Sindrom Kompartemen Anak.docx

  • Uploaded by: Rifqi Mahdi Syauqi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sindrom Kompartemen Anak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,129
  • Pages: 9
SINDROMA KOMPARTMEN PADA ANAK : DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN Abstrak Sindroma kompartemen dapat nampak berbeda pada anak dibanding dewasa. Meningkatnya kebutuhan untk analgesik adalah tanda awal adanya sindroma kompartmen pada anak. Anak anak dengan fraktur humerus suprakondilar, cedera “floating elbow”fraktur pada lengan bawah yang ditangani dengan operasi, dan fraktur tibia risiko tinggi untuk terjadinya sindroma kompartmen. Fleksi siku lebih dari 900 pada fraktur humerus supracondiler dan terapi tertutup fraktur lengan pada sedera “floating elbow” berhubungan dengan peningkatan risiko sindroma kompartmen. Diagnosis yang tepat dan perawatan dengan fasciotomi pada anak menghasilkan hasil keluaran jangka panjang yang bagus. Latar belakang Sindroma kompartmen adalah salah satu dari kegawat daruratan yang nyata. Mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi, membuat diagnosis yang tepat, dan memulai penanganan yang tepat adalah langkah yang penting untuk menghindari hasil yang buruk. Ketidakmampuan dokter untuk berkomunikasi dengan anak kecil dapat mempengaruhi diagnosis sindroma kompartmen. Sebagai tambahan, mengingat efek yang terjadi jika diagnosis terlambat ditegakkan, diagnosis dini sangatlah penting dari segi sudut pandang hukum. Hanya 44% dari kasus sindroma kompartmen pada pasien anak dan dewasa memutuskan untuk mendukung dokter yang merawat, dinamdingkan 75% kasus pada klaim malpraktik ortopedi lain.

Faktor risiko untuk Sindroma kompartmen post trauma Fraktur humeral suprakondiler Sindroma kompartmen adalah komplikasi yang mudah dilihat pada cedera ini. Sindroma kompartmen berkembang dari 0.1 hingga 0.3% dari anak anak yang datang dengan fraktur humeral suprakondiler. Fleksi siku yang di gips yang lebih dari 90o dan cedera vaskuler yang terjadi bersamaan meningkatkan faktor risiko sindroma kompartmen pada anak – anak ini. Mubarak dan Caroll melaporkan 9 kasus sindroma kompartmen pada kompartmen volar dari lengan bawah setelah fraktur humeral suprakondiler tipe ekstensi dan melengkapi 8

dari mereka untuk fleksi siku lebih dari 90o setelah reduksi tertutup. Battalgia dan kolega menemukan pada 29 anak dengan fraktur humeral suprakondiler, tekanan kompartmen tertinggi pada kompsrtmn volar dalam, terutama di dekat lokasi fraktur, yang sesuai dengan peningkatan tekanan dengan siku yang terfleksikan lebih dari 90o. Pada sebuah kasus anak dengan fraktur humeral suprakondiler, Choi dan kolega dua kasus sindroma kompartmen dari 9 pasien yang datang dengan tangan yang sudah tidak teraba nadinya dan perfusi yang buruk, dan tidak ada kasus sindroma kompartmen diantara 24 pasien yang datang dengan nadi yang tidak teraba namun perfusinya masih bagus. Penelitian menemukan bahwa keterlambatan perawatan pada 8 hingga 12 jam tidak meningkatkan angka sindroma kompartmen pada fraktur Gartland tipe 2 dan tipe 3. Penyelidik pada penelitian ini tidak merekomendasikan menunda penanganan pasien dengan defisit neurologis dan tidak adanya nadi radial. Ramachandran dan kolega melaporkan 11 kasus sindroma kompartmen pada fraktir humeral suprakondiler kekuatan lemah dan denut nadi radial yang intak saat pasien datang, pasien yang mengalami sindroma kompartmen datang dengan pembengkakan yang hebat, dan rata – rata dari mereka mengalami penundaan penanganan sekitar 22 jam (rentang waktu 6 hingga 64 jam). Dari data yang ada, kami benar – benar merekomendasikan monitor pasien preoperatif secara dekat pada pasien dengan pembengkakan yang hebat. Sindroma kompartment setelah fraktur humeral suprakondiler sering terlihat pada kompartmen volar pada lengan bawah, tapi juga dilaporkan terjadi pada “mobile wad”, kompartmen lengan depan, dan kompartmen lengan belakang. Floating elbow Sindroma kompartmen dilaporkan terjadi pada anak – anak dengan fraktur lengan bawah dan fraktir humerus ipsilateral. Blakemore dan kolega melaporkan sebuah angka

sindroma kompartmen sebesar 33% pada anak anak dengan displace humerus distal dan fraktur lengan bawah. Review retrospektif dari 16 kasus dengan floated elbow yang dirawat pada rumah sakit anak Boston didaatkan sindroma kompartmen pada 2 pasien dan sindroma kompartmen insipien pada 4 dari 10 pasien dengan fraktur lengan bawah dengan reduksi tertutp dan penggunaan gips. Tidak ada tanda – tanda sindroma kompartmen pada 6 pasien dengan fraktur lengan bawah dan humerus distal yang distabilisasi dengan kawat Kirschner. Dari data yang tersebut diatas, kami tidak merekomendasikan pemasangan gips secara sirkumferensial (mengelilingi) pada fraktur lengan bawah pada anak dengan floating elbow. Fraktur lengan bawah Hasbeek dan Cole melaporkan sindroma kompartmen pada 5 (11%) dari 46 anak dengan fraktur lengan bawah terbuka. Yuan dan kolega melaporkan sindroma kompartmen apda 3 (6%) dari 50 fraktur lengan bawah terbua dan 3 dari 30 fraktur tertutup yang ditangani dengan reduksi tertutup dan intramedullary nailing. Mereka menemukan peningkatan faktor risiko sindroma kompartmen pada pasien dengan waktu operasi yang lebih lama, indikasi perpanjangan manipulasi tertutup pada fraktur ini sebagai faktor risiko sindroma kompartmen. Mereka tidak menemukan kasus sindroma kompartmen pada 205 kasus fraktur lengan bawah yang ditangani dengan reduksi tertutup dan pemasangan gips. Flynn dan kolega melaporkan sindroma komartmen pada 2 dari 30 pasien yang ditangani dengan intramedullary nailing dalam 24 jam dari waktu cedera dan 0 dari 73 pasien yang ditangani setelah 24 jam. Blackman dan kolega melaporkan sindroma kompartmen pada 3 (7.7%) dari 39 kasus fraktur lengan bawah terbuka dan 0 dari 74 fraktur tertutup yang ditangani dengan operasi. Pada serinya, insisi kecil dibuat untuk mereduksi pada 38 (51,4%) dari 74 kasus fraktur tertutup untuk menurunkan manipulasi tertutup dan waktu operasi. Angka sindroma

kompartmen setelah intramedullary nailing dari fraktur lengan bawah tertutup lebih rendah pada seri ini daripada laporan serupa pada literatur. Data yang dilaporkan mengindikasikan peningkatan risiko sindroma kompartmen pada anak dengan fraktur lengan bawah terbuka dan fraktur ditangani dengan reduksi tertutup dan intramedullary nailing, terutama yang dilakukan selama 24 jam dari waktu cedera, dan perpanjangan manipulasi tertutup yang dilakukan selama operasi. Kami merekomendasikan monitoring yang dekat/terus menerus pada semua anak anak dengan fraktur lengan bawah yang ditangani dengan operasi, dan sebagian anak anak dengan faktor risiko yang telah disebutkan sebelumnya. Fraktur femur Meskipun sindroma kompartmen setelah fraktur femur jarang terjadi, sindroma kompartmen telah dilaporkan terjadi setelah pemasangan casting 90/90 spica pada fraktur femur pada anak. Teknik yang dipakai pada 7 dari 9 kasus yang dilaporkan meliputi pemasangan dini gips pendek pada tungkai dan kemudian dilakukan traksi pada kakidipercayai menyebabkan tidak menempelnya gips pada kompartmen posterior kaki. Penulis merekomendasikan metode alternatif untuk pemakaian gips spica, yang masih tidak dibahas di artikel ini. Fraktur tibia Anak – anak dengan fraktur tibia, khususnya fraktur yang terjadi karena kecelakaan kendaraan bermotor, adalah risiko untuk terjadinya sindroma kompartmen. Hope dan Cole menemukan sindrma kompartmen pada 4 (4%) dari 92 anak dengan fraktur tibia terbuka. Anak – anak dengan fraktur tuberkel tibia meningkatkan faktor risiko untuk terjadinya sindroma

kompartmen

karena

cedera

vaskular

yang

terjadi

bersamaan.

Kami

merekomendasikan monitoring secara dekat dan terus menerus untuk tanda impending

sindroma kompartmen pada anak yang datang dengan fraktur tibia kekuatan tinggi dan fraktur tuberkel tibia. Flynn dan kolega melaporkan hasil keluaran dari 43 kasus sindroma kompartmen akut pada kaki pada anak yang ditangani pada 2 pusat trauma anak. Rerata waktu dari cedera hingga fasciotomu adalah 20,5 jam (rentang antara 3.9-118 jam). Hasil keluaran fungsional didapatkan bagus pada saat follow up, 41 dari 43 tidak mengalami sekuel, dan 2 pasien yang kehilangan fungsi menjalani fasciotomi lebih dari 80 jam paska cedera, hasil yang bagus didapatkan dengan fasciotomi, mengusulkan peningkatan potensi untuk recovery pada populasi pediatrik. Mubarak melaporkan 6 kasus dengan fraktur tibial distal pada pasien yang datang dengan nyeri yang hebat dan pembengkakan pada ankle, hipoesthesi, kelemahan pada otot ekstensor hallucis longus dan ekstensor digitorum komunis, dan nyeri saat fleksi pasif pada jari kaki. Pada semua pasien ini, tekanan intramuskular lebih dari 40 mmHg dibawah retinakulum ekstensor dan kurang dari 72 mmHg pada kompartmen anterior. Semua pasien mengalami penurunan nyeri dan peningkatan sensasi serta kekuatan pada 24 jam setelah pelepasan retinaculum ekstensor superior dan stabilisasi fraktur. Penyebab sindroma kompartmen non trauma dan tak tergolongkan Sindroma kompartmen nenatal sangat jarang, dan diagnosisnya sering terlewatkan. Sindroma kompartmen neonatal dianggap diakibatkan oleh kombinasi dari tekanan darah lahir neonatal dan trauma kelahiran. Ragland dan kolega melaporkan pada 24 kasus neonatal, hanya satu kasus yang didiagnosis dalam 24 jam. Mereka menggambarkan “lesi kulit sentinel” pada lengan bawah pada masing masing pasien sebagai tanda sindroma kompartmen neonatal. Keterlambatan diagnosis menyebabkan terjadinya kontraktur dan keterhambatan perkembangan ekstremitas yang terkena. Pada kasus ini, hanya 1 pasien

menjalani fasciotomi dalam 24 jam dan hasil keluaran fungsionalnya bagus. Kecurigaan klinis yang tinggi adalah kunci dari diagnosis dini dan pengobatan dari patologi yang jarang ini. Masalah medis yang menyebabkan perdarahan intrakompartmen (gagal hati, gagal ginjal, leukemia, hemofilia) dianggap menyebabkan sindroma kompartmen. Sindroma kompartmen bisa merupakan gejala pertama dari occult haemophilia. Koreksi dari defek koagulasi mungkin menjadi prioritas daripada operasi, meskipun keputusan harus dibuat berdasarkan kasus demi kasus. Sindroma kompartmen pada anak juga dapat disebabkan karena gigitan ular. Shaw dan Hosalkar melaporkan pada suksesnya penggunaan antivenin untuk mencegah dibutuhkannya penanganan bedah pada 16 dari 19 pasien dengan gigitan ular rattlesnake. Dua pasien mengalami debridemen terbatas, dan 1 pasien menjalani fasciotomi karena sindroma kompartmen. Penulis merekomendasikan penggunaan antivenin untuk mencegah sindroma kompartmen pada gigitan ular. Prasarn dan kolega melaporkan 12 kasus dengan sindroma kompartmen pada lengan atas pada anak tanpa adnya fraktur. Dari 12 pasien, 10 ditangani di ICU dan mengalami penurunan kesadaran. Etiologi pada 7 (58%) dari 12 pasien adalah iatrogenik (inviltrasi intravena, torniket plebotomi yang lama). Pada seri kasus ini, 4 amputasi dilakukan pada ekstremitas yang terkena. Diagnosis Identifikasi adanya sindroma kompartmen pada anak adalah susah karena keterbatasan kemampuan anak untuk berkomunikasi dan ketakusan anak untuk diperiksa oleh orang asing. Ahli ortopedi dilatih untuk melihat 5 P (pain, parestesi, paralysis, pallorm pulselessness) yang berhubungan dengan sindroma kompartmen. Memeriksa anak kecil yang

takur dan menangis adalah hal yang susah, dan menilai derajad nyeri juga susah karena anak anak susah untuk diajak komunikasi secara efektif. Pada seri 33 anak dengan sindroma kompartmen, Bae dan kolega menemukan bahwa 5P secara relatif tidak reliabel untuk membuat diagnosis pada saat itu. Penulis juga menemukan bahwa peningkatan pemakaian analgesik dilaporkan rata rata 7.3 jam sebelum adanya perubahan status vaskular dan hal ini merupakan indikator yang lebih sensitif dari sindroma kompartmen pada anak. Hasil rekomendasinya adalah anak anak dengan risiko sindroma kompartmen harus dinilai terus untuk 3 A (peningkatan penggunaan Analgetik, Anxietas, dan Agitasi). Anestesi regional digunakan untuk mengontrol nyeri post operasi pada anak dan dewasa. Penggunaan yang tidak tepat bisa menutupi tanda tanda terjadinya sindroma kompartmen. Penggunaan anestesi regional pada pasien dengan risiko tinggi sindroma kompartmen tidak dianjurkan. Meskipun sindroma kompartmen adalah sebuah diagnosis klinis, pengukuran tekanan kompartmen bisa bermanfaat untuk membuat keputusan pada beberapa kasus. Pada anak dengan penurunan kesadaran atau anak dengan keterbatasan mental dan komunikasi yang berat, pemeriksaan seperti itu dapar membantu mengkonfirmas atau mengerucutkan diagnosis. Tekanan kompartmen normal pada anak anak lebih besar daripada dewasa. Staudt dan kolega membandingkan tekanan pada 4 tungkai bawah dari 20 anak sehat dan 20 orang dewasa sehat. Rerata tekanan bervariasi dari 13.3 mmHg hinga 16.6 mmHg pada anak dan 5.2 mmHg hingga 9.7 mmHg pada dewasa- mengindikasikan tekanan normal pada tungkai bawah lebih tinggi lebih pada anak anak.

Tekanan kompartmen dilaporkan paling tinggi pada 5 cm dari lokasi luka. Ketika diindikasikan secara klinis, harus diukur di area ekstremitas yang cedera. Ambang tekanan yang membutuhkan fasciotomi masih menjadi bahan perdebatan. Tekanan intrakompartmen 30 hingga 45 mmHg atau tekanan diastolik kurang dari 30 mmHg (perubahan tekanan = tekanan darah diastolik – tekanan kompartmen), direkomendasikan sebagai batasan oleh beberapa penulis. Karena tekanan kompartmen normal pada anak lebih tinggi, batasan ini tidak bisa dipakai atau disamakan pada anak dan pada pasien dewasa. Pengukuran tekanan intrakompartmen secara langsung adalah hal yang invasif dan sulit dikerjakan pada anak yang sadar dan agitasi. Penggunaan alat near-infrared spectroscopy dalam mendiagnosis telah dilaporkan. Metode ini menggunakan perbedaan penyerapan cahaya dari hemoglobin yang teroksigenasi untuk mengukur iskemia jaringan- mirip metode yang dipakai dari pulse oxymetri. Dibandingkan dengan pulse oxymetri, near-infrared spectroscopy dapat mendeteksi jaringan yang lebih dalam (3 cm dibawah kulit). Shuler dan kolega melaporkan temuan near-infrared spectroscopy pada 14 kasus dewasa dengan sindroma kompartmen akut. Tingkat oksigenasi jaringan dalam berkorelasi dengan tekanan intrakompartmen, tetapi penulis tidak dapat menentukan batasan pengukuran dengan near-infrared spectroscopy akan mengindikasikan iskemi jaringan yang signifikan. Penggunaan metode ini dalam mendiagnosis sindroma kompartmen pada anak dijelaskan pada laporan kasus. Sindroma kompartmen masih menjadi diagnosis klinis. Pemberitahuan kepada keluarga dan staff tentang tanda dan gejala pada sindroma ini dan monitor penggunaan analgetik pada pasien ini adalah hal yang krusial. Pengukuran tekanan kompartmen dapat dilakukan ketika diagnosis belum jelas, terutama pada pasien yang susah diajak berkomunikasi, tetapi nilai ini harus diinterpretasi dengan perhatian.

Pengobatan / penatalaksanaan Sekali sindroma kompartmen di diagnosis, fasciotomi segera dan dekompresi diindikasikan. Prencanaan fasciotomi oleh dokter bedah harus memperhatikan penanganan definitif dari etiologi sindroma kompartmen itu sendiri. Penanganan defisiensi penggumpalan jika terjadi perdarahan masif, fiksasi fraktur, dan perbaikan vaskular mungkin diindikasikan selama fasciotomi dan dekompresi. Ringkasan Peningkatan perlunya analgesik adlah tanda pertama yang sering terjadi pada sindroma kompartmen pada anak dan harus dianggap sebagai peringatan akan terjadinya nekrosis jaringan. Sindroma kompartmen masih menjadi diagnosis klinis, dan tekanan kompartmen harus diukur hanya sebagai komfirmasi pada pasien yang nonkomunikatif atau ketika diagnosis tidak jelas. Anak – anak dengan fraktur humerus suprakondilar, fraktur lengan bawah, fraktur tibail, dan faktor risiko medis untuk koagulopati meningkatkan risiko dan harus dimonitor secara intens. Ketika diagnosis dibuat dengan tepat dan kondisi ditangani dengan fasciotomi, hasil klinis jangka panjang yang bagus bisa diharapkan.

Related Documents


More Documents from "Nurul Fitriani"

Taj Almas
August 2019 26
A & M.docx
December 2019 23
Target Pencapaian.docx
November 2019 14