuk sebelumnya berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan/Pangab, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung No. Kep/B/45/XII/1972. SK. 901/M?1972. Kep. 779/M/1972. J.S.B/72/1. Kep. 085/J.A/12/1972. maka pada tahun 2003 melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Nomor Kep.05 / Menko / Polkam / 2 / 2003 maka dibentuk kelompok Kerja Perencanaan Pembangunan Keamanan dan Penegakan Hukum di Laut. Melalui serangkaian seminar dan rapat koordinasi lintas sektoral, maka pada tanggal 29 Desember 2005, maka ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut ( BAKORKAMLA ).6 Dasar hukum pelaksanaan pembentukan kelembagaan Bakorkamla berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (3) dan ketentuan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Nasional (LN RI Tahun 1996 No. 73, TLN RI No. 3647). Pasal 23 ayat (3) UU No. 6 Tahun 1996 Menentukan: "Apabila diperlukan, untuk meningkatkan pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan Perairan Indonesia sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibentuk suatu badan koordinasi 6

Keputusan Bersama Menhankam/Pangab, Menhub, Menkeu, Menkeh, Dan Jagung, psl.4

8 yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden".7 Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai karakter dari lembaga Bakorkamla dapat dilihat dari Bab II (Kedudukan, tugas, dan fungsi) Bakorkamla yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Peraturan Presiden No.81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut, sebass Laut, yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut Bakorkamla, adalah lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden". Pasal 3 Per Pres No. 81 Tahun 2005 Menentukan: "Bakorkamla mempunyai tugas mengkoordinasikan penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan operasi keamanan laut secara terpadu". Pasal 4 Per Pres No. 81 Tahun 2005 Menentukan: "Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bakorkamla menyelenggarakan fungsi" : a.Perumusan dan penetapan kebijakan umum di bidang keamanan laut; b.Koordinasi kegiatan dan pelaksanaan tugas di bidang keamanan laut yang meliputi kegiatan penja-gaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan peme-rintah di wilayah Perairan Indonesia; c.Pemberian dukungan teknis dan administrasi di bidang keamanan laut secara terpadu.8 Selanjutnya mengenai tugas pokok TNI AL yang telah dirumuskan secara tegas di dalam ketentuan Pasal 9 berikut Penjelasannya Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, sebagai berikut : a.melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan; b.menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yuridiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional 7

Republik Indonesia, Ibid.,psl. 23 Peraturan Presiden No. 81 tahun 2005 tenteng Badan Kordinasi Keamanan Laut, psl 4.

8

9 yang telah diratifikasi; c.melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah; d.melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut; e. melaksanakan pemberdayaan wilayah per-tahanan laut.9

F. Metodologi Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh dan mengumpulkan data yang selengkap-lengkapnya agar dapat mengemukakan hal yang sebenarnya. Oleh karena itu dalam penulisan ini digunakan metode penulisan sebagai berikut : 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Dalam Penelitian ini penulis memperoleh data secara melalui wawancara langsung dari pihak yang terkait yaitu dari Anggota Badan Kordinasi Keamanan Laut. 2. Penelitian Kepustakaan (library Research). Dalam mengumpulkan data, penulis memperoleh data tidak hanya mengacu pada penelitian lapangan saja, akan tetapi penulis juga memperoleh data yang berasal dari buku-buku, peraturan perundangundangan dan catatan kuliah.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk mendapatkan bahan-bahan dan data-data dalam penelitian ini agar menjadi lengkap, maka kami melakukan pengumpulan data dari berbagai perpustakaan, lembaga-lembaga yang terkait dengan objek penelitian yang berlokasi di Jakarta, serta waktu yang diperlukan untuk penulisan ini serta menyusun penelitian ini memerlukan waktu selama 4 bulan.

9

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Tentara Nasional Indonesia, UU No.34 tahun 2004.psl 9

10

DAFTAR PUSTAKA Martono, K. Diktat Perkuliahan Hukum Internasional, Jakarta, 1994. Kusumaatmaja, Mochtar, Bunga Rampai Hukum Laut, Bandung: Bina Cipta, 1978 Kusumaatmaja, Mochtar, Hukum Laut Internasional, Bandung: Bina Cipta. 1986 -------, Undang-Undang Tentang Perairan Indonesia. UU No.6 tahun 1996 LN No.73 tahun 1996. TLN No.3647

11 -------, Undang-Undang Tentang Tentara Nasional Indonesia, UU No.34 tahun 2004 -------, Peraturan Presiden Tentang Badan Kordinasi Keamanan Laut, Per-Pres No.81 tahun 2005

Related Documents

Skripsi Anca Bab I
May 2020 22
Cover Skripsi Anca
May 2020 15
Skripsi Dedi Bab I
June 2020 31
Bab I Skripsi
December 2019 40
Skripsi-bab I
May 2020 26
Skripsi Bab I
October 2019 19