LAPORAN INDIVIDU SISTEM REPRODUKSI
Modul I “KEPUTIHAN”
OLEH :
SYUKRI LA RANTI C111 07 180 KELOMPOK B-5
Dosen Tutor : ...........
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009 KEPUTIHAN
Skenario Nona Ita, 22 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan keputihan yang berbau amis. Saat ini Nona Ita sedang menghadapi ujian akhir.
Kata Sulit Keputihan adalah: 1. Keluarnya cairan dari organ genitalia (wanita) yang tidak berupa darah. 2. Keluarnya cairan berwarna putih kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental dan kadang – kadang berbusa. Merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid pada wanita tertentu 3. Sejumlah kecil cairan jernih yang berisi sel – sel mati melalui vagina, labia, dan vulva 4. Normal tidak berbau
Kata Kunci •
Nona, Perempuan, 22 tahun
•
Keputihan berbau amis
•
Menghadapi ujian akhir
Pertanyaan 1. Bagian tubuh apakah yang berkaitan dengan gejala pasien? Dan bagaimana
fisiologinya? 2. Apa saja faktor – faktor predisposisi yang dapat menyebabkan keputihan patologis?
3. Apa saja yang menjadi etiologi keputihan yang patologis? 4. Bagaimana patofisiologi keputihan hingga berbau amis? 5. Apakah ada hubungan antara faktor psikologi dengan keputihan? 6. Apa saja anamnesis tambahan yang dibutuhkan? 7. Apa pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosis?
8. Apa saja yang menjadi diferensial diagnosis pada pasien ini?
Jawaban
(1)Keluhan yang dialami oleh pasien erat kaitannya dengan sekret yang sekret lendir yang
dihasilkan oleh organ vagina dan cervix uterus. Adapun anatomi dan fisiologinya adalah sebagai berikut:
Gambar 1: Anatomi Vagina dan Uterus Vagina Secara anatomis vagina memiliki 3 lapisan yakni lapisan mukosa, muskularis dan adventisia. Mukosa pada vagina berikatan kuat dengan lapisan muskularis. Di lapisan epithelial mukosa terdapat 2 lipatan utama longitudinal. Salah satunya di anterior sedangkan sisanya di posterior. Masing – masing lipatan ini membentuk lipatan – lipatan yang lebih kecil yang meluas secara transversal pada vagina dengan kedalaman lipatan yang berbeda – beda. Lipatan – liptaan ini berkembang baik ketika seorang wanita belum pernah melahirkan. Secara histologis, epitel yang terdapat pada vagina adalah epitel squamosa tidak bertanduk. Setelah masa pubertas, epitel pada vagina mengalami penebalan dan kaya akan glikogen. Tidak seperti mamalia lain, epitel vagina pada manusia tidak mengalami perubahan secara signifikan selama siklus menstruasi. Tapi yang mengalami perubahan hanyalah kadar glikogen yang meningkat pada masa setelah ovulasi dan berkurang pada saat akhir masa siklus. Produksi glikogen pada epitel vagina dipengaruhi oleh estrogen. Hormon ini menstimulasi epitel vagina sehingga dapat memproduksi dan menyimpan glikogen dalam jumlah yang besar, yang kemudian dilepaskan pada lumen vagina untuk membasahi daerah sekitarnya. Secara alami, flora normal vagina akan memetabolisme glikogen membentuk asam laktat yang bertanggung jawab dalam merendahkan suasana pH vagina, terutama saat pertengahan siklus menstruasi. Suasana asa ini sangat berperan dalam mencegah invasi bakteri patologis.
Cervix Uterus
Cervix uterus merupakan bagian yang menghubungkan vagina dengan tuba tuerina melalui os external canalis cervicalis yang dilapisi oleh membran mucosa yang disebut endocervix. Bagian ini mengandung mucus yang disekresikan oleh kelenjar tubular yang dilapisi oleh epitel kolumner dan dipenuhi oleh sel silia. Aktivitas sekresi kelenjar pada endocervix diregulasi oleh estrogen dan mencapai jumlah maximal pada masa ovulasi. Fungsi sekret endocervicalis adalah memberi lubrikasi selama hubungan seksual terjadi dan berperan sebagai sawar yang melindungi dari invasi bakteri. Selama ovulasi, mukus pada cervix menjadi lebih encer, berair dan pHnya lebih alkali dibanding sebelumnya, kondisi ini dibuat sedemikian rupa agar dapat mendukung migrasi sperma. Selain itu terjadi pula peningkatan jumlah ion dalam mukus sehingga terbentuk kristal – kristal yang menyerupai pakis. Secara klinis, hal ini dapat digunakan sebagai pendeteksi saat yang tepat untuk melakukan fertilisasi.Setelah masa ovulasi, mukus cervix menjadi lebih kental dan asam. Ada sejumlah flora normal pada vagina dan cervix, namun yang paling sering ditemui adalah Lactobacillus acidophilus. Bakteri ini mampu memproduksi asam laktat dengan jalan memecahkan glikogen yang berasal dari sekret vagina dan cervix. Asam laktat ini membentuk semacam lapisan asam (pH 3,0), yang dapat mencegah proliferasi bakteri patologis. Jadi secara umum, keputihan merupakan hal yang fisiologis. Namun kondisinya dapat berubah menjadi patologis ketika jumlah bakteri yang menginvasi traktus genitalia meningkat ataupun karena penurunan daya tahan tubuh pejamu.1, 2
(2)Hal – hal yang dapat mengantarkan keputihan pada keadaan patologis antara lain:
a. peningkatan produksi mucus cervix b. pencucian vagina c. pemakaian antibiotik d. hubungan seksual e. perubahan hormon saat hamil dan menstruasi.3
Faktor – faktor predisposisi di atas dapat merubah lingkungan genitalia yang mulanya asam menjadi lebih alkali sehingga memicu pertumbuhan bakteri - bakteri yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh.
(3)Adapun hal – hal yang menjadi penyebab utama timbulnya keputihan yang patologis
adalah sebagai berikut:4 a. Jamur Keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur Candida albicans umumnya dipicu oleh faktor dari dalam maupun luar tubuh seperti : Kehamilan Obesitas / kegemukan Pemakaian pil KB Obat-obatan tertentu seperti steroid, antibiotik Riwayat diabetes / penyakit kencing manis Daya tahan tubuh rendah Iklim, panas, kelembaban Sekret yang keluar biasanya berwarna putih kekuningan, seperti kepala susu (cottage cheese), berbau khas dan menyebabkan rasa gatal yang hebat pada daerah intim-vulva dan sekitarnya sehingga disebut vulvovaginitis. Rasa gatal sering merupakan keluhan yang dominan dirasakan. b. Bakteri Pada vagina terdapat flora normal yang terdiri dari bakteri ”baik” yang berfungsi dalam keseimbangan ekosistem sekaligus menjaga keasaman / pH yang normal serta beberapa bakteri lain dalam jumlah kecil seperti Gardnerella vaginalis , mobiluncus, bacteroides dan Mycoplasma hominis.
Beberapa keadaan seperti kehamilan, penggunaan spiral / IUD (intra uterine device), hubungan seksual, promiskuitas dapat memicu ketidakseimbangan flora normal vagina dimana pertumbuhan bakteri ”jahat” menjadi berlebihan. Keputihan yang disebabkan oleh bakteri Gardnerella dsb disebut sebagai bacterial vaginosis / BV. Sebanyak 50% dari wanita dengan bacterial vaginosis bersifat asimtomatik yaitu tidak memberikan gejala yang berarti. Keputihan biasanya encer, berwarna putih keabu-abuan dan berbau amis (fishy odor). Bau tercium lebih menusuk setelah melakukan hubungan seksual dan menyebabkan darah menstruasi berbau tidak enak. Jika ditemukan iritasi daerah vagina seperti gatal biasanya bersifat lebih ringan daripada keputihan yang disebabkan oleh Candida albicans atau Trichomonas vaginalis.
c. Parasit Infeksi parasit Trichomonas vaginalis termasuk dalam golongan penyakit menular seksual (PMS) karena penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual namun juga dapat melalui kontak dengan perlengkapan mandi, bibir kloset yang telah terkontaminasi. Keputihan berupa sekret berwarna kuning-hijau, kental, berbusa dan berbau tidak enak (malodorous). Kadang keputihan yang terjadi menimbulkan rasa gatal dan iritasi pada daerah intim.
(4)Patofisologi timbulnya bau amis pada keputihan awalnya didahului oleh pertumbuhan
mikroorganisme anaerobik yang berlebihan disertai produksi enzim proteolitik yang berperan dalam pelepasan produk biologik seperti poliamina. Produksi zat ini menyebabkan transudasi cairan vagina dan eksfoliasi sel epitel yg menyebabkan sekret vagina. Bau amis pada keputihan berasal dari poliamina.
(5)Hubungan antara faktor psikologi dengan keputihan berkaitan erat dengan persoalan
hormonal. Saat stres terjadi, hormon estrogen mengalami peningkatan produksi sehingga menstimulasi epitel vagina dan serviks menghasilkan glikogen lebih banyak dari jumlah
normal. Selain itu saat stres terjadi, daya tahan tubuh mengalami penurunan sehingga ikut menambah kerentanan seseorang terserang invasi bakteri.
(6) Beberapa anamnesis tambahan yang dapat diberikan pada pasien ini untuk dapat menegakkan diagnosis antara lain: a. Onset: untuk mengetahui sejak kapan gejala seperti ini dialami dan apakah ini
merupakan gejala berulang atau pertama kalinya. b. Warna dan konsistensi: hal ini sangat penting ditanyakan sebab warna sekret dan
konsistensi dapat menjadi petunjuk patogen penyebab timbulnya gejala. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan sekret vagina. c. Gejala lain: Keputihan patologis biasanya selain ditandai bau amis, ada juga
sejumlah gejala lain yang menyertai seperti rasa gatal pada daerah trigonum genitalia. Gejala lain yang perlu ditanyakan adalah ada tidaknya rasa panas pada saat buang air kecil dan nyeri abdomen. Hal ini untuk memastikan apakah penyebaran penyakit telah mencapai organ urinarius atau viseral. Selain itu perlu juga ditanyakan apakah pada sekret vagina terdapat nanah ataupun darah. d. Siklus haid: pada umumnya sekret vagina mengalami peningkatan pada saat ovulasi
dan akhir masa menstruasi sehingga penting ditanyakan pada pasien apakah saat ini dia sedang haid atau tidak, dan apakah siklus haidnya teratur. e. Aktivitas seksual: pertanyaan yang menyangkut hal ini cukup sensitif namun harus ditanyakan karena banyak penyakit kelamin menular melalui aktivitas seksual yang tidak sehat. f.
Perilaku menjaga kebersihan organ genitalia: sangat penting menanyakan perilaku higienitas pasien sebab salah satu faktor yang dapat memicu meningkatnya penyakit kelamin adalah ketidaktepatan saat membersihkan organ genitalia.
g. Riwayat penyakit sebelumnya dan penggunaan obat antibiotik
(7)Pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis antara lain:
a. Pemeriksaan apusan vagina, urethral dan cervix
o Melakukan pewarnaan Gram o Pemeriksaan whiff test dengan menggunakan larutan KOH 10%
o Dan kultur bakteri b. Pemeriksaan darah untuk mengetahui ada tidaknya sepsis Pemeriksaan di atas hanyalah pemeriksaan yang sifatnya umum untuk mendeteksi abnormalitas jumlah bakteri patogen.4
(8) Jika kita mengambil keputihan sebagai titik tolak untuk melakukan diagnosis maka kemungkinan besar, pasien dalam kasus ini mengalami salah satu dari beberapa keadaan di bawah ini, yakni:
a. Vaginosis bacterial
Etiologi5 Penyakit ini disebabkan oleh gardnerella vaginalis. Patofisiologi Patogenesisnya masih belum jelas. G.vaginalis tergolong flora normal dalam vagina melekat pada dinding. Beberapa peneliti menyatakan terdapat hubungan yang erat antara g.vaginalis dengan bakteri anaerob pada pathogenesis penyakit vaginosis bakterial.
Gejala klinis5,6 Pada wanita dengan vb, keluhan berupa adanya duh tubuh vagina ringan, melekat pada dinding vagina, dan berbau amis. Bau lebih menusuk setelah senggama dan darah menstruasi berbau abnormal. Dapat timbul rasa gatal dan terbakar akibat iritasi pada vagina dan sekitarnya, serta kemerahan dan edema pada vulva. Terdapat 50% kasus bersifat asimtomatik. Pada pemeriksaan terlihat du tubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen, viskositas rendah atau normal, berbau dan jarang berbusa. Gejala peradangan umum tidak ada. Duh tubuh melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan yang difus, ph secret vagina berkisar antara 4,5-5,5.
b. Trikomoniasis4,7
Trikomoniasis disebabkan oleh protozoa parasitik Tichomonas vaginalis. Trikomonad Trichomonas vaginalis adalah organisme oval berflagella yang berukuran setara dengan sebuah leukosit. Organisme terdorong oleh gerakan – gerakan acak berkedut dari flagelanya. Trikomonad mengikat dan akhirnya mematikan sel – sel pejamu, memicu repon imun humoral dan seluler yang tidak bersifat protektif terhadap infeksi berikutnya. Agar dapat bertahan hidup, trikomonad harus berkontak langsung dengan eritrosit, dan hal ini dapat
menjelaskan mengapa perempuan lebih rentan terhadap infeksi dari pada laki – laki. Trichomonas vaginalis tumbuh paling subur pada pH antara 4,9 dan 7,5; dengan demikian, keadaan – keadaan yang meningkatkan pH vaagina misalnya haid, kehamilan, pemakaian kotrasepsi oral, dan tindakan sering mencuci vagina merupakan predisposisi timbulnya trikomoniasis. Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi dapat mengalami infeksi T. vaginalis. Bayi perempuan rentan karena pengaruh hormon ibu pada epitel vagina bayi. Dalam beberapa minggu, seiring dengan termobilisasinya hormon - hormon ibu, epitel vagina bayi menjadi resisten terhadap T.vaginalis, dan infeksi sembuh bahkan tanpa pengobatan. Diperkirakan bahwa terdapat 5 juta kasus infeksi T.vaginalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Infeksi T.vaginalis ditularkan hampir secara eksklusif melalui hubungan kelamin. Walaupun trikomonad diketahui dapat bertahan hidup sampai 45 menit pada fomite, namun cara penularan melalui fomite ini sangat jarang terjadi. Resiko terinfeksi T.vaginalis, meningkat seiring dengan jumlah pasangan seks dan lama aktivitas seksual. Gejala dan Tanda Gejala trikomoniasis biasanya muncul 5 sampai 28 hari setelah inokulasi pada perempuan dan 1 hari pada laki – laki. T.vaginalis menyebabkan infeksi simptomatik pada 20% hingga 50% perempuan. Gejala tersering pada perempuan adalah sekret vagina kuninghijau berbusa yang mungkin banyak dan berbau tidak sedap,pruritus perineum, perdarahan pasca coitus, dan dispareunia. Pemeriksaan panggul ditandai oleh sekret, peradangan mencolok pada epitel vagina, dan ptekie serviks, yang sering disebut sebagai strawberry cervix. Apabila tidak diobati, maka gejala dapat mereda tetapi infeksi menetap secara subklinis. Sebagian besar laki – laki pasangan seksual dari perempuan yang terinfeksi oleh T.vaginalis akan memiliki organisme ini di uretra mereka. Laki – laki lebih besar kemungkinannya memperlihatkan gejala segera setelah inokulasi berupa uretritis ringan sampai berat yang ditandai oleh sekret, disuria, sering berkemih. Gejala pada lelaki lebih transien, mungkin karena adanya zat – zat antitrikomoniasis disekresi di prostat yang bersifat protektif. Tidak terdapat bukti adanya penyulit yang berat atau sekuele jangka panjang akibat infeksi T.vaginalis yang tidak diobati. Pemeriksaan Diagnostik Pada perempuan, meningkatnya pH vagina, adanya bau amina, dan sekret vagina hijau-kuning yang berbusa merupakan indikasi kuat infeksi T.vaginalis. Namun, diagnosis
yang hanya didasarkan pada gejala kurang dapat diandalkan karena beragamnya gejala dan adanya infeksi asimtomatik. Pada laki – laki, gejala tidak banyak berbeda dari uretritis yang disebabkan oleh organisme lain. Pemeriksaan trikomonad dalam sediaan basah saline pada pemeriksaan mikroskopik sekret dapat menegakkan diagnosis tapi tidak dapat menyingkirkan diagnosis. Demikian juga, T.vaginalis yang terdeteksi pada Pap smear tidak dapat diandalkan karena tingginya angka positif-palsu dan negatif-palsu. pH vagina pada infeksi T.vaginalis mengalami peningkatan, tapi whiff test memberikan hasil negatif. Pada pemeriksaan sediaan basah dapat ditemukan jumlah sel PMN yang meningkat dan protozoa motil yang ukurannya sama dengan sel PMN, gambarn seperti ini ditemukan pada 2/3 kasus. Biakan adalah baku emas untuk diagnosis; namun terapi biasanya sudah dapat diberikan hanya berdasarkan gejala klinis. Terapi Metronidazol per oral sangat efektif untuk mengeradikasi T.vaginalis dari semua bagian tubuh dan di Amerika Serikat merupakan satu – satunya obat oral yang tersedia untuk terapi trikomoniasis. Perempuan hamil dapat diterapi dengan metronidazol dosis tunggal. Semua pasangan seksual harus diterapi sebelum mereka kembali melakukan hubungan kelamin. Infeksi vagina yang disebabkan oleh T.vaginalis sudah sangat jarang, kemungkinan karena banyaknya penggunaan metronidazole oleh populasi yang secara seksual aktif untuk mengobati vaginosis bakterial.
c. Candida albican3
Candida albicans adalah spesies candida yang secara normal ditemukan di mulut, tenggorokan, usus, dan kulit laki – laki dan perempuan sehat dan sering dijumpai di vagina perempuan asimtomatik. C. albicans adalah spesies penyebab pada lebih dari 80% kasus infeksi kandida pada genitalia. Pertumbuhan berlebihan C. albicans adalah penyebab tersering vaginitis dan vulvoginitis. C. glabrata dan C. tropicalis adalah dua spesies lain yang menyebabkan vulvovaginitis. Sampai 75% perempuan dapat mengalami pa ling tidak satu kali kandiasis vulvovaginal seumur hidup mereka., dan 40% sampai 45% akan mengalami infeksi berulang (CDC, 1998). Secara ketat, kandidiasis tidak dianggap di tularkan secara
seksual, namun, C. Albicans dapat dibiak dari penis 20% laki – laki pasangan perempuan yang mengidap vulvovaginitis kandida rekuren (Sobel, 1999). Infeksi simtomatik timbul apabila terjadi perubahan pada resistensi penjamu atau flora bakteri local. Faktor predisposisi pada perempuan adalah kehamilan, haid, diabetes milletus, pemakaian kontrsepsi, dan terapi antibiotik. Baju dalam yang ketat, konstriktif, dan sintetik sehingga menimbulkan lingkungan hangat yang lebab untuk klonisasi diperkirakan berperan dalam infeksi rekuren. Pada sebagian perempuan, reaksi hipersentivitas terhadap produk – produk misalnya pencuci vagina (douche), semprotan deodorant, dan kertas toilet berpewangi dan berwarna mungkin ikut berperan minimbulkan klonisasi (Faro, 1997). Perempuan umumnya mengalami infeksi akibat salah satu predisposisi di atas yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan organisme. Pada kedua jenis kelamin, penyakit penekan imun dan obat imunosupresif sangat meningkatkan resiko pertumbuhan berlebihan koloni disemua bagian tubuh yang mangandung kandida. Individu yang mengalami kandidiasis yang persisten dan membandel harus diperiksa untuk kemungkinan infeksi HIV. Gejala dan Tanda Pada perempuan, gejala paling mencolok pada vulvovaginitis ragi ini adalah pruritus dan iritasi hebat pada vulva dan vagina. Dapat timbul edema, eritema, dan visura pada vulva, disertai disuria akibat meradangnya jaringan ( disuria eksternal). Sering terdapa secret vagina seperti “keju lembut” atau dadih. Pemeriksaan dalam memperlihatkan vagina yang kering dan plak – plak pituh yang lekat. Pemeriksaan Diagnostik Anamnesis disertai temuan klinis dan pemeriksaan mikroskopik sudah memedai untuk menegakkan diagnosis kandidiasis pada sebagian besar pasien. Pemeriksaan mikroskopis sekret vagina dengan larutan KOH 10% akan emperlihatkan hifa bercabang dan pembentukan tunas (budding) khas kandidiasis. Pemeriksaan ini bersifat diagnostik pada 65 % sampai 85% perempuan simtomatik (Sobel. 1999). Selama infeksi kandida, vagina mempertahankan pH normal 4.0 sampai 4,5. pada perempuan simtomatik, dan pada semua perempuan dengan kandidas rekuren, harus dilakukan biakan vagina apabila hasil pemeriksaan mikroskopik negatif. Namun, hasil biakan yang positif pada perempuan asimtomatik seyogyanya tidak menyebabkan pembarian terapi karena C. Albicans adalah flora komensal di vagina sebagaian besar perempuan.
Terapi Kandidiasis genital dapat diterpi secara topikal atau oral. Obat golongan azol efektif pada pada 80% sampai 90% pasien yang menyelesaikan terapi. Infeksi rekuren dapat diteapi dengan kombinasi preparat topikal dan oral. Kandidiasis vulvovagina rekuren didefinisikan sebagai empat kali atau lebih infeksi simtomatik dalam satu tahun. Terapi untuk laki – laki pasangan perempuan yang mengidap infeksi rekuren terbukti tidak mengurangi kekambuhan infeksi. Pemberian yogurth oral setiap hari dan hiposentisisasi dwngan preparat –preparat anti gen C. Albicans dilaporkan berhasil pada sebagian pasien perempuan.
Sintesis Masalah Fluor Albus bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dan merupakan gejala yang paling sering kita jumpai dalam ginekologi. Yang dinamakan fluor albus adalah cairan yang keluar dari vagina yang bersifat berlebihan dan bukan merupakan darah. Secara normal selalu seorang wanita mengeluarkan cairan dari alat kemaluannya yang bersal dari : • Transudat dinding vagiana • Lendir cervix • Lendir kelenjar – kelenjar Bartholini dan Skene. Fluor albus dapat disebabkan karena : • Infeksi yang biasanya menimbulkan fluor yang berwarna kuning atau hijau. • Bertambahnya sekret yang normal, sifat jernih. Cairan tersebut diatas disebut luar biasa kalau: • Menimbulkan bercak – bercak pada celana (berwarna kuning atau hijau) • Berbau • Menyebabkan keluhan – keluhan seperti perasaan gatal dan panas pada vulva. Asal Fluor:
1. Vulva: sekret dalam ulva dihasilkan oleh kelenjar – kelenjar Bartholini dan skene. Sekret ini bertambah pada perangsangan, misalnya sewaktu coitus. Kelenjar – kelenjar tersebut di atas meradang misalnya karenainfeksi dengan gonococcus, maka sekret berubah menjadi fluor. 2. Vagina: vagina tidak mempunyai kelenjar dan dibasahi oleh cairan transudat dan oleh
lendir dari cervix. PH dalam vagina ± 5 (lima) disebabkan kegiatan basil Dőderlein yang mengubah glycogen yang terdapat dalam epitel vagina menjadi acidum lacticum. Dalam kehamilan cairan vagina bertambah secara fisiologis. 3. Cervix: sekret cervix yang normal bersifat jernih, liat dan alkalis. Sekret ini
dipengaruhi hormon – hormon ovarium baik kwantitas maupun kwalitasnya. Sekret bertambah juga pada infeksi (cervicitis) yang dipermudah kejadiannya oleh robekan cervix dan tumor cervix. 4. Corpus uteri: hanya menghasilkan sekret pada fase post ovulatoar. Sekret bertambah pada endemotritis akut, kalau ada sisa placenta, polyp, myoma, submucosa dan carcinoma. 5. Tuba: walaupun jarang mengeluarkan flour albus, kadang – kadang terjadi pada hydrosalpinx profluens. Sebab – sebab flour albus: • Konstitusionil: pada keadaan astheni, anaemia, nephritis kronis dan pada bendungan umum. (decompensatio cordis, cirrhosis hepatis) • Kelainan endokrin seperti pada fuctional bleending (kadar oestrogen tinggi), pada kehamilan (kerena hydraemia dan pengaruh endoktrin) • Infeksi: a) Vulvis – vulvovaginitis. b) Vaginitis (Klopitis) c) Cervicitis d) Endometritis e) Salpingitis. Vulvitis: Disebabkan oleh: Kuman – kuman: streptococcus, staphylococcus, haemophilus vaginalis, bacil tbc, bacil coli.
Protozo: trichomonas vaginalis Fungus: monilia Cacing: oxyuris (pada anak) Vaginitis: vagina pada wanita dewasa agak resistent terhadap infeksi yang
ditimbulkan oleh : Bacil Dőderlein Micrococcus catarrhalis Bacil coli. Kemungkinan infeksi lebih besar pada anak dan wanita dalam monopouse (vaginitis senilis). Cervicitis: oleh gonococcus, staphylococ da streptococ.
Endometritis: terutama terjadi kalau ada sisa placenta atau neoplasma. Salpingitis: gonococ, streptococ, staphylococ, bac tbc. Sebab – sebab lain seperti: Corpus allienum: Pessarium Rambut kemaluan Rambut wol Kain atau kapas
Alat – alat atau obat – obat obat kontrasepsi. Fistula (fistula vasicovasginalis, fistula rectovaginalis) Diagnosis Diagnosis sebab fluor albus dapat dicari dengan memperoleh Anamnesa: apakah ada faktor gonorrhoe. Keadaan umum Pemerikasaan dalam Pemerikasaan mikrobiologis dan bakteriologis. Cairan yang seperti susu biasanya berasal dari vagina
Cairan yang liat mucopurulent berasal dari cervix. Cairan yang purulent biasanya biasanya disebabkan gonococcus. Zat seperti keju oleh monilia, biasanya disertai gatal yang sangat. Cairan yang jernih terdapat pada astheni. Fluor bercampur darah terdapat pada malignitas, endometritis senilis. Fluor albus pada anak biasanya disebabkan oleh: a) Gonococcus b) Corpus allienum c) Oxyuris Fluor albus pada pubertas dapat disebabkan : a) Astheni b) Rangsang seksuil (onani) Fluor pada orang tua : pada kolpitis dan endometritis senilis, carcinoma. Komplikasi Komplikasi fluor albus ialah pruritus, eczema dan condylomata acuminata sekitar vulva. Terapi Tergantung dari etiologi.
Kesimpulan Nona Ita dalam kasus ini menderita suatu keadaan yang disebut keputihan. Karena kurangnya informasi yang diberikan dalam rekam medisnya, maka untuk menegakkan diagnosis diperlukan anamnesis, pemfis dan pemeriksaan penunjang yang lebih banyak lagi. Mengingat keputihan dapat disebabkan banyak hal, maka penanganan yang benar akan mengurangi resiko timbulnya gejala berulang dan eradikasi patogen menjadi lebih baik. Keputihan sangat mengganggu aktivitas penderitanya sehingga pendeteksian dini dan upaya pencegahan sangat penting dilakukan.
Daftar Pustaka 1. Kierszenbaum. Vagina. Histology and Cell Biology. Mosby; 2004 2. Gartner & Hiatt. Vagina. Textbook Histology. Saunders; 2004 3. Sylvia A. Price dkk. Patofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakit: penyakit: alih
bahasa:Brahm U.Pendit…[et,al.]; editor bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto,..[et.al.]edisi 6-Jakarta:EGC 4. Goldman & Ausiello. Lower Genital Tract Infections in Women: Cecil Textbook of
Medicine. 22nd Ed. USA. Saunders; 2004; 1916 5. Arif Mansjoer dkk. Vaginosis Bakterial: Kapita Selekta Kedokteran Jil. 2 Ed. 3. Jakarta.
Media Aesculapius; 2007;149 6. Adhi Juanda ed. Dkk. Vaginosis Bakterial: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 5.
Jakarta. UI Press; 2007; 386 7. Jawetz, Melnick, & Adelbergs. Vaginosis Bacterial, Trichomonas: Medical Microbiology
Ed. 22nd. USA. McGraw-Hill; 2002; 272, 563