Ramadhan, bulan Internalisasi asma al husna Dr. Kendra Hartaya Ketua Lembaga Pemberdayaan Sumber Daya Muslim KHADIJAH MOSLEM Alamat : Jl Pleret Km 2, Surodinanggan, Bantul, DIY 0274-3073942, 021-70895998, 08128442198 E-Mail :
[email protected]
Firman Allah dalam surat Adz dzaariyaat 49 yang artinya Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. Al Ghazali juga menstir makna ini dengan perkataannya bahwa manusia hanya bisa memahami segala sesuatu yang bersifat bandingan atau dalam istilah umum relatif. Manusia sangat sulit untuk memahami yang bersifat mutlak (tidak ada bandingannya). Dengan kata lain kita bisa memahami segala sesuatu jika ada pembandingnya. Al ghazali memberikan contoh bahwa orang yang impoten tidak akan bisa memahami nikmatnya hubungan sex karena tidak ada benda (atau parameter) untuk mengukur rasa tersebut. Jadi, kita bisa memahai rasa sedih jika tahu perlawanannya (gembira), kita memahami perasaan rindu karena paham rasa benci, paham tinggi karena paham rendah, dll. Segala sesuatu yang berpasan-pasang tersebut misalnya, kaya-miskin, laki-perempuan, tinggi-rendah, siang-malam, besar-kecil, banyak-sedikit, baikburuk, sedih-gembira, pandai-bodoh, plus-minus, dll. Jika kita kelompokkan, akan ada dua, yaitu kelompok kiri dan kelompok kanan, yang mana kanan dan kiri hanya sebutan saja. Kelompok kiri meliputi miskin, bodoh, anarkis, emosional, buruk, benci, riya, dst yang mana semua yang bersifat minus akan masuk ke kelompok kiri. Kelompok kanan meliputi pandai, kaya, sabar, ikhlas, baik, rindu, dst yang mana semua yang bersifat plus akan masuk ke kelompok kanan. Unsur-unsur dalam kelompok kiri selalu berhubungan satu sama lain membentuk sebuah jaringan rumit yang berlaku hukum sebab akibat. Dengan hukum ini bisa dipastikan akan menyebabkan munculnya unsur lainnya. Misalnya jika bodoh, maka akan mudah anarkis, akan miskin, mudah membenci, malas, rendah diri, tidak punya daya juang, dll. Analogi dengan pemahaman itu, unsur-unsur dalam kelompok kanan pun akan berlaku demikian juga. Agama islam diturunkan adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang tidak lain adalah sebuah cara agar manusia berpindah dari kelompok kiri menuju kelompok kanan, bertransformasi diri menuju kondisi yang lebih baik. Seseorang disebut memeluk islam kaffah (sebutan yang kadang kita dengar) jika sudah berada dalam kelompok kanan, yang mana semua unsur bernilai positif. Hampir tidak ada orang yang masuk secara total berada di kelompok kanan ataupun kiri, yang ada paduan dari kedua unsur, diistilahkan belang-belang.
Tidak ada penjahat tulen kecuali fir’aun cs, dan tidak ada orang suci kecuali para Nabi dan yang mencukupkan Allah dan Rasul-Nya. Ramadhan adalah bulan pengkondisian orang-orang beriman untuk bertransformasi diri menuju kedalam kelompok kanan. Proses tranformasi diwujudkan dengan ibadah puasa wajib sebagaimana diwajibkan bagi umat sebelumnya. Puasa ramadhan tidak lain adalah suatu usaha kita mengisi kelompok kanan dengan unsur-unsur positif, yaitu sabar, ikhlas, tawadlu’, qana’ah, jujur, adil, peduli, bersemangat, giat, dll. Jika sudah berisi unsur-unsur demikian maka kelompok kanan tidak ada bedanya dengan sebutan taqwa. Pengkondisian, terutama sifat dan tindakan, adalah penting dalam upaya internalisasi sifat-sifat-Nya kedalam hamba yang tunduk. Pembiasaan sebuah tindakan dalam kurun waktu tertentu (selama bulan ramadhan) akan menghasilkan sifat-sifat. Seorang hamba dikatakan dekat dengan-Nya jika sudah mengadopsi seluruh sifat-Nya, asma al husna, amien semoga rahmat Allah selalu menyertai kita. Puasa ramadhan tidak lain adalah proses internaliasi asma al husna. Pribadi yang bertaqwa tidak lain adalah pribadi yang mentauladani sifat-sifat Allah. Dalam menjalani puasa ramadhan, sangat ditekankan akan kesabaran. Seseorang bisa berlaku sabar jika khusu’, yaitu jika meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya [qs al baqarah 46]. Dengan kesabaran yang sudah teruji melaui puasa, Allah akan menganugerahkan sifat-sifat yang baik dan keberuntungan [QS Fushshilat 35], dan derajat kemuliaan [qs al hujurat 13]. Seungguhnya akan menyesal orang yang tidak beriman, orang beriman yang tidak melaksanakan puasa karena tidak akan meraih keberuntungan dan kemuliaan. Beruntunglah orang yang dengan puasa ramadhan berhasil meraih predikat taqwa, berhasil menginternalisasi asma al husna, berhasil mentauladani sifat-sifat Allah. Semoga kita masuk di dalamnya, semoga Allah selalu membantu kita dalam usaha mendekati-Nya, amien. Betapa Allah sangat mengasihi hamba-Nya, dan berpihak kepada hambahamba yang mendekati-Nya, hamba yang berusaha menginternalisasi sifat-sifat Tuhannya. Hal ini sebagaimana Rasulullah s.a.w bersabda Apabila tiba bulan Ramadan, dibuka pintu-pintu Syurga dan ditutup pintu-pintu Neraka serta syaitan-syaitan dibelenggu [HR Bukhari-Muslim]. Dengan demikian rangsangan untuk bertindak baik pada bulan ramadhan sangat tinggi. Syetansyetan yang menggoda kita dibelenggu, reward amal perbuatan berlipat ganda, sehingga kita hanya beramal dengan melawan hawa nafsu. Hawa nafsu bisa dilemahkan dengan lapar dan haus. Dengan lapar, badan jasmani akan mudah dikendalikan. Abu Ja’far berkata jika perut lapar anggota badan tidak banyak menuntut dan tenteram, jika kenyang, anggota badan menuntut & merongrong. Ad darani berkata beribadah yang paling manis adalah pada saat perut rapat dengan punggung. Jadi sangat menyesal orang beriman yang tidak berpuasa di bulan ramadhan, karena dengan lapar akan mudah mengekang hawa nafsu,
menuju intenalisasi asma al husna. Disamping itu, lapar itu sendiri mengekang anggota badan, sementara banyak penyakit-penyakit yang diakibatkan kebebasan tuntutan anggota badan. Amien, ya rabbal ’alamien. Dr. Kendra Hartaya