Seorang guru yang masih saya ingat, yaitu seorang guru perempuan yang biasa saya panggil dengan sebutan nama ibu Risna, dan juga dulunya beliau pernah menjadi seorang wali kelas sekaligus sebagai guru pengajar di mata pelajaran Bahasa Indonesia sewaktu saya masih duduk di bangku SMA. Beliau dikenal sebagai seorang guru yang ramah, disiplin, humoris dan selalu memperhatikan siswa-siswanya termasuk saya, serta sering memberikan contoh yang baik terhadap siswanya. Tidak hanya itu saja yang paling saya sukai terhadap beliau yaitu cara mengajarnya yang baik, santai, serta sangat mudahnya saya memahami setiap materi yang beliau ajarkan. Dalam beberapa bulan terahir ini saya mengunjingi sekolah dan sempat bertemu dengan beliau, kami sempat berbincang-bincang dan saling menanyakan kabar masing-masing, dan pada waktu itu saya sempatkan untuk mengucapkan rasa terima kasih saya terhadap beliau, dikarenakan berkat jasa beliau saya bisa termotifasi untuk lebih giat lagi untuk bersekolah sampai keperguruan tinggi.
Salah satu barang yang saya favoritkan yaitu Leptop. Leptop ini biasa saya gunakan dirumah yang saya tempati sekarang yang berlokasi di Jl.Lapatta, Kalukubula. Barang ini saya dapatkan dari hasil tabungan saya selama beberapa tahun ( dari kelas 2 SMP sampai kelas 3 SMA), dan saya membelinya di kampung halaman saya sendiri yaitu di Kota Gorontalo. Leptop ini merupakan barang favorit dan sekaligus merupakan barang penting untuk saya saat ini, di karenakan dengan adanya leptop ini proses pembelajaran selama saya bersekolah (pada zaman moderenisasi ini) sangat terbantu sekali terutama dalam mengerjakan,menyimpan, dan mengirimkan tugas-tugas atau Materi-materi yang sudah di berikan atau yang sudah di pelajari. Dan alasan yang paling pentingnya dari leptop ini yaitu merupakan suatu barang pertama yang saya yang dapatkan dengan usaha saya sendiri atau secara mandiri.
Pengalaman yang saya alami pada waktu terjadinya peristiwa berupa bencana alam yang melanda kota palu dan sekitarnya, merupakan suatu penagalaman yang mengerikan dan sulit untuk dilupakan, dimana pada waktu itu saya sedang berada di Jl.Wolter Monginsidi dan pada saat itu saya sempat terjatuh serta timbul rasa panik yang luar biasa di karenakan adanya gempa yang sangat besar yang mucul secara tiba-tiba dan berlangsung cukup lama sekitar 1-2 menit. Pada saat itu saya merasa cemas dikarenakan saya kesulitan untuk menghubungi keluarga, diakibatkan padamnya listrik dan hilangnya jaringan di seluruh wilayah kota palu dan sekitasnya, yang mengharuskan saya segera bergegas kembali kerumah untuk memastikan kondisi dari seluruh keluarga saya apakah baik-baik saja atau tidak. Setelah sampainya saya di rumah saya mendapati semua anggota keluarga berkumpul di halaman rumah dan dalam kondisi baik-baik saja, dan saat itu saya sangat bersyukur kepada allah.swt karena telah memberikan perlindungannya kepada saya dn seluruh keluarga saya. Ke esokan harinya saya sempat di ajak kakak saya untuk melihat kondisi temannya yang berlokasi di Tondo, di karenakan sebelumnya kami sempat mendapatkan kabar bahwa di lokasi tersebut merupakan salah satu tempat yang terkena Stunami, dan pada saat itu kami langsung bergegas ke lokasi tersebut. Sesampainya di Tondo, saya sempat terdiam sejenak pada saat melihat kondisi dari lokasi tersebut yang sangat memprihatinkan, dimana dulunya lokasi ini sangat padat akan bangunan-bangunannya kini sudah menjadi rata dan yang tersisa hanya puing-puing bangunan yang ruboh akibat hantaman Stunami dan Nampak ada beberapa mayat yang tertimbun oleh pungi-puing bangunan tersebut. Kamipun langsung berjalan dan menyusuri lokasi tersebut dan sesekali kami sempat bertanya pada warga-warga yang sempat selamat dan tinggal di lokasi tersebut guna menanyakan kabar dan keberadaan temannya kakaku, dan alhamdulillah kabar yang kami dapatkan dia sempat selamat dari bencana tersebut dan sedang berada di tempat pengungsian terdekat dari lokasi. Dari penganlaman ini saya sadar dan memperoleh banyak pelajaran bahwa hidup itu tidak selamanya berjalan sesuai keinginan kita, dan apa yang terjadi pada saat itu merupakan suatu teguran besar bagi saya dan bagi orang lain pula,
Experience During the Disaster in Palu The experience that I experienced at the time of the incident in the form of a natural disaster that hit the Palu city and its surroundings, was a terrible and difficult to forget experience, where at that time I was on Jl.Wolter Monginsidi and at that time I fell and felt tremendous panic due to the presence of a very large earthquake that appears suddenly and lasts for about 1-2 minutes. At that time I felt anxious because I had difficulty contacting the family, due to the power outages and the loss of the network throughout the hammer city and its area, which required me to hurry back home to ascertain the condition of my entire family whether or not it was fine. After arriving at home I found all family members gathered in the yard and in good condition, and at that time I was very grateful to Allah.swt for giving me protection and all my family. The next day I was asked by my sister to see the condition of her friend who was located in Tondo, because before we had received news that this location was one of the places affected by Stunami, and at that time we rushed to that location. When I arrived in Tondo, I was silent for a moment when I saw the condition of the location which was very alarming, where once this location was very crowded the buildings had now become flat and what remained was only the rubble of the building which had collapsed due to the Stunami hit. the body buried by the building's debris. We immediately walked and traced the location and occasionally we had time to ask residents who had survived and lived in that location to ask about the whereabouts of their friends, and thank God the news that we got he had survived the disaster and was in a refugee camp closest to location. From this experience I realized and gained many lessons that life does not always go our way, and what happened at that time was a big rebuke for me and for others too.
Saya tingal dirumah yang berukuran sedang, yang beralamat di desa Kaliyoso Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo, yang biasa di sebut sebagai kampung halaman saya. Untuk akses kesana biasanya saya lebih dominan melalu jalur darat dengan menggunakan mobil rental, untuk jarak tempuhnya sekitar 588 kilometer dengan memakan waktu sampai 12-13 jam perjalanan jika di hitung dari jarak tempat yang saya tinggali sekarng. Di sekitar rumah saya terdapat beberapa bangunan tua, ada yang sudah tidak digunakan dan adapula yang masih di gunakan sampai sekarang, salah satunya yaitu Kantor Desa yang lokasinya hanya berlokasi disamping kanan rumah saya. Perkembangan yang terjadi sekarang pada kampung halaman saya yaitu dari segi sarana dan prasarana Kesehatannya sudah sangat memadai dan terus mengalami peningkatan. Menurut saya perbandingan antara dulu dan sekarang tentu dapat di katakan sudah sangat berbeda jika di pandang perkembangan dan peningkatan jumlah infraktusturnya. Untuk produk-produk local dari kampung halaman saya dari jika di pandang dari segi hasil pertaniannya yaitu Jagung dan untuk olahan makanannya yaitu “Binde Biluhuta” yang artikan yaitu “jagung yang disiram”
Tell Where to Live I live in a medium-sized home, having my address at Kaliyoso village, Dungaliyo Subdistrict, Gorontalo Regency, which is usually referred to as my hometown. For access there, I usually go through the land using a rental car, which is more dominant, for a distance of around 588 kilometers and takes up to 12-13 hours if calculated from the distance where I live now. Around my house there are several old buildings, some of which are not used and those that are still used today, one of which is the Village Office, which is located just next to my right. The current development in my hometown, in terms of facilities and infrastructure, has a very adequate health and continues to increase. In my opinion, the comparison between past and present certainly can be said to have been very different if you look at the development and increase in the number of infraktustur. For local products from my hometown, from the point of view of the agricultural products, namely corn and for processed food, namely "Binde Biluhuta" which means "corn that is watered"