Seri RAMADHAN Kepada yth Redaksi Suara Karya Di Jakarta Assalam wr wb Bersama ini saya kirimkan artikel seri ramadhan dengan harapan agar bisa dimuat untuk terbit di SKH Suara Karya. Demikian saya sampaikan atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih. Wassalam wr wb ttd Dr. Kendra Hartaya ================================================ =====================================
PEMBINAAN PRIBADI BERTAQWA MELALUI PUASA RAMADHAN Dr. Kendra Hartaya Ketua Lembaga Pemberdayaan Sumber Daya Muslim KHADIJAH MOSLEM Alamat : Jl Pleret Km 2, Surodinanggan, Bantul DIY 0274-3073942, 021-70895998, 08128442198 E-Mail :
[email protected]
Tidak asing bagi umat muslim Al Baqarah ayat 183 disebutkan Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,. Makna taqwa menurut imam Ghazali ada dua yaitu makna secara fardlu dan makna secara adab. Kita disebut pribadi yang taqwa yang secara fardlu bisa melaksanakan yang diwajibkan oleh Allah dan menjauhi larangan-Nya. Tetapi belum disebut pribadi yang bertaqwa secara penuh. Kita disebut pribadi yang bertaqwa yang secara adab bisa menjalani hidup yang tidak berlebihan. Makna kata berlebihan adalah adanya segala sesuatu (bisa saja harta) disekitar kita yang kita adakan tanpa melihat
urgensi kebutuhan kita. Dengan kata lain, makna tidak berlebihan adalah pemenuhan kepemilikan segala sesuatu dengan melihat fungsi dari benda tersebut. Jika kita memiliki sautu benda dan dengan dengan benda tersebut kita tidak menggunakannya maka disebut kita hidup secara berlebihan. Tidak semua orang yang kaya raya hidup secara berlebihan jika memang dengan kepemilikan harta bendanya memiliki fungsi untuk mempermudah jalan kebahagiaan akherat. Semua harta yang dimiliki digunakan untuk beribadah di jalan-Nya, tidak ada harta yang digunakan ke jalan selain-Nya. Semoga rahmat Allah tetap padanya, amien. Jadi kita disebut pribadi yang bertaqwa jika memenuhi makna
keduanya,
yaitu
melaksanakan
perintah
yang
diwajibkan oleh Allah, menjauhi larangan-Nya, dan meraih segala sesuatu (harta duniawi) untuk digunakan menuju kebahagiaan akherat. Pribadi yang bertaqwa ini dibangun selama bulan Ramadhan melalui proses puasa wajib, puasa yang tidak sekedar menahan lapar dan haus, tidak sekedar tidak makan dan tidak minum. Tetapi puasa yang tidak makan, tidak minum dan dibarengi dengan amal-amal lainnya seperti berkata-kata yang baik, mendengar yang baik, tidak ngerumpi, berprasangka baik kepada orang lain, meningkatkan amal yang baik, dll. Selain itu, meski lapan dan haus, aktivitas sehari-hari tidak boleh berkurang, bekerja dengan giat, berkreasi, tidak banyak tidur siang hanya karena lemas. Tujuan pembentukan pribadi yang bertaqwa sudah sangat jelas sekali dan dengan cara mudah dilaksanakan, tetapi justru kedatangan bulan yang penuh rahmat ini malah disambutnya
dengan
keberatan
secara
psikologis.
Keberatan-keberatan
tersebut misalnya, ramadhan diidentikan dengan naiknya harga-harga sembako, naiknya kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi untuk menyambut lebaran, masalah THR bagi yang bekerja,
biaya
pulang
kampung,
dll.
Boleh
saja
kita
membesarkan pengeluaran ekstra untuk bersedekah, berinfaq, berzakat, meningkatkan kepedulian kepada orang lain, karena ganjaran amal baik pada bulan ramadhan berlipat-lipat. Tetapi jika pengeluaran ekstra keuangan kita untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang lebih besar ketimbang kebutuhan sehari-hari
di
bulan
selain
ramadhan,
ini
malah
justru
bertentangan dengan tujuan berpuasa untuk membentuk pribadi yang bertaqwa. Di luar bulan ramadhan, kita makan dan minum biasabiasa saja dengan kualitas 4 sehat 5 sempurna dengan harga sewajarnya. Tetapi pada bulan ramadhan kadang-kadang kita makan dan minum lebih banyak dengan kualitas lebih baik. Bahkan mengadakan sesuatu makanan yang tidak biasa, menambah makanan ekstra dengan kualitas lebih baik. Dengan kata lain begitu datang saat berbuka, tidak ada yang tidak kenyang, bahkan makanan sisapun kita makan lagi sehabis shalat tarawih. Malah saat sahurpun menambah makanan ekstra untuk mambangkitkan selera makan. Ini yang membuat kebutuhan keluarga akan meningkat di bulan ramadhan. Inilah yang menjadikan tujuan pembinaan pribadi yang bertaqwa melalui puasa gagal. Pada hakekatnya, jika kita dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti makan minum di bulan ramadhan sama kualitasnya dengan bulan di luar
ramadhan,
mestinya
dengan
puasa
tidak
ada
lonjakan
kebutuhan keuangan, bahkan malah bisa menabung. Kalau memang lonjakan kebutuhan keuangan disebabkan untuk keperluan bersedekah, berinfaq, berzakat, sudah semestinya, karena itu amal-amal yang harus ditingkatkan di bulan ramadhan bulan yang penuh rahmat dan ampunan, bulan untuk
mendekatkan
diri
kepada-Nya,
bulan
untuk
meningkatkan kasih sayang kita kepada sesama. Kenaikan
harga-harga
sembako
menjelang
lebaran
merupakan indikasi tingginya permintaan masyarakat akan kebutuhan
tersebut
selain
kenaikan
harga-harga
tiket
transportasi. Jika pembinaan pribadi yang bertaqwa bagi diri kita berhasil, mestinya tidak ada peningkatan kebutuhan kita tentang sembako, tidak ada lonjakan harga-harga sembako. Dengan kata lain naiknya harga-harga sembako bisa diartikan gagalnya pembinaan pribadi yang bertaqwa baagi diri kita. Lebaran tidak harus dirayakan dengan makanan ekstra, tapi bisa secara sederhana. Permintaan maaf kepada orang tua tidak harus dilaksanakan saat lebaran, bisa dilakukan dengan cara
bicara
jarah
jauh
bahkan
kita
bisa
menggunakan
handphone. Sungkem kepada orang tua bisa dilaksanakan selain hari lebaran. Penghormatan kepada orang tua kita bisa diwujudkan melalui peningkatan tindakan kita yang baik. Mengunjungi orang tua bisa dilakukan di luar hari libur nasional dengan cara ijin bagi yang bekerja. Sebenarnya kita bisa melewati ramadhan dan lebaran dengan cara biasa-biasa saja, murah, sederhana, mudah tanpa menggagalkan tujuan puasa yaitu membentuk pribadi yang bertaqwa.