Sistem Pengontrolan Posisi Dan Kecepatan Motor Dc

  • Uploaded by: Taufiq Hidayat
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sistem Pengontrolan Posisi Dan Kecepatan Motor Dc as PDF for free.

More details

  • Words: 2,433
  • Pages: 15
Tugas UTS Pengontrolan Posisi Motor DC Menggunakan Pengontrol PID dengan Metode Penalaan PID Ziegler-Nichols

Oleh: Imam Wijayasastra Sinaga Muhammad Taufiq Hidayat

(20217039) (13315062)

Dosen: Dr. Augie Widyotriatmo

MAGISTER INSTRUMENTASI DAN KONTROL FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2019

Pemodelan Posisi dan Kecepatan Motor DC

dengan La : Lilitan armature Ie : Arus pada stator ω: kecepatan sudut rotor Ia : Arus yang mengalir pada Armature Ie : Arus yang mengalir pada stator Ra : Hambatan dalam armature Re : Hambatan dalam stator Va : Tegangan armature Ve : Tegangan stator

Mengacu pada rangkaian lisrik diatas maka akan didapatkan pemodelan sebagai berikut: Ve(t ) = V .Le + V . Re

Ve(t ) = L

dIe(t ) + Ie(t ). Re dt

(1) (2)

Medan magnet yang digunakan diasumsikan permanen oleh sebabnya persamaan diatas tidak digunakan dalam permodelan ini. Di lain hal, adanya tegangan balik emf (e) yang besarnya berbanding lurus dengan kecepatan rotor. Tegangan ini berbanding lurus dengan kecepatan putar motor, dan tegangan back emf sendiri dapat dirumuskan:

e

= Kϕ ϕ ω



= konstanta fluks,

Φ

= besarnya medan magnet

ϕ

= konsatan (magnet permanen), sehingga persamaan (3) menjadi:

e

= KB ω

(3)

(4)

Sehingga pemodelan elektrik untuk rangkaian rotor dapat dilihat sebagai berikut: Va(t ) = VLa + VRa + e

(5)

Va(t ) = L.

dIa(t ) + Ia(t ).Ra + Kb   (t ) dt

(6.a)

Va(t ) = L.

dIa(t ) d (t ) + Ia(t ).Ra + Kb  dt dt

(6.b)

Persamaan gaya yang berlaku pada motor dapat ditulis sebagai berikut: Te – Tω –Tω’-TL = 0

(7)

dimana, Te

: Torsi elektromagnetik



: Torsi akibat kecepaton rotor

Tω’

: Torsi akibat percepatan rotor

TL

: Torsi karena adanya beban pada rotor.

Besarnya Torsi elektromagnetik akan berbanding lurus dengan arus yang melewati kumparan armature (Ia) dan medan magnet. Namun pada percobaan kali ini diasumsikan bahwa medan magnet konstan sehingga torsi motor eleltromagnetik proporsional terhadap arus armature, Torsi elektromagnetik dapat dirumuskan:

Te = Kt . Ia

(8)

dimana Kt adalah konstanta torsi, Dengan asumsi bahwa rotor tanpa beban (TL = 0). Sedangkan untuk torsi pada saat ada kecepatan motor dapat dituliskan sebagai berikut: Tω = B . ω

(9)

Dimana B adalah gaya friksi dari rotor. Untuk Torsi akibat percepatan rotor, dapat dirumuskan sebagai berikut: Tω’ = 𝐽

𝑑ω(t) 𝑑𝑡

(10)

Dengan J adalah momen inersia dari rotor. Kemudian persamaan 10, 9 dan 8 disubitusikan ke persamaan 7, sehingga didapatkan:

Kt.  Ia(t ) = B   + J

d (t ) dt

d (t ) d 2 (t ) Kt.  Ia(t ) = B  +J dt dt 2

(11.a) (11.b)

Ia(t ) =

B J d (t )  +  Kt. Kt dt

(12.a)

Ia(t ) =

B d (t ) J d 2 (t )  + Kt. dt Kt. dt 2

(12.b)

Kemudian persamaan (12.a) dan (12.b) disubtitusikan ke persamaan (6.a) dan (6.b).

Va(t ) =

L  J d 2  L  B Ra  J  d  Ra  B  + + + + Kb     2 Kt dt Kt  dt  Kt  Kt 

(13.a)

Va(t ) =

L  J d 3  L  B Ra  J  d 2  Ra  B  d + + + Kb    2 + 3 Kt dt Kt  dt  Kt  Kt  dt

(13.b)

Untuk memudahkan perhitungan, karena pada dasarnya B, Ra,J dan Kt dan Kb adalah konstanta yang dimiliki oleh motor, maka

L J diwakilkan oleh sebuah konstanta yaitu A, Kt

L  B + Ra  J Ra.  B + Kb  Kt diwakilkan oleh konstanta B dan diwakilkan dengan konstanta Kt Kt C. Maka diperoleh persamaan:

Va(t ) = A

d 2 d +B + C  2 dt dt

(14.a)

Va(t ) = A

d 3 d 2 d + B +C 3 2 dt dt dt

(14.b)

Jika dimodelkan dalam bentuk state space adalah sebagai berikut:

1     0   1   0 C B    1  +  1   Va  =   − −   2   A A   2   A 

(15.a)

  Y = 1 0   1   2 

(15.b)

1 = ; d Diketahui bahwa  2 = dt

1  0 1     2  = 0 0 3  0 − C    A

   0  1   0  1    2  +  0   Va 1 B −   3    A  A

(16.a)

1  Y = 1 0 0   2   3 

(16.b)

1 =  ; d Diketahui bahwa  2 =

dt d 2 3 = 2 dt

Simulasi Pemodelan dan Pembuktian Model Dapat Dikontrol dengan PID Untuk membuktikan bahwa model ini dapat dikontrol dengan kontroller PID, maka persamaan (14.a) dan (14.b) dilaplacekan terlebih dahulu :

(

)

Va( s) = As 2 + Bs + C   ( s)  ( s) 1 = 2 Va( s) As + Bs + C

( Va( s) = (As

)

)

+ Bs 2 + Cs   ( s)  ( s) 1 = 3 Va( s) As + Bs 2 + Cs

(

3

(17.a)

)

(17.b)

Gambar 1. Hasil simulasi pemodelan kecepatan motor dc dengan fungsi input step

Gambar 2. Hasil simulasi pemodelan posisi motor dc dengan fungsi input step

Kemudian diterapkan kontroller PID dengan formula sebagai berikut: 1   Va( s) = Kp e(s ) + e(s ) + Td  s  e(s ) Ti  s  

Va(s) 1   + Td  s  = Kp1 + Ti  s e(s)  

(18)

Gambar 3. Diagram blok sistem ”close loop” Dari diagram blok pada Gambar 3, input adalah Set Point dari sistem yang akan ditulis sebagai SP. Maka dapat disimpulkan bahwa model keseluruhan sistem adalah:

(

)

 ( s) =

Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1) SP( s ) Ti  s As 2 + Bs + C + Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1)

 ( s) =

Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1) SP( s) Ti  s As 3 + Bs 2 + Cs + Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1)

(

(

(

)

(

)

)

)

(

(19.a)

)

(19.b)

dari gambar (1) e(s) dapat dicari dengan rumus SP(s)-θ(s), sehingga dapat diformulasikan menjadi sebagai berikut: e( s) = SP( s) −  ( s) e( s) = SP( s) −  ( s)

(

)

 Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1) e( s ) = SP( s )1 − 2 2  Ti  s As + Bs + C + Kp  Ti  Td  s + Ti  s + 1)

(

)

(

(

)

)

  

 Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1) e( s ) = SP( s )1 − 3 2 2  Ti  s As + Bs + Cs + Kp  Ti  Td  s + Ti  s + 1)

(

)

(

)

(20.a)

  

(20.b)

Untuk mencarai keadaan sistem pada saat t =∞, atau dapat dikatakan bahwa sistem mencapai steady state adalah: Ess = lim s  e( s ) s →0

1

Jika dicari respon unit step, maka SP(s)= 𝑠 ,

(

)

1 Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1) Ess( s ) = lim s  1 − s →0 s  Ti  s As 2 + Bs + C + Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1)

(

)

(

(

)

)

  

1 Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1) Ess( s ) = lim s  1 − s →0 s  Ti  s As 3 + Bs 2 + Cs + Kp  Ti  Td  s 2 + Ti  s + 1)

(

𝐸𝑠𝑠 =(1 −

𝐾𝑝 𝐾𝑝

)

(

)

  

)=0

(21)

Dari persamaan 21 dapat dilihat ketika t =∞, eror sistem adalah 0, sehingga dapat dikatakan kontroller dapat membuat sistem menjadi steadystate pada saat t =∞.

Pengontrolan PID posisi Motor DC dengan metode tuning PID Ziegler Nichols Untuk mencari parameter PID yang tepat, disini digunakan analisa Ziegler –Nichols, dimana untuk langkah perrtama, dikondisikan bahwa kontrol yang bekerja adalah Kp. Dengan kata lain, Td=0 dan Ti=∞. Dari sini nanti akan didapatkan K mininmal supaya sistem berosilasi. K ini nanti yang dinamakan Kcr. Dengan mendapatkan Kcr, untuk mendapatkan Ti dan Td baru maka perlu dicari Pcr terlebih dahulu dengan memasukkan nilai dari akar-akar pada sistem tersebut. Pada percobaan kali ini, diasumsikan parameter-parameter motor DC yang digunakan ialah sebagai berikut: Momen Inersia (J)

= 0.01 Kg.m2

Konstanta gesekan (B)

= 0.1 N.m.s

Konstanta emf (Kb)

= 0.01 V/rad/s

Konstanta torsi motor (Kt)

= 0.01 N.m/Amp

Resistansi (Ra)

= 1 Ohm

Induktansi

= 0.5 H

Dari persamaan (19.a) dan (19.b) dengan mengkondisikan Td=0 dan Ti=∞, maka didapatkan:

1   Kp 3  2  ( s) As + Bs + Cs   = 1 SP( s )   1 + Kp 3  2  As + Bs + Cs 

 ( s) SP( s )

=

Kp As + Bs 2 + Cs + Kp 3

(22.b)

Dengan memasukkan nilai-nilai parameter motor DC diatas maka diperoleh:

 ( s) SP( s)

=

Kp 0.5s + 6s + 10.01s + Kp 3

2

(23)

Dari transfer function pada persamaan (24), langkah selanjutnya adalah menentukan Gain minimal, agar sistem berosilasi. Dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh pada akar persamaan dari sistem didaptkan: 0.5s 3 + 6s 2 + 10.01s + Kp = 0

s3

0.5

10

s2

6

Kp

s1

10 − 1 Kp 12

0

s0

Kp

Dari Routh array diatas sistem akan mulai berosilasi jika Kp =120. Sehinggga dapat dikatakan critical gain = 120 Kcr = 120; Untuk mendapatkan critical gain juga bisa diperoleh dengan melihat karakteristik root locus dari persamaan model sistem. Berikut ini adalah hasil simulasi root locus sistem posisi motor DC.

Gambar 4. Penentuan Kcr dari karakteristik root locus sistem Dari gambar diatas terlihat bahwa batas maksimal gain agar sistem berosilasi dengan konstan ialah ditandai dengan titik yang tepat berada diperbatasan sumbu imajiner. Maka dari itu diperoleh Kcr= 120. Dengan menentukan Kp = Kcr, maka akan didapatkan persamaan karakteristik yaitu: 0.5s 3 + 6s 2 + 10.01s + 120 = 0

(25)

Langkah selanjutnya ialah menentukan periode critical (Pcr). Pcr dapat diperoleh dengan mensimulasikan Kcr pada persamaan (23). Berikut ini adalah hasil simulasinya.

Gambar 5. Penentuan Pcr dari simulasi persamaan model dengan Kcr Dari gambar diatas terlihat bahwa Pcr = 1,84-0,432= 1,408. Sehingga dengan menggunakan rumus dari Ziegler Nichols untuk menentukan nilai parameter-parameter pengontrolan PID yaitu

Maka diperoleh nilai-nilai gain proporsional, integral dan derivative sebagai berikut Kp

= 72

Ti

= 0.704

Td

= 0.176

Dengan menggunakan parameter-paremter pengontrolan PID tersebut maka dapat disimpulasikan pengontrolan posisi dengan PID kalang tertutup sebagai berikut

Gambar 6. Hasil simulasi pengontrolan PID posisi Motor DC dengan Tuning PID Ziegler Nichols

Dari hasil simulasi diatas terlihat bahwa hasil pengontrolan memiliki overshoot yang besar yaitu 61.6%. dan rise time sebesar 0,289. Hal ini bisa disebabkan oleh nilai Kp yang sangat besar sehingga menghasilkan overshoot yang besar pula. Jika disbandingkan dengan pengontrol P atau pengontrol PI, dapat dilihat bahwa pengontrol PID memiliki hasil yang lebih baik dari segi rise time, overshoot dan settling time dari pada dua pengontrol tersebut

Gambar 7. Hasil simulasi pengontrolan P posisi Motor DC dengan Tuning PID Ziegler Nichols

Gambar 7. Hasil simulasi pengontrolan PI posisi Motor DC dengan Tuning PID Ziegler Nichols Untuk memperbaiki hasil pengontrolan PID menjadi lebih baik lagi, kita dapat mengikuti prinsip-prinsip dibawah ini agar karakteristik hasil pengontrolan PID lebih baik sesuai yang telah ditentukan. Perlu diketahui bahwa prinsip-prinsip dibawah tidak semua susuai dengan semua sistem, namun pada umumnya telah terbukti dan sesuai dengan prinsip tersebut.

Berdasarkan prinsip diatas, maka untuk bisa mengurangi overshoot kita dapat menurunkan nilai Kp, Ki atau menaikkan nilai Kd. Dengan menguji bahwa Kp= 36, Ki= 51.1364 dan Kd= 25,344 diperoleh hasil pengontrolan yang overshoot-nya jauh berkurang dibanding dengan sebelumnya yaitu sebesar 17,9%. Namun memiliki efek bahwa nilai rise time menjadi sedikit naik menjadi 0.321 dan Settling Time sedikit meningkat menjadi 5.15.

Gambar 8. Hasil pengontrolan PID dengan parameter-parameter diubah dengan manual

Kesimpulan Pengontrolan Posisi Motor DC dengan pengontrolan PID Ziegler Nichols lebih baik dibandingkan dengan pengontrol P atau PI Ziegler Nichols. Berdasarkan hasil simulasi bahwa dengan pengontrol PID diperoleh karakteristik hasil pengontrolan berupa overshoot 61,6%, rise time sebesar 0,289 s dan settling time 5.01 s. Dengan mengubah nilai parameter Kp, Ki, Kd sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah dijelaskan diatas, maka diperoleh hasil pengujian dengan parameter bahwa Kp= 36, Ki=

51.1364 dan Kd= 25,344 diperoleh hasil pengontrolan yang lebih baik dari segi overshootnya yang berkurang

Lampiran %%fungsi transfer sistem %Definisikan fungsi transfer %%Pemodelan Posisi L = 0.5 ; J = 0.01 ; Kt = 0.01 ; Kb = 0.01 ; R = 1; b = 0.1; s = tf('s'); W=L*J/Kt; X=(L*b+R*J)/Kt; Y=(R*b+Kb*Kt)/Kt; Gs=tf(1, [W X Y 0]); GsCL=Gs/(1+Gs); figure(1); step(GsCL,Gs); %respon step sistem

figure(2); rlocus(Gs); %rootlocus sistem Kcr = 120; %didapat dari root locus %%penentuan Pcrcr dengan metode closedloop D = pid(Kcr); T = feedback(D*Gs,1) figure(3); t = 0:0.01:10; step(T,t) %%untuk dapat Pcr title('Respon Gain Critical') Tcr = 1.408; %didapat dari respon step closedloop %%Pengontrol PID Kp = 0.6*Kcr Ki = Kp/(0.5*Tcr) Kd = Kp/(0.125*Tcr) E= pid(Kp,Ki,Kd); PID = feedback(E*Gs,1);

figure (4) t = 0:0.01:10; step(Gs,PID,t), legend('Gs','Respon Pengontrolan PID') title('Respon dengan pengontrol PID')

%%Pengontrol PI Kp1 = 0.45*Kcr Ki1 = Kp1/(0.8333*Tcr) %%Kd = Kp*(0.125*Tcr) F= pid(Kp1,Ki1); PID5 = feedback(F*Gs,1); figure (5) t = 0:0.01:50; step(Gs,PID5,t), legend('Gs','Respon Pengontrolan PI') title('Respon dengan pengontrol PI') %%Pengontrol P Kp2 = 0.5*Kcr %Ki1 = Kp1/(0.8333*Tcr) %%Kd = Kp*(0.125*Tcr) H= pid(Kp2); PID3 = feedback(H*Gs,1); figure (6) t = 0:0.01:10; step(Gs,PID3,t), legend('Gs','Respon Pengontrolan P') title('Respon dengan pengontrol P')

Related Documents


More Documents from ""