MAKALAH KUALITATIF “Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran” Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah “Metode Penelitian Sastra”
Oleh: Siti Asiyah
(A91215136)
Dosen Pengampu: Dr. Asep Abbas Abdullah, M.Pd.
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB JURUSAN BAHASA DAN SASTRA FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2018
i
ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Berkat Rahmat, Taufiq, serta Inayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran” dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Metode Penelitian Sastra. Tidak lupa pula, ucapan terima kasih untuk bapak Dr. Asep Abbas Abdullah, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah sosiologi sastra yang selalu membimbing tanpa lelah. Serta pihak-pihak yang telah membantu baik berupa materi maupun pikirannya dalam menyelesaikan makalah ini. Dengan disusunnya makalah ini, semoga dapat memberikan dan menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi pembaca. Terlepas dari semua itu, saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, saya menerima semua saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.
Surabaya, 13 Juni 2018
Peneliti
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii BAB I .................................................................................................................................... PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1.1
Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4
Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4
1.5
Sistematika Penulisan ....................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................. LANDASAN TEORI .......................................................................................................... 2.1
Biografi Pengarang ........................................................................................... 6
2.2
Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 8
2.3
Konsep-konsep ................................................................................................ 11
2.3.1
Nilai Moral ............................................................................................... 11
2.3.2
Novel Sebagai Jenis Kesusasteraan ....................................................... 13
2.3.3
Unsur-unsur Pembangun Fiksi .............................................................. 15
2.3.4
Nilai Moral dalam Karya Sastra ........................................................... 22
2.3.5
Teknik Penyampaian Nilai Moral ......................................................... 24
2.3.6
Jenis dan Wujud Nilai Moral ................................................................. 26
BAB III................................................................................................................................. METODE PENELITIAN ................................................................................................... 3.1
Jenis Penelitian ................................................................................................ 28
3.2
Data dan Sumber Data ................................................................................... 28
3.3
Langkah-langkah Penelitian .......................................................................... 28
BAB IV ................................................................................................................................. ANALISIS............................................................................................................................ 4.1 Wujud dan Makna Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran .............................................................................................................. 31 4.1.1
Hubungan Manusia dengan Tuhan ....................................................... 31
4.1.2
Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri .............................................. 36
4.1.3
Hubungan Manusia dengan Sesama Manusia dan Lingkungan ........ 38
iii
4.2 Teknik Penyampaian Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran .............................................................................................................. 43 4.2.1
Teknik Penyampaian Langsung ............................................................ 43
4.2.2
Teknik Penyampaian Tidak Langsung ................................................. 47
BAB V .................................................................................................................................. KESIMPULAN ............................................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 52 LAMPIRAN..................................................................................................................... 53
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan media untuk mnegungkapkan pikiranpikiran
pengarang,
karya
sastra
bersifat
imajinatif,
estetik
dan
menyenangkan pembaca. Karya sastra memiliki manfaat bagi pembacanya. Menurut Horace fungsi karya sastra adalah dulce dan utile, yang berarti indah dan berguna. Keindahan dalam karya sastrra dapat menyenangkan pembaca, maksudnya yakni mampu memberikan hiburan bagi penikmatnya, baik dari segi bahasanya, cara penyajiannya, jalan ceritanya, persoalannya atau sebagainya. Berguna dalam arti karya sastra dapat diambil manfaat, baik sebagai sebuah pengetahuan, ataupun nilai-nilai yang diajarkan di dalamnya, baik nilai sosial ataupun nilai moral.1 Melalui karya sastra seringkali diketahui keadaan, cuplikancuplikan kehidupan masyarakat, seperti dialami, dicermati, ditangkap, direkam, dan direka oleh pengarang. Sastra dan masyarakat memiliki hubungan yang erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan satra sering bermula
dari
persoalan
dan
permasalahan
pada
manusia
serta
lingkungannya. Karena, memang pada dasarnya sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa, yang ‘menyajikan kehidupan’, dan ‘kehidupan’ juga ‘meniru’ alam dan dunia subjektif manusia. Sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi.2 Karya sastra tidak hanya berupa puisi, melainkan juga bisa berupa dongeng, fable, cerpen, bahkan juga novel. Novel (Inggris: novel) merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan, dalam pekembangannya yang kemudian novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi seperti dikemukakan di atas, yakni
1
Renne Wellek dan Austin Werren, Teori Kesusasteraan, Terj. Melani Budianta, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016), hlm. 23. 2 Ibid, hlm. 98.
1
merupakan karya yang berbentuk naratif atau lebih disebut dengan teks naratif, juga berlaku untuk novel. 3 Setiap karya sastra, khususnya novel, pasti memiliki unsur-unsur di dalamnya, baik itu unsur intrisik juga unsur ekstrinsik. Dalam unsur instrinsik biasanya memuat tema, tokoh dan penokohan, watak, latar, serta konflik. Sedang dalam unsur ekstrinsik biasanya memuat nilai-nilai social, budaya, agama, dan moral. Nilai moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan
hidup
pengarang
yang
bersangkutan,
pandangannya
tentang
nilai-nilai
pengarang
yang
bersangkutan,
pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Jdi, pada intinya moral merupakan representasi ideology pengarang.4 Pesan moral dalam sebuah karya sastra biasanya
ditampilkan
secara
implisit
sehngga
pembaca
dapat
menyimpulkan sendiri baik buruk cerita dan dampaknya di kemudian hari. Ajaran moral dalam karya sastra seringkali tidak terjadi secara langsung, namun melalui hal-hal yang seringkali bersifat amoral. Gibran Khalil Gibran, nama yag sungguh tidak asing lagi di telinga kita. Seorang filsuf, seniman handal, juga sastrawan terkenal yang berasal dari Lebanon. Gibran merupakan sastrawan yang lahir dari keluarga miskin, ayahnya hanyalah seorang petani yang sama sekali tidak memberikan pengaruh psikologis apapun kepada Gibran. Namun, untungnya ibunya ialah seorang wanita terpelajar dan penuh bakat. Dari ibunya lah jiwa seni itu menurun kepadanya. Dari situlah nantinya Gibran akan memunculkan banyak karya sastra yang beraneka ragam, mulai dari buku tentang music, politik, novel otobiografis, dan lain sebagainya. Salah satu dari sekian banyak karya Gibran yang dipilih peniliti ialah al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap Patah) yang merupakan karya best seller setelah ‘The Prophet’. Karya tersebut diterbitkan pada tahun 1912 di New York dengan menggunakan bahas Arab, yang merupakan novel otobiografis. Novel ini menceritakan tentang tokoh utama Selma Karamy 3
Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), hlm. 11. 4 Ibid, hlm. 430.
2
yang ditakdirkan menjadi cinta pertama Gibran. Namun, gadis itu tidak berhasil disunting olehnya, bukan karena ia tidak mengantongi restu dari ayahnya, melainkan karena seorang pendeta kota, dengan senjata wibawa keagamaanya, merampas keinginan gadis dan ayahnya itu, ia memaksakan untuk menikahkannya dengan keponakannya, yang tak lain adalah seorang lelaki tidak bertanggung jawab yang suka berpesta pora. Lebih-lebih motif tersebut bukan karena keponakannya itu mencintai anak gadis tersebut, melainkan hanya ingin merampas dan menguasai harta kekayaan keluarga Daher. Fenomena moral dalam novel tersebut berkaitan erat dengan masalah hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup social. Jenis dan wujud pesan moral yang terdpaat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan ketertarikan pengarang yang bersangkutan. Jenis dan ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah yang bisa dikatakan bersifat tidak terbatas. Cakupannya meliputi seuruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang mneyangkut harkat dan martabat manusia. Berdasarkan hal tersebutlah peneliti melakukan penelitian ini, khususnya berkenaan dengan nilai-nilai moral yang terkandung di dalam novel Sayap-sayap Patah karya Khalil Gibran. Di dalam novel ini, Gibran mneyajikan cerita yang penuh dengan nilai-nilai moral, social, religious, dan cinta. Sehingga peneliti tertarik untuk mengulas novel ini lebih lanjut berdasarkan uraian-uraian di atas, yakni peneliti akan mengulas nilai moral dalam novel Sayap-sayap Patah. Nilai moral dalam novel ini menyangkut penilaian terhadap sikap batin dan peilaku tokoh-tokoh menurut ukuran moral. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mendapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Wujud dan Makna Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran?
3
2. Bagaimana Teknik Penyampaian Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran? 1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk Mengetahui Wujud dan Makna Nilai Moral dalam Novel Sayapsayap Patah Karya Khalil Gibran. 2. Untuk Mengetahui Teknik Penyampaian Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran. 1.4 Manfaat Penelitian Dari tujuan penelitian di atas, didapatkan dua manfaat penelitian, yaitu: 1.
Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu sastra dan khususnya dalam lingkup kajian sosiologi sastra. Sehingga pembaca mampu memahami wujud dari nilai-nilai moral dalam karya sastra. 2.
Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbang asih bagi akademisi, mahasiswa bahasa dan sastra, terlebih untuk fakultas Adab dan Humaniora, khususnya mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab, UIN Sunan Ampel Surabaya. 1.5 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dan memperlancar, maka peneliti akan menguraikan sistematika penulisan, sebagai berikut: BAB I – Pendahuluan, dalam bab satu memuat tentang latar belakang, yang kemudian terdapat rumusan masalah, serta tujuan penelitian, setelah tujuan terdapat manfaat penelitian, dan yang terakhir sistematika penulisan.
4
BAB II – Tinjauan Pustaka, pada bab ini akan dijelaskan tentang penelitian-penelitian terdahulu, yang kemudian dilanjutkan dengan uraian tentang konsep-konsep atau teori-teori yang berhubungan dengan penelitan. BAB III – Metode Penelitian, dalam bab ini berisi tentang metodepenelitian yang digunakan oleh peneliti, juga berisi tentang jenis penelitian yang dipilih oleh peneliti , serta terdapat data-data dan sumber data, serta langkah-langkah yang diambil dalam proses penelitian. BAB IV – Analisis, yaitu berisi tentang jawaban atau penjabaran data yang sesuai dengan rumusan masalah yang ada pada bab pertama. BAB V – Simpulan, yaitu berisi tentang kesimpulan secara keseluruhan dari analisis yang terdapat pada bab sebelumnya. Pada halaman selanjutnya terdapat daftar pustaka serta lampiran.
5
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Biografi Pengarang Khalil Gibran lahir pada 6 Januari 1883 di kota Basyari yang dibanggakan sebagai kota pengawal hutan Cedar Suci Lebanon, tempat raja Sulaiman mengambil kayu-kayu untuk membangun kuilnya di Yerusalem yang terkenal dengan kuil Sulaiman. Ia meninggal di New York pada tanggal 10 April 1931 pada umur 48 tahun. Ketika ia lahir, orang tuanya memberi ia nama Gibran, persis seperti nama kakeknya sebagaimana adat kebiasaan orang-orang Lebanon waktu itu; ayahnya sendiri bernama Khalil Gibran. Maka, lengkaplah namanya menjadi (Gibran Khalil Gibran atau Jibran Khalil Jibran. Itulah nama yang dipakainya untuk kalangan dunia Arab, dipakainya nama Kahlil Gibran dengan mengubah letak huruf ‘h’, atas anjuran para gurunya di Amerika yang mengagumi kejeniusannya. Keluarga Gibran hidup dalam kemiskinan di tengah-tengah depresi ekonomi yang melanda Lebanon. Khalil bin Gibran, sang ayah, seorang petani yang tak punya ambisi untuk mengubah nasibnya: menjadi pengembala. Ia sudah cukup puas dengan menjelajahi padang luas bukit Lebanon sambil seseklai mengisap rokok, minum arak, atau bermain taola. Gibran hamper tidak memperoleh pemgaruh psikologis apapun dari sang ayah. Untungnya Gibran puya Kamila, sang ibu. Kamila, putri Estephan Rahe, seorang pemuka agama, ialah seorang wanita terpelajar, penuh bakat, lagi cantik jelita. Guru Gibran yang pertama adalah ibunya sendiri, Kamila. Polyglot yang menguasai bahasa-bahasa Arab, Prancis, dan Inggris ini juga berbakat music. Maka tidak mengherankan jika karya Gubran yang mula-mulapun berupa sejilid buku tentang teori music: Nubdzab fi Fann al-Musiqa (sekilas tentang seni musik), terbit di New York tahun 1905 oleh penerbit alMohajer. Ibunyalah yang memperkenalkan padanya kisah-kisah terkenal Arabia dari zaman khalifah Harun al-Rasyid, Seribu Satu Malam, dan nyanyian-nyanyian perburuan Abu Nawas. Ibunya juga menanamkan andil
6
besar dalam membentuk Gibran sebagai penulis dan pelukis tingkat dunia, ketika ia, sejak masa kanak-kanak, Gibran berusaha menciptakan lingkungan yang membangkitkan perhatian Gibran kecil pada menulis dan melukis. Gibran belajar bahasa Arab dan bahasa Suryani di kota kelahirannya, kemudian melanjutkan studinya di Boston, Amerika Serikat, ketika keluarganya oindah kesana pada tahun 1895, untuk menghindari himpitan ekonomi yang tak tertahankan. Peter, saudara tirinya, dan ibunya berjuang membiayai pendidikannya. Selama dua tahun setengah Gibran memasuki sekolah negeri untuk anak laki-laki, selanjutnya berpindah ke sekolah malam untuk memperdalam ilmu pengetahuan umum selama satu tahun. Setelah itu, ia mendesak ibunya untuk mengirimnya kembali ke Lebanon guna mengembangkan bahasa ibunya dan mempelajari khazanah kesusasteraan Arab. harapannya dikabulkan, dan ia pun emasuki Madrasah al-Hikmat (Sekolah Kebijaksanaan) daritahun 1896 hingga 1901, tempat ia mengikuti berbagai kuliah. Pada tahun 1900, ia terdorong oleh kekagumannya terhadap para pemikir besar Arab yang dikajinya di bangku kuliah, ia membuat gambargambar tokoh walaupu potret mereka tak pernah ada. Ia membuat sketsa para penyair Islam dari generasi permulaan seperti al-Farid, Abu Nawas, dan al-Mutanabbi, juga para filsuf seperti Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun serta Khansa, wanita penyair Arab yang terkenal. Pada usia delapan belas tahun, Gibran lulus dar al-Hikmat dengan bagus. Karena bakat seninya serta kecintaannya terhadap alam dan tanah airnya, ia pun terdorong untuk mengelilingi seluruh pelosok negeri Suriah dan Lebanon untuk menziarahi tempat-tempat bersejarah. Namun, ia tak kembali ke Boston, melainkan malah pergi ke Paris guna mempelajari seni lukis. Selama dua tahun tinggal di Paris, ia menulis karnyanya yang berjudul al-Arwahah al-Mutamarridah (Jiwa-jiwa yang memberontak).5 Selain karyanya yang berjudul ‘jiwa-jiwa yang memberontak’, Khalil Gibran juga memiliki banyak karya lainnya, yaitu The Prophet yang 5
Sayap-sayap Patah, 2016.
7
merupakan karya best seller, Dam’iah wa Ibtisamah (Senyum dan Air Mata), The Madman (Si Gila), Jesus the Son of Man (Yesus, Anak Manusia),
al-Ajnihah
al-Mutakassirah
(Sayap-sayap
Patah)
yang
merupakan karya best seller yang lebih lama daripada The Prophet, dan masih banyak lagi karyanya yang lain. Karya-karya Khalil Gibran diakui karena keindahan dan kedalaman maknanya, dengan bahasa alegoris, esoteric, dan mistis yang khas dunia Timur. Banyak yang menganggap bahwa novel karya Khalil Gibran ini layak disandingkan dengan karya pujangga besar lainnya, seperti William Shakespeare. Kalimat-kalimat yang terangkai dalam novel tersebut pun banyak menjadi insprirasi terciptanya karya seni lainnya, baik seni tulis, music, dan lainnya. Membaca novel Khalil Gibran seperti menemukan oase baru dalam khazanah pernovelan. Pilihan kata yang digunakan sangat puitis dan lembut, bahasa yang digunakan sangat indah namun sederhana, alur cerita yang disampaikan dengan konsep yang segar namun penuh makna dan bukan sekedar menjadi roman picisan, nilai kehidupan dan filsafat menjadi kekuatan novel karya Khalil Gibran. Tak heran, jika rangkaian kisahnya mampu memawa inspirasi baru dalam kehidupan seseorang.6 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian dan penulisan tentang nilai moral dalam novel sudah banyak dilakukan penenlitian sebelumnya. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang membahas nilai moral dalam novel. Pertama, skripsi milik Fajar Briyanta Hari Nugraha (2014), mahasiswa fakultas bahasa dan seni progam studi bahasa dan sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Laela S Chudori. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui wujud nilai moral, unsur cerita yang digunakan untuk menyampaikan nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral dalam novel Pulang karya Laela S Chudori. Proses pengumpulan data yang
6
http://www.anneahira.com/novel-karya-kahlil-gibran.htm. Diakses pada hari Sabtu 26 Mei 2018, pukul 23:38 WIB.
8
digunakan ialah dengan teknik baca-catat, sedangkan untuk analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah berupa kategorisasi, tabulasi, dan interpretasi naskah. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwasany, a) wujud nilai moral dalam novel tersebut yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, yang paling mendominasi adalah bersyukur kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan diri sendiri, yang paling mendominasi adalah penyesalan. Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup lingkungan social, yang paling mendominasi adalah peduli sesama. b) unsur cerita yang digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan nilai moral dalam novel tersebut adalah penokohan. Unsur tokoh tersebut terdiri atas ajaran tokoh, yang paling mendominasi adlah kejujuran, sedang perilaku tokoh dalam menghadapi masalah, yang paling mendominasi adalah berpikir jernih dan bersyukur. c) teknik penyampaian nilai moral berupa teknik penyampaian secara langsung, yang paling mendominasi adalah melalui tokoh. Sedangkan teknik penyampaian tidak langsung, yang paling mendominasi adalah peristiwa pesan moral dalam novel tersebut adalah mengenai kebebasan dan arti menjadi Indonesia. Kedua, skripsi milik Elyana Setyawati (2013), mahasiswi fakultas bahasa dan seni progam studi bahasa dan sastra Indonesia Universitas Negeri Ygyakarta yang berjudul Analisis Nilai Moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar (pendekatan pragamtik). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan a) wujud nilai moral, b) moral tokoh utama dalam menghadapi persoalan hidup, c) bentuk penyampaian nilai moral dalam novel Surat kecil untuk Tuhan karya Agnes Davonar. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Dari penelitian tersebut mendapatkan hasil sebagai berikut: a) wujud nilai moral memiliki tiga jenis, yakni hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa beriman dan berdoa kepada Tuhan. Hubungan manusia dengan diri sendiri yang berupa kesabaran, keikhlasan, tanggung jawab. Hubungan manusian dengan manusia lain yang berupa nasihat, kasih saying dan tanggung jawab. b) moral tokoh utama dalam menghadapi persoalan hidup yang berupa menerima takdir Tuhan, teguh pendirian, pasrah, suka bekerja keras, berdoa
9
kepada Tuhan, tidak putus asa, dan tidak tabah meghadapi cobaan. c) bentuk penyampaian nilai moral memiliki dua spesifikasi yaitu penyampaian secara langsung, yang lansung disampaikan pengarang dan melalui tokoh. Sedang penyampaian tidak langsung berupa peristiwa dan konflik. Ketiga, skripsi milik Siti Nurfajriah (2014), mahasiswi fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan progam studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah yang berjudul Nilai Moral dalam Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetyo dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode strukturalisme sastra dengan jenis deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur yang membangun novel, nilai pendidikan moral para tokoh, dan implikasi pembahasan novel terhadap pembelajaran di sekolah. Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa: struktur cerita tersusun secara padu dan logis karena setiap unsurnya saling berkaitan. Perjuangan tokoh utama dalam membantu teman-temannya untuk sekolah merupakan tema utama dalam cerita. Penokohan menurut fungsinya sebagai protagonist dan antagonis semakin memperjelas dan menghidupkan cerita. Latar belakang masyarakat Jawa dalam cerita berkaitan erat dengan nilai moral, yaitu nilai moral terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap Tuhan. Nilai moral tersebut tercermin melalui para tokoh sehingga terlihat bahwa pengarang ingin menunjukkan prinsip Jawa dalam karyanya. Analisis novel Orang Miskin Dilarang Sekolah dapat memenuhi kompetensi inti dalam kurikulum. Kegiatan menganalisis struktur novel dapat menambah pemahaman siswa terhadap cara menganalisis struktur novel serta meningkatkan keterampilan berbahasa. Dari ketiga penelitian di atas, keseluruhannya memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yakni sama-sama menganalisis tentang nilai moral dalam novel. Begitu pula dengan metode yang digunakan, kesemuanya menggunakan metode deskriptif kualitatif. Namun, dari keseluruhan tersebut, juga terdapat ketidaksamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu salah satu dari penelitian
10
terdahulu menggunakan pendekatan pragmatik, sedangkan peneliti memilih pendekatan sosiologi sastra. 2.3 Konsep-konsep 2.3.1 Nilai Moral Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai, berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia (Wiyatmi, 2006: 112). Menurut Bertens (2007: 139-141), nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, dan sesuatu yang disukai dan diinginkan, secara singkatnya nilai merupakan sesuatu yang baik. Jika kita berbicara tentang nilai, kita maksudkan sesuatu yang berlaku, sesuatu yang memikat atau mengimbau kita. Nilai berperan dalam suasana apresiasi atau penilaian dan akibatnya sering akan dinilai secara berbeda oleh berbagai orang. Nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri, yaitu (1) nilai berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai, maka tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung tetap meletus. Tapi untuk dapat nilai sebagai indah atau merugikan, letusan gunung itu memerlukan subjek yang menilai. (2) nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat sesuatu. Dalam pendekatan yang semata-mata teoretis, tidak akan ada nilai (hanya menjadi pertanyaan apakah suatu pendekatan yang secara murni teoretis bisa diwujudkan). (3) nilai-nilai menyangkut sifatsifat yang ‘ditambah’ oleh subjek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh objek. Nilai tidak dimiliki oleh objek pada dirinya. Rupanya hal itu harus dikatakan karena objek yang sama bagi berbagai subjek dapat menimbulkan nilai yang berbeda-beda (Bertens, 2007:142).7
7
Fajar Briyanta, Skripsi: Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Laela S Chudori, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), hlm. 18-19.
11
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, moral berarti ajaran tentang baik dan buruk dan kelakuan (akhlak, kewajiban dan sebagainya). Moral atau moralitas yaitu tata tertib tingkah laku yang dianggap baik dan luhur dalam suatu lingkungan atau masyarakat. Moral juga disebut kesusilaan yang merupakan keseluruhan dari berbagai kaidah dan pengertian yang menentukan mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap durhaka dalam suatu golongan (masyarakat). Istilah moral atau etik mempunyai hubungan erat dengan arti asalnya. Istilah moral berasal dari kata Latin: mos (sing) mores, moralis, yang berarti adat istiadat, tata cara, kebiasaan atau tingkah laku; dan istilah ethics berasal dari bahasa Yunani: ethos. Keduanya berarti ‘kebiasaan atau cara hidup’. Istilah-istilah tersebut kadangkadang dipakai sebagai sinonim. Sekarang, biasanya orang condong untuk memakai ‘morality’ untuk menunjukkan tingkah laku itu sendiri, sedang ethics menunjuk kepada penyelidikan tentang tingkah laku. Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting ditegakkan pada suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta pelindung bagi masyarakat itu sendiri. moral itu dihasilkan dari prilaku intelektual emosi, atau hasil berpikir intuitif setiap individu yang pada akhirnya merupakan aturan dalam kehidupan untuk menghargai dan dapat membedakan yang benar dan salah yang berlaku dalam suatu masyarkat.8 Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai moral adalah sesuatu yang berharga, menunjukkan kualitas yang berhubungan dengan kebiasaan atau tingkah laku baik mapun buruk seseorang dalam kehidupan masyarakat.
8
Dingding Haerudin, “Mengkaji Nilai-nilai Moral Melalui Karya Sastra”, Jurnal pendidikan bahasa dan Seni FPBS, hlm. 2-3.
12
2.3.2
Novel Sebagai Jenis Kesusasteraan Sastra tidaklah ditulis dari sebuah situasi kekosongan budaya, tetapi diilhami oleh realitas kehidupan yang kompleks yang ada disekitarnya (Teeuw, 1983: 11). Demikian pula mengenai objek yang
diolah
dan
dieksplorasi
karya
sastra.
Apapun
dan
bagaimanapun yang dimaksud oleh pengarangnya, objek karya sastra tetaplah realitas kehidupan (Kuntowijoyo, 1999: 127). Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan, atau memberikan pelepasan pikiran pembaca ke dunia imajinasi (Budianta, 2002: 19). Wiyatmi (2006: 20), menyatakan jenis sastra (dalam bukubuku teori sastra sering disebut dengan genre sastra) adalah suatu hasil klasifikasi terhadap bentuk dan isi karya sastra yang terdapat dalam realitas. Pengklasifikasian yang dilakukan terhadap karya sastra dengan menjadikannya ke dalam beberapa jenis biasanya didasarkan pada kriteria tertentu, sesuai dengan perspektif yang dipergunakan oleh pihak yang melakukan klasifikasi tersebut. Menurut Wiyatmi (2006: 29) teks naratif dalam bentuknya sebagai novel (roman) dan cerita pendek sebagai jenis sastra mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sejarah sastra Indonesia bahkan diawali dengan jenis sastra ini, seperti tampak pada novel-novel terbitan Balai Pustaka maupun sebelumnya. Dalam studi sastra pun minat terhadap jenis naratif cukup besar, terbukti dengan lahirnya cabang teori sastra yang khusus membahas teks naratif yang disebut dengan naratologi atau seringkali juga disebut teori fiksi.9 Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short story) merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan
9
Fajar Briyanta, op. cit. hlm 25-26.
13
demikian, pengertian fiksi seperti dikemukakan di atas, juga berlaku untuk novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris – dan inilah yang masuk ke Indonesia – berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan kemudian diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams, 1999:190). Panjang cerita, perbedaan novel dan cerpen yang pertama dapat dilihat dari segi formalitas bentuk: panjang cerita. Dari segi panjang cerita, novel (jauh) lebih panjang daripada cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebihb banyak melibatkan permasalahan yang kompleks secara penuh, mengreasikan sebuah dunia yang ‘jadi’. Hal itu berarti membaca sebuah novel menjadi lebih mudah sekaligus lebih sulit daripada membaca cerpen. Ia lebih mudah karena tidak menuntut kita untuk memahami masalah yang kompleks dalam bentuk (dan waktu) yang sedikit. Sebaliknya, ia lebih sulit karena berupa penulisan dalam skala yang besar yang berisi unit organisasi atau bangun yang lebih besar daripada cerpen. Hal inilah, yang menurut stantin, merupakan perbedaan terpenting antara novel dan cerpen. Sebagian besar orang membaca sebuah novel hanya ingin menikmati cerita yang disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya akan mendapatkan kesan secara umum dan bagian cerita tertentu yang menarik. Membaca sebuah novel yang terlalu panjang yang dapat diselesaikan setelah berulang kali membaca dan setiap kali membaca hanya dapat menyelesaikan beberapa episode akan memaksa pembaca untuk mengingat kembali cerita yang telah dibaca sebelumnya. Hal ini menyebabkan pemahaman keseluruhan cerita dari episode ke episode berikutnya akan terputus. 10 Dalam bahsa Inggris dua ragam fiksi naratif yang utama disebut romance (romansa) dan novel. Novel bersifat realistis, 10
Nurgiyantoro, op. cit. hlm. 11-14.
14
sedangkan romansa puitis dan epic. Hal itu menunjukkan bahwa keduanya berasal dari sumber yang berbeda. Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik, atau sejarah. Jadi, novel berkembang dari dokumen-dokumen, dan secara stilistik menekankan pentingnya detil dan bersifat mimesis. Novel lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam.11 2.3.3
Unsur-unsur Pembangun Fiksi Sebuah novel merupakan
sebuah
totalitas,
suatu
kemenyeluruhan yang bersifat artistic. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Jika novel dikatakan sebagai sebuah totalitas itu, salah satu unsur pembangun cerita itu, salah satu sub system organisme itu, menjadi terwujud. Pembicaraan unsur fiksi berikut dilakukan menurut pandangan tradisional dan diikuti pandangan mneurut Stanton (1965) dan Chatman (1980). 1.
Unsur Intrinsik Unsur intrinsic adalah unsur-unsur yang membangun karya
sastra itu sendiri. unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara factual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsic sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta mambangun cerita. Kepaduan antar unsur intrinsic inilah yang membuat sebuah novel terwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita)inilah yang akan dijumpai jika kita membaca suatu novel. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya tema, latar, peristiwa, penokohan, plot, dan lain-lain.
11
Ibid, hlm. 18.
15
a.
Tema Stanton dan Kenny (via Nurgiyantoro, 2013: 114)
menjelaskan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Hartoko dan Rahmanto (via Nurgiyantoro, 2013:115) mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopan sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantic dan yang menyangkut persamaanpersamaan atau perbedaan-perbedaan. Sedangkan menurut Baldic (via Nurgiayntoro, 2013:115) tema adalah gagasan abstrak utama yang terdapat dalam sebuah karya sastra atau yang secara berulangulang dimunculkan baik secara eksplisit maupun (yang banyak ditemukan) implisist lewat pengulangan motif. Walau berbeda rumusan, kedua definisi tersebut secara makna tidak berbeda dan bahkan dapat saling melengkapi. Jadi, tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantic dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit. b. Alur (plot) Kenny (via Nurgiyantoro, 2013: 167) menjelaskan bahwa plot merupakan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana karena pengarang mneyususn peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Sedangkan menurut Stanton (via Nurgiyantoro, 2013: 167) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa lain. Penampilan
peristiwa
demi
peristiwa
yang
hanya
mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif sehingga hasil pengolahan dan
16
penyiasatannya itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik.12 Pengembangan plot dalam cerita didasarkan pada peristiwa, konflik, dan klimaks. Tiga unsur penentu plot ini memiliki keterkaitan yang rapat. Kemenarikan cerita tergantung dari ketiga unsur ini. Luxemburg dkk (via Nurgiyantoro, 2013: 174) menjelaskan bahwa peristiwa adalah peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Peristiwa juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan. Peristiwa fungsional adalah
peristiwa
yang
menentukan
atau
mempengaruhi
perkembangan plot. Keterjalinan peristiwa fungsional adalah inti cerita dari sebuah novel atau karya fiksi. Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang berfungsi sebagai pengait peristiwa-peristiwa penting. Seperti perpindahan dari lingkungan satu ke lingkungan yang lain. Peristiwa yang terakhir adalah peristiwa acuan. Peristiwa acuan merupakan peristiwa yang berhubungan dengan kejelasan perwatakan atau suasana yang terjadi di batin seorang tokoh dalam cerita.13 Unsur penentu plot berikutnya adalah konflik. Konflik menurut Wellek dan Warren (via Nurgiyantoro, 2013: 179) adalah sesuatu yang dramatik dan mengarah pada pertarungan antara dua kekuatan serta menyiratkan aksi-aksi balasan. Konflik merupakan peristiwa, peristiwa-peristiwa dapat dikategorikan menjadi konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi pada seorang tokoh dengan sesuatu yang berada di luar dirinya. Konflik eksternal dapat dibagi menjadi dua, yaitu konflik fisik dan konflik sosial. Konflik fisik adalah konflik yang ditandai dengan adanya permasalahan seorang tokoh dengan lingkungan alam. Sedangkan konflik sosial adalah konflik yang muncul karena
12 13
Ibid, hlm. 167-168. Ibid, hlm. 174-175.
17
adanya permasalahan dengan tokoh lain atau permasalahan yang berkenaan dengan hubungan antarmanusia. Unsur penentu plot yang terakhir adalah klimaks. Konflik dan klimaks merupakan hal yang amat penting dalam struktur plot. Keduanya merupakan unsur utama plot pada teks fiksi. Konflik demi konflik, baik internal maupun eksternal, inilah jika telah mencapai puncak titik puncak menyebabkan terjadinya klimaks. (Nurgiyantoro, 2013: 184).14 c. Penokohan Dalam pembicaraan sebuah cerita fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah
seperti
tokoh
dan
penokohan,
watak
dan
perwatakanatau kaakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjukkan pengrtian yang hamper sama. Ada istilah yang menunjukkan
pada
‘tokoh
cerita’
dan
pada
‘teknik’
pengembangannya dalam sebuah cerita. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti yang dikatakan oleh Jones (1968:33) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebah cerita. Menurut Baldic (2001:37) menjelaskan bahwa tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama. Sedang penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama denga cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata atau tindakannya.
14
Ibid, hlm. 184.
18
Dengan
demikian,
istilah
penokohan
lebih
luas
pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan, sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.15 Lubis (1981: 18) menjelaskan beberapa cara yang dapat dipergunakan oleh pengarang dalam menggambarkan rupa, watak atau pribadi para tokoh (character delineation) tersebut, antara lain sebagai berikut: 1. Physical description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon). 2. Portrayal of thought stream or conscious thought (melukiskan jalan pikiran pelakon itu terhadap kejadian-kejadian). 3. Reaction to events (melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu terhadap kejadian-kejadian). 4. Direct
author
analysis
(pengarang
dengan
langsung
menganalisis watak pelakon). 5. Discussion of environment (pelukisan melalui keadaan sekitar pelakon atau tokoh). 6. Reaction of others about to character (pengarang melukiskan bagaimana pandangan tokoh-tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh utamanya). 7. Conversation of other character (pelakon-pelakon lainnya dalam suatu memperbincangan keadaan pelakon utama. Jadi, dengan tidak langsung pembaca dapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai pelakon utamanya). Dengan demikian, penokohan merupakan gambaran tokoh cerita yang dilukiskan melalui bentuk lahir dan bentuk yang tidak
15
Ibid, hlm. 246-248.
19
terlihat. Dapat diamati melalui dioalog antar tokoh, tanggapan tokoh lain terhadap tokoh utama, atau pikiran-pikiran tokoh.16 d. Latar Latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abram, 1999:284). Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Dengan demikian, pembaca merasa difasilitasi
dan
dipermudah
untuk
mengoperasikan
daya
imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperan secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa menenmukan sesuatu dalam cerita itu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna local, lengkap dengan karakteristiknya yang khas ke dalam cerita.17 Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu: a) latar tempat yang mneunjukan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. b) latar waktu yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. c) latar sosiol-budaya yang mneunjukkan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan social masyarakat di suatu tempat yang diceriatakan dalam suatu karya fiksi.18 e. Sudut Pandang (point of view) Sudut pandang, point of view, view point, merupakan salah satu unsur fiksi yang digolongkan sebagai sarana cerita, literary 16
Fajar Briyanta, op. cit. hlm. 37. Nurgiyantoro, op. cit. hlm 302-303. 18 Ibid, hlm. 314-322. 17
20
device. Walau demikian, hal itu tidak berarti bahwa perannya dalam fiksi tidak penting. Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya, bentuknya, sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. Reaksi efektif pembaca terhadap sebuah cerita fiksi pun dalam banyak hal akan dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang.19 Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam: persona pertama, first-person, gaya ‘aku’, dan persona ketiga, third person, gaya ‘dia’. Jadi, dari sudut pandang ‘aku’ atau ‘dia’, dengan berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan. Kedua sudut pandang tersebut masing-masing menunju dan menuntut konsekuensinya sendiri. oleh karena itu, wilayah kebebasan dan keterbatasan perlu diperhatikan secara objektif sesuai dengan kemungkinan yang dapat dijangkau sudut pandang yang dipergunakan.20 2.
Unsur Ekstrinsik Unsur Ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar teks sastra itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangun atau sistem organisme teks sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang memengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Wellek dan Warren juga berpendapat bahwa unsur ektrinsik terdiri atas sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang meniliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan memengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang dihasilkan. Unsur ekstrinsik beikutnya adalah psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya), psikologi pembaca, maupun
19 20
Ibid, hlm. 336. Ibid, hlm. 339.
21
penerapan prinsip psikologi dalam karya. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra, dan hal itu merupakan unsur ekstrinsik pula. Unsur ekstrinsik yang lain misalnya pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni yang lain, dan sebagainya.21 2.3.4
Nilai Moral dalam Karya Sastra Seperti halnya tema, dilihat dari segi dikotomi aspek isi karya sastra, moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita. Adakalanya, moral diidentikkan pengertiannya dengan tema walau sebenarnya tidak selalu menyaran pada maksud yang sama. Karena keduanya merupakan sesuatu yang terkandung, dapat ditafsirkan, dan diambil dari cerita, moral dan tema dapat dipandang sebagai memiliki kemiripan. Namun, tema bersifat lebih kompleks daripada moral di samping tidak memiliki nilai langsung sebagai saran yang ditujukan kepada pembaca. Dengan demikian, moral dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral (Kenny, 1966: 89 via Nurgiyantoro, 2013: 429). Moral
dalam
karya
sastra
biasanya
mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Jadi, pada intinya moral merupakan representasi ideologi pengarang. Karya sastra yang berwujud berbagai genre yang notabene adalah “anak kandung” pengarang pada umumnya terkandung ideologi tertentu yang diyakini kebenarannya oleh pengarang terhadap berbagai masalah kehidupan dan sosial, baik terlihat eksplisit maupun implisit.22
21 22
Ibid, hlm. 30-31. Ibid, hlm. 430.
22
Kenny (via Nurgiyantoro, 2013: 430) mengemukakan bahwa moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya. Pengertian moral menurut KBBI (2007: 775), secara umum moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Hal ini serupa dengan pendapat Poespoprodjo (1999: 118) yang menyatakan moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia. Poespoprodjo (1999: 13) menyatakan bahwa dengan moral berarti hidup kita mempunyai arah tertentu meskipun arah tersebut sekarang belum dapat kita tunjuk sepenuhnya. Seseorang menangis atau menyesal dalam hatinya karena melihat bahwa perbuatan melanggar,
menyeleweng,
menghianati
arah
ini.
Jika
mendiskusikan nilai moral dalam karya sastra, maka harus mencari unsur-unsur yang dapat menjadi sumber-sumber harmoni atau konflik antara perbuatan dan norma. Dalam bertindak, dua orang bisa melakukan tindakan yang sama tetapi dengan motif yang berbeda, atau melakukan tindakan yang berbeda tetapi dengan motif yang sama. Selain itu bisa juga bertindak dengan motif yang sama, tetapi dengan keadaan yang berbeda. Mangunwijaya menyatakan kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri.
23
Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religious. Pada awal mula segala sastra adalah religius. Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam kesatuan, namun sebenarnya keduanya menunjuk pada makna yang berbeda.23 Menurut Poespoprodjo (1999: 154), faktor-faktor penentu moralitas dapat dilihat melalui jalan sebagai berikut. 1. Perbuatan sendiri atau apa yang dikerjakan seseorang. 2. Motif atau mengapa ia mengerjakan hal itu. 3. Keadaan atau bagaimana, di mana, kapan, dan lain-lain, ia mengerjakan hal ini. Menurutnya pula, perbuatan yang baik menurut hakikatnya, menjadi lebih baik bila disertai dengan motif baik dan keadaan baik. Akan tetapi, sembarang motif atau keadaan yang sungguh buruk adalah cukup untuk perbuatan tersebut mutlak.24 2.3.5
Teknik Penyampaian Nilai Moral Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam cara. Pertama, penyampaian pesan moral secara langsung, sedang kedua penyampaian secara tidak langsung. Namun, sebenarnya, pemilahan itu hanya demi praktisnya saja sebab mungkin saja pesan yang agak langsung. Dalam sebuah novel sendiri mungkin sekali ditemukan adanya pesan yang benar-benar tersembunyi sehingga tidak banyak orang yang dapat merasakannya, namun mungkin pula ada yang agak langsung atau seperti ditonjolkan. Keadaan ini sebenarnya mirip dengan teknik penyampaian karakter tokoh yang dapat dilakukan secara langsung, telling, dan tidak langsung, showing, atau keduanya sekaligus.
23 24
Ibid, hlm. 446. Fajar Briyantara, hlm. 44-45.
24
1. Bentuk Penyampaian Langsung Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung, boleh dikatakan, identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan, expository. Dilihat dari segi kebutuhan pengarang yang ingin menyampaikan sesuatu kepada pembaca, teknik penyampaian langsung tersebut komunikatif artinya, pembaca memang secara mudah dapat memahami apa yang dimaksudkan.25 (Nurgiyantoro, 2013: 461). 2. Bentuk Penyampaian Tidak Langsung Jika dibandingkan dengan bentuk sebelumnya, bentuk penyampaian pesan moral di sini bersifat tidak langsung. Pesan itu hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsurunsur cerita yang lain. Walau betul pengarang ingin menawarkan dan menyampaikan sesuatu, ia tidak melakukannya secara sertamerta dan vulgar karena ia sadar telah memilih jalur cerita. Dilihat dari kebutuhan pengarang yang ingin menyampaikan pesan dan pandangannya itu, cara ini mungkin kurang komunikatif. Artinya pembaca belum tentu dapat menangkap apa sesungguhnya yang dimaksudkan pengarang, paling tidak kemungkinan terjadinya kesalahan tafsiran berpeluang besar.26 Kajian aspek moral dalam sastra, fiksi pada khususnya, banyak dilakukan untuk keperluan pembelajaran sastra disekolah, yaitu dalam rangka pemilihan bahan ajar yang sesuai. Secara faktual jumlah karya sastra dalam berbagai genre amat banyak, namun belum tentu semuanya sesuai dengan kebutuhan peserta didik, khususnya yang terkait dengan muatan makna. Muatan makna yang baik untuk diajarkan adalah yang mengandung unsur moral yang sesuai dengan perkembangan kognitif peserta didik atau yang menjadi fokus pembelajaran. Hal itu juga terkait dengan tuntutan pendidikan karakter yang kini menjadi perhatian penuh berbagai
25 26
Nurgiyantoro, hlm. 460-461. Ibid, hlm. 467.
25
pihak, tidak sekadar lagi sebagai wacana, untuk dilaksanakan di sekolah lewat berbagai mata pelajaran. Karya sastra dipandang sebagai salah satu sarana yang strategis untuk mencapai tujuan tersebut karena sastra mengandung dan menawarkan model-model kehidupan yang diidealkan serta sekaligus merupakan budaya dalam tidak yang semuanya disampaikan dengan cara-cara yang menyenangkan.27 2.3.6
Jenis dan Wujud Nilai Moral Secara umum, moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral pun berhubungan dengan akhlak, budi pekerti, ataupun susila. Sebuah karya fiksi ditulis pengarang untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh, pembaca dapat memetik pelajaran berharga. Dalam hal ini, pesan moral pada cerita fiksi berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan. Sifat-sifat luhur ini hakikatnya bersifat universal. Artinya, sikap ini diakui oleh dunia. Jadi, tidak lagi bersifat kebangsaan, apalagi perseorangan. Nurgiyantoro (2013: 441-442) menyatakan bahwa jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupannya itu dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Jenis hubunganhubungan tersebut masing-masing dapat dirinci ke dalam detaildetail wujud yang lebih kasus.
27
Ibid, hlm. 472.
26
Nurgiyantoro (2013: 441-442) menjelaskan secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam persoalan sebagai berikut: 1. Hubungan manusia dengan Tuhannya. 2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri. 3. Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial. Pesan moral yang sampai kepada pembaca dapat ditafsirkan berbedabeda oleh pembaca. Hal ini berhubungan dengan cara pembaca mengapresiasi isi cerita. Pesan moral tersebut dapat berupa cinta kasih, persahabatan, kesetiakawanan sosial, sampai rasa takjub kepada Tuhan. Persoalan manusia dengan diri sendiri dapat bermacammacam jenis dan tingkat intensitasnya. Hal itu tentu saja tidak lepas dari hubungan antar sesame manusia dan manusia dengan Tuhan. Pemisahan itu hanya untuk memudahkan pembicaraan saja. Persoalan manusia dapat berhubungan dengan masalah-masalah seperti eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, kebimbangan antara beberapa pilihan, dan lain-lain yang lebih bersifat melibatkan ke dalam diri dan kejiwaan seorang individu. Pesan moral yang berkaitan dengan hubungan antar sesama dan hubungan sosial meliputi masalah-masalah yang berwujud seperti dalam persahabatan yang kokoh ataupun yang rapuh, kesetiaan, penghianatan, dan kekeluargaan.
27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian kulaitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpotivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.28 Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dimana peneliti memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa ada perlakuan khusus terhadap objek yang diteliti. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menggunakan observasi, wawancara, dan angket mengenai keadaan sekarang ini, mengenai subjek yang sedang kita teliti (Ruseffendi, 1998:30). 3.2 Data dan Sumber Data Sumber data penelitian ini berupa dokumen tertulis hasil kesusasteraan berupa novel berbahasa Arab yang berjudul al-Ajnihah alMutakassirah karya Khalil Gibran, yang diterjemah oleh M. Ruslan Shiddieq dengan judul novel Sayap-sayap Patah yang diterbitkan oleh PT. Gramedia di Jakarta. Cetakan pertama terbit pada bulan Juni tahun 2016, dan cetakan kedua diterbitkan pada bulan Juli tahun 2017. Objek penelitian ini adalah wujud nilai moral, makna nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral dalam novel Sayap-sayap Patah karya Khalil Gibran. 3.3 Langkah-langkah Penelitian Adapun langkah-langkah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Tahap Pemerolehan Data
28
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm.
9.
28
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Teknik baca dan catat adalah teknik yang digunakan untuk mengungkap suatu masalah yang terdapat di dalam suatu bacaan atau wacana. Melalui teknik ini, semua bentuk bahasa yang digunakan dalam novel Sayap-sayap Patah karya Khalil Gibran dibaca dengan teliti untuk menentukan wujud nilai moral, makna nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral. Kegiatan pembacaan
dilakukan
juga
kegiatan
pencatatan
untuk
mendokumentasikan data yang diperoleh. Data yang dperoleh tersebut kemudian dicatat. Semua fenomena yang diperoleh atas unit-unit yang menunjukkan kerelevasiannya dengan tujuan yang dicapai secara otomatis dicatat sebagai data penelitian. Tahap pengumpulan dan pencatatan
data
ini
mempermudah
dilaksanakannya
usaha
penyeleksian data. Adapun yang dimaksud dengan teknik catat adalah kegiatan pencatatan semua data yang diperoleh dari pembacaan novel Sayapsayap Patah karya Khalil Gibran dengan menggunakan catatan. Teknik catat ini dilakukan dengan mencatat wujud nilai moral, makna nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral dalam novel ini. Pada tahap ini data-data yang ditemukan selama pengamatan secara cermat dan teliti dalam membaca dicatat dalam catatan yang telah dipersiapkan, kemudian dimasukkan ke dalam lembar analisis data untuk dianalisis. Teknik
catat
ini
dilakukan
dengan
pertimbangan
mengantisipasi terjadinya kehilangan data penelitian yang telah tersimpan di dalam hardisk, sehingga perlu dilakukan pencatatan langsung ke dalam catatan yang berupa kertas HVS. Adapun langkah-langkah teknik kegiatan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pembacaan secara teliti, cermat, dan berulang-ulang keseluruhan isi novel yang dipilih sebagai fokus penelitian.
29
2. Penandaan pada bagian-bagian tertentu pada novel Sayap-sayap Patah karya Khalil Gibran yang mengandung wujud nilai moral, makna nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral dalam novel ini. 3. Menginterpretasikan wujud nilai moral, sarana cerita yang digunakan untuk menyampaikan nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral dalam novel tersebut. 4. Mendeskripsikan semua data-data yang telah diperoleh dari langkah-langkah tersebut. 5. Mencatat data-data deskripsi dari hasil membaca secara teliti dan cermat ke dalam catatan. 6. Mencatat nukilan novel yang memuat data-data permasalahan wujud nilai moral, makna nilai moral, dan teknik penyampaian nilai moral. b.
Tahap Pengelompokan Data Dalam
tahap
ini
yaitu
proses
pengelompokan
data.
Pengelompokan data dalam tahap ini yakni mengelompokkan data yang telah didapatkan dari tahap sebelumnya. Dari data-data yang diperoleh, nantinya akan dikelompokkan sesuai dengan wujud nilai moral dan teknik penyampaian nilai moral dalam novel tersebut. Dari sini nnati akan memudahkan peneliti dalam menganalisis data. c.
Tahap Analisis Data Setelah tahap pengelompokan data selesai, maka langkah selanjutnya
yakni
analisis
data.
Dimana
data
yang
sudah
dikelompokkan di analisis sesuai dengan rumusan masalah, yakni menganalisis wujud nilai moral, makna nilai moral, serta teknik penyampaian nilai moral dalam novel tersebut. d.
Kesimpulan Setelah keseluruhan langkah penelitian dilakukan, maka tahap terakhir adalah menyimpulkan. Kesimpulan berasal dari analisis data yang sesuai dengan rumusan masalah.
30
BAB IV ANALISIS 4.1 Wujud dan Makna Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran 4.1.1 Hubungan Manusia dengan Tuhan 1. Mempercayai Adanya Malaikat dan iblis sebagai makhluk Tuhan.
ومن ال يشاهد المالئكة والشياطين فى محاسن الحياة ومكروهتها يظل قلبه بعيدا عن)41( .المعرفة ونفسه فارغة من العواطف “Barangsiapa tidak melihat malaikat dan iblis dalam keindahan dan keculasan hidup, akan tercampak jauh dari ilmu pengetahuan dan jiwanya pun akan hampa dari rasa cinta kasih.” Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa hubungan manusia dengan Tuhan yaitu mempercayai adanya malaikat dan iblis sebagai makhluk-Nya. Dari penggalan kalimat ‘Barangsiapa tidak melihat malaikat dan iblis dalam keindahan dan keculasan hidup’ ini membuktikan bahwa kita harus mempercayai bahwa Tuhan telah menciptakan makhluk-Nya dalam bentuk malaikat dan iblis. Mempercayai adanya malaikat berarti kita kita mengamalkan rukun iman yang kedua yaitu iman kepada malaikatNya. Makna kutipan di atas adalah menceritakan tentang kehidupan tokoh aku (Gibran) saat usianya belum mencapai delapan belas tahun. Pada saat itu ia merasa bahwa dirinya telah terlahir kembali, dan dapat merasakan tatapan seorang malaikat lewat sepasang mata wanita cantik, ia juga mampu melihat para iblis dari neraka memberontak dari hati seorang laki-laki durjana. Oleh karena itulah, timbul keyakinan di hati Gibran bahwasanya kita sebagai manusia hendaklah mempercayai adanya malaikat dan iblis sebagai makhluk Allah yang lainnya. Karena jika kita mempercayainya maka kita akan menjadi orang yang terbelakang dalam pengetahuan dan jiwa kita pun akan hampa dari rasa cinta kasih.
31
2.
Mengadu kepada Tuhan.
ماذا فعلت المرأة يا رب فاستحقت غضبك؟ ماذا أتت من الذنوب ليتبعها سخطك إلىأخر الدهور؟ هل اقترفت جرما ال نهاية لفظاعته ليكون عقابك لها بغير نهاية؟ أنت قوي يا رب وهي ضعيفة فلماذا تبيدها باألوجاع؟ فى حنجرتها تبث نغمة الفرح ثم تغلق شفتيها بالحزن وتربط لسانها بالكآبة بأصابعك الخفية تمنطق باللذة أوجاعها وبأصابعك الظاهرة أنت أنت يا رب قد فتحت عيني بالمحبة وبالمحبة.ترسم هاالن األوجاع حول ملذاتها )65-65( .أعميتني “Oh tuhan, apa yang telah diperbuat oleh seorang wanita yang telah membangkitkan murkaMu? Dosa apakah yang telah diperbuatnya, yang setimpal dengan hukuman itu? Oh Tuhan, Engkau Maha Perkasa, dan aku lemah tak berdaya. Mengapa Engkau buat aku merintih kepedihan? Dengan kehendakMu Engkau tunjukkan padanya keindahan ciptaan, tetapi cintanya pada keindahan itu menjadi bencana kelaparan yang mengerikan. Oh Tuhan, Engkau telah membuka mataku dengan cinta, dan dengan cinta Engkau membutakan aku.” Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa hubungan manusia dengan Tuhan yaitu aduan seorang hamba atas segala keresahan dan kesedihan yang dirasakannya. Data tersebut merupakan beberapa penggalan kalimat yang disatukan oleh peneliti. Sehingga dari data itu menunjukkan bahwa setiap ada masalah, seorang hamba itu akan mengadukan segalanya kepada Tuhan-Nya. Makna kutipan di atas ialah seorang hamba yang sedang mengadu kepada Tuhannya, karena memang sejatinya adalah saat kita memiliki masalah, maka kepada Tuhanlah kita hendaknya mencurahkan semuanya. Hamba itu ialah Selma putri dari Faris Effandi yang sedang mengadukan kesedihan, keputus asaannya kepada Tuhan karena perjodohan yang sebenarnya tidak ia inginkan. Ia dijodohkan dengan keponakan pendeta yang bernama Mansour Bey, lelaki yang sama sekali tak bertanggung jawab dan hanya menginginkan harta kekayaan ayah Selma. Itulah mengapa Selma merasa sedih dan putus asa. Ia merasa bahwa dirinya memiliki
32
banyak dosa sehingga Tuhan menghukumnya dengan cara seperti itu. 3. Memohon Pertolongan.
)65( . اشفق يا رب وشدد جميع األجنحة المتكسرة“Oh, Tuhan, berikanlah rahmatMu kepadaku, dan sembuhkanlah sayap-sayapku yang patah.” Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa hubungan manusia dengan Tuhan yaitu memohon pertolongan kepada
Tuhan
atas
segala
kesulitan
dan
keadaan
yang
melemahkannya. Dalam kata ‘berikanlah’ yang merupakan sebuah kata perintah yang menganduk makna memohon, maka sudah sangat jelas jika itu merupakan sebuah permohonan tolong seorang hamba kepada TuhanNya. Makna kutipan di atas ialah tentang seorang hamba yang meminta tolong kepada Tuhannya. Ia memohon agar Tuhan memberikan Rahmat dan menyembuhkan sayap-sayapnya yang patah. Maksudnya ialah saat Selma terpaksa harus menerima pernikahan tersebut, maka saat itulah perasaannya terhadap Gibran patah. Tepat saat malam sebelum pernikahannya Selma dan Gibran bertemu di Taman rumah Selma, keduanya saling berbicara perasaan mereka satu sama lain, hingga akhirnya Gibran pamit untuk pulang, saat itulah Selma memohon kepada Tuhan agar memberikan mereka Rahmat serta menyembuhkan sayap-sayap (hatinya) yang patah. 4. Kepercayaan Kepada Tuhan.
)59( . ها قد احترت صليبك يا يسوع الناصرى وتركت مسرات عشاروت وأفراحها“Oh Kristus, aku telah memilih salibMu dan meninggalkan dunia isytar yang penuh kesenangan dan kebahagiaan.” Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa hubungan manusia kepada Tuhan yaitu rasa percaya kepada Tuhan. Hal ini dapat dilihat dari penggalan kalimat di atas ‘Oh Kristus, aku telah memilih salibMu dan meninggalkan dunia isytar’ yang mneunjukkan bahwa itu merupakan bentuk kepercayaan seorang hamba terhadap Tuhannya.
33
Makna kutipan di atas ialah tentang kepercayaan seorang hamba kepada Tuhannya. Hal tersebut terjadi saat dimana Selma memutuskan untuk mengakhiri hubungan gelapnya dengan Gibran pasca pernikahannya. Ia bertemu dengan Gibran di sebuah kuil setiap satu bulan sekali. Namun, pada hari itu ia memutuskan untuk mengakhirinya. Setelah perdebatan panjang dengan Gibran, sebelum ia pergi meninggalkan kuil, ia berlutut dan mencium kaki pada gambar Kristus. Di situ ia berkata bahwa sekarang dirinya telah memilih salib Kristus dan meninggalkan dunia isytar yang penuh dengan kesenangan dan kebahagiaan, yaitu ia memilih untuk berhenti berhubungan dengan Gibran dan melanjutkan hidupnya dalam penjara kesengsaraan. Ia percaya bahwa Kristus akan membimbingnya menuju Surga. 5. Memanjatkan Do’a.
ولكنها كانت تصلي في سكينة الليالي ضارعة أمام السماء لتيعث عليها بطفل يحفف)55( .بأصابعه الوردية دموعها ويزيل بنور عينيه خيال الموت عن قلبها “Namun demikian, ia berlutut setiap malam di depan hadirat Tuhan dan memohon kepadaNya seorang anak yang akan memberinya kesenangan dan hiburan.” Data di atas merupakan wujud nilai moral yang berupa hubungan manusia dengan Tuhan yaitu memohon pertolongan kepada
Tuhan
atas
segala
kesulitan
dan
keadaan
yang
melemahkannya. Dalam data tersebut sudah terlihat dengan jelas bahwa di sana hamba memohon pertolongan agar ia diberikan seorang momongan. Hal itu menunjukkan bahwa data tersebut memang benar merupakan wujud dari nilai moral. Makna kutipan di atas ialah tentang seorang hamba yang selalu memanjatkan do’a setiap malam kepada Tuhannya. Hal ini terbukti saat Selma memanjatkan do’a kepada Tuhannya disetiap malamnya. Karena setelah lima tahun menikah dengan Mansour Bey, Selma belum juga dikaruniai seorang anak. Hal itulah yang membuat suaminya semakin berbuat semena-mena kepadanya dan terus menanyakan kapan ia akan mendapatkan anak. Maka dengan
34
segala kerendahan hatinya, ia selalu berdo’a di setiap malam kepada Tuhan agar segera dikaruniai seorang anak yang memberikannya kesenangan dan hiburan. Di sinilah kita dapat mengambil nilai moral, bahwasanya jika kita menginginkan sesusatu hendaklah meminta kepada Tuhan, dan jangan pernah putus asa untuk berdo’a. 6. Bersyukur.
ها أنذا يا. جئت لتدلني على الطريق المؤيدة الى الساحل، قد جئت لتأخذني يا ولدي)411( .ولدي فسر أمامي لنذهب من هذا الكهف المظلم ‘Engkau telah datang untuk membawaku pergi, anakku, engkau telah datang buat menunjukkan padaku jalan yang menuju pantai. Inilah aku anakku, bimbinglah aku dan marilah kita tinggalkan gua yang gelap gulita ini.” Data di atas merupakan wujud dari nirai moral yaitu hubungan manusia kepada Tuhan yang berupa rasa syukur. Hal tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat ‘Engkau telah datang untuk membawaku pergi, anakku, engkau telah datang’ yang merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan. Makna kutipan di atas ialah tentang rasa syukur seorang hamba kepada Tuhannya, yakni setelah sekian lama Selma memanjatkan do’a kepada Tuhannya agar segera dikaruniai anak, maka Tuhan dengan segala kebesaran-Nya mengabulkan do’a Selma. Ia dikaruniai anak, hingga pada akhirnya tibalah saat ia melahirkan putranya. Saat itu, saat fajar suara tangis bayi meramaikan rumah itu, para tetangga berbondong-bondong mengunjungi rumah itu, bukan untuk melihat kondisi Selma dan bayinya, tapi mereka menuju ruang tengah untuk merayakan kelahiran putra Selma dengan berpesta minuman keras bersama Mansour Bey, suami Selma. Namun, takdir berkata lain, Tuhan mengambil kembali bayi mungil yang baru saja melihat dunia. Awalnya hal ini membuat hati Selma begitu terpukul, tetapi ia sadar bahwa Tuhan mengirim anaknya untuk membawanya pergi meninggalkan gua yang gelap gulita, yakni kehidupannya dengan suaminya Mansour Bey.
35
4.1.2
Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri 7. Tegar.
فبقيت أنا واقفا بين األشجار والحيرة تتالعي بعواطفي مثلما تتالعب العواصف بأوراق)11(الخريف “Sementara aku tetap berdiri di taman, dengan badai kebingungan memukul-mukul diriku seperti prahara menyergap daun-daun musim gugur.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap diri sendiri yang berupa tegar, hal tersebut dapat dilihat dari penggalan kalimat فبقيت أنا واقفا بين األشجار والحيرةyang berarti ‘Sementara aku tetap berdiri di taman’ yang menunjukkan sikap tegar dalam menghadapi situasi yang terjadi. Makna kutipan di atas ialah tentang sikap ketegaran tokoh aku (Gibran) dalam menghadapi kebimbangan hatinya. Saat itu, saat ia berkunjung ke rumah Selma dan mengetahui bahwa Selma akan segera dinikahkan dengan keponakan pendeta. Suasana saat itu benar-benar mencekam. Namun, dengan sigap Gibran tetap mengendalikan suasana hatinya agar keadaan saat itu tidak semakin mencekam. Hingga kahirnya ia memutuskan untuk tetap berada di taman tanpa mengikuti Selma dan ayahnya masuk ke dalam rumah karena ia ingin menenangkan dan mengontrol hatinya. Maka, di sini kita harus meniru sikap Gibran yang tetap tegar dalam mengahadapi suasana yang sulit bagi kita.
)65( .ولما حاولت تعزيتها بالكالم وجدتني أحرى منها بالتعزية والشفقة“Ketika aku mencoba untuk menghiburnya, akulah justru yang lebih memerlukan hiburan daripada dia.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap diri sendiri yang berupa ketegaran. Dari penggalan kata وجدتني أحرى منها
بالتعزية والشفقةyang berarti ‘akulah justru yang lebih memerlukan hiburan daripada dia’ berarti sebuah sikap ketegaran sang tokoh. Makna kutipan di atas ialah tentang sikap tegar tokoh aku (Gibran). Di mana saat malam itu Selma mengadukan seluruh
36
kesedihan hatinya kepada Tuhan perihal pernikahannya dengan Mansour Bey, Gibran dengan perasaan hancurnya, dengan segala kekacauan suasana hatinya tetap berusaha untuk tegar di depan Selma. Ia tak ingin membuat Selma semakin sedih dengan menunjukkan perasaannya, dikuasailah dirinya sehingga ia mampu menghibur Selma, memegang tangannya yang dingin dan menciumnya, memberikan ketenangan kepada Selma walaupun sebenarnya ia juga membutuhkannya saat itu. Dari sini kita dapat meniru sikap Gibran, kita tak perlu menampakkan kesedihan hati kita di depan orang yang kita sayangi, agar ia tak ikut merasakannya. 8. Bijaksana
، مصفيا ألنسة قلبي فى داخلي،فبقيت صامتا حائرا متأمال شاعرا بتالعب الدقائق بعواطفي)65( .خائفا من نفسي على نفسي “Aku tetap diam, merenungkan nasib kami dan mendengarkan detak jantungku, dan kami tidak berbicara lagi.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap diri sendiri yang berupa sikap bijaksana. Hal tersebut dapat dilihat dari penggalan kalimat فبقيت صامتا حائرا متأمال شاعرا بتالعب الدقائق بعواطفيyang berarti ‘Aku tetap diam, merenungkan nasib kami’ yang merupakan tindakan bijaksana sang tokoh. Makna kutipan di atas ialah tentang sikap bijaksana tokoh aku (Gibran). Meski banyak masalah yang menyerbu ketenangan hatinya, juga prahara hubungannya dengan Selma, yang mana saat itu Selma akan segera menikah dengan keponakan pendeta. Ia tetap menenangkan dirinya, mencoba untuk menghibur Selma dengan menggenggam tangannya. Gibran hanya bersikap diam memikirkan bagaimana nasib hubungannya kedepannya, namun ia tak mengatakan kepada Selma. Sikap diamnya itulah yang terlihat bijaksana dalam menyikapi suatu keadaan.
37
9. Penyesalan
أجاب الشيخ طلب المطران مضطرا وانحنى أمام مشيئته قهرا عما فى داخل نفسه من)11( . وكان قد اجتمع بابن أخيه منصور بك،الممانعة “Farris Effandi terpaksa merestui permintaan sang pendeta, memenuhi kehendaknya dengan hati yang tidak rela, lantaran ia mengenal betul keponakan pendeta itu.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap diri sendiri yang berupa penyesalan. Penyesalan tersebut terlihat dari penggalan kalimat أجاب الشيخ طلب المطران مضطرا وانحنى أمام مشيئته قهرا عما
فى داخل نفسه من الممانعةyang berarti ‘Farris Effandi terpaksa merestui permintaan sang pendeta, memenuhi kehendaknya dengan hati yang tidak rela’. Itulah kenapa data di atas merupakan penyesalan. Makna kutipan di atas tentang sikap penyesalan ayah Selma, Faris Effandi. Ia menyesal telah menyetujui pernikahan putrinya dengan keponakan pendeta. Meskipun ia telah memutuskan semua itu dengan sangat bijaksana, namun tetap ada rasa penyesalan dalam hatinya, karena memang sebenarnya hatinya pun tidak rela jika putrinya menikah dengan Mansour Bey. 4.1.3
Hubungan Manusia dengan Sesama Manusia dan Lingkungan 10. Bijaksana.
وهب أن ذلك الشيخ كان قادرا على مخالفة المطران بولس والوقوف أمام مطامعه فهل تكون)16( وهل يظل اسمها نقيا من أوساخ الشفاه واأللسنة؟، سمعة ابنته في مأمن من الظنون والتآويل “Taruhlah Faris Effandi bertahan melawan pendeta dan menolak keinginannya, maka kehormatan Selma pun pasti akan dicemarkan dan namanya akan dicerca oleh mulut-mulut nyinyir dan lidah-lidah busuk.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama manusia dan lingkungan yang berupa sikap bijaksana. Sikap bijaksana tersebut dapat dilihat dari penggalan kalimat وهب أن ذلك
الشيخ كان قادرا على مخالفة المطران بولس والوقوف أمام مطامعهyang berarti ‘Taruhlah Faris Effandi bertahan melawan pendeta dan menolak
38
keinginannya’. Dari situlah dapat dipastikan bahwa data di atas merupakan wujud sikap bijaksana. Makna kutipan di atas ialah tentang sikap bijaksana Faris Effandi, ayah Selma. Permintaan pendeta untuk menikahkan keponakannya dengan putrinya terpaksa ia setujui. Meski sebenarnya hatinya memberontak namun ia tak kuasa untuk menolaknya, karena jika ia menolak maka martabat dan harga diri Selma yang akan dipertaruhkan, karena Selma akan dicaci dan dihina oleh seluruh orang di Negeri itu. Maka, dengan bijaksana ia memutuskan untuk menerima pinangan pendeta tersebut.
اذهب يا ابني الى تلك الغرفة وامسح دموع سلمى وسكن روعها ثم عد بها إلي،اذهب)55( .لتجلس بجانبي فراشي “Pergi, pergilah ke kamar lain anakku, dan hiburlah Selma, bawalah dia duduk di samping ranjangku.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama manusia dan lingkungan yang berupa sikap bijaksana. Sikap bijaksana tersebut dapat dilihat dari penggalan kalimat اذهب يا،اذهب
ابني الى تلك الغرفة وامسح دموع سلمىyang berarti ‘Pergi, pergilah ke kamar lain anakku, dan hiburlah Selma’. Dari penggalan kalimat tersebut dapat dipastikan bahwa itu merupakan wujud sikap bijaksana. Makna kutipan di atas ialah tentang sikap bijaksana Faris Effandi. Suatu hari saat Faris Effandi sakit, Gibran datang menjenguknya dan menanyakan keadaannya. Namun, ia malah memalingkan muka dan meminta Gibran untuk pergi ke kamar Selma dan membawanya untuk berada di sampingnya. Ia tahu bahwa Selma saat ini lebih membtuhkan Gibran ketimbang dirinya. Sikap bijaksana inilah yang ditunjukkan oleh Faris kepada putrinya, ia tak menghawatirkan dirinya, melainkan lebih menghawatirkan keadaan putrinya.
39
11. Peduli Sesama.
ذهبت لزيارو صديق، ففي يوم من تلك األيام المفعمة بأنفاس نيسان المكسرة وابتسامته المحيية)45( .يسكن بيتا بعيدا عن ضجة اإلجتماع “Suatu hari di bulan Nisan, aku mengunjungi seorang sahabat yang rumahnya tidak begitu jauh dari kota yang gemerlapan itu.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama manusia dan lingkungan yang berupa sikap peduli kepada sesama. Sikap tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat ذهبت لزيارو صديق yang berarti ‘aku mengunjungi seorang sahabat’. Hal tersebut membuktikan jika terdapat sikap kepedulian yang ditunjukkan oleh tokoh. Makna kutipan di atas ialah sikap kepedulian terhadap sesama. Hal tersebut terlihat saat Gibran mengunjungi sahabatnya. Selain untuk bertemu dengan sahabatnya juga untuk menyambung tali silaturrahim antara dirinya dengan sahabatnya. Nilai moral yang dapat kita ambil ialah bahwa kita kepada sesama haruslah tetap berhubungan baik dan menjaga tali persaudaraan dengan tetap mengunjungi saudara atau sahabat kita.
)56( . فتركت وحدتي وذهبت لمياته ماشيا على ممر منفرد،فذات يوم سمعت باعتالل فارس كرامه“Suatu hari aku mendengar Farris Effandi sakit, aku meninggalkan tempatku menyendiri dan berjalan ke rumahnya.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama manusia dan lingkungan yang berupa sikap peduli kepada sesama. Sikap tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat فتركت وحدتي وذهبت
لمياتهyang berarti ‘aku meninggalkan tempatku menyendiri’. Dalam kalimat tersebut jelas menunjukkan sikap peduli kepada sesama. Makna kutipan di atas ialah tentang sikap kepedulian Gibran terhadapa ayah Selma. Hal itu terbukti saat ia mendengar bahwa Faris Effandi sakit, seketika itu ia bergegas pergi meninggalkan rumahnya untuk menjenguk Faris. Tidak peduli seberapa jauh jarak
40
yang harus ia tempuh, tetap dilaluinya. Dari sini kita dapat mengambil nilai moral yaitu bahwa kita harus memunculkan sikap pedul terhadap sesama, baik dalam keadaan bahagia maupun tidak. 12. Penuh Kasih Sayang.
)65( .فأخذت يدها المثلجة بيدي الملتهبة وقبلت أصابعها بأجفاني وشفتي“Aku memegang tangannya yang dingin dan menciumnya.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama manusia dan lingkungan yang berupa sikap kasih sayang. Sikap tersebut dapat terlihat dari keseluruhan kalimat di atas, yang berarti di dalamnya terdapat sikap penuh kasih sayang. Makna kutipan di atas ialah merupakan sikap kasih sayang Gibran kepada Selma. Di saat Selma sedih dan putus asa Gibran selalu ada untuk menghiburnya. Hingga pada saat Selma benarbenar rapuh, Gibran berada di sampingnya, menggenggam tangannya yang dingin dan menciumnya, berharap dengan begitu Selma akan merasa sedikit lebih tenang dan lebih nyaman. Sikap tersebutlah yang menunjukkan bahwa Gibran sangat menyayangi Selma, sampai-sampai ia tak membiarkan Selma untuk bersedih.
،وبصوت أودعه كل ما فى قلب األب من الرقة والرأفة وكل ما فى الصدر العليل من السقم واأللم)55( . ضعي يدك في يدي يا سلمى: وقال “Dengan suara lembut dan penuh kasih ia berkata: “peganglah tanganku nak.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama manusia dan lingkungan yang berupa sikap kasih sayang. Sikap tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat وبصوت أودعه كل ما فى قلب
األب من الرقة والرأفة وكل ما فى الصدر العليل من السقم واأللمyang berarti ‘Dengan suara lembut dan penuh kasih’. Dari kalimat tersebut jelas terdapat sikap penuh kasih sayang. Makna kutipan di atas ialah tentang kasih sayang ayah kepada anaknya. Saat itu, ketika Faris sakit Gibran menjenguknya, dan ia menyuruh untuk membawa Selma duduk di sampingnya. Pada saat itulah kasih sayang seorang ayah kepada anaknya terlihat, dengan lembut Faris memanggil Selma dan memintanya agar duduk di sampingnya, agar ia mampu memegang tangan ayahnya. Hal ini 41
menunjukkan bahwa seorang ayah tidak pernah meminta balasan yang besar kepada anaknya, cukup dengan ia mau menemaninya itu saja sudah cukup baginya. 13. Menghormati Orang Lain.
)11( .وكيال أظهر بمظهر طفيلي يميل الى استطالع الخصوصيات أخذت يد الشبخ مودعا“Dan untuk menghindari perasaan deritanya aku menyalami tangan orang tua itu.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama manusia dan lingkungan yang berupa sikap menghormati orang lain. Sikap tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat أخذت يد الشبخ
مودعاyang berarti ‘aku menyalami tangan orang tua itu’. Dari kalimat tersebutlah yang menunjukkan sikap menghormati orang lain. Makna kutipan di atas ialah merupakan sikap mneghormati orang lain. Pada malam itu, saat Faris kembali dari rumah pendeta, suasana di rumahnya seketika berubah menjadi sedikit mencekam, perdebatan antara ayah dan anak itu membuat Gibran tak dapat melakukan apa-apa. Hingga akhirnya ia menghormati Faris dan Selma jika keduanya butuh waktu untuk menenangkan keadaan tersebut, maka Gibran memutuskan untuk pamit meninggalkan mereka berdua. 14. Kesetiaan.
)56( .وذهب الربيع وتاله الصيف وجاء الخريف ومحبتي لسلمى تتدرج“Musim semi pergi, musim panaspu berlalu, demikian pula musim gugur, namun, cintaku untuk Selma makin hari makin bersemi.” Data di atas merupakan wujud nilai moral terhadap sesama manusia dan lingkungan yang berupa sikap kesetiaan. Sikap tersebut dapat terlihat dari penggalan kalimat ومحبتي لسلمى تتدرجyang berarti ‘cintaku untuk Selma makin hari makin bersemi’. Kalimat tersebut menjelaskan bahwa ada sikap kesetiaan. Makna kutipan di atas ialah tentang kesetiaan Gibran dan Selma. Meskipun Gibran tahu bahwa Selma telah dijodohkan dengan keponakan pendeta, namun cintanya kepada Selma tetap terjaga meski musim telah berganti dari musim satu ke musim lainnya. Sikap Gibran mengajarkan kepada kita bagaimanakah kesetiaan terhadap pasangan itu.
42
4.2 Teknik Penyampaian Nilai Moral dalam Novel Sayap-sayap Patah Karya Khalil Gibran Bentuk penyampaian nilai moral dalam karya fiksi mungkin bersifat langsung atau tidak langsung. Bentuk penyampaian nilai moral dalam novel ini dapat diuraikan sebagai berikut. 4.2.1
Teknik Penyampaian Langsung Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung boleh dikatakan, identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan. Pesan moral yang bersifat langsung biasanya terasa dipaksakan dan bersifat koherensif dengan unsur-unsur lain. Hal ini tentu akan merendahkan hubungan literer karya yang bersangkutan. Hubungan komunikasi yang terjadi antara pengarang dengan pembaca pada penyampaian pesan dengan cara ini adalah hubungan langsung. Dalam novel ini teknik penyampaian nilai moral secara langsung berupa uraian pengarang dan melalui tokoh. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Uraian Pengarang Dalam menyampaikan pesan moral, pengarang melalui uraiannya menyampaikan pesan yang ditujukannya kepada pembaca melalui perilaku tokoh dalam menghadapi masalah. Sesuai dengan beberapa kutipan sebagai berikut.
ومن ال يشاهد المالئكة والشياطين فى محاسن الحياة ومكروهتها يظل قلبه بعيدا عن)41( .المعرفة ونفسه فارغة من العواطف “Barangsiapa tidak melihat malaikat dan iblis dalam keindahan dan keculasan hidup, akan tercampak jauh dari ilmu pengetahuan dan jiwanya pun akan hampa dari rasa cinta kasih.” Kutipan di atas menunjukkan bagaimana pengarang menyampaikan pesan moral secara langsung melalui uraiannya. Pesan moral yang ingin disampaikan adalah sikap percaya kita terhadap adanya makhluk Tuhan yaitu malaikat dan iblis. Percaya terhadap adanya malaikat dan iblis merupakan bnetuk iman kita kepada Tuhan, dan meyakini bahwa semua itu kuasa Tuhan.
)56( .وذهب الربيع وتاله الصيف وجاء الخريف ومحبتي لسلمى تتدرج43
“Musim semi pergi, musim panaspun berlalu, demikian pula musim gugur, namun, cintaku untuk Selma makin hari makin bersemi.” Kutipan di atas menunjukkan bagaimana pengarang menyampaikan pesan moral yang langsung melalui uraian pengarang. pesan moral yan ingin disampaikan pengarang adalah kesetiaan seseorang terhadap seseorang yag dicintainya. Meskipun sebenarnya Gibran tahu bahwa Selma sudah menjadi milik orang lain, namun perasaan cintanya tetap setia. Maka, jika mencintai seseorang hendaknya kita jaga perasaan itu dengan baik-baik. 2. Melalui Tokoh
ذهبت،ففي يوم من تلك األيام المفعمة بأنفاس نيسان المكسرة وابتسامته المحيية )45( .لزيارو صديق يسكن بيتا بعيدا عن ضجة اإلجتماع “Suatu hari di bulan Nisan, aku mengunjungi seorang sahabat yang rumahnya tidak begitu jauh dari kota yang gemerlapan itu.” Dari tindakan tokoh, pengarang ingin menyampaikan pesan moralnya yaitu peduli terhadap sesama dengan terus menyamubung silaturrahim. Hal tersebut terlihat saat tokoh aku (Gibran) mengunjungi seorang sahabatnya di kota yang jauh dari tempat tinggalnya, entah untuk hanya sebatas bertemu ataupun melepas rindu.
ماذا فعلت المرأة يا رب فاستحقت غضبك؟ ماذا أتت من الذنوب ليتبعها سخطكإلى أخر الدهور؟ هل اقترفت جرما ال نهاية لفظاعته ليكون عقابك لها بغير نهاية؟ أنت قوي يا رب وهي ضعيفة فلماذا تبيدها باألوجاع؟ فى حنجرتها تبث نغمة الفرح ثم تغلق شفتيها بالحزن وتربط لسانها بالكآبة بأصابعك الخفية تمنطق باللذة أوجاعها وبأصابعك أنت أنت يا رب قد فتحت عيني بالمحبة.الظاهرة ترسم هاالن األوجاع حول ملذاتها )65-65( .وبالمحبة أعميتني “Oh tuhan, apa yang telah diperbuat oleh seorang wanita yang telah membangkitkan murkaMu? Dosa apakah yang telah diperbuatnya, yang setimpal dengan hukuman itu? Oh Tuhan, Engkau Maha Perkasa, dan aku lemah tak berdaya. Mengapa Engkau buat aku merintih kepedihan? Dengan kehendakMu Engkau tunjukkan padanya keindahan ciptaan, tetapi cintanya pada keindahan itu menjadi bencana kelaparan yang mengerikan. Oh Tuhan, Engkau telah membuka mataku dengan cinta, dan dengan cinta Engkau membutakan aku.” Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang dalam menyampaikan nilai moral secara tidak langsung, melalui tindakan
44
tokoh. Pengarang ingin menyampaikan pesan moral bahwa jika kita ingin mengadukan keluh kesah kita, maka tempat terbaik adalah mengadu kepada Tuhan. Karena seorang hamba hanya bisa meminta dan mengadu kepada Tuhan, selain Tuhan semuanya sersifat semu.
)65( .ولما حاولت تعزيتها بالكالم وجدتني أحرى منها بالتعزية والشفقة “Ketika aku mencoba untuk menghiburnya, akulah justru yang lebih memerlukan hiburan daripada dia.” Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang menyampaikan pesan moral, yakni melalui tindakan yang dilakukan tokoh. Pengarang ingin menyampaikan bahwa kita tidak perlu menampakkan kesedihan kita di depan orang lain yang sedang bersedih juga, karena justru hal itu akan menjadikan seseorang itu bertambah sedih. Maka, cukup kita simpan sejenak kesedihan itu, tanpa perlu diperlihatkan kepada orang lain.
)65( .فأخذت يدها المثلجة بيدي الملتهبة وقبلت أصابعها بأجفاني وشفتي “Aku memegang tangannya yang dingin dan menciumnya.” Kutipan di atas menunjukkan bagaimana pengarang menyampaikan pesan moral, yakni melalui tindakan tokoh terhadap tokoh lain. Pengarang ingin menyampaikan pesan bahwa saat Selma mengalami kesedihan yang teramat, maka Gibran datang menghiburnya, ia genggam tangan Selma yang dingin lalu menciumnya dengan penuh kasih sayang. Dari tindakan Gibran tersebut terlihat jelas bahwa ia sangat menyayangi Selma.
، مصفيا ألنسة قلبي فى داخلي،فبقيت صامتا حائرا متأمال شاعرا بتالعب الدقائق بعواطفي )65( .خائفا من نفسي على نفسي “Aku tetap diam, merenungkan nasib kami dan mendengarkan detak jantungku, dan kami tidak berbicara lagi.” Kutipan di atas adalah cara pengarang menyampaikan pesan moralnya, yait melalui tindakan tokoh. Pesan moral yang ingin ditunjukkan ialah sikap bijaksana tokoh aku (Gibran) dalam menghadapi situasi yang tegang. Sikap diam yang ditunjukkannya itu lebih baik daripada ia harus banyak berbicara dan malah menyakiti Selma.
)56( . فتركت وحدتي وذهبت لمياته ماشيا على ممر منفرد،فذات يوم سمعت باعتالل فارس كرامه “Suatu hari aku mendengar Farris Effandi sakit, aku meninggalkan tempatku menyendiri dan berjalan ke rumahnya.” 45
Kutipan di atas adalah cara pengarang dalam menyampaikan pesan moralnya secara langsung, yaitu melalui tindakan tokoh kepada tokoh lain. Pesan yang ingin disampaikan pengarang adalah kepedulian terhadap sesama yang ditunjukkan dari tindakan tokoh aku (Gibran) yang mengunjungi ayah Selma saat sakit. . وبصوت أودعه كل ما فى قلب األب من الرقة والرأفة وكل ما فى الصدر العليل
)55( . ضعي يدك في يدي يا سلمى: وقال،من السقم واأللم “Dengan suara lembut dan penuh kasih ia berkata: “peganglah tanganku nak”.” Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang dalam menyampaikan nilai moral, yakni melalui tindakan tokoh. Pesan yang ingin disampaikan pengarang ialah bahwa hubungan antara ayah dan anak adalah sangat dekat. Sehingga baik ayah maupun anak akan memberikan kasih sayang satu sama lain. Karena kasih sayang antara ayah dan anak adalah hal yang sangat penting.
)59( .ها قد احترت صليبك يا يسوع الناصرى وتركت مسرات عشاروت وأفراحها “Oh Kristus, aku telah memilih salibMu dan meninggalkan dunia isytar yang penuh kesenangan dan kebahagiaan.” Kutipan di atas ialah cara pengarang mmenyapaikan pesan moralnya, yaitu secara langsung melalui tindakan tokoh. Pesan yang ingin disampaikan pengarang adalah bahwa sebagai seorang hamba hendaknya percaya dan yakin kepada Tuhan, seperti halnya Selma yang patuh terhadap kristus dan patuh kepada-Nya.
ولكنها كانت تصلي في سكينة الليالي ضارعة أمام السماء لتيعث عليها بطفل)55( .يحفف بأصابعه الوردية دموعها ويزيل بنور عينيه خيال الموت عن قلبها “Namun demikian, ia berlutut setiap malam di depan hadirat Tuhan dan memohon kepadaNya seorang anak yang akan memberinya kesenangan dan hiburan.” Kutipan di atas menenujukkan cara pengarang dalam menyampaikan pesan moral, yakni melalui tindakan tokoh dalam menghadapi sebuah masalah. Terlihat bahwa Selma tak pernah berhenti meminta dan memohon kepada Tuhan agar cepat diberikan momongan. Pesan moral yang ingin disampaikan pengarang terlihat dari tindakan Selma yang secara terus-menerus berdo’a kepada
46
Tuhan. Kegigihannya itulah yang nanti akan memberikannya hasil yang memuaskan. 4.2.2
Teknik Penyampaian Tidak Langsung Pesan hanya tersira dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain. Hubungan yang terjadi antara pengarang dan pembaca adalah hubungan yang tidak langsung dan tersirat. Salah satu sifat khas karya sastra adalah berusaha mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Berangkat dari sifat esensi inilah sastra tampil dengan komplesitas makna yang dikandungnya. Hal ini justru dapat dipandang sebagai kelebihan karya sastra, kelebihan dengan banyaknya kemungkinan penafsiran dari seseorang dari waktu ke waktu. Dalam novel ini, teknik penyampaian nilai moral tidak langsung berupa peristiwa dan konflik. 1.
Peristiwa Melalui peristiwa, pengarang menyampaikan pesan
moralnya secara tidak langsung. Salah satu sifat khas karya sastra adalah berusaha mengungkapkan sesuatu tidak secara langsung. Hal ini sesuai dengan beberapa kutipan berikut.
فبقيت أنا واقفا بين األشجار والحيرة تتالعي بعواطفي مثلما تتالعب العواصف بأوراق )11(الخريف “Sementara aku tetap berdiri di taman, dengan badai kebingungan memukul-mukul diriku seperti prahara menyergap daun-daun musim gugur.” Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang menyampaikan pesan yakni melalui peristiwa yang dialami oleh tokoh. Peristiwa yang terjadi ialah rencana perjodohan Selma yang mengakibatkan Gibran kecewa. Namun, Gibran justru menunjukkan sikap tegar. Dari peristiwa tersebut, pengarang ingin menyampaikan bahwa dalam situasi seburuk apapun kita harus bersikap tegar.
)11( .وكيال أظهر بمظهر طفيلي يميل الى استطالع الخصوصيات أخذت يد الشبخ مودعا “Dan untuk menghindari perasaan deritanya aku menyalami tangan orang tua itu.”
47
Kutipan
di
atas
menunjukkan
cara
pengarang
menyampaikan pesan moral, yakni melalui peristiwa yang dialami tokoh. Peristiwa kabar perjodohan Selma dengan keponakan pendeta membuat suasana tiba-tiba hening, sehingga Gibran memilih untuk pamit pulang dan ‘menyalami tangan’ orang tua itu. Maka, pengarang ingin menunjukkan bahwa sebagai orang yang lebih muda kita harus menghormati yang tua, yakni bisa dengan menyalami tangannya saat ingin pergi.
وهب أن ذلك الشيخ كان قادرا على مخالفة المطران بولس والوقوف أمام مطامعه فهل تكون )16( وهل يظل اسمها نقيا من أوساخ الشفاه واأللسنة؟، سمعة ابنته في مأمن من الظنون والتآويل “Taruhlah Faris Effandi bertahan melawan pendeta dan menolak keinginannya, maka kehormatan Selma pun pasti akan dicemarkan dan namanya akan dicerca oleh mulut-mulut nyinyir dan lidah-lidah busuk.” Kutipan di atas menunjukkan cara pengarang dalam menyampaikan pesan moral, yakni disampaikan secara tidak langsung melalui sebuah peristiwa, yaitu keputusan Faris atas Selma. Dari sinilah, pengarang ingin menyampaikan bahwa sebelum mengambil sebuah keputusan hendaknya dipikir dengan baik dan matang.
)65( .اشفق يا رب وشدد جميع األجنحة المتكسرة “Oh, Tuhan, berikanlah rahmatMu kepadaku, dan sembuhkanlah sayap-sayapku yang patah.” Kutipan
di
atas
adalah
bagaimana
pengarang
menyampaikan pesan moralnya secara tidak langsung, yakni melalui peristiwa yang terjadi dalam ceita tersebut. Pesan moral tersebut terlihat dari kata ‘berikanlah Rahmat-Mu’ yang berarti bahwa saat Selma dalam kesedihan yang teramat dalam, ia hanya akan mengadukan permasalahannya kepada Tuhan, meminta tolong kepada Tuhan.
اذهب يا ابني الى تلك الغرفة وامسح دموع سلمى وسكن روعها ثم عد بها إلي،اذهب
48
)55( .لتجلس بجانبي فراشي “Pergi, pergilah ke kamar lain anakku, dan hiburlah Selma, bawalah dia duduk di samping ranjangku.” Dari peristiwa yang terjadi, maka pengarang ingin menyampaikan pesan moralnya, yakni kasih sayang seorang ayah terhadap putri semata wayangnya (Selma). Hal tersebut terlihat saat tokoh aku (Gibran) menjenguknya dan menanyakan keadaannya, ia malah meminta Gibran untuk menemui Selma dan menghiburnya dan membawa Selma kepadanya.
ها أنذا يا. جئت لتدلني على الطريق المؤيدة الى الساحل،قد جئت لتأخذني يا ولدي )411( .ولدي فسر أمامي لنذهب من هذا الكهف المظلم ‘Engkau telah datang untuk membawaku pergi, anakku, engkau telah datang buat menunjukkan padaku jalan yang menuju pantai. Inilah aku anakku, bimbinglah aku dan marilah kita tinggalkan gua yang gelap gulita ini.” Melalui sebuah peristiwa pengarang ingin menyampaikan pesan moralnya, yaitu bahwa Tuhan tidak akan membiarkan hambaNya terus menerus dalam kesedihan, Ia akan memberikan jalan terbaik untuk hamba-Nya. Seperti halnya saat Tuhan menghadirkan bayi mungil untuk Selma, perasaan bahagia jelas terpancar darinya, namun tidak lama berselang bayi itu meninggal, dan Selma yakin bahwa ini adalah cara Tuhan membebaskannya dari kesedihan. 2. Konflik
أجاب الشيخ طلب المطران مضطرا وانحنى أمام مشيئته قهرا عما فى داخل نفسه من )11( . وكان قد اجتمع بابن أخيه منصور بك،الممانعة “Farris Effandi terpaksa merestui permintaan sang pendeta, memenuhi kehendaknya dengan hati yang tidak rela, lantaran ia mengenal betul keponakan pendeta itu.” Kutipan
di
atas
adalah
cara
pengarang
dalam
menyampaikan pesan moral melalui konflik yang terjadi antar tokoh. Pesan moral yang ingin disampaikan adalah bahwa sebijaksana apapun kita dalam mengambil sebuah keputusan, jika itu berat maka 49
tetap akan ada penyesalan. Sebagaimana Faris Effandi dalam mengambil keputusan atas perjodohan putrinya dengan keponakan pendeta. Ia sudah sangat bijak dalam mengambil keputusan ini, namun dalam hatinya tetap ada rasa menyesal.
50
BAB V KESIMPULAN Dari hasil analisis di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa: Wujud nilai moral dalam novel sayap-sayap patah karya Khalil Gibran terbagi menjadi tiga bagian, yakni: a. Hubungan manusia dengan Tuhan sebanyak 6, b. Hubungan manusia dengan diri sendiri sebanyak 4, c. Hubungan manusia dengan sesama manusia dan lingkungannya sebanyak 8. Sedangkan untuk makna yang terdapat dalam nilai moral tersebut bisa berupa makna eksplisit dan implisit. Sedangkan untuk teknik penyampaian nilai moral dalam novel sayap-sayap patah karya Khalil Gibran, terbagi menjadi dua, yaitu: a. Teknik penyampaian secara langsung yang terdiri dari uraian pengarang sebanyak 2 dan tindakan tokoh sebanyak 9, b. Teknik penyampaian tidak langsung yang dilihat dari peristiwa dalam novel sebanyak 6, serta konflik dalam novel sebanyak 1.
51
DAFTAR PUSTAKA Briyanta, Fajar. 2014. Skripsi: Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Laela S Chudori. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Gibran, Khalil Gibran. al-Ajnihah al-Mutakassirah. Beirut: Makatabh alQafiyah. Haerudin, Dingding. “Mengkaji Nilai-nilai Moral Melalui Karya Sastra”. Jurnal pendidikan bahasa dan Seni FPBS. TT. http://www.anneahira.com/novel-karya-kahlil-gibran.htm. Diakses pada hari Sabtu 26 Mei 2018, pukul 23:38 WIB. Ruslan, M Shiddieq. 2016. Novel Sayap-sayap Patah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Nurgiyantoro. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm. 9. Wellek, Renne dan Austin Werren. 2016. Teori Kesusasteraan, Terj. Melani Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
52
LAMPIRAN
53
No.
1.
2.
Data Bahasa Indonesia Bahasa Arab
Barangsiapa tidak melihat malaikat dan iblis dalam keindahan dan keculasan hidup, akan tercampak jauh dari ilmu pengetahuan dan jiwanya pun akan hampa dari rasa cinta kasih. Suatu hari di bulan Nisan, aku mengunjungi seorang sahabat yang rumahnya tidak begitu jauh dari kota yang gemerlapan itu.
Hubungan kepada Allah
ومن ال يشاهد المالئكة والشياطين فى محاسن الحياة ومكروهتها يظل قلبه بعيدا عن المعرفة ونفسه فارغة من )41( .العواطف
Bentuk Hubungan kepada diri sendiri
Hubungan dengan sesame manusia dan lingkungan
√
ففي يوم من تلك األيام المفعمة بأنفاس نيسان المكسرة ،وابتسامته المحيية ذهبت لزيارو صديق يسكن بيتا بعيدا عن .ضجة اإلجتماع )45(
√
3.
Farris Effandi terpaksa merestui permintaan sang pendeta, memenuhi kehendaknya dengan hati yang tidak rela, lantaran ia mengenal betul keponakan pendeta itu.
أجاب الشيخ طلب المطران مضطرا وانحنى أمام مشيئته قهرا عما فى داخل ،نفسه من الممانعة وكان قد اجتمع بابن . أخيه منصور بك )11(
√
4.
Sementara aku tetap berdiri di taman, dengan badai kebingungan memukul-mukul diriku seperti prahara menyergap daundaun musim gugur.
فبقيت أنا واقفا بين األشجار والحيرة تتالعي بعواطفي مثلما تتالعب العواصف ) بأوراق الخريف11(
√
54
5.
6.
Taruhlah Faris زهب أن ذلك الشيخ Effandi bertahan كان قادرا على melawan pendeta dan menolak مخالفة المطران بولس keinginannya, maka kehormatan والوقوف أمام مطامعه Selma pun pasti فهل تكون سمعة ابنته akan dicemarkan dan namanya akan في مأمن من الظنون dicerca oleh وهل يظل، والتآويل mulut-mulut nyinyir dan lidah- اسمها نقيا من أوساخ lidah busuk. (hal )16(الشفاه واأللسنة؟ 52) dan untuk وكيال أظهر بمظهر menghindari طفيلي يميل الى perasaan deritanya aku menyalami استطالع tangan orang tua itu, memandang الخصوصيات أخذت Selma, bintangku يد الشبخ مودعا yang jelita, dan ونظرت الى سلمى meninggalkan rumah itu. نظرة غريق تلف نحو
√
√
نجم المع في قبة ثم خرجت،الفلك دون ان يشعر )11( .بخروجي 7.
Oh tuhan, apa ynag مذا فعلت المرأة يا telah diperbuat رب فاستحقت oleh seorang wanita yang telah غضبك؟ ماذا أتت من membangkitkan الذنوب ليتبعها murkaMu…. kehendakMu jua سخطك إلى أخر yang akan terjadi ليكن.... الدهور؟ oh Tuhan.
√
اسمك مباركا إلى )65-65( .النهاية
55
فأخذت يدها المثلجة بيدي الملتهبة وقبلت أصابعها بأجفاني )65( .وشفتي
8.
Aku memegang tangannya yang dingin dan menciumnya.
9.
Ketika aku ولما حاولت تعزيتها mencoba untuk بالكالم وجدتني أحرى menghiburnya, akulah justru yang .منها بالتعزية والشفقة lebih memerlukan )65( hiburan daripada dia. Aku tetap diam, فبقيت صامتا حائرا merenungkan nasib kami dan متأمال شاعرا بتالعب mendengarkan ،الدقائق بعواطفي detak jantungku, dan kami tidak مصفيا ألنسة قلبي فى berbicara lagi. خائفا من،داخلي
10.
√
√
√
.نفسي على نفسي )65( 11.
12.
13.
Oh, Tuhan, اشفق يا رب وشدد berikanlah جميع األجنحة rahmatMu kepadaku, dan )65( .المتكسرة sembuhkanlah sayap-sayapku yang patah. Musim semi pergi, وذهب الربيع وتاله musim panaspun berlalu, demikian الصيف وجاء الخريف pula musim gugur, ومحبتي لسلمى namun, cintaku )56( .تتدرج untuk Selma makin hari makin bersemi. Suatu hari aku فذات يوم سمعت mendengar Farris Effandi sakit, aku ،باعتالل فارس كرامه meninggalkan فتركت وحدتي وذهبت tempatku menyendiri dan لمياته ماشيا على ممر berjalan ke )56( .منفرد rumahnya. (hal. 83)
√
√
√
56
14.
Pergi, pergilah ke اذهب يا ابني،اذهب kamar lain anakku, dan hiburlah الى تلك الغرفة وامسح Selma, bawalah دموع سلمى وسكن dia duduk di روعها ثم عد بها إلي samping ranjangku. (hal. لتجلس بجانبي 83)
√
Dengan suara وبصوت أودعه كل ما lembut dan penuh فى قلب األب من kasih ia berkata: “peganglah الرقة والرأفة وكل ما فى tanganku nak” الصدر العليل من (hal. 87)
√
)55( .فراشي
15.
: وقال،السقم واأللم ضعي يدك في يدي يا )55( .سلمى 16.
17.
Oh Kristus, aku ها قد احترت صليبك telah memilih يا يسوع الناصرى salibMu dan meninggalkan وتركت مسرات dunia isytar yang penuh kesenangan .عشاروت وأفراحها dan kebahagiaan.. )59( (hal. 118-119) Namun demikian, ولكنها كانت تصلي ia berlutut setiap في سكينة الليالي malam di depan hadirat Tuhan dan ضارعة أمام السماء memohon لتيعث عليها بطفل kepadaNya seorang anak yang يحفف بأصابعه الوردية akan memberinya دموعها ويزيل بنور kesenangan dan hiburan. (hal. 124) عينيه خيال الموت عن
√
√
)55( .قلبها
57
18.
Engkau telah datang untuk membawaku pergi, anakku, engkau telah datang buat menunjukkan padaku jalan yang menuju pantai. Inilah aku anakku, bimbinglah aku dan marilah kita tinggalkan gua yang gelap gulita ini. (hal. 128)
قد جئت لتأخذني يا جئت لتدلني،ولدي على الطريق المؤيدة ها أنذا.الى الساحل يا ولدي فسر أمامي لنذهب من هذا .الكهف المظلم )411(
√
58