Seri Ramadhan-3

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Seri Ramadhan-3 as PDF for free.

More details

  • Words: 959
  • Pages: 3
Ramadhan, moment membangun kebersamaan Dr, Kendra Hartaya Ketua Lembaga Pemberdayaan SDM ”KHADIJAH MOSLEM” Yogyakarta 0274-3073942, 08128442198 Email : [email protected]

La Illaha illallah, tidak ada tuhan selain Zat Allah. Semua zat hidup atau zat mati pasti memiliki sifat. Tidak ada zat yang tidak memiliki sifatsifat, termasuk zat Allah yang memiliki sifat-sifat yang tak terhitung. Semua sifat akan melahirkan perbuatan, tidak ada sifat yang tidak melahirkan perbuatan. dengan kata lain perbuatan merupakan pancaran dari suatu sifat yang dimiliki sebuah zat. Perbuatan yang sempurna (tidak cacat) adalah perbuatan yang memiliki tujuan, memiliki hikmah, dan tidak sia-sia kehadirannya. Perbuatan yang sempurna hanya lahir dari sifat-sifat yang sempurna. Sementara sifat yang sempurna hanya dimiliki oleh zat yang sempurna perwujudannya. Dengan kata lain, Allah pasti memiliki sifat sempurna dan perbuatan-Nya pun sempurna. Pentingnya bagi makhluk untuk mendekati-Nya, mentauladani-Nya, agar kita minimal bisa memiliki perbuatan yang sempurna. Oleh karena itu pentingnya kita mengikuti kekasihNya, rasulNya, Muhammad, SAW. Tidak asing lagi bagi orang jawa istilah manunggaling kawula lan gusti. Istilah ini bisa diartikan bahwa tidak ada bedanya antara kawula dan gustinya, antara manusia dan Tuhan, antara Nabi SAW dan Allah SWT. Hal ini disebabkan manusia sudah memiliki kesamaan sifat dengan Tuhan. Yang membedakan, Tuhan memiliki awalan Maha dimuka sifat-Nya. Allah Maha Dermawan, Nabi hanya demawan namun Nabi paling demawan diantara makhluk, Allah Maha Sabar, Nabi hanya sabar, namun Nabi paling sabar diantara makhluk, dll. Pada masa Nabi, peradaban manusia sangat tinggi bahkan paling tinggi, karena akhlak menjadi ukuran bagi sebuah pembangunan masyarakat kala itu. Selain itu, adanya manusia paling mulia, Nabi SAW, yang menjadi rujukan budi pekerti masyarakat. Berbeda dengan jaman sekarang, kita hanya diwarisi rambu-rambu, Al Qur’an, yang kita terkadang malas untuk mengamalkan. Pada masa Nabi pula, hubungan kekerabatan sangat dijunjung tinggi karena itu bagian dari budi pekerti. Adanya Nabi saat itu, menjadi perekat hubungan diantara jamaah yang dibangun, sehingga gerak kebersamaan umat sangat solid. Nabi menjadi rujukan akhlak umat, karena nilai-nilai asma al husna sudah melekat pada diri Nabi yang membias kedalam perbuatan yang mulia.

Wajarlah jika jaman itu maju karena adanya Nabi yang menjadi suri tauladan. Lalu bagaimana pada masa sekarang ?. menangislah kita, jika melihat kondisi masyarakat di sekitar kita. Masih banyak anggota masyarakat yang membutuhkan uluran tangan si kaya, butuh biaya sekolah, membutuh biaya kesehatan, memerlukan panduan bagaimana hidup lebih baik, membutuhkan adanya tokoh masyarakat tempat mengadu, dll. Sangat bangga kita, jika mampu mentauladani Nabi satu sifat saja secara sempurna. Rindu kita, jika orang yang mentauladani Nabi itu ada di tengah-tengah kita. Maju kita, jika orang yang mentauladani Nabi itu jumlahnya banyak dan masing-masing mentauladani sifat yang berbedabeda. Jayalah kaum muslim, jika banyaknya orang-orang tersebut membentuk sebuah jamaah. Jamaah memiliki makna tidak hanya sekedar orang-orang yang berkumpul, tetapi satu sama lain berikatan membentuk sebuah program kebersamaan, ada target besar yang akan dicapai secara bersama-sama. Pada prinsipnya mudah membentuk sebuah jamaah, yaitu menumbuhkkan kesadaran kita untuk berusaha menjadi perekat. Tidak mudah menjadi perekat diantara orang-orang yang memiliki karakteristik sangat beragam, apalagi saling berselisih. Ada dua sifat penting yang berfungsi sebagai perekat, yaitu keagungan dan kedermawanan. Hati manusia sangat mudah terpengaruh oleh dua sifat ini. Kedermawanan adalah lambang sebuah keberpihakan kepada orang lain. Bukti secara umum adanya kedemawanan adalah diwujudkan dengan banyak bersedekah dan banyak baik diminta atau tidak, banyak berinfaq, berzakat. Kedermawanan juga bisa ditunjukkan dengan rela mengalah demi kebaikan, mendahulukan orang lain, bertindak di jalan yang benar. Tidak ada untungnya bertindak di jalan sesat kecuali keuntungan duniawi, dan ini dilakukan oleh orang-orang yang tamak terhadap harta, serakah, pelit, tidak dermawan. Tidak ada orang yang bertindak di jalan sesat kalau tidak menguntungkan. Malah terkadang orang malas bertindak di jalan yang benar karena tidak ada untungnya secara duniawi. Hanya orang-orang yang berorientasi akherat yang mau menempuh jalan benar meski tidak menguntungkan, bahkan beresiko. Bagi orang tersebut kerugian duniawi tidaklah jadi soal. Kedemawanan bukan konglomerat (menimbun), bahkan bertentangan. Kedermawanan merupakan investasi ke semua tempat yang tidak pernah tercetak besarnya, dan yang tidak pernah terbayang akan bisa diambil. Tetapi dengan kekuatan Allah, investasi tersebut bisa saja datang kembali ke kita jauh lebih besar di saat kita mengalami krisis.

Keagungan pada prinsipnya adalah membalas kejahatan dengan kebaikan. Pengaruh keagungan dalam psikologi orang jauh melebihi pengaruh ucapan salam dan pemaafan. Jika kita mendengar ucapan salam dari seseorang yang datang, maka kita berkesan teduh, damai, bersahabat dan positif terhadap seseorang tersebut. Tidak ada permusuhan dan tidak kawatir akan timbulnya kejahatan dari seseorang tersebut. Jika kita memiliki kesalahan terhadap seseorang, kemudian kita meminta maaf dan dimaafkan, maka kesan positif yang serupa pun ada. Lebih-lebih jika seseorang tersebut berikrar memaafkan kita sementara kita tidak meminta maaf, kesan damai dan bersahabat itu akan lebih besar. Dari sini kita bisa bayangkan pengaruh keagungan. Bagaimana perasaan kita jika kejahatan kita dibalas dengan kebaikan oleh seseorang?. tentu saja kesan damai dan bersahabat akan jauh melebihi kesan damai yang ditimbulkan oleh ucapan salam dan pemaafan. Itulah yang membuat perilaku agung sesroang akan meruntuhkan kualitas dan kuantitas tindakan jahat kita. Tentu saja untuk bisa berperilaku agung memerlukan banyak pengorbanan. Dan bagi orang yang bersemangat demi kebahagiaan akherat, maka hal itu tidak menjadi masalah. Mari kita mencoba, dan bulan ramadhan ini merupakan moment yang tepat dalam membangun kebersamaan. Bulan yang di dalamnya sangat ditekankan untuk tidak menyakiti orang lain, untuk menumbuhkan kepedulian kepada orang lain, untuk selalu meningkatkan kinerja kita. Sebagai kesimpulan, Nabi adalah manifestasi sifat-sifat Allah. Peradaban masyarakat di jaman beliau sangat maju karena kehadirannya menjadi sumber perilaku dan perekat diantara anggota masyarakat. Pada masa sekarang peranan Nabi bisa digantikan dengan kebersatuan (jamaah) orang-orang yang hanya mampu mentauladani beberapa sifat Nabi. Jamaah hanya bisa dibentuk dengan menciptakan ikatan diatara orang-orang yang bersatu. Munculnya ikatan, jika persatuan tersebut membuat program kebersamaan. Dengan terciptanya jamaah, maka kemajuan masyarakat mudah diwujudkan. Perlunya memunculkan tokoh panutan yang memiliki sifat agung dan dermawan sebagai modal dalam membentuk jamaah. Amien Dr. Kendra Hartaya

Related Documents

Svr-seri
October 2019 26
Seri Otak
June 2020 15
Seri 1
November 2019 13
Seri Muka
May 2020 11
Seri Ladership
May 2020 5
Seri Abim
April 2020 5