SISTEM PERBANKAN INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA
DISUSUN OLEH : R. MOH. ILHAM M A NPM : 01166060681
PROGRAM STUDI MANAJEMEN UNIVERSITAS PEKALONGAN TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur kehadirat Allah SWT saya ucapkan atas selesainya Makalah “Sistem Perbankan Indonesia dan Perkembangannya” Mata Kuliah Manajemen Lembaga Keuangan. Tanpa ridho dan kasih sayang serta petunjuk dari Allah SWT, Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan. Kemudian saya tak lupa mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Alvis Muryo
Dewanto, S.E, M.Si selaku dosen mata kuliah Manajemen Lembaga Keuangan yang memberikan tugas makalah yg mengcakup seputar sistem perbankan Indonesia, sehingga menambah wawasan saya tentang Perbankan Indonesia beserta perkembangannya. Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini. Terima Kasih.
Pekalongan, 19 Maret 2017 Penyusun,
R. Moh. Ilham M A
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan perbankan menunjukkan dinamika dalam kehidupan ekonomi. Sebelum sampai pada praktik-praktik yang terjadi saat ini, ada banyak permasalahan yang terkait dengan masalah-masalah perbankan ini. Masalah utama yang muncul dalam praktik perbankan ini adalah pengaturan sistem keuangan yang berkaitan dengan mekanisme penentuan volume uang yang beredar dalam perekonomian. Sistem keuangan, yang terdiri dari otoritas keuangan (financial authorities), sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank, pada dasarnya merupakan tatanan dalam perekonomian suatu Negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan. Fasilitas jasa tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan, termasuk pasar uang dan pasar modal. Secara umum lembaga keuangan dapat dikelompokan dalam dua bentuk yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Sistem perbankan di Indonesia dibedakan berdasarkan fungsinya yang terdiri dari Bank Sentral, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum, dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito berjangka, lalu menyalurkan kepada masyarakat terutama dalam bentuk kredit atau bentukbentuk lainnya. Bank umum dalam kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara itu, Bank Perkreditan Rakyat, berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam pelaksanaan kegiatannya menghimpun dana, dapat menerima tabungan dan deposito berjangka, namun tidak diperkenankan menerima simpanan giro dan tidak diperkenankan member jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan jenis lembaga keuangan bukan bank dapat berupa lembaga pembiayaan, perusahaan model ventura, perusahaan anjak piutang, perusahaan pembiayaan konsumen, perusahaan kartu kredit, dana pensiun, pegadaian, pasar modal dan lain-lain.
1.2. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui apa itu Bank. 2. Untuk mengetahui apa itu Sistem Perbankan. 3. Untuk mengetahui Sistem Perbankan di Indonesia. 4. Untuk mengetahui perkembangan Sistem Perbankan di Indonesia.
1.3. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan bank? 2. Apa yang dimaksud dengan sistem perbankan? 3. Seperti apa sistem perbankan yang ada di indonesia? 4. Bagaimana perkembangan sistem perbankan di indonesia?
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Perbankan Pengertian Bank (menurut UU No.10 Tahun1998) Badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. 2.2. Sistem Perbankan Pengertian sistem perbankan ada dua macam, antara lain: 1. Sebagai suatu jaringan yang terintegrasikan dengan lembaga-lembaga perbankan yang terdiri dari BI, Bank Umum dan BPR. 2. Sebagai satu jaringan yang terintegrasi di bank-bank deposito (Bank Umum dan BPR) yang terdiri dari sejumlah bank deposito.
2.3. Sistem Perbankan Indonesia Sistem Perbankan Indonesia merupakan sebuah tata cara, pola, dan aturan-aturan yang dipergunakan oleh sektor perbankan (Bank-bank) dalam menjalankan usaha nya sesuai dengan sistem atau ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah. Sistem perbankan di Indonesia dibangun dengan berlandaskan dari sistem perekonomian yang telah ada. Dalam menjalankan Sistem Perbankan yang benar, diperlukan adanya pilar-pilar yang menyangga, supaya sistem bisa berjalan dengan semestinya. Di Indonesia, pilar-pilar sistem perbankan yang dimaksud ialah Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Arsitektur Perbankan Indonesia adalah suatu kerangka dasar dalam Sistem Perbankan Indonesia. Sistem ini mempunyai sifat menyeluruh, memberikan bentuk, arah, dan tantangan mengenai industri perbankan dalam rentang waktu 5 hingga 10 tahun kedepan. API merumuskan arah pengembangan kebijakan atas industri perbankan pada masa yang akan datang dengan berlandaskan visi mencapai sistem perbankan yang kuat,sehat, dan efisien guna dalam menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendorong ekonomi sosial ke arah yang lebih baik lagi Jika berbicara mengenai sistem perbankan di Indonesia, maka kita harus mengacu pada Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang berbunyi “perbankan Indonesia dalam menjalankan usahanya harus berdasarkan demoksari ekonomi dengan prinsip kehatihatian” sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Pembahasan sistem perbankan dalam UU ini mencakup mengenai : 2.3.1. Asas-Asas Perbankan Jika membahas mengenai asas perbankan di Indonesia setidaknya ada 4 hal, yaitu : a. Asas Demokrasi Ekonomi (Economic Democracy Principle) Asas demokrasi ekonomi begitu penting dalam kegiatan perbankan di Indonesia. Dimana dalam Pasal 2 UU tentang perbankan di katakan bahwa ”Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Dari bunyi pasal ini dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle) Asas kepercayaan merupakan asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya dengan asas kepercayaan. Sehingga setiap bank perlu terus menjaga tingkat kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Parameter tingkat kepercayaan dari masyarakat dapat diukur dari kesiapan lembaga bank memenuhi permintaan nasabahnya dalam menarik dananya kapanpun nasabah menghendaki, atau sesuai perjanjian nasabah dengan lembaga bank. Apabila kepercayaan nasabah tidak dapat dijaga oleh lembaga bank, maka akan tercipta kondisi rush terhadap dana yang disimpan dalam bank. c. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle) Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia bank wajib dirahasiakan. Karahasiaan adalah untuk kepentingan bank sendiri, karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya dibank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dapat menjamin bahwa tidak ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Jika mengacu pada Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 pasal 1 angka 28 yang dimaksud rahasia bank adalah ”segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya” d. Asas kehati-hatian (Prudential Principle) Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Asas kehatihatian ini dapat kita lihat Dalam pasal 2 UU No. 10 tahun 1998 dikatakan bahwa”Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Kemudian dalam pasal 29 ayat 2 UU No. 10 tahun 1998 dikatakan bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Tujuan diberlakukan prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat, likuid dan solvent. Dengan diberlakukannya prinsip kehatihatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank. 2.3.2. Jenis-jenis dan Usaha Bank a. Jenis-jenis Bank Bank Umum Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan atau berdasarkan prinsip syasiah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan sendirinya Bank Umum adalah bank pencipta uang giral. Selain itu, bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan pembiayaan jangka panjang, kegiatan untuk pengembangan koperasi, pengembangan pengusaha ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan nya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah bukan bank pencipta uang giral.
b. Usaha Bank Usaha yang dilakukan Bank Umum : Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Memberikan kredit Menerbitkan surat pengakuan utang Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. Dll Usaha yang dilakukan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu Memberikan kredit Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, dan atau tabungan pada bank lain. 2.3.3 Perizinan, kepemilikan, dan bentuk-bentuk hukum bank. a. Perizinan Bank sebagai badan usaha yang mempenyai kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam berbagai bentuk, sudah tentu membutuhkan persayaratan dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Hal ini sangat penting dipenuhi, karena bertujuan melindungi masyarakat, terutama nasabah penyimpan dan simpanannya. Berkaitan dengan persyaratan, dalam pasal 16 ayat 1 dan 2 UU Perbankan telah diatur mengenai perizinan untuk menjalankan kegiatan usaha bank yaitu : a. Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri. b. Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurangkurangnya tentang: 1) Susunan organisasi dan kepengurusan; 2) Permodalan; 3) Kepemilikan; 4) Keahlian di bidang Perbankan; 5) Kelayakan rencana kerja.
c. Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selain memenuhi persyaratan dalam pasal 16 UU Perbankan. Perizinan usaha bank harus memenuhi tata cara perizinan seperti yang terdapat pada Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 untuk Bank Umum Konvensional, PBI No. 6/24/PBI/2004 untuk Bank Umum berdasarkan prinsip syariah, serta PBI No. 6/22/PBI/2004 untuk Bank Perkreditan Rakyat. b. kepemilikan Selain pegaturan mengenai tata cara perizinan usaha/pendirian bank. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tata cara kepemilikan bank. Hal ini penting, karena tata cara kepemilikan merupakan filter awal apakah calon pemilik bank berkompeten di bidang perbankan? Sehingga dana masyarakat yang nantinya akan disimpan di bank tersebut akan aman. Kepemilikan berkaitan dengan pihak yang menjadi pemilik dari suatu bank termasuk didalamnya pemilikan saham dari bank yang telah go public, juga persyaratan posisi seseorang atau badan hukum sebagai pemilik bank atau komposisi dari pihak asing dari suatu bank serta mekanisme dan prosedur peralihannya. Menurut UU Perbankan, kepemilikan suatu bank ditentukan pula dari jenis banknya. Mengenai Kepemilikan bank umum diatur dalam pasal 22 UU Perbankan yaitu : 1) Bank umum hanya dapat didirikan oleh : a) Warga negara indonesia dan/atau badan hukum Indonesia b) Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan. 2) Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bentuk-bentuk Hukum Bank Bentuk hukum bank mengacu pada jenis bank itu sendiri. Maksudnya, bentuk hukum jenis bank umum bentuknya bisa berbeda dengan bentuk hukum pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR), tetapi juga mungkin bisa sama. Bentuk bank diatur pada bab IV, bagian kedua, bentuk hukum, yaitu pada pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Bentuk bank syari’ah diatur pada Bab III, bagian kedua, yaitu pada pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, yang hanya mengenal satu bentuk, yaitu badan hukum perseroan terbatas. Bentuk hukum suatu bank umum sesuai ketentuan pasal 21 ayat (10) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 semula dapat berbentuk sebagai perusahaan perseroan (persero), perusahaan daerah, koperasi, dan perseroan terbatas. Namun, sekarang bentuk hukum tersebut diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sehingga bank umum hanya dapat berbentuk sebagai: 1. Perseroan terbatas 2. Koperasi; dan 3. Perusahaan daerah Sedangkan mengenai bentuk hukum bank umum yang merupakan kantor perwakilan atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri bentuk hukumnya mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.
Bentuk hukum dari BPR diatur dalam Pasal 21 ayat(2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992. Ketentuan tersebut tidak mengalami perubahan, yaitu dapat berbentuk : 1. Perusahaan daerah 2. Koperasi; 3. Perseroan terbatas; 4. Bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Adanya bentuk hukum lain yang akan diatur oleh peraturan pemerintah untuk pengaturan BPR dimaksudkan dalam rangka memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari BPR, seperti bank desa, lumbung desa, badan kredit desa, dan lembagalemabaga lainya. 2.3.4. Persyaratan dan prosedur pendirian Bank a. Pendirian Bank Umum Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usahanya dengan izin Bank Indonesia selaku Bank Sentral.Pemberian izin untuk mendirikan Bank Umum dilakukan melalui 2 tahapan.Pertama, tahap persetujuan untuk melakukan persiapan Pendirian Bank yang bersangkutan.Tahap kedua berupa pemberian izin usaha yakni izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan.Selama belum mendapat izin usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan usaha apapun di bidang perbankan. Penjelasan secara rinci untuk pendirian bank umum dijabarkan dalam SK Direksi BI No: 32/33/Kep/Dir, Tentang Bank Umum tanggal 12 Mei 1999 : Persyratan dan prosedur pendirian bank umum terdiri dari : a. Syarat Umum b. Persetujuan Prinsip c. Data Kepemilikan Bank d. Yang dapat menjadi Pemilik Bank e. Perubahan Pemilik f. Dewan Komisaris g. Persetujuan Bank Indonesia h. Pimpinan Cabang b. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat Pada pendirian BPR juga diperlukan izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana Bank Umum. Pada proses izin usaha dari Bank Indonesia diperlukan 2 tahap yaitu tahap persetujuan prinsip dan perolehan izin usaha. Selama salah satu atau kedua proses ini belum terpenuhi maka BPR tidak dapat melaksanakan kegiatan usaha apapun di bidang perbankan. Syarat-syarat untuk mendirikan BPR diatur dalam SK Direksi BI No.32/35/Kep/Dir, tentang Bank Perkreditan Rakyat tanggal 12 Mei 1999. Persyratan dan prosedur pendirian bank BPR terdiri dari : a. Syarat Umum Pendirian BPR b. Modal BPR c. Persetujuan Prinsip d. Ijin Pendirian BPR e. Kepemilikan BPR f. Perubahan modal g. Perubahan Pemilik Modal h. Anggota Komisaris dan Direksi i. Syarat Menjadi Anggota Direksi
Keempat elemen di atas merupakan satu kesatuan dalam sistem perbankan. Dimana masing-masing elemen berkaitan. Mulai dari latar belakang tujuan perbankan, bentuk-bentuk lembaga perbankan, bagaimana cara mendirikan bank serta pengaturan kepemilikannya. Untuk dapat memahami sistem perbankan, maka kita akan memahaminya satu persatu dari elemenelemen tersebut. Bank-bank yang beroperasi di Indonesia saat ini pada dasarnya dikelompokkan ke dalam Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sedangkan Bank Indonesia berfungsi sebagai bank sentral. Namun demikian, sejalan dengan terjadinya perubahan dalam sistem keuangan terutama yang terkait dengan kelembagaan perbankan sebagai dampak dikeluarkannya undangundang di bidang keuangan dan perbankan, berikut ini berbagai macam bank berdasarkan aspeknya masing-masing : a)
Aspek Fungsi
1) Bank Sentral, adalah bank yang merupakan badan hukum milik Negara yang tugas pokoknya membantu pemerintah, contoh : Bank Indonesia 2) Bank Umum, adalah bank yang sumber utama dananya berasal dari simpanan pihak ketiga, serta pemberian kredit jangka pendek dalam penyaluran dana, contoh : BNI, BRI, dll 3) Bank Pembangunan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya berasal dari penerimaan simpanan deposito serta commercial paper, contoh : Bank Jatim, Bank DKI, dll. 4) Bank Desa, adalah kantor bank di suatu desa yang tugas utamanya adalah melaksanakan fungsi perkreditan dan penghimpunan dana dalam rangka program pemerintah memajukan pembangunan desa. 5) BPR, adalah kantor bank di kota kecamatan yang merupakan unsur penghimpun dana masyarakat maupun menyalurkan dana nya di sektor pertanian dan pedesaan. b)
Status Kepemilikan
1) Bank Milik Negara, adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan dan pendiriannya di bawah UU tersendiri, contoh : BNI, BRI, BTN 2) Bank Milik Swasta Nasional, adalah bank milik swasta yang didirikan dalam bentuk perseroan terbatas, di mana seluruh sahamnya dimiliki oleh WNI dan/ atau badan-badan hukum di Indonesia, contoh : BCA, Bank Mega, Bank Danamon. 3) Bank Swasta Asing, adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang bank yang sudah ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran antara bank asing dengan bank nasional yang sudah ada di Indonesia. Bank asing ini hanya diperkenankan menjalankan operasinya di lima kota besar di Indonesia, contoh : Citibank, HSBC. 4) Bank Pembangunan Daerah, adalah bank yang pendiriannya berdasarkan peraturan daerah propinsi dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah kota dan pemerintah kabupaten, di wilayah yang bersangkutan, dan modalnya merupakan harta kekayaan pemerintah daerah yang dipisahkan, contoh : Bank Jatim. 5) Bank Campuran, adalah bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional, contoh : Bank UOB Buana, ANZ Panin Bank. c)
Kegiatan Operasional
1) Bank Devisa, adalah bank yang mempunyai hak dan wewenang yang diberikan oleh Bank Indonesia untuk melakukan transaksi valuta asing dan lalu lintas devisa serta hubungan koresponden dengan bank asing di luar negeri, contoh : BCA, Bank Mega, Bank Bukopin. 2) Bank Nondevisa, adalah bank yang operasionalnya hanya melaksanakan transaksi di dalam negeri, tidak melakukan transaksi valuta asing, dan tidak melakukan hubungan dengan bank asing di luar negeri.
d)
Penciptaan Uang Giral
1) Bank Primer, adalah bank yang dalam kegiatan operasionalnya tidak sekedar menghimpun dan menyalurkan dana nya, tetapi juga melaksanakan semua transaksi yang berhubungan langsung dengan kas. 2) Bank Sekunder, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya sekedar melaksanakan transaksi kas secara langsung. e)
Sistem Organisasi
1) Unit Banking System, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya mempunyai satu kantor saja dan melayani masyarakat di sekitar wilayah itu. Contoh : BPR baik konvensional maupun syariah. 2) Branch Banking Syistem, adalah bank yang kegiatan operasionalnya di beberapa wilayah dan memiliki beberapa kantor cabang, di mana sistem organisasi, keuangan, dan sumber daya manusia terkait dengan kantor pusat. Contoh : Bank Danamon, Bank Mega, Bank BCA. 2.4. Perkembangan Sistem Perbankan di Indonesia. 2.4.1. Situasi Perbankan Indonesia Praderegulasi Pada periode tahun 1974-1982 perekonomian Indonesia berkembang cukup baik karena ditopang oleh ekspor migas yang cukup tinggi. Tingginya harga minyak pada saat itu memengaruhi penerimaan dalam negeri sehingga dana pembangunan cukup tersedia untuk menunjang kegiatan investasi. Pada saat itu masyarakat yang belum menemukan sasaran investasi yang tepat menyimpan dana nya di bank sehingga terjadi kelebihan likuiditas yang cukup besar. Di samping itu juga Bank Indonesia (central bank) menyediakan kredit likuiditas dengan syarat yang mudah dan lunak untuk membiayai pengembangan sektor yang potensial. 2.4.2. Situasi Perbankan Indonesia Pascarederegulasi Perkembangan perbankan di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat beberapa tahun terakhir ini. Hal itu disebabkan oleh adanya serangkaian langkah deregulasi di bidang perbankan. Ada beberapa deregulasi di bidang perbankan dan moneter yang secara kronologis dapat dikemukakan sesuai urutan waktu pengumuman kebijaksanaan deregulasi. a. kebijaksanaan pemerintah tanggal 1 Juni 1983 Kebijaksanaan ini bertujuanuntuk menggairahkan pengerahan dana masyarakat. Kebijaksanaan tersebut antara lain berisi penghapusan sistem pagu kredit dan mengurangi kredit likuiditas, Bank Indonesia tidak menetapkan tingkat suku bunga deposito maupun suku bunga pinjaman, dan kebijaksanaan moneter dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan penyediaan fasilitas diskonto. b. Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) Latar belakang kebijaksanaan ini dilandasi oleh kebijaksanaan 1 Juni 1983 yang ternyata mendapat penghimpunan dana untuk investasi swasta. Selanjutnya pihak swasta berpartisipasi lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan iklim yang memungkinkan bank-bank beroperasi lebih efisien dan perluasan jaringan kantor bank. c. Kebijaksanaan Pemerintah 25 Maret 1989 Kebijaksanaan ini merupakan penyempurnaan Pakto 88 yang berisikan tentang penyempurnaan pendirian BPR. Dalam kebijaksanaan baru ini usaha BPR tidak boleh menerima simpanan dalam bentuk giro, tidak diperkenankan pindah wilayah dan membuka kantor cabang dan tidak perlu penyesuaian modal bagi BPR baru tetapi disesuaikan dengan kebutuhan modal. BPR yang akan meningkatkan usahanya untuk menjadi bank umum harus mempunyai modal sebesar Rp. 10 miliar.
d. Kebijaksanaan Pemerintah 29 Januari 1990 Latar belakang kebijaksanaan ini untuk mendukung pembangunan yang makin efisien. Untuk itu perlu disempurnakan aturan tentang Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang jumlahnya masih relatif tinggi dan menyempurnakan sistem perkreditan.Kebijaksanaan yang diambil meliputi mengurangi secara bertahap pemberian KLBI, KLBI diberikan secara terbatas untuk swasembada pangan (KUT), pengembangan koperasi (kredit koperasi KUD dan anggota koperasi primer), dan peningkatan investasi (pembiayaan pembangunan) PIR trans, KPR yang diberikan dengan maksimum sebesar Rp. 50 juta dan jumlah kredit yang disediakan minimum 20% disalurkan untuk usaha kecil dan kegiatan koperatif yang produktif. e. Paket Kebijakan Pemerintah Februari 1991 Inti kebijaksanaan ini meliputi beberapa aspek penting yang terdiri dari : 1) penyempurnaan persyaratan perizinan, kepemilikan dan kepengurusan bank, yang meliputi beberapa aspek antara lain pemilik dan pengelola bank harus memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan fungsinya untuk melindungi kepentingan masyarakat sehingga kesehatan sebuah bank harus diupayakan secara kontinuitas sejak berdiri, pembukaan kantor cabang atau perwakilan dan penyertaan bank di luar negeri, pendirian kantor bank, dan persyaratan pembukaan kantor BPR dan merger. 2) Ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian (prudential regulation) yang meliputi permodalan bank, jaminan pemberian kredit, kredit untuk pembelian saham dan pemilikan saham oleh bank, batas maksimum pemberian kredit, kredit untuk pembelian saham dan pemilikan saham oleh bank, batas maksimum pemberian kredit (BMPK) atau legal lending limit, dan garansi bank. 2.4.3. Perkembangan jumlah bank dan kantor bank Selama periode tahun 2004-2009 jumlah bank dan kantor bank termasuk bank perkreditan rakyat mengalami peningkatan yang sangat pesat. Selama 6 tahun jumlah bank mengalami pertumbuhan sebesar 92,48% atau menurun rata-rata -7,52% setiap tahun. Dalam tahun 2004 terdapat 133 bank, turun menjadi 123 pada tahun 2009. Selain itu selama 6 tahun terakhir jumlah kantor bank mengalami pertumbuhan 157,456% atau meningkat rata-rata setiap tahun 57,45% yaitu dari 7.939 kantor bank pada tahun 2004 menjadi 12.500 kantor bank pada tahun 2009. 2.4.4. Perkembangan dana dan kredit bank Dalam periode 2004-2009 tingkat pertumbuhan dana bank yang dihimpun dari masyarakat jika dilihat menurut kelompok bank, dan jenis mata uang, maka tahun 2004 bank umum swasta nasional devisa berhasil menghimpun dana lebih besar. Pada periode yang sama jumlah kredit bank yang berhasil dikucurkan dari sector ekonomi paling besar didonimasi oleh sektor industry, diikuti sektor jasa, dan yang terakhir adalah sektor pertanian. 2.4.5. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Perintisnya adalah Ahmad El Najjar. Sistem pertama yang dikembangkan adalah mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba / bagi hasil) pada tahun 1963. kemudian pada tahun ’70-an, telah berdiri setidaknya 9 bank yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Baru kemudian berdiri Islamic Development Bank pada tahun 1974 disponsori oleh negaranegara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, yang menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara anggotanya dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah Islam. Di Indonesia perbankan syariah baru muncul pertama pada tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank Muamalat sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Kamudian, IDB memberikan suntikan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturn Pemerintah N0 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Rinsip Bagi Hasil. Sampai saat ini, pada tahun 2007, terdapat setidaknya 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Bank merupakan suatu lembaga perantara bagi pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Bank menerima simpanan dana dari pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (misalnya dalam bentuk tabungan dan deposito) dan menyalurkannya kepada pihak yang memerlukan dana dalam bentuk pinjaman. Perbankan di Indonesia dalam melakukan aktivitas bisnisnya yaitu dalam memenuhi fungsi dasarnya masih mengalami berbagai permasalahan yang mendasar yang masih terjadi hingga saat ini. Berdasarkan fungsi dasarnya sebagai penghimpun dan penyalur dana, maka bank akan selalu berkepentingan dengan pihak-pihak yang kelebihan dana dan juga pihak-pihak yang kekurangan atau membutuhkan dana, atau sering disebut dengan kreditur. Kinerja perbankan dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat dalam menyimpan uang mereka pada bank. Perbankan di Indonesia telah mengalami perkembangan mulai dari praderegulasi sampai pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan sesusai dengan jenis, kepemilikkan, kegiatan usaha, pembentukkan uang giral serta sistem organisasi nya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi nya sendiri-sendiri. Dan untuk menciptakan perbankan yang sehat, kuat dan efisien maka diperlukan Arsitektur Perbankan Indonesia. Demikian makalah “Sistem Perbankan Indonesia dan Perkembangannya” yang telah kami susun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Latumaerissa, Julius R.2011.BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN.Jakarta:Salemba Empat. Budisantoso, Totok & Sigit Triandaru.2006.BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN.Jakarta :Salemba empat http://rohmanichwani.blogspot.co.id/2014/09/bentuk-hukum-badan-usaha-perbankan.html http://www.anneahira.com/sistem-perbankan-indonesia.html https://edwinnisme.wordpress.com/2014/04/11/sistem-perbankan-indonesia/