SISTEM PELAYANAN GAWAT DARURAT TERPADU
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
oleh Kelompok 3 kelas F 2016 Khansa Salsabila W.U
NIM 162310101106
Munazilatul Chasanah
NIM 162310101199
Bejo Utomo
NIM 162310101208
M. Anugrah Maulana
NIM 162310101213
Anggara Hikmayani
NIM 162310101215
Amelina
NIM 162310101216
Mariatul Rochmawati Nuris Wahyuni
NIM 162310101224
Dewi Wulandari
NIM 162310101228
PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNVERSITAS JEMBER 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kelompok dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep. selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Gawat Darurat, dan Ns. Muhamad Zulfatul A’la, S.Kep., M.Kep selaku dosen pembimbing dalam pembuatan tugas makalah Gawat Darurat serta kepada semua pihak yang secara tidak langsung ikut serta membantu dalam menyelesaikan tugas ini. Kelompok berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai SPGDT di negara Singapura dan penerapannya di Indonesia. Kelompok juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kelompok buat di masa yang akan datang.
Jember, 22 Maret 2019
Kelompok 3
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................. iii BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 1 1.3 Tujuan ....................................................................................... 1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2 BAB 3. PEMBAHASAN ............................................................................... 7 BAB 4. PENUTUP ......................................................................................... 16 4.1 Kesimpulan ............................................................................... 16 4.2 Saran ......................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA
Bab 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Sejak 1992, Singapura menjadi salah satu negara yang mengusahakan “Trauma Management”. Keterlibatannya menitikberatkan pada “pre hospital care, accident and emergency services” yang berorientasi pada kasus trauma. Kasus trauma ataupun kecelakaan di Singapura menjadi pusat perhatian dengan menyumbang kasus tertinggi yang menimbulkan kecacatan bahkan kematian pada usia menengah setelah kasus kematian akibat penyakit kronis. Kasus tersebut diantaranya yakni trauma akibat terjatuh, kecelakaan saat berkendara, terbakar, tersedak, tenggelam, tertusuk, tersetrum, dan sebagainya. Kematian sebagian besar disebabkan oleh cedera multipel yang menyebabkan pendarahan dan cedera pada saraf pusat. Sebanyak 65,6% kematian terjadi sebelum pasien sampai di pelayanan kesehatan terdekat, yang disebabkan karena kondisi asfiksia dan kerusakan saraf pusat (Leong, dkk, 2003). Akibat tingginya angka kejadian trauma dan kematian, maka dikembangkan upaya pre hospital yang disediakan dalam sistemika Emergency Medical Services (EMS) yang terintegrasi dalam jangkauan ambulans berbasis basic life support (Yng, 2014). Upaya yang terus dikembangkan ini menunjukkan efektifitas dengan perhatian pada tanda vital yang ditunjukkan pasien selama penanganan pertama. Respon pasien diperhatikan selama penanganan sehingga dapat terdiagnosis lebih cepat (Ministry of Health, 2017). Penerapan dari EMS berada dibawah pengawasan The Singapore Civil Defence Force (SCDF), dalam penanganannya pasien akan difasilitasi melalui penjemputan dari kejadian pekara dengan berbagai kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan pasien yang dilengkapi dengan peralatan medis dan paramedis bersamanya (Ho, dkk, 2015). Alur pendeteksian korban ditemukan berdasarkan pengembangan IPTEK dengan menggunakan fasilitas satelit yang bekerja sebagai pengawas berbagai titik diseluruh negeri. Ketika terjadi masalah maka satelit akan memberikan
respon pada pangkalan ambulans terdekat untuk mengirimkan bantuan. Yang mana dalam ambulans telah tersedia berbagai alat penunjang kehidupan disertai dengan tenaga kesehatan terlatih untuk mengkondusifkan keadaan pasien. SCDF juga akan memberikan jawaban pada setiap panggilan darurat yang ditujukan padanya, sekitar 150.155 telfon telah direspon oleh SCDF ditahun 2013. EMS dapat memberikan penanganan dan menyatakan kematian pasien saat perjalanan dengan tanda yang ditunjukkan seperti rigor mortis, terpisahnya kepala dari tubuh maupun kebiruan namun tidak dapat melakukan resusitasi di lapangan (Ho, dkk, 2015). Paramedis yang ikut serta dalam penanganan wajib melalui pelatihan Basic Trial Life Support (BTLS) yang telah disiapkan oleh Ministy of Health (MOH) untuk memperoleh pengakuan terhadap kompetensi yang dimilikinya. Sistem yang disiapkan sesuai dengan standar yang langsung terhubung pada SCDF untuk panggilan ambulans. Pendokumentasian terstruktur juga dilakukan dalam ambulans selama masa transfer pasien ke rumah sakit. Penanganan dilakukan dengan memberikan pemantauan, pelaporan dan pengevaluasian selama di ambulans termasuk penanganan pada infeksi yang terjadi. Maka paramedis juga dibekali dengan pelatihan penggunaan alat perlindungan diri (MOH, 2017). Di Indonesia upaya penanganan ini disebut sebagai SPGDT (Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu) yang telah tertuang pada PMK No. 19 Tahun 2016. Hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam penanggulangan dan upaya tercepat penyelamatan. Jika dikaji melalui beberapa komponennya, Indonesia nampak telah menjalankan tugasnya yang terintegrasi mulai dari alur yang ditangani oleh PSC (Public Safety Center) dalam pelaporan melalui 119. PSC terdekat memberikan tanggapan berdasarkan instruksi dari pusat komando nasional dalam pemberian tindakan. Tindakan juga diberikan oleh paramedis terlatih kegawatdaruratan untuk menstabilisasi korban dan mengevakuasinya. Penanganan terpadu yang dimaksud memberikan penangan pra hospital, intra hospital dan juga antar fasilitas kesehatan. Jelas bahwa sistem telah terintegrasi dalam dokumen yang bersangkutan.
1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah penerapan Emergency Medical Services di Singapura ?
1.3 Tujuan Mengetahui penerapan Emergency Medical Services di Singapura
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Emergency Medical Services Penerapan dari Emergency Medical Services (EMS) berada dibawah pengawasan The Singapore Civil Defence Force (SCDF). Standar kelayakan perawatan darurat pra-rumah sakit di Singapura pada tahun 2013 meliputi survey penilaian struktur, ruang lingkup layanan,dan karakteristik bantuan fast response paramedics. SCDF mengoperasikan 46 ambulans dengan 15 fast response paramedics (FRP) serta 41 pengendara motor yang akan memberikan respons pertama untuk menaggulangi kebakaran dilengkap dengan sistem berbasis kebakaran. System pusat (Tritech Software Systems, San Diego, CA,USA) yang terhubung langsung ke system lokal akan memberi pemberitahuan apabila terjadi keadaan darurat nantinya, system akan mendeteksi lokasi korban otomatis dan lalu lintas jalan sekitarnya dengan menggunakan fasilitas satelit yang bekerja sebagai pengawas diberbagai titik diseluruh negeri. Setelah mendeteksi satelit akan memberikan respon pada pangkalan yang tersebar sebanyak 15 stasiun untuk ambulan dan 25 stasiun pemadam kebakaran. Petugas yang ikut serta dalam penanganan korban sebagian besar adalah petugas pemadam kebakaran, paramedis dan perawat. Sebelumnya mereka harus melalui pelatihan khusus untuk bisa terjun langsung memberikan penanganan kegawatdarurtan. Sehingga petugas mampu memberikan kardiopulmoner resusitasi (CPR), penggunaan otomatis external defibrillator (AED), tersedak, kontrol perdarahan,dll. The Singapore Civil Defence Force (SCDF) didanai oleh pemerintah yang disediakan gratis bagi warga. Walaupun begitu para petugas tetap mendapat gaji yang layak. Ambulans SCDF memiliki 3 kru yang saing bekerja sama. Pertama, paramedis (setara Emergency Medical Technician (EMT) di Amerika Utara), kedua asisten ambulans (setara dengan dasar EMT basic di Amerika Utara),dan ketiga yakni pengemudi (salah satu kru yang saat ini sedang dibekali EMT basic
seperti di Amerika Utara). Perawatan ambulan dibatasi protokol dan kontrol medis tidak langsung. Namun, kru ambulans dapat menghubungi tim medis di rumah sakit untuk dapat merujuk korban.
Gambar 2.1 Zona tangkapan Angkatan Pertahanan Sipil Singapura dan cakupan waktu perjalanan Pada tahun 2009 ada 200 penyedia (4,0 per 100.000 populasi) dan 0,8 ambulan per 100.000 populasi. Sehingga, SCDF menggunakan kebijakan zona resapan di mana pasien dari wilayah geografis tertentu akan dirujuk ke rumah sakit umum terdekat dengan lokasi kejadian. Pada tahun 2006 Response Time mulai dari panggilan darurat dan pengiriman bantuan ke lokasi kejadian adalah 8 menit, dengan standar deviasi 4,8 menit. Beberapa kondisi yang memperburuk waktu penanganan populasi urban dengan lebih dari 80% tinggal di apartemen bertingkat menjadikan Faktor Response Time memanjang. Sebagai tambahan, SCDF menyediakan FRP berbasis sepeda motor, yang telah terlatih sehingga memiliki kompetensi dan teknik yang sama dengan paramedis ambulans. Sepeda motor dikirim untuk trauma besar dengan kemacetan lalu lintas yang membuat ambulans sulit menjangkau, korban henti jantung, dan kedaruratan medis yang mungkin dapat menyebabkan serangan jantung mendadak (tidak sadar, kesulitan bernafas). Baru-baru ini SCDF menambahkan FRP khusus pemadam kebakaran berbasis-sepeda motor. FRP khusus pemadam kebakaran
juga menyediakan paramedis yang tidak dilatih sebagai petugas pemadam kebakaran. Namun, secara operasional mereka berada di bawah komando dan kontrol dari dinas pemadam kebakaran. Beberapa petugas pemadam kebakaran saat ini sedang melakukan pelatihan Emergency Medical Technician. 2.2 Komponen EMS 1. Komunikasi Singapura merupakan salah satu negara yang mengusahakan adanya “Trauma Management”. Hal ini dikarenakan kajadian kecelakaan yang cukup tinggi di negara tersebut. Oleh karena itu pemerintah negera Singapura mengembangkan upaya pre hospital yang disediakan dalam sistemika Emergency Medical Services (EMS). Dengan adannya Emergency Medical Services (EMS) ini, komunikasi menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan. Di negara Singapura ini telah terdapat peraturan tersendiri mengenai komunikasi yang harus dilakukan warga negaranya saat ada pasien yang dalam keadaan darurat. Ketika ada keadaan darurat, warga disarankan untuk segera menghubungi ke 955 terlebih dahulu, untuk dapat memanggil ambulans tanggap darurat. Di negara ini pasien dengan keadaan tidak darurat dapat menghubungi
ke 1777 untuk dapat memanggil
ambulan non darurat. Selama dalam keadaan non darurat Emergency Medical Services (EMS) ke 955 tidak diperbolehkan untuk digunakan. Setelah ada seseorang yang menelpon hotline 955, maka akan ada para responden yang akan langsung menilai tingkat keparahan dari kondisi pasien, dan akan merespon sesuai dengan kategori yang berbeda. Selain itu di negera ini menerapkan sistem Triaging Medis Telepon yang menjadi salah satu aspek penting, dimana disini responden harus secara efektif daapat mengklasifikasokan kondisi korban. Triaging Medis Telepon merupakan salah satu penggerak penting kerangka kerja respon Emergency Medical Services (EMS). Dimana pusat operasi didukung langsung oleh paramedis SCDF dan staf perawat dari kementrian kesehatan yang dilatih khusus untuk secara akurat dapat mengklasifikasikan setiap panggilan dari Emergency Medical Services (EMS) berdasarkan dari tingkat keparahannya dan dapat juga memberikan saran kepada
penelpon sebelum kedatangan responden dari SCDF. Proses Triaging Medis Telepon di 995 Operations Center dibantu oleh Advanced Medical Protocol System (AMPS). AMPS adalah sistem TI yang dikembangkan secara khusus oleh tim SCDF dan dokter kedokteran darurat Departemen Kesehatan untuk dapat melakukan triase ketajaman pada kasus pasien. Disini penelpon atau masyarakat diminta untuk dapat menyajikan informasi yang relevan terkait kondisi korban dan segera menghubungi 955 untuk dapat mandapatkan bantuan dari Emergency Medical Services (EMS). Karena kerja sama dari penelpon dalam memberikan infromasi yang diberikan sangat penting untuk dapat memberikan bantuan yang akurat selama dalam keadaan darurat. Tujuannya agar para petugas Emergency Medical Services (EMS) untuk dapat mencapai keberhasilan yang diinginkan. Kemudian setelah itu Emergency Medical Services (EMS) akan mengirimkan sumber daya SCDF ke panggilan darurat, jika perlu, Spesialis Pusat Operasi juga akan memberi nasehat medis kepada penelepon seperti dalam melakukan prosedur CPR pada korban henti jantung sebelum kedatangan SCDF di tempat kejadian Untuk memfasilitasi respons yang lebih cepat kepada pasien, penelepon 995 harus melakukan hal berikut: 1. Identifikasi diri Anda dan berikan nomor telepon. 2. Berikan lokasi dan alamat / kode pos tertentu atau tengara atau landmark terdekat seperti nos tiang lampu, nos halte. Jika Anda menelepon 995 dari area terbuka tanpa landmark / bangunan dll, Anda dapat menggunakan aplikasi myResponder untuk menghubungi 995 yang akan mendaftarkan lokasi Anda. 3. Jelaskan tanda dan gejala pasien secara singkat dengan bantuan daftar pertanyaan yang dipandu mis. pria, Cina, 67 tahun, menderita sakit dada yang parah sejak 2 menit yang lalu, sesak napas, berkeringat. 4. Tenang dan ikuti instruksi dari penelepon. Jangan menutup telepon kecuali diperintahkan oleh penelepon. 5. Kirim seseorang untuk menunggu kru EMS, mis. dengan membuka pintu atau melanjutkan ke lobi lift untuk mengarahkan kru EMS kepada pasien.
6. Jika kondisi pasien memburuk, untuk segera menghubungi 995 untuk instruksi lebih lanjut. Meskipun demikian, di mana ada ketidakpastian mengenai kondisi pasti pasien selama triase medis telepon, SCDF akan mengadopsi pendekatan yang hati-hati dengan mengerahkan sumber dayanya di tempat untuk menilai dengan lebih baik tingkat keparahan pasien dan memberikan perawatan medis jika diperlukan. 2. Penanganan Penanganan EMS dinegara Singapura ini menggunakan salah satu penanganan SCDF yang merupakan salah satu otoritas operasioanl terkemuka yang berada di singapura. SCDF mengoperasikan Layanan Medis Darurat 24 jam (EMS), yang siap merespons setiap keadaan darurat medis yang berada di Singapura. Kru Emergency Medical Services (EMS) yang telah terlatih dan diperlengkapi dengan baik untuk dapat menangani berbagai macam keadaan darurat medis. Dalam keadaan darurat, setiap detik akan diperhitungkan. Jika seseorang terluka parah dalam suatu kecelakaan atau tiba-tiba pingsan, korban dapat mengalami komplikasi medis serius jika ia tidak segera mendapatkan perhatian dan perawatan medis. Kedatangan EMS yang cepat bisa menjadi keputusan antara hidup dan mati. Layanan medis darurat Emergency Medical Services (EMS) ini disediakan oleh angakatan pertahanan sipil singapura (SCDF). SCDF ini sendiri bertanggung jawab untuk mengoordinasikan respons dari multi lembaga di bawah manajemen krisis di kantor pemerintahan. SCDF mengoperasikan struktur sistem perintah Triaging telepon, dengan Kantor Pusat (HQ). SCDF ini berada pada puncak yang memerintah 4 Divisi. Divisi-divisi ini didukung oleh jaringan Stasiun Pemadam Kebakaran dan Pos Pemadam Kebakaran yang berlokasi strategis di sekitar pulau di negara Singapura. SCDF menyediakan layanan efektif pemadam kebakaran, penyelamatan, dan ambulan darurat. SCDF mengembangkan Rencana Darurat Sipil Operasional (Ops CE) - yaitu sebuah rencana darurat nasional. Dimana apabila ketika Ops CE diaktifkan, SCDF akan diberikan dengan wewenang untuk
dapat mengarahkan semua respons kekuatan di bawah struktur komando terpadu, sehingga memungkinkan semua sumber daya yang diperlukan untuk dikumpulkan dapat tercapai. Adapun kerangkan Respon Emergency Medical Services (EMS) atau penanaganan yang dilakukan Emergency Medical Services (EMS) pada saat ada pasien dengan keadaan darurat. Kerangka kerja respons EMS secara resmi diperkenalkan pada 1 April 2017. Kerangka kerja ini akan meningkatkan keseluruhan hasil kesehatan pengguna Emergency Medical Services (EMS), dengan memungkinkan sumber daya Emergency Medical Services (EMS) kami untuk merespons kasus yang mengancam jiwa dengan lebih cepat. Kerangka kerja ini didasarkan pada: 1. Pertama, membedakan terlebih dahulu panggilan berdasarkan keseriusan kondisi medis pasien. Ini dilakukan melalui triase medis telepon dan memprioritaskan setiap panggilan '995'.
Ketika ada keadaan darurat,
segera menghubungi ke 955 terlebih dahulu, untuk dapat memanggil ambulans tanggap darurat. pasien dengan keadaan tidak darurat dapat menghubungi
ke 1777 untuk dapat memanggil ambulan non darurat.
Selama dalam keadaan non darurat Emergency Medical Services (EMS) ke 955 tidak diperbolehkan untuk digunakan. Setelah ada seseorang yang menelpon hotline 955, maka akan ada para responden yang akan langsung menilai tingkat keparahan dari kondisi pasien, dan akan merespon sesuai dengan kategori yang berbeda. 2. Kedua, menyesuaikan skala sumber daya SCDF dan kecepatan respons terhadap tingkat keparahan setiap panggilan. Ini didasarkan pada ketajaman kasus, dari keadaan darurat yang paling mengancam jiwa ke keadaan darurat kecil dan non-darurat. SCDF ini berkomitmen untuk dapat menanggapi semua panggilan darurat. Namun tidak setiap panggilan darurat adalah situasi yang dapat mengancam jiwa di mana setiap menintnya diperhitungkan. Karenanya dalam hal relativitas, skala sumber daya SCDF dan kecepatan respons harus sepadan dengan keparahan kasus. Misalnya, prioritas tertinggi akan diberikan kepada individu yang menderita keadaan darurat yang mengancam jiwa yang sangat sensitif terhadap waktu,
seperti henti jantung atau trauma besar, yang bertentangan dengan keadaan darurat kecil seperti luka atau memar. Untuk pasien dengan keadaan kedaruratan minor, SCDF akan mengurangi responsnya dan mengirim Teknisi Medis Darurat (EMT) untuk merespons pada Fire Medical Vehicle. EMT akan menilai kondisi korban di tempat, memberikan pertolongan pertama, dan mengaktifkan ambulans untuk menyampaikan pasien hanya jika diperlukan. Kategori kasus medis dan respons SCDF yang sesuai adalah sebagai berikut:
Triaging Medis Telepon merupakan salah satu penggerak penting kerangka kerja respon Emergency Medical Services (EMS). Proses Triaging Medis Telepon di 995 Operations Center dibantu oleh Advanced Medical Protocol System (AMPS). Disini semua warga negara Sinagpura sebelumnya sudah diajarkan bagaimana cara menelpon jika ada suatau keadaan darurat. Mereka disni diajarkan untuk dapat menyajikan informasi yang relevan terkait kondisi korban dan segera menghubungi 955 untuk dapat mandapatkan bantuan dari Emergency Medical Services (EMS). Kemudian setelah itu Emergency Medical Services (EMS) akan mengirimkan sumber daya SCDF ke panggilan darurat, jika perlu, Spesialis Pusat Operasi juga akan memberi nasehat medis kepada penelepon seperti dalam
melakukan prosedur CPR pada korban henti jantung sebelum kedatangan SCDF di tempat kejadian Untuk memfasilitasi respons yang lebih cepat kepada pasien.
3. Transportasi Untuk menangani Emergency Medical Services (EMS). SCDF sendiri telah mengoprasiakan armada FL yang terdiri dari 46 ambulan dan 15 “respon cepat paramedis” (FRP) yaitu siklus dengan penggunaan motor 41 FI dengan respon pertama menggunakan FI Re- Bikers yang diaktifkan oleh 9-9-5 dengan menggunakan sistem patch terpusat yang kemudian dibantu dengan menggunakan komputer protocol pengirim (Tritech Software Systems, San Diego, CA, USA). Layanan ambulans ini dikelola oleh pribadi, yang telah disediakan secara gratis oleh oemerintah untuk masyarakat Singapura yang ingin mendapatkan penghasilan, hal ini telah didanai oleh publik. SCDF ambulans sendiri memilki 3 awak yaitu pemimpin kru, yang secara lokal disebut “paramedis” (setara dengan teknisi medis darurat Amerika Utara (EMT)), kemudian awak yang kedua ada asisten ambulans / EMT (setara dengan Amerika Utara EMT- dasar), dan awak yang ketiga merupakan sopir (pertama aider,sekarang sedang upgrade ke tingkat EMT-dasar Amerika Utara). Selain itu, SCDF menggunakan FRS berbasis sepeda motor, yang dilatih untuk tingkat yang sama seperti paramedis ambulans. FRS-EMTs on Fire Bikes hadir untuk keadaan darurat yang mengancam jiwa. Setiap sepeda dilengkapi dengan tas medis yang berisi banyak barang-barang medis penting seperti obatobatan, tabung oksigen, set AED dan peralatan diagnostik. Mobilitas FRS-EMT pada sepeda memungkinkan untuk kedatangan cepat di lokasi sebelum ambulans, untuk dapat menstabilkan dan memberikan perawatan medis langsung kepada pasien dalam situasi yang mengancam jiwa. Lebih dari 200 Spesialis Tanggap Kebakaran SCDF (FRS) telah dilatih sebagai Teknisi Medis Darurat (EMT) sejak 2012. FRS-EMT ini mampu merespons kebakaran / penyelamatan dan keadaan darurat medis. Namun
FRS berbasisi sepeda motor ini mmeiliki siklusnya
tersendri biasnya siklusnya motor yang dikirim adalah kebanyakan dari pasienpasien yang memelilki trauma, kasus tabrakan, seranan jantung dan keadaan darurat medis lainnya yang mungkin bisa mengakibatkan serangan jantung (tidak sadar, bernapas kesulitan-fi dif). Namun, secara operasional mereka datang di bawah komando dan trol con- layanan kebakaran.
Selain FRS berbasis sepeda motor, SCDF juga menyediakan kendaraan medis kebakaran FRS-EMT ini juga dikerahkan untuk dapat mengoperasikan Fire Medical Vehicle (FMV) yang baru diperkenalkan. FMV ini yang disesuaikan adalah gabungan dari alat api dan ambulans untuk respons ganda terhadap penyelamatan kebakaran atau darurat medis. FMV akan dikerahkan untuk keadaan darurat minor yaitu, kecelakaan lalu lintas industri dan jalan, untuk dapat menstabilkan dan merawat pasien dan, jika perlu, membawa mereka ke rumah sakit.
Pada tahun 2009 ada 200 penyedia (4.0 per 100.000 penduduk) dan 0,8 ambulans per 100.000 penduduk. SCDF menggunakan kebijakan zona tangkapan dimana dari wilayah geografis akan disampaikan langsung ke rumah sakit umum terdekat ke lokasi kejadian. Berarti penerimaan panggilan untuk tiba di tempat kejadian adalah 8 menit, dengan standar deviasi 4,8 menit. SCDF sendiri telah melakukan 117.896 transportasi dan ketika disurvei pada tahun 2009, terdapat 2364 angkutan per 100.000 penduduk. 13 Sistem dari EMS hanya menanggapi panggilan menurut Kabupaten emer- dan tidak melakukan transfer interfacility. Kebijakan Patch dis ini biasanya tidak menolak ambulans ulang (terutama ketika itu adalah suatu panggilan yang pasti menurut Kabupaten emer-), namun tetapi permintaan tidak darurat dapat diarahkan ke -7-7-7 nomor yang talah disediakan oleh ambulans vate. Masyarakat disarankan bahwa SCDF tidak mengenakan biaya untuk panggilan darurat, tetapi jika kasus tersebut kemudian dinilai pada gawat darurat (ED) menjadi tidak darurat sebuah, biaya akan dikenakan. ambulans darurat akan menyampaikan pasien ke rumah sakit yang terdekat dengan kebijakan, dan bukan karena pilihan rawat, transportasi Interfacility dan angkut setelah rumah sakit debit biasanya dilakukan oleh penyedia ambulans swasta.
Bab 3. Pembahasan
Bab 4. Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ho, Fu Wah, dkk. 2015. Pre Hospital Trauma Care In Singapore. Pre Hospital Emergency Care. 1-7 Leong, MKF, dkk. 2003. Injury related deaths in Singapore. Hong Kong Journal of Emergency Medicine. 10 : 88-96 Ministry of Health. 2017. Standards for Emergency Ambulance Service. https://www.draeger.com/en_sea/Hospital/Departments/SingaporeEmergency-Care/Pre-Hospital-Emergency-Care [diakses pada 22 Maret 2019] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu. Jakarta Yng, Ng Yih. 2014. Optimal Use Of Emergency Services. The Singapore Family Physician. 40 (1) : 1-6 Sayson Micheal G. 2018. Singapore’s emergency Medical center. https://www.emergency-live.com/health-and-safety/singapores-emergencymedical-center/ ( diakses pada 22 maret. Pukul : 18,00 WIB) Singapore civil defence force. 2019 .SCDF Emergency Medical Services. https://www.scdf.gov.sg/home/about-us/information/scdf-emergencymedical-services. ( diakses pada 22 maret. Pukul : 19,00 WIB) Wah Ho, Andrew Fu. Ng Yih Yng. Wo ng Ting Hway. Dkk. 2014. Prehospital Trauma Care in Singapore. Prehospital Emergency Care.