Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuksegitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang. Mula-mula Suku Minahasa jika mengubur orang meninggal sebelum ditanam terlebih dulu dibungkus dengan daun woka (sejenis janur). Lambat laun, terjadi perubahan dalam kebiasaan menggunakan daun woka. Kebiasaan dibungkus daun ini berubah dengan mengganti wadah rongga pohon kayu atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan ke dalam rongga pohon lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar abad IX Suku Minahasa mulai menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi menghadap ke utaradan didudukkan dengan tumit kaki menempel pada pantat dan kepala mencium lutut. Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun 1860 mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam waruga. MENHIR Menhir adalah batu tunggal (monolith) yang berasal dari periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang berdiri tegak di atas tanah.[1]Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik dari kata men (batu) dan hir (panjang).[1] Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah.[1] Diperkirakan benda prasejarah ini didirikan oleh manusia prasejarah untuk melambangkan phallus, yakni simbol kesuburan untuk bumi.[1] Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode Neolitikum yang umum ditemukan diPerancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan Italia.[1][2] Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya.[1] Mega dalambahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu.[1] Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang.[1] Sarkofagus adalah suatu tempat untuk menyimpan jenazah. Sarkofagus umumnya dibuat dari batu. Kata "sarkofaus" berasal daribahasa Yunani σάρξ (sarx, "daging") dan φαγεῖνειν (phagein,"memakan"), dengan demikian sarkofagus bermakna "memakan daging". Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi mumikeluarga kerajaan dan kadangkadang dipahat dengan alabaster Sarkofagus - kadang-kadang dari logam atau batu kapur – juga digunakan oleh orang Romawi kuno sampai datangnya agamaKristen yang mengharuskan mayat untuk dikubur di dalam tanah.[1] Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan di antaranya adalah manik-manik dan gerabah. pada umumnya dolmen banyak ditemukan di Jawa Timur dan Sumatera Selatan Dolmen merupakan hasil kebudayaan megalitikum, dimana pada zaman megalit bangunannya selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati terhadap
kesejahtraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Domen ini merupakan sebuah media atau peralatan yang dipergunakan untuk mengadakan upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan sajisajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak.
Punden berundak adalah salah satu hasil budaya Indonesia pada zaman megalitik (megalitikum) atau zaman batu besar. Punden berundak merupakan bangunan yang tersusun bertingkat dan berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Punden Berundak pada zaman megalitik selalu bertingkat tiga yang mempunyai makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal. Peti kubur batu merupakan tradisi megalistik tua yang sudah ada sejak masa bercocok tanam jaman prasejarah. Lokasi peti kubur batu itu sekitar 10 km dari Bengawan Solo. Kubur batu terletak di lereng-lereng perbukitan, tepatnya di bukit Sumur 70 Kedewan di lahan hutan seluas sekitar 15 hektar. Selain itu, peti kubur batu juga didapati di Bukit Gunung Mas yang merupakan areal tandus. "Untuk bisa melihat semua titik butuh waktu setengah hari," ujar Maduki, juru kunci kubur Kalang, kepada Tim Ekspedisi, Sabtu (16/6). Ia menjelaskan, rata-rata kubur batu itu berukuran 1 meter x 2 meter. Juga ada lima kubur batu berukuran 3 meter x 1,5 meter. Kedalaman lubang kubur sekitar 60 sentimeter. "Di lokasi kubur Kalang itu pernah ditemukan beberapa peninggalan masa lampau berupa manik-manik, gelang perak untuk tangan dan kaki, senjata semacam golok, dan gerabah halus. Selain itu juga ditemukan tengkorak yang bagian kepalanya berada di timur," kata Maduki. Selain di Kawengan, kubur batu ini juga ditemukan di areal perbukitan Desa Dungur di Kecamatan Senori, Desa Soko di Kecamatan Bangilan, Desa Nglateng di Kecamatan Kalirejo, Desa Prambon di Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban.