BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Untuk menjadi sebuah Negara yang merdeka, Indonesia harus memenuhi beberapa syarat. Diantaranya, yaitu memperoleh pengakuan secara de facto dan de jure. Pengakuan secara de facto adalah pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara lain yang telah memenuhi unsur-unsur negara, seperti ada pemimpin, rakyat dan wilayah. Sedangkan pengakuan secara de jure adalah pengakuan terhadap suatu negara secara resmi berdasarkan hukum dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara internasional. Sebagai sebuah negara, bangsa Indonesia menyadari bahwa tidak mungkin dapat memenuhi semua kebutuhan tanpa bantuan dari negara lain. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan baik yang menyangkut bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya diperlukan kerja sama dalam bentuk hubungan internasional. Dalam mengadakan hubungan internasional, Bangsa Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas dan aktif yang dicetuskan oleh Mohammad Hatta. Disebut dengan bebas karena politik luar negeri Indonesia terbebas dari pengaruh negara negara atau kekuatan asing, atau bebas menentukan sikap apapun tetapi sikap yang didasarkan atas ideologi Pancasila dan UUD 1945. Meski demikian, Indonesia tidak tinggal diam dengan masalah-masalah dunia yang muncul. Bersama Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan organisasi-organisasi dunia lainya, Indonesia turut aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia. B. Rumusan Masalah Bagaimana kontribusi Bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia ? C. Tujuan 1.
Untuk memenuhi Tugas Sejarah Indonesia
2.
Untuk mengetahui kontibusi Bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia
D. Manfaat 1. Menambah wacana pemikiran yang berdimensi internasional. 2. Menambah wawasan dalam ranah internasional. 3. Membuka peluang untuk berpikir lebih luas dalam wacana global.
1
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perdamaian Dunia Perdamaian adalah kondisi tidak adanya atau berkurangnya segala jenis kekerasan. Perdamaian bukan sekedar soal ketiadaan kekerasan atau pun situasi yang anti kekerasan. Lebih jauh dari itu, perdamaian mengandung pengertian keadilan dan kemajuan. Perdamaian dunia adalah sebuah gagasan kebebasan, perdamaian, dan kebahagiaan bagi seluruh negara. Perdamaian dunia melintasi perbatasan melalui hak asasi manusia, teknologi, pendidikan, teknik, pengobatan, diplomat, atau pengakhiran seluruh bentuk pertikaian. B. Mewujudkan Perdamaian Dunia Berdasar dari landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia, yakni UUD 1945, Indonesia berusaha mewujudkan peran untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, sebagaimana tercantum pada pembukaan UUD 1945. Dalam menjaga hubungan dengan Negara lain, Indonesia menerapkan prinsipprinsip politik luar negeri bebas-aktif yang diabdikan untuk kepentingan nasional, terutama kepentingan pembangunan di segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan hubungan luar negeri Indunesia ditujukan untuk meningkatkan persahabatan dan kerja sama bilateral, regional, dan multilateral melalui berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional, Indonesia terus membangun citra positif di luar negeri dan memainkan perannnya dalam turut menjaga perdamaian dunia, baik dalam lingkup regional (ASEAN), maupun internasional (melalui Gerakan Non Blok dan Misi Pasukan Garuda PBB).
1. Kontribusi Indonesia dalam Perdamaian ASEAN Indonesia beranggapan bahwa terciptanya kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai, dan kondusif serta terjalinnya hubungan yang harmaoni dengan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara adalah modal dasar pembangunan nasional. Oleh karena itu, Bangsa Indonesia ikut memprakarsai
2
berdirinya ASEAN untuk menjaga perdamaian negara-negara di kawasan Asia Tenggara. a. Latar Belakang Berdirinya ASEAN Berdirinya ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dilatar belakangi oleh beberapa persamaan yang dimiliki oleh negara-negara Asia Tenggara. Persamaan-persamaan tersebut antara lain: 1. Persamaan geografis
Negara-negara di Asia Tenggara berada di antara dua benua, yakni Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara dua samudera yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Jadi, didasarkan letak geografisnya, negara-negara tersebut merupakan satu regional atau satu kesatuan wilayah. 2. Persamaan budaya.
Kawasan Asia Tenggara memiliki basis kebudayaan serta bahasa dan tata kehidupan serta pergaulan yang hampir sama, pasal mereka sebagai pewaris peradaban rumpun Melayu Austronesia. 3. Persamaan nasib.
Negara-negara Asia Tenggara sama-sama pernah dijajah oleh bangsa Barat, kecuali Thailand. Hal inilah yang menumbuhkan rasa setia kawan antara Negara-negara di Asia Tenggara. 4. Persamaan kepentingan di berbagai bidang.
Adanya kepentingan di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, sosial, budaya, keamanan, politik menjadi latar belakang berdirinya ASEAN. Tempat yang menjadi pintu gerbang perdamaian dunia juga terdapat di Asia Tenggara yaitu Selat Malaka dan Selat Sunda.
b. Sejarah ASEAN Berdirinya ASEAN ditandai dengan pertemuan lima menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina pada tanggal 5-8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Adapun kelima tokoh menteri luar negeri tersebut adalah: 1.
Adam Malik, wakil dari Indonesia.
2.
Tun Abdul Razak, wakil dari Malaysia.
3.
Rajaratman, wakil dari Singapura. 3
4.
Thanat Khoman, wakil dari Thailand.
5.
Narsisco Ramos, wakil dari Filipina. Pada tanggal 8 Agustus 1967, kalima menteri luar negeri tersebut
menandatangani sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai Deklarasi Bangkok. Sejak penandatangan Deklarasi Bangkok itulah organisasi ASEAN resmi berdiri dan mulai terbuka menerima anggota baru. Pada tanggal 7 Januari 1987 negara Brunei Darussalam menjadi negara pertama yang masuk menjadi anggota ASEAN diluar kelima negara pendiri. Selanjutnya, Vietnam resmi menjadi anggota ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. Laos dan Myanmar menjadi negara anggota ASEAN yang kedelapan dan kesembilan pada tanggal 23 Juli 1997, disusul kemudian oleh Kamboja pada tanggal 16 Desember 1998. Timor Leste, yang merupakan negara lain di kawasan Asia Tenggara juga sudah berkali-kali mengutarakan niatnya untuk bergabung dengan ASEAN. Peluang masuknya Timor Leste sebagai anggota baru ASEAN juga terbuka lebar, dan Timor Leste diperkirakan baru akan masuk sebagai anggota ASEAN pada tahun 2017 setelah melalui proses yang panjang untuk dapat masuk menjadi anggota ASEAN.
c. Tujuan ASEAN Isi deklarasi Bangkok yang merupakan tujuan ASEAN, antara lain: 1.
Mempercepat peningkatan ekonomi, kemajuan sosial, serta pernyebaran kebudayaan di kawasan Asia Tenggara
2.
Menaikkan perdamaian serta stabilitas regional
3.
Menaikkan kerja setara serta saling menolong buat kepentingan bersama dalam
bidang
ekonomi, sosial,
teknik,
ilmu
pengetahuan,
serta
administrasi. 4.
Memelihara kerja setara yang erat di tengah-tengah organisasi regional serta internasional yang ada
5.
Menaikkan kerja setara buat memajukan pendidikan, latihan, serta studi di kawasan Asia Tenggara
4
d. Kontribusi Indonesia dalam ASEAN Kontibusi Bangsa Indonesia dalam ASEAN untuk mewujudkan perdamaian dunia antara lain sebagai berikut. 1.
Doktrin SEANWFZ Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) merupakan suatu kesepakatan diantara sepuluh negara anggota ASEAN untuk mengamankan kawasan Asia Tenggara dari penggunaan nuklir. Gagasan pembentukan SEANWFZ dimulai oleh Malaysia yang mengajukan konsep ZOPFAN, yakni konsep yang berisi pernyataan memperjuangkan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan damai, bebas, dan netral. Konsep Malaysia mengenai ZOPFAN ( Zone Of Peace, Fee, and Neutral) diterima oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada tahun 1971 dan berhasil menandatangani Deklarasi ZOPFAN. Wacana SEANWFZ pada awalnya tidak berjalan mulus karena kondisi politik di kawasan tidak menguntungkan. Akhirnya baru tahun 1995, Traktat SEANWFZ ditandatangani oleh sepuluh kepala pemerintahan negara ASEAN di Bangkok, Thailand pada tanggal 15 Desember 1995 dan mulai berlaku pada tanggal 27 Maret 1997. Kesepakatan yang terdapat dalam SEANWFZ antara lain, mewajibkan negara-negara anggota untuk tidak mengembangkan, memproduksi, ataupun membeli serta mempunyai atau menguasai senjata nuklir, ataupun melakukan uji coba atau menggunakannya, baik di dalam ataupun diluar kawasan AsiaTenggra. Selain itu, negara tidak diperbolehkan meminta ataupun menerima bantuan yang berkaitan dengan nuklir oleh negara manapun dan juga tidak menyediakan sumber daya atau material khusus, ataupun perlengkapan kepada negara persenjataan non nuklir dimanapun juga terkecuali negara tersebut telah memenuhi perjanjian keselamatan dengan The International Atomic Energi Agency. Traktat SEANWFZ ini merupakan instrumrn hukum mengenai komitmen negara-negara ASEAN dalam upayanya memperoleh jaminan dari negara yang memiliki nuklir, bahwa mereka akan menghormati Traktat SEANWFZ dan tidak akan menyerang negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Penandatangan Traktat SEANWFZ merupakan tonggak sejarah yang sangat penting bagi ASEAN dalam upaya mewujudkan 5
kawasan Asia Tenggara yang aman, dan stabil, serta bagi usaha mewujudkan perdamaian dunia. Upaya negara-negara anggota ASEAN untuk memperjuangkan Traktat SEANWFZ di tingkat internasional salah satunya adalah dengan diakuinya traktat tersebut melalui Resolusi Umum Majelis PBB pada tanggal 10 Januari 2008, yang didukung oleh Rusia dan Cina.
2.
Doktrin Kuantan Doktrin Kuantan adalah salah satu kontribusi Indonesia dalam ASEAN. Adanya doktrin kuantan bermula dari terjadinya konflik di kawasan Indocina yang melibatkan Kamboja, Vietnam, Cina, dan kepentingan ideology negara superpower yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet, merupakan situasi politik yang membahayakan stabilitas Asia Tenggara dan mengganggu pembangunan nasional negara-negara di Asia Tenggara. Semua negara anggota ASEAN sepakat menggunakan cara damai dalam upaya penyelesaian konflik di Indocina. Pada bulan Mei 1980, Presiden Soeharto bertemu Perdana Menteri Malaysia Hussein Onn. Kedua kepala pemerintahan sepakat mencari solusi terwujudnya perdamaian di kawasan Indocina. Solusi damai ini tidak melibatkan negara diluar ASEAN tujuannya untuk meningkatkan kemandirian ASEAN. Solusi damai ini dikenal dengan Doktrin Kuantan. Doktrin Kuantan beranggapan bahwa tekanan Cina atas Vietnam akan lebih mendekatkan Vietnam dengan Uni Soviet. Situasi tersebut membahayakan keamanan regional. Bantuan negara-negara ASEAN di bawah kepeloporan Indonesia dan Malaysia diharapkan secara bertahan Vietnam menarik diri dari sekutunya, Uni Soviet. Dengan demikian stabilitas politik regional Asia Tenggara bisa tercapai. Doktrin Kuanan ditentang oleh negara Thailand. Negara Thailand beranggapan ketika Vietnam dibiarkan saja menginvasi Kamboja dikhawatirkan Vietnam juga melakukan tindakan yang sama terhadap negara di Asia Tenggra khususnya Thailand. Pandangan Thailand ini didukung oleh mayoritas negara anggota ASEAN. Tindakan ASEAN ini telah melanggar kesepakatan ZOPFAN. Indonesia dan Malaysia melihat posisi negara mayoritas anggota ASEAN lantas meninggalkan Doktrin 6
Kuantan dan menaruh kepentingan ASEAN di depan. Dengan posisi yang diambil oleh Indonesia dan Malaysia, Kawasan Asia Tenggara bisa terlepas dari terjadinya konflik terbuka atas perbedaan pandangan diantara negara anggota ASEAN terhadap isu Vietnam (konflik di Indocina).
3.
Penengah Konflik Pemerintah Philipina dan MNLF Indonesia memiliki peran yang sangat besar dalam konflik antara Negara Filipina dan Bangsa Moro di Mindanao yang diwakili oleh Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF). Indonesia berperan dalam mendamaikan kedua belah pihak. Konflik terbuka antara pemerintah Philipina dan Bangsa Moro mulai berlangsung sejak akhir tahun 1960-an. Konflik ini dipicu oleh adanya perpindahan penduduk Luzon dan Visayas ke Mindanao yang dirancang dalam program kebijakan pemerintah. Bangsa Moro merasa terpinggirkan dengan adanya pendatang tersebut. Kebencian ini memicu terbentuknya kelompok pemberontakan di Mindanao. Salah satu kelompok pemberontak yang sangat berpengaruh di Mindanao adalah MILF (Moro Islamic Liberation Front). MILF adalah pecahan dari MNLF (Moro National Liberationt Front). Peran Indonesia dalam mendamaikan Philipina dengan MNLF itu terjadi pada tahun 1980, dimana presiden Philipina saat itu Ferdinand Marcos mencari bantuan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Kemudian Marcos berkunjung ke Jakarta untuk berdiskusi bersama Presiden Soeharto, guna menyelesaikan masalah tersebut. Presiden Soeharto bersedia membantu Presiden Marcos, dan langkah ini terus berlanjut sampai Presiden Philipina selanjutnya yaitu Presiden Corazon Aquino. Indonesia bersedia membantu Philipina dikarenakan : a. Pemerintah Indonesia berkepentingan terhadap wilayah ASEAN di kawasan regional Asia Tenggara yang stabil, aman, dan damai. b. Pemerintah Indonesia tidak mendukung gerakan-gerakan separatis di negara-negara tetangga Indonesia. Hingga akhirnya pada tahun 1989 disetujui kesepakatan bersama dengan pemberian otonomi kepada Mindanao. Namun konfik masih berlanjut, hingga akhirnya pada tahun 1993 presiden Philipina saat itu 7
Fidel Ramos kembali ke Jakarta guna menjumpai Soeharto. Pada perundingan tanggal 30 Agustus 1996 dihasilkan Final Peace Agreement (FPA) atau perjanjian damai. Dokumen perdamaian ditandatangani oleh Misuari dan Ramos di Istana Merdeka Jakarta. Salah satu poin penting dari perjanjian itu adalah MNLF bersedia menghantikan perlawanan militernya. Namun sebagai imbalan, penguasa di Manila member otonomi khusus kepada masyarakat Moro yang mayoritas beragama islam dan mendiami Kepulauan Mindanao beserta gugusannya di Philipina Selatan. Otonomi Khusus bagi masyarakat Moro mulai diberlakukan tahun 2000.
4. Penyelesaian Konflik di Kamboja Kamboja atau Kampuchea merupakan negara di Asia Tenggara yang semula berbentuk kerajaan di bawah kekuasaan Dinasti Khmer di Semenanjung Indo-China antara abad ke-11 dan abad ke-14. Dalam konflik di Kamboja terdapat empat faksi yang bertikai dalam memperebutkan kekuasaan di Kamboja, yaitu People’s Republic of Kampuchea (PRK) yang dipimpin Heng Samrin, Democratic Kampuhea (DK) pimpinan Pol Pot, Front Uni National Pour un Cambadge Independence (FUNCIPEC) pimpinan Pangeran Norodhom Sihanouk, dan Khmer People’s National Liberation Front (KPNLF) pimpinan Son San. Konflik Kamboja juga diwarnai oleh intevensi Vietnam terhadap Kamboja. Sepanjang pendudukan Vietnam atas Kamboja telah banyak upaya yang dilakukan untuk mewujudkan perdamaian di Kamboja. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan Juli tahun 1981 menggelar konferensi Internasional untuk Kamboja yang dikenal dengan nama International Conference on Kampuchea (ICK). Konferensi ini, bertujuan menemukan solusi penyelesaian politik yang komprehensif dalam forum multilateral. Indonesia turut berperan dalam mengupayakan penyelesaian masalah Kamboja secara damai. Pada tanggal 25-28 Juli 1988 di Bogor diadakan pertemuan yang dikenal dengan sebutan Jakarta Informal Meeting I (JIM I). Pertemuan ini menampilkan terobosan untuk pertama kalinya pada pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam konflik, yaitu keempat
8
faksi, kedua tetangga Indochina dan enam negara ASEAN bertemu untuk mendiskusikan mekanisme penyelesaian awal. Pertemuan ini dinilai cukup efektif untuk menyepakati persepsi dan kesepahaman bersama sehingga beberapa rekombinasi dapat dilahirkan dengan penekanan pada pemisahan dua isu yaitu berkaitan dengan invasi Vietnam, Vietnam untuk menarik mundur pasukannya dari Kamboja sebagai itikad baik penyelesaian konflik, kesepahaman mengenai pentingnya pencegahan berkuasanya kembali rezim Pol Pot yang telah mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Kamboja, pembentukan kelompok kerja guna membahas elemen dasar dari konflik itu sendiri dan menyusun usulan-usulan sebagai bahan masukan bagi pertemuan selanjutnya. Pada tanggal 19-21 Februari 1989 dilaksanakan JIM II yang turut dihadiri oleh negara-negara peserta JIM I. Pada pertemuan ini dapat disepakati berbagai kemajuan yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut dan penyeragaman persepsi dari hasil pertemuan pertama. Beberapa hasil menonjol diantaranya adalah penarikan seluruh pasukan Vietnam yang harus segera dilaksanakan dengan batas waktu 30 September 1989. Kemudian dibahas pula mengenai himbauan penghentian keterlibatan pihak asing termasuk dukungan militer dan persenjataan terhadap masingmasing pihak yang bertikai di Kamboja. Negara-negara ASEAN mulai memandang perlunya melibatkan negara negara diluar
kawasan dan juga perlu diadakannya konferensi
Internasional untuk menindaklanjuti hasil pencapaian JIM. Hal ini disambut baik oleh Prancis. Prancis kemudian menggagas prakarsa untuk menyelenggarakan Konferensi Internasional Mengenai Kamboja (Paris International on Cambodia) pada tahun 1991. Kesepakatan Paris mencakup berbagai hal, yakni a. Final act konferensi Paris mengenai Kamboja b. Persetujuan tentang penyelesaian masalah politik secara menyeluruh konflik Kamboja berikut lampiran-lampirannya berupa mandat UNTAC, masalah militer, pemilihan umum, repatriasi para pengungsi Kamboja, dan prinsip-prinsip konstitusi baru Kamboja. c. Kesepakatan tentang kedaulatan, kemerdekaan, integrasi wilayah, netralisasi, dan keutuhan nasional Kamboja. 9
5. Penyelesaian Konflik Thailand-Kamboja Konflik Thailand Kamboja terjadi karena sengketa perbatasan antara kedua negara. Konflik tersebut berakar dari ketidakjelasan letak kuil Prah Vihear yang didirikan olrh Raja Kamboja. Dasar inilah yang membuat pemerintah Kamboja semakin yakin bahwa kuil bersama wilayah disekitarnya termasuk kedalam wilayahnya. Terlebih adanya peta yang dibuat oleh pejabat Prancis pada tahun 1907 yang memperkuat argumen Kamboja. Hail inilah yang akhirnya membuat Kamboja memenangkan kasus ini dalam sidang Mahkamah Internasional. Thailand merasa dirugikan dalam hal ini menolak untuk mematuhi keputusan Mahkamah Internasional dan tetap menempatkan pasukannya di wilayah sengketa. Pengakuan dari UNESCO pada 17 Juli 2008 bahwa Kuil Prah Vihear yang terletak dalam wilayah kamboja termasuk dalam daftar warisan kekayaan duia memicu konflik prbatasan antara kedua negara kembali memanas. Sempat terjadi perundingan untuk menyelesaikan sengketa ini yaitu Thailand Kamboja General Border Committee (GBC) pada tanggal 21 juli 2008 tetapi ternyata perundingan ini tidak berjalan mulus. Kontak senjata yang terjadi menyebabkan Kamboja membawa masalah ini ke Dewan keamanan PBB. Keputusan Kamboja membawa masalah ini ke Dewan PBB membuat Indonesia turun tangan. Menteri luar negeri Indonesia langsung mengadakan pertemuan dengan menteri luar negeri Thailand dan Kamboja. Konflik perbatasan Thailand dan Kamboja sempat memanas pada tahun 2009,2010, dan 2011. Puncak dari konflik yaitu perebutan perbatasan tepatnya di wilayah 4 x 6 km2 sebagai kawasan sekitar kuil Prah Vihear yang terjadi pada 4-6 Februari 2011. Pada 22 Februari 2011 di Jakarta di gelar informal ASEAN Foreign Minister’s Meeting (pertemuan informal para Menteri Luar Negeri ASEAN) dengan agenda tunggal pembahasan penyelesaian konflik Thailand dan Kamboja, pertemuan informal para Menlu ASEAN yang diprakarsai Indonesia selaku Ketua ASEAN ini merupakan tindak lanjut dari hasil sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Sidang itu sebelumnya meminta Thailand dan Kamboja berkerja sama dengan ASEAN sebagai mediator untuk menuntaskan persoalan perbatasan mamalelui jalan damai 10
Dalam pertemuan tingkat menteri ASEAN tersebut, Indoesia menyiapkan tiga langkah untuk menyelesaikan konflik perbatasan antara Kamboja dan Thailand yaitu a. ASEAN akan meminta Kamboja dan Thailand untuk menegaskan komitmen penyelesaian masalah secara damai lewat mekanisme Treaty of Amity and Cooperation (TAC) b. Baik kamboja dan Thailand diminta untuk menstabilkan gencatan senjata c. Menggulirkan kembali forum diplomasi yang sudah dibentuk oleh kedua negara yakni Joint Boundary Committee (JBC).
6. Konflik Laut Cina Selatan Laut Cina Selatan terletak di laut tepi bagian dari Samudra Pasifik yang luasnya mencakup daerah dari Singapura hingga Selat Taiwan. Terdapat sejumlah negara yang memposisikan keberadaan Laut Cina Selatan sebagai bagian dari wilayah perairan dan kepulauan negaranya. Republik Rakyat Tiongkok, Taiwan, Indonesia, Filipia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Kamboja, dan Vietnam merupakan beberapa negara yang masing-masing secara tegas mengakui keberadaan Laut Cina Selatan sebagai wilayah teritorial mereka. Kondisi ini menciptakan kerentanan situsai keamanan d kawasan Laut Cina Selatan. ASEAN sebagai sebuah organisasi negara-negara dikawasan Asia Tenggara memiliki peran yang sangat peting dan strategis dalam membantu menyelesaikan persoalan sengketa wilyah perairan di Laut Cina Selatan. Indonesia mengambil inisiatif terhadap isu Laut Cina Selatan untuk melakukan konsultasi dengan negara-negara ASEAN, baik melalui kunjungan langsung maupun melalui komunikasi telepon dengan semua Menlu ASEAN guna mengukuhkan posisi bersama ASEAN terkait isu Laut Cina Selatan. Selain ke Phnom Penh, Menlu Indonesia juga telah mengadakan pertemuan dengan Menlu Filipina di Manila tanggal 18 Juli 2012 pagi, dengan Menlu Vietnam di Hnaoi tanggal 18 Juli 2012 sore, dan dengan Menlu Singapura tanggal 19 Juli 2012 sore. Sebagai tindak lanjut dari Shuttle Diplomacy dua hari Menlu RI, Pemerintah Kamboja sebagai ketua ASEAN dalam media briefing yang 11
diselenggarakan di Peace Palace pada tanggal 20 Juli 2012, telah mengeluarkan pernyataan bersama Menteri Luar Negeri ASEAN terkait ASEAN’s Six-Point Principles on the South China Sea, yang isinya sebagai berikut. a. the full implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (2002); b. the Guidelines for the Implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (2011); c. the early conclusion of a Regional Code of Conduct in the South China Sea; d. the full respect of the universally recognized principles of International Law, including the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS); e. the continued exercise of self-restraint and non-use of force by all parties; and f. the peaceful resolution of disputes, in accordance with universally recognized principles of International Law, including the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
2. Kontribusi Indonesia dalam Non Blok Gerakan Non-Blok merupakan gerakan untuk tidak memihak salah satu blok kekuatan di dunia. Pendirian organisasi ini berperan dalam meredam ketegangan dunia. Keberadaan organisasi ini dapat membendung perluasan dari kedua blok yang berseteru. Setelah Perang Dunia II berakhir dunia terbagi menjadi dua blok, yakni Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika berpaham Liberal. Sementara Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet berpaham Komunis. Kedua blok tersebut saling berlawanan karena perbedaan paham tersebut.
a. Latar belakang Gerakan Non Blok Berdirinya GNB dilatarbelakangi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1.
Munculnya dua blok yaitu Blok Barat dan Blok Timur yang bersaing untuk memperebutkan pengaruh dunia internasional. Blok Barat diikat
12
dalam suatu pertahanan yang bernama NATO (North Atlantic Treaty Organization), sedangkan Blok Timur terikat dalam Pakta Warsawa. 2.
Adanya
kecemasan
negara-negara
yang
baru
saja
mencapai
kemerdekaannya. Mereka merasa cemas karena persaingan antara blok adidaya tersebut. 3.
Adanya Dokumen Brioni yang merupakan pernyataan dari presiden Josep Broz Tito (Yugoslavia). Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India), dan Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir) tahun 1956 di Pulau Brioni, Yugoslavia. Dokumen tersebut memuat prinsip-prinsip dasar untuk mempersatukan gerakan Non Blok.
4.
Terjadinya krisis Kuba tahun 1961. Krisis ini terjadi karena Uni Soviet membangun pangkalan rudal di Kuba secara besar-besaran. Amerika Serikat merasa terancam dan memprotes tindakan Uni Soviet tersebut. Situasi dunia menjadi tegang, hal ini mendorong negara-negara Non Blok untuk segera menyelenggarakan KTT Non Blok.
b. Pendirian Gerakan Non Blok Awal kelahiran Gerakan Non Blok adalah ketika terjadi Konferensi Asia afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955 dimana kurang lebih 29 kepala negara di kawasan Asia dan Afrika berkumpul guna melakukan identifikasi berbagai masalah yang menimpa dunia saat itu, serta mendeklarasikan keinginan mereka untuk tidak terlibat dalam konfrontasi kedua blok yang sedang bertikai tersebut. Terdapat negara-negara yang memilih bersikap netral. Negara-negara tersebut tidak mau memihak salah satu blok. Di antara negara-negara netral ini adalah Indonesia, India, Mesir, Ghana, serta Yugoslavia. Atas inisiatif pemimpin lima negara ini terbentuklah sebuah organisasi yang disebut Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non-Aligned Movement (NAM). Lima pemimpin negara ini melakukan pertemuan di markas besar PBB. Dalam sidang Umum PBB ke-15 tahun 1960, kelima pemimpin negara tersebut yaitu 1.
Presiden Sukarno, dari Indonesia
2.
PM Jawaharlal Nehru, dari India
3.
Presiden Gamal Abdul Naser, dari RPA/Mesir
4.
Presiden Kwame Nkrumah, dari Ghana 13
5.
Presiden Josep Broz, dari Yugoslavia
c. Asas, Tujuan, dan Prinsip Gerakan Blok Asas Gerakan Non Blok : 1.
Berusaha untuk mendukung perjuangan kemerdekaan di berbagai tempat di dunia ini.
2.
Memegang
teguh
perjuangan
dalam
melawan
kolonialisme,
neokolonialisme, serta imperialisme.
Tujuan Gerakan Non Blok: 1.
Mengembangkan solidaritas diantara sesama negara berkembang dalam mencapai persamaan, kemakmuran, serta kemerdekaan.
2.
Turut serta dalam meredakan ketegangan dunia akibat pertikaian yang terjadi antara blok Barat dan blok Timur.
3.
Berusaha untuk membendung segala pengaruh buruk, baik itu yang berasal dari Blok Barat maupun Blok Timur.
Prinsip Gerakan Non Blok : 1.
Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan.
2.
Perjanjian tidak saling melakukan agresi
3.
Tidak melakukan intervensi urusan dalam negeri negara lain
4.
Setara dan saling menguntungkan
5.
Menjaga perdamaian
d. Masa Perkembangan Gerakan Non Blok Indonesia beranggapan bahwa hubungan luar negri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan antar bangsa baik itu regional maupun secara global melalui forum bilateral maupun multilateral yang ditujukan untuk kepentingan nasional dengan politik Luar negri bebas aktif sebagai landasannya. Kondisi tersebut diarahkan dengan ikut berperan aktif dalam mewujudkan tatanan dunia baru yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, serta keadilan sosial untuk meningkatkan hubungan kerja sama internasional, salah satunya adalah dengan memantapkan serta meningkatkan peranannya dalam Gerakan
14
Non Blok. Adapun langkah yang ditempuh Indonesia dalam meningkatkan peranan di GNB adalah : 1.
Meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota Gerakan Non Blok Salah satu upaya yang dilakukan Indonesia pada masa perkembangan Gerakan Non Blok adalah dengan cara meningkatkan keeratan kerja sama yang telah dibangun antar sesama negara anggota GNB, terutama dalam perkembangan kerjasama di bidang teknik dan ekonomi. Hal tersebut merupakan perwujudan kerjasama Selatan-Selatan yang melibatkan negara-negara maju maupun lembaga-lembaga keuangan internasional.
2.
Berperan dalam penyelesaian masalah-masalah ekonomi internasional Indonesia juga berperan dalam membantu menyelesaikan masalahmasalah dalam hubungan ekonomi internasional yang berperan dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Peran Indonesia tersebut salah satunya diwujudkan dengan meningkatkan dialog Utara – Selatan berdasar pada kepentingan dan tanggung jawab bersama, semangat kemitraan, saling ketergantungan, serta saling memberi manfaat.
3.
Menjadi Pemimpin Gerakan Non Blok Sejak tahun 1992 hingga tahun 1995, Indonesia mendapat kepercayaan untuk memimpin organisasi GNB tersebut, yaitu dengan terpilihnya Soeharto yang saat itu merupakan presiden Republik Indonesia ke-2 menjadi Sekretaris Jendral (SekJen) Gerakan Non Blok. Indonesia menjadi negara yang selalu setia serta komitmen terhadap prinsip serta aspirasi Gerakan Non Blok. Berbagai prestasi telah diraih Indonesia selama memimpin organisasi dunia tersebut, diantaranya adalah : a.
Pada masa kepemimpinannya di GNB adalah Indonesia telah mampu membawa organisasi tersebut dalam menentukan arah serta menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan-perubahan yang terjadi secara dinamis, yaitu dengan cara melakukan penataan kembali prioritas-prioritas lama organisasi dan menentukan adanya prioritasprioritas baru serta menetapkan pendekatan dan orientasi yang baru pula.
15
b.
Indonesia telah dianggap telah memberikan warna yang baru bagi organisasi tersebut, diantaranya adalah dengan menitikberatkan kerjasama pada pembangunan ekonomi yaitu dengan menghidupkan kembali dialog antara negara-negara selatan.
c.
Indonesia telah dipercaya untuk membantu menyelesaikan pertikaian atau konflik regional di beberapa negara seperti kamboja, sengketa yang terjadi di laut cina selatan, serta gerakan separatis Moro di Philipina.
d.
Indonesia telah berhasil menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB yang ke-110 di Jakarta dan Bogor pada 1 hingga 7 September 1992. Dalam KTT tersebut telah berhasil merumuskan suatu kesepakatan bersama yang dikenal dengan “Pesan jakarta.” Yang di dalamnya terkandung visi dari Gerakan Non Blok, yaitu
Visi dari gerakan Non Blok : 1.
Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya relevansi GNB setelah berakhirnya perang dingin dan ketetapan hati untuk meningkatkan kerja sama yang konstruktif serta sebagai komponen integral dalam arus utama (mainstream) hubungan internasional.
2.
Arah Gerakan Non Blok yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara politik yang menjadi ciri yang menonjol dari Gerakan Non Blok sebelumnya.
3.
Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi negara-negara anggota melalui peningkatan kerjasama Selatanselatan.
e. Pertemuan Gerakan Non-Blok Pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Biasanya setelah mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala pemerintahan yang menjadi tuan rumah konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk masa jabatan tiga tahun.
16
1.
KTT I – Belgrade, 1 September 1961 – 6 September 1961
2.
KTT II – Kairo, 5 Oktober 1964 – 10 Oktober 1964
3.
KTT III – Lusaka, 8 September 1970 – 10 September 1970
4.
KTT IV – Aljir, 5 September 1973 – 9 September 1973
5.
KTT V – Kolombo, 16 Agustus 1976 – 19 Agustus 1976
6.
KTT VI – Havana, 3 September 1979 – 9 September 1979
7.
KTT VII – New Delhi, 7 Maret 1983 – 12 Maret 1983
8.
KTT VIII – Harare, 1 September 1986 – 6 September 1986
9.
KTT IX – Belgrade, 4 September 1989 – 7 September 1989
10. KTT X – Jakarta, 1 September 1992 – 7 September 1992 11. KTT XI – Cartagena de Indias, 18 Oktober 1995 – 20 Oktober 1995 12. KTT XII – Durban, 2 September 1998 – 3 September 1998 13. KTT XIII – Kuala Lumpur 20 Februari 2003 – 25 Februari 2003 14. KTT XIV – Havana, 11 September 2006 – 16 September 2006
f. Peran Indonesia dalam Gerakan Non Blok Indonesia sangat berperan penting dalam GNB, beberapa peran penting yang dilakukan Indonesia adalah sebagai berikut: 1.
Presiden Soekarno adalah satu dari lima pemimpin dunia yang mendirikan GNB.
2.
Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991. Saat itu, Presiden Soeharto terpilih menjadi ketua GNB. Sebagai pemimpin GNB, Indonesia sukses menggelar KTT X GNB di Jakarta.
3.
Indonesia juga berperan penting dalam meredakan ketegangan di kawasan bekas Yugoslavia pada tahun 1991.
GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat dikatakan lahir sebagai negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut tercermin
dalam
pembukaan
UUD
1945
yang
menyatakan
bahwa
“kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Selain itu, diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. 17
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia memilih untuk menentukan jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan persahabatan dengan seluruh bangsa. Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas aktif itu, selain sebagai salah satu negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia dan komitmen pada prinsip-prinsip dan aspirasi GNB. Pada masa itu, Indonesia telah berhasil membawa GNB untuk mampu menentukan arah dan secara dinamis menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang terjadi.
3. Kontribusi Indonesia dalam Misi Garuda Kontribusi bangsa Indonesia terhadap perdamaian dunia diantaranya melalui pengiriman pasukan perdamaian di bawah PBB. Indonesia telah banyak mengirimkan misi perdamaian dan kemanusiaan melalui pengiriman pasukannya ke berbagai wilayah dunia yang bergolak. a. Sejarah Kontingen Garuda Kontingen Garuda disingkat KONGA atau Pasukan Garuda adalah pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain. Indonesia mulai turut serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957. Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Mesir segera mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga Arab. Pada 18 November 1946, mereka menetapkan resolusi tentang pengakuan kemerdekaan RI sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan tersebut adalah suatu pengakuan de jure menurut hukum internasional. Untuk menyampaikan pengakuan ini Sekretaris Jenderal Liga Arab ketika itu, Abdurrahman Azzam Pasya, mengutus Konsul Jendral Mesir di India, Mohammad Abdul Mun'im, untuk pergi ke Indonesia. Setelah melalui perjalanan panjang dan penuh dengan rintangan terutama dari pihak Belanda maka akhirnya ia sampai ke Ibu Kota RI waktu itu yaitu Yogyakarta, dan diterima secara kenegaraan oleh Presiden Soekarno dan Bung Hatta pada 15 Maret 1947. Ini pengakuan pertama atas kemerdekaan RI oleh negara asing.
18
Hubungan yang baik tersebut berlanjut dengan dibukanya Perwakilan RI di Mesir dengan menunjuk HM Rasyidi sebagi Charge d'Affairs atau "Kuasa Usaha". Perwakilan tersebut merangkap sebagai misi diplomatik tetap untuk seluruh negara-negara Liga Arab. Hubungan yang akrab ini memberi arti pada perjuangan Indonesia sewaktu terjadi perdebatan di forum Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB yang membicarakan sengketa Indonesia-Belanda, para diplomat Arab dengan gigih mendukung Indonesia. Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada Mei 1956 dan Irak pada April 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukan Inggris, Prancis dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I.
b. Tujuan Pengiriman Kontingen Garuda Dalam rangka ikut mewujudkan perdamaian dunia, maka Indonesia memainkan sejumlah peran dalam dunia internasional. Peran yang cukup menonjol yang dimainkan oleh Indonesia adalah dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Dalam hal ini Indonesia sudah cukup banyak pengirimkan Kontingen Garuda (KONGA) ke luar negeri. Bagi bangsa Indonesia pengiriman Misi Garuda untuk memenuhi permintaan PBB memiliki alasan yang kuat. Yang pertama sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi ikut melaksanaka ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial dan kedua sesuai dengan politik Luar Ngeri Indonesia bebas aktif, diantaranya : 1.
Ikut serta sebagai anggota Dewan Keamanan PBB
2.
Mewujudkan Landasan ideologi Indonesia (Pancasila)
3.
Menyesuaikan Landasan Konstitusional Indonesia ( Pembukaan UUD 1945)
4.
Perwujudan dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
19
c. Daftar Kontingen 1. Kontingen Garuda I Kontingen Garuda I dikirim pada 8 Januari 1957 ke Mesir. Kontingen Garuda Indonesia I terdiri dari gabungan personel dari Resimen Infanteri15 Tentara Territorium (TT) IV/Diponegoro, serta 1 kompi dari Resimen Infanteri-18 TT V/Brawijaya di Malang. Kontingen ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letnan Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo, sedangkan wakilnya Mayor Infanteri Soediono Suryantoro. Kontingen Indonesia berangkat tanggal 8 Januari 1957 dengan pesawat C-124 Globe Master dari Angkatan Udara Amerika Serikat menuju Beirut, ibukota Libanon. Dari Beirut pasukan dibagi dua, sebagian menuju ke Abu Suweir dan sebagian ke Al Sandhira. Selanjutnya pasukan di El Sandhira dipindahkan ke Gaza, daerah perbatasan Mesir dan Israel, sedangkan kelompok Komando berada di Rafah. Kontingen ini mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 29 September 1957. Kontingen Garuda I berkekuatan 559 pasukan. 2. Kontingen Garuda II Konga II dikirim ke Kongo pada 1960 dan dipimpin oleh Letkol Inf Solichin GP. Konga II berada di bawah misi UNOC. KONGA II berjumlah 1.074 orang dipimpin Kol. Prijatna (kemudian digantikan oleh Letkol Solichin G.P) bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961. 3. Kontingen Garuda III Konga III dikirim ke Kongo pada 1962. Konga III berada di bawah misi UNOC dan dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris dan Kol Inf Sobirin Mochtar.KONGA III terdiri atas 3.457orang dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris, kemudian Kol. Sabirin Mochtar. KONGA III terdiri atas Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur. Komandan Yon Kavaleri 7 Letkol GA. Manulang gugur di Kongo. 4. Kontingen Garuda IV Konga IV dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga IV berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada tanggal 23 Januari 1973 pasukan Garuda IV diberangkatkan ke Vietnam yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal TNI Wiyogo Atmodarminto, yang 20
merangkap Deputi Militer Misriga dengan kekuatan 294 orang yang terdiri dari anggota ABRI dan PNS Departemen Luar Negeri. Tugas kontingen Garuda IV adalah mencegah pelanggaran-pelanggaran, menjaga status quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang serta mengawali pertukaran tawanan perang. 5. Kontingen Garuda V Konga V dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga V berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Harsoyo. 6. Kontingen Garuda VI Konga VI dikirim ke Timur Tengah pada 1973. Konga VI berada di bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Rudini. Kontingen Garuda Indonesia VI di resmikan oleh Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Pangabean. Tugas pokok Kontingen Garuda Indonesia sebagai peace keeping force atau “Pasukan Pemelihara Perdamaian”. Selain pengiriman Kontingen,
atas
permintaan
PBB
diberangkatkan
pula
Brigadir
Jenderal Himawan Sutanto sebagai Komandan Brigade Selatan Pasukan PBB di Timur Tengah, pada tanggal 13 Desember 1973. Kontingen Garuda Indonesia VI tiba kembali di Indonesia setelah menyelesaikan tugasnya di Timur Tengah selama sembilan bulan. 7. Kontingen Garuda VII Konga VII dikirim ke Vietnam pada 1974. Konga VII berada di bawah misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI S. Sumantri. 8. Kontingen Garuda VIII Kontingen Garuda VIII dikirim dalam rangka misi perdamaian PBB di Timur Tengah paska Perang Yom Kippur antara Mesir dan Israel yang berlangsung dari tanggal 6 sampai dengan 26 Oktober 1973, dengan tercapainya gencatan senjata di kilometer 101 dan disusul dengan keluarnya resolusi PBB 340. Kontingen Garuda VIII bertugas di daerah penyangga
PBB
di Semenanjung Sinai tersebut
dikirim
dalam
9
gelombang rotasi, dan setiap rotasi bertugas selama 6 bulan. a. Kontingen Garuda VIII/1 Konga VIII/1 dikirim ke Timur Tengah pada 1974. Konga VIII/1 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Art Sudiman Saleh. 21
b. Kontingen Garuda VIII/2 Konga VIII/2 dikirim ke Timur Tengah pada 1975. Konga VIII/2 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf Gunawan Wibisono. c. Kontingen Garuda VIII/3 Konga VIII/3 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/3 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf Untung Sridadi. d. Kontingen Garuda VIII/4 Konga VIII/4 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/4 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf Suhirno. e. Kontingen Garuda VIII/5 Konga VIII/5 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/5 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Kav Susanto Wismoyo. f. Kontingen Garuda VIII/6 Konga VIII/6 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/6 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf Karma Suparman. g. Kontingen Garuda VIII/7 Konga VIII/7 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/7 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf Sugiarto. h. Kontingen Garuda VIII/8 Konga VIII/8 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/8 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf R. Atmanto. i. Kontingen Garuda VIII/9 Konga VIII/9 dikirim ke Timur Tengah pada 1979. Konga VIII/9 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf RK Sembiring Meliala.
22
9. Kontingen Garuda IX a. Kontingen Garuda IX/1 Konga IX/1 dikirim ke Iran-Irak pada 1988. Konga IX/1 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Endriartono Sutarto. b. Kontingen Garuda IX/2 Konga IX/2 dikirim ke Iran-Irak pada 1989. Konga IX/2 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf. Fachrul Razi. c. Kontingen Garuda IX/3 Konga IX/3 dikirim ke Iran-Irak pada 1990. Konga IX/3 berada di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Jhony Lumintang. 10. Kontingen Garuda X Konga X dikirim ke Namibia pada 1989. Konga X berada di bawah misi UNTAG dan dipimpin oleh Kol Mar Amin S. 11. Kontingen Garuda XI
a. Kontingen Garuda XI/1 Konga XI/1 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/1 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh Letkol Inf Albert Inkiriwang.
b. Kontingen Garuda XI/2 Konga XI/2 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/2 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CZI TP Djatmiko. Kontingen Garuda XI-2 melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait sebagaimana Kontingen Garuda XI-1. Kontingen gelombang kedua ini berangkat pada tanggal 23 April 1992.Penugasan Kontingen Garuda XI-2 berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 687 tanggal 3 April 1992 pada paragraf 5 tentang pembentukan dan tugas-tugas yang dilaksanakan Unikom dan Surat Perintah Panglima ABRI Nomor Sprin 1024/IV/1992. Sebagai Komandan Kontingen Garuda XI-2 adalah Mayor Czi Toto Punto Jatmiko. Pada tanggal 23 April 1991
23
Kontingen Garuda XI-2 telah selesai melaksanakan tugas dan kembali ke tanah air.
c. Kontingen Garuda XI/3 Konga XI/3 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1993. Konga XI/3 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Kav Bambang Sriyono. Kontingen Garuda XI-2 melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait. Berangkat ke wilayah Irak-Kuwait pada tanggal 19 April 1993 dan kembali ke tanah air pada tanggal 25 April 1994. Atas permintaan Dewan Keamanan PBB
pada
tanggal
10
Oktober
1993
Pemerintah
Indonesia
mengirimkan Letkol Inf. Hasanudin sebagai anggota Staf UNIKOM. Ia
termasuk
Kontingen
Garuda
XI/UNIKOM
dan
berhasil
melaksanakan tugas dengan baik. Pada tanggal 17 Oktober 1994 kontingen ini kembali ke tanah air.
d. Kontingen Garuda XI/4 Konga XI/4 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1994. Konga XI/4 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Inf Muh. Mubin.
e. Kontingen Garuda XI/5 Konga XI/5 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1995. Konga XI/5 berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CPL Mulyono Esa. 12. Kontingen Garuda XII a. Kontingen Garuda XII/A Konga XII/A dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/A berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Erwin Sujono. b. Kontingen Garuda XII/B Konga XII/B dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/B berada
di
bawah
misi
Inf Ryamizard Ryacudu. c. Kontingen Garuda XII/C 24
UNTAC
dan dipimpin oleh
Letkol
Konga XII/C dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/C berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi Chaidir. d. Kontingen Garuda XII/D Konga XII/D dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/D berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Saptaji Siswaya dan Letkol Inf Asril Hamzah Tanjung. Pada tanggal 20 Januari 1993 Kontingen Garuda XII-D diberangkatkan ke Kamboja untuk menggantikan Kontingen Garuda XII-C. Kontingen Garuda XIID dipimpin oleh Letkol Inf. Saptadji dan wakilnya Mayor Inf. Suryo Sukanto. 13. Kontingen Garuda XII (Civpol) Konga XII dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII berada di bawah misi UNTAC (civil police) dan dipimpin oleh Kol Pol Drs S. Tarigan dan Kol Pol Drs Rusdihardjo. 14. Kontingen Garuda XIII Konga XIII dikirim ke Somalia pada 1992. Konga XIII berada di bawah misi UNOSOM dan dipimpin oleh May Mar Wingky S. 15. Kontingen Garuda XIV
a. Kontingen Garuda XIV/1 Konga XIV/1 dikirim ke Bosnia-Herzegovina pada 1993. Konga XIV/1 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Eddi Budianto.
b. Kontingen Garuda XIV/2 Konga XIV/2 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/2 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Tarsis
c. Kontingen Garuda XIV/3 Konga XIV/3 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/3 berada di bawah misi UNPROFOR.
25
d. Kontingen Garuda XIV/4 Konga XIV/4 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/4 berada di bawah misi UNPROFOR (civil police) dan dipimpin oleh Letkol Pol Drs Suhartono.
e. Kontingen Garuda XIV/5 Konga XIV/5 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/5 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Art Mazni Harun.
f. Kontingen Garuda XIV/A Konga XIV/A dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/A berada di bawah misi UNPROFOR (Yokes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Heridadi. Konga XIV/A ini merupakan petugas kesehatan.
g. Kontingen Garuda XIV/B Konga XIV/B dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/B berada di bawah misi UNPROFOR (Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Budi Utoyo. Konga XIV/B ini merupakan pasukan yang bertugas mendukung misi kesehatan.
h. Kontingen Garuda XIV/C Konga XIV/C dikirim ke Bosnia pada 1995. Konga XIV/C berada di bawah misi UNPROFOR (Yon Zeni) dan dipimpin oleh Letkol CZI Anwar Ende. Konga XIV/C ini adalah dari Batalyon Zeni. 16. Kontingen Garuda XV[ Konga XV dikirim ke Georgia pada 1994. Konga XV berada di bawah misi UNOMIG dan dipimpin oleh May Kav M. Haryanto. Kontingen Garuda XV pada awalnya merupakan kontingen para Military Observer yang bertugas di bawah misi United Nations Observer for Military in Georgia (UNOMIG). Bertugas di Rep. of Georgia untuk mengawasi perjanjian damai antara Rep. of Georgia dan Rep. of Abkhazia (Self Autonomous), yang merupakan upaya
26
pemecahan diri dari sebagian wilayah. Pertama kali misi ini di kirimkan pada tahun 1994 dan berakhir tahun 2009. 17. Kontingen Garuda XVI Konga XVI dikirim ke Mozambik pada 1994. Konga XVI berada di bawah misi UNOMOZ dan dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi. Kontingen ini terdiri dari 15 pasukan. 18. Kontingen Garuda XVII Konga XVII dikirim ke Filipina pada 1994. Kontingen ini bertugas dari 17 Juni 1994 sampai 28 Desember 1994. KONGA XVII dipimpin oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi, bertugas di Filipina sebagai pengawas gencatan senjata setelah adanya perundingan antara MNLF pimpinan Nur Misuari dengan pemerintah Filipina. 19. Kontingen Garuda XVIII KONGA XVIII dikirim ke Tajikistan pada November 1997. Kontingen ini terdiri dari 8 perwira TNI yang dipimpin oleh Mayor Can Suyatno. 20. Kontingen Garuda XIX
a. Kontingen Garuda XIX/1 Konga XIX/1 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/1 beranggotakan 10 perwira TNI dipimpin oleh Letkol K. Dwi Pujianto dan bertugas sebagai misi pengamat (observer mission).
b. Kontingen Garuda XIX/2 Konga XIX/2 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/2
beranggotakan
10
orang
dipimpin
oleh
Letkol
PSK Amarullah. Konga XIX/2 bertugas sebagai misi pengamat.
c. Kontingen Garuda XIX/3 Konga XIX/3 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/3 beranggotakan 10 perwira dipimpin oleh Letkol (P) Dwi Wahyu Aguk. Konga XIX/3 bertugas sebagai misi pengamat. 27
d. Kontingen Garuda XIX/4 Konga XIX/4 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/4 beranggotakan 10 perwira dan dipimpin oleh Mayor CZI Benny Oktaviar MDA. Konga XIX/4 bertugas sebagai misi pengamat. 21. Kontingen Garuda XX a. Kontingen Garuda XX/A Konga XX/A dikirim ke Bungo, Kongo pada 6 September 2003 dan bertugas selama 1 tahun. Konga XX/A berjumlah 175 prajurit dari Kompi Zeni dibawah pimpinan Mayor CZI Ahmad Faizal. b. Kontingen Garuda XX/B Konga XX/B bertugas di Republik Demokratik Kongo. Konga XX/B berasal dari Kompi Zeni. c. Kontingen Garuda XX/C Konga XX/C dikirim ke Republik Demokratik Kongo pada 28 September 2005. Konga XX/C berjumlah 175 personel dan dipimpin Mayor Czi Demi A. Siahaan. Konga XX/C berasal dari Kompi Zeni. d. Kontingen Garuda XX/D Konga XX/D rencananya akan diberangkatkan ke Republik Demokratik Kongo untuk menggantikan Konga XX/C yang telah bertugas selama hampir satu tahun. Konga XX/D berjumlah 175 personel dan dipimpin oleh Mayor Czi Jamalulael. 22. Kontingen Garuda XXI Kontingen Garuda XXI merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Liberia (UNMIL) yang terdiri dari perwira AD, AL, AU yang terlatih dalam misi PBB dan mempunyai kecakapan khusus sebagai pengamat militer (UN military observer).
28
a. Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek. Bayu Roostono, bertugas tahun 2003-2004 dalam periode DDRR, pasca perang sipil II. b. Konga XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas tahun 2004-2005 dalam periode pasca pemilu dan pemilu. c. Konga XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L) Supriatno, beserta dua orang perwira lainnya yaitu Mayor Inf Fritz Pasaribu dan Mayor Pnb Andri G. bertugas tahun 2005-2006 dalam periode pemulihan keamanan, rekonstruksi, pemilu dan pemerintahan demokratis pertama semenjak perang sipil 14 tahun. d. Konga XXI-4 dipimpin oleh Letkol Kav. Hilman Hadi, beserta dua orang perwira lainnya yaitu Mayor Mar Beni dan Kapten Adm Tri Ambar Nugroho, bertugas tahun 2006-2007, sudah memasuki tahap konsolidasi setelah berhasil melewati tahap DDRR. e. Konga XXI-5 dipimpin oleh Letkol Lek. Joseph Rizki P., bertugas tahun 2007-2008, di saat misi UNMIL memulai tahap drawdown. 23. Kontingen Garuda XXII Kontingen Garuda XXII merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Sudan (UNMIS) yang terdiri dari perwira AD, AL, AU yang bertugas khusus sebagai pengamat militer (UN Military Observer). Sekarang ini Konga XXII juga berkontribusi untuk UNAMID (Darfur). a. Kontingen Garuda XXII/G berjumlah 6 personel TNI yang bertugas sebagai UNMO (UN Military Observer) untuk UNMIS (United Nations Mission In Sudan) yang terdiri dari: Mayor Inf Tri Saktiyono, Mayor Laut (E) Danny Bachtera, Mayor Adm Mirza Hus'an, Mayor Arh I Made Kusuma Dhyana Graha, Mayor Tek Lully Hermawan, dan Kapten Laut (E) Ertawan Juliadi. Periode Penugasan Konga XXII/G ini terhitung mulai tanggal 9 Februari 2008 sampai dengan 8 Februari 2009. b. Kontingen Garuda XXII/H berjumlah 3 personel TNI yang bertugas sebagai UNMO (UN Military Observer) untuk UNMIS (United Nations Mission In Sudan) yang terdiri dari: Mayor Arm 29
Ari Estefanus , Mayor Laut (P) Robert Marpaung , Mayor Lek Johni Purwnato. Periode penugasan Konga XXII-H/08 terhitung mulai 23 Agustus 2008 - 22 Agustus 2009. c. Kontingen Garuda XXII/I berjumlah 3 personel TNI yang bertugas sebagai UNMO (UN Military Observer)untuk UNMIS (United Nations Mission In Sudan) 24. Kontingen Garuda XXIII/A Konga XXIII/A bertugas sebagai bagian dari Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) dan rencananya akan berangkat pada akhir September 2006 tetapi kemudian ditunda karena PBB menunda keberangkatan pasukan perdamaian dari negara-negara Asia sehingga akhirnya pasukan dikembalikan lagi ke kesatuannya masing-masing. Kontingen Garuda XXIII/A dipimpin oleh Kolonel Surawahadi dan terdiri dari 850 personel TNI. Anak pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono juga ikut serta dalam pasukan ini. 25. Kontingen Garuda XXIII-B/UNIFIL Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2007 - 2008 di bawah komando Letkol Inf A M Putranto, S.Sos sebagai Dansatgas dan Letkol Mar Ipung Purwadi sebagai Wadansatgas. Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL berkekuatan 850 personel dengan komposisi personel: 541 AD, 242 AL, 63 AU, 1 Kemhan dan 3 Deplu. 26. Kontingen Garuda XXIII/C Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2008 - 2009 dibawah UNIFIL 27. Kontingen Garuda XXIII/D Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2009 - 2010 dibawah UNIFIL Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2009 - 2010 di bawah Pimpinan Letkol Inf Andi Perdana Kahar (Akmil 1992) sebagai Dansatgas dan Letkol Mar Guslin Kamase (AAL 1993) sebagai Wadansatgas. Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-D/UNIFIL 30
berkekuatan 1000 personel dengan main body dari Yonif Raider 323/13/1 Kostrad. 28. Kontingen Garuda XXIII/E Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2010- 2011 dibawah UNIFIL, pimpinan Letkol Inf Hendy Antariksa. Untuk pertama kalinya Konga XXIII-E selain mendapat UN Medal seperti Konga pada umumnya, juga mendapatkan Brevet Kehormatan UNIFIL dari Komandan Sektor Timur UNIFIL. Selain itu, Konga XXIII-E juga mendapatkan kepercayaan perluasan 5 wilayah binaan. 29. Kontingen Garuda XXIV Bertugas di Nepal. Kontingen Garuda XXIV merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Nepal (UNMIN) yang terdiri dari perwira AD, AL, AU yang terlatih dan dibekali ilmu dalam misi PBB serta mempunyai kecakapan khusus sebagai pengamat militer (UN military observer). Konga XXIV sampai misi terakhir 2011 adalah gelombang ke-4: a. Konga XXIV-1 dipimpin oleh Mayor , beserta 5 orang perwira lainnya bertugas selama 1 tahun dari tahun 2007-2008, pasca perang tahun 2006. b. Konga XXIV-2 dipimpin oleh Kol Laut (T) (Anumerta) Sondang Dodi Irawan, beserta lima orang perwira lainnya Mayor Laut (E) Ir. Wahyu Broto, Mayor Arh M Fahmi Rizal Nasution, Mayor Pnb Lubis, Mayor Supomo dan Mayor Inf Mulyaji bertugas selama 1 tahun 6 bulan 2 minggu dari tahun 2008-2009 dalam periode pasca pemilu dan pemilu. c. Konga XXIV-3 dipimpin oleh Mayor Kav Arief Munandar, beserta empat orang perwira lainnya yaitu Mayor Inf Budi Prasetyo, Mayor Kav Sindhu Hanggara, Mayor Arh IGN Wahyu Jatmiko dan Mayor Adm Djoko Nugroho bertugas selama 1 tahun dari tahun 20092010. d. Konga XXIV-4 dipimpin oleh Mayor Arm Aziz Mahmudi, beserta empat orang perwira lainnya yaitu Mayor Mar Arief Rahman 31
Hakim, Mayor Kal R Akhmad Wahyuniawan, Kapten Arm Abdi wirawan dan Kapten L (P) Agus Wijaya, bertugas selama 4 bulan dari 28 Agustus 2010 sd 15 Januari 2011, sudah memasuki tahap konsolidasi. 30.
Kontingen Garuda XXV Berdasarkan
Frago
(fragmentery
order)
Nomor10-10-08
tanggal 30 Oktober 2008, penambahan Kontingen Indonesia dalam rangka misi perdamaian dunia di Lebanon Selatan memberikan kesempatan kepada 75 prajurit Polisi Militer TNI untuk turut serta memberikan sumbangsih bhakti negara. Satgas POM TNI di Lebanon, berkedudukan langsung dibawah Force Commander of UNIFIL (FC assets), namun bertempat di wilayah Sektor Timur UNIFIL, itulah sebabnya Satgas POM TNI di Lebanon disebut SEMPU ( Sector East Military police Unit ) , dimana taktis operasional dibawah Seceast Co. yang juga merupakan wilayah Area of Responsibility (AOR) daripada SEMPU meliputi 4 batalion area, yaitu, Batalion India (Alpha Area), Batalion Spanyol (Bravo Area), Batalion Indonesia (Charlie Area) dan Batalion Nepal (Delta Area). Sampai dengan tahun 2017, Konga XXV sudah 9 kali melakukan Rotasi dengan urutan sbb : a. Konga XXV-A tahun 2008 - 2009 dipimpin oleh Letkol Cpm Ujang Marteniz b.
Konga XXV-B tahun 2009 - 2010 dipimpin oleh Letkol Cpm Eko Yatma Parnowo
c.
Konga XXV-C tahun 2010 - 2011 dipimpin oleh Letkol Cpm Dwi Prasetyo Wiranto
d.
Konga XXV-D tahun 2011 - 2012 dipimpin oleh Letkol Cpm Ida Bagus Rahwan Diputra
e.
Konga XXV-E tahun 2012 - 2013 dipimpin oleh Letkol Cpm Subiyakto
32
f.
Konga XXV-F tahun 2013- 2014 dipimpin oleh Letkol Cpm Andri Gunawan
g. Konga XXV-G tahun 2014 - 2015 dipimpin oleh Letkol Cpm Siagian Donald Beyer Maringin h.
Konga XXV-H tahun 2015 - 2016 dipimpin oleh Letkol Cpm Zulkarnain
i. Konga XXV-I tahun 2016 - 2017 dipimpin oleh Letkol Cpm Joni Kuswaryanto 31. Kontingen Garuda XXVI Menyusul keberhasilan penugasan Kontingen Garuda XXIII bersama dengan UNIFIL, sekaligus dalam rangka memperbesar peran serta Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian di Lebanon Selatan dan atas permintaan PBB, maka dikirimkan pasukan tambahan Indonesia untuk melaksanakan tugas sebagai satuan Force Headquarter Support Unit (FHQSU) dan INDO Force Protection Company (INDO FP Coy) berjumlah 200 orang. Tugas yang diemban berbeda dengan Konga XXIII (INDOBATT) yang merupakan satuan Yonif Mekanis yang memiliki wilayah operasi di sekor timur UNIFIL, Konga XXVI merupakan satuan yang bertugas untuk mendukung pelayanan dan pengamanan di UNIFIL HQ - Naqoura. Konga XXVI-A tiba pertama kali di Naqoura pada tanggal 31 Oktober 2008, dipimpin oleh Kolonel Mar Saud P. Tamba Tua. 32.
Kontingen Garuda XXVI-B Kontingen Garuda XXVI-B terdiri dari 2 Satuan Tugas; Konga XXVI-B1 merupakan Satgas Indonesian Force Head Quarter Support Unit
(FHQSU)
yang
di
komandani
oleh
Kolonel
Inf Restu
Widiantoro dan Kontingen Garuda XXVI-B2 sebagai kompi pengaman UNIFIL Headquater atau Force Protection Company (FP Coy) dengan Komandan Satgas Letkol Inf Fulad. Tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Kontingen Garuda XXVI-B sama dengan Kontingen Garuda XXVI-A.
33
33.
Kontingen Garuda XXVI-C1 Kontingen Garuda XXVI-C1 merupakan pengganti Konga XXVI-B1 dengan tugas-tugas yang tidak jauh berbeda dengan Satgas sebelumnya. Namun Kontingen Garuda XXVI-C1 yang dipimpin oleh Kolonel PNB Yulianta ini membawa serta 5 orang prajurit Wanita TNI (Wan TNI) sebagai bagian dari quota yang telah ditetapkan oleh United Nation kepada Troops Contibuting Countries sebesar 10 % dari keserulurah jumlah kontingen negara penyumbang pasukan perdamaian.
34.
Kontingen Garuda XXVI-C2 Kontingen Garuda XXVI-C2 mengawali misinya di Lebanon pada 19 Nopember 2010, setelah upacara Transfer of Autority dengan Konga XXVI-B2. Serah terima wewenang dan tanggung jawab pengamanan diserahkan dari Komandan Kontingen XXVI-B2 Letkol Inf Fulad kepada Komandan Kontingen Garuda XXVI-C2 Mayor Inf Henri Mahyudi di markas Indo FP Coy "Soedirman Camp" Naqoura. Kontingen Garuda XXVI-C2 mengakhiri misinya di Lebanan pada tanggal 23 Nopember 2011 dan diserahkan kepada Kontingen Garuda XXVI-D2 yang dipimpim oleh Kapten Inf Wimoko. Kontingen Garuda XXVI-C1 dan XXVI-C2 mengakhiri misi di Lebanon pada tanggal 1 Desember 2011 dan untuk selanjutnya kembali ke Tanah Air.
35.
Kontingen Garuda XXVI-D1 Kontingen Garuda XXVI-D1 bertugas di Lebanon mulai tanggal 22 November 2011 sampai dengan 25 November 2012 sebagai satgas FHQSU (Force Headquarter Support Unit) dan mempunyai dua tugas pokok yaitu di bidang security (force protection) dan di bidang camp management yang berkedudukan langsung dibawah Force Commander UNIFIL. Konga XXVI-D1 di bawah kepemimpinan Kolonel Adm Darmawan Bakti.
36.
Kontingen Garuda Indonesia XXVII a. Kontingen Garuda XXVII - 1
34
Tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak tanggal 21 Agustus 2008 sampai dengan tanggal 21 Agustus 2009 dalam satgas Milobs dipimpin oleh Mayor Pnb Destianto Nugroho. b. Kontingen Garuda XXVII - 2 Tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak tanggal 8 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 8 Oktober 2011 dalam satgas Milobs dipimpin oleh Letkol CHK Tiarsen, yang didukung oleh 2 personel. c. Kontingen Garuda XXVII - 3 Tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak tanggal 14 Februari 2011 sampai dengan tanggal 14 Februari 2012 dalam Satgas Military Observer dengan beranggotakan Mayor Arh Irwan Setiawan, Mayor Kal Bambang Witono dan Kapten Laut (P) Dian Wahyudi serta Satgas Military Staff atas nama Mayor Kal R.Akhmad Wahyuniawan yang bertugas sebagai Staff Officer Air Operation UNAMID Headquarter - El Fasher. d. Kontingen Garuda XXVII – 4 Tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak tanggal 08 Nopember 2011 sampai dengan tanggal 22 Nopember 2012 sebagai Military Observer dengan anggota Mayor Arm Abdi Wirawan dan Mayor Lek Bayu Hendraji.
35
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini dapat dicatat peran Indonesia dalam memelihara perdamaian dunia semakin berperan aktif. Indonesia berperan dalam menjaga perdamaian dunia tidak hanya pada masa sekarang, akan tetapi Indonesia telah berperan penting dalam menjaga perdamaian sejak dulu, sejak Indonesia merdeka. Dimulai dari memprakarsai berdirinya ASEAN untuk menjada perdamaian di negara-negara kawasan Asia Tenggara hingga mengirimkan Pasukan Garuda untuk membantu menciptakan perdamaian dunia. Ini membuktikan bahwa negara Indonesia telah turut berperan aktif menegakkan perdamaian dunia sejak dahulu tidak hanya pada masa sekarang. Indonesia memiliki rasa cinta damai sehingga turut ikut serta dalam menegakkan perdamaian dunia bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam berperan menjaga perdamaian dunia, Indonesia menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif dan berdasar kepada pancasila dan UUD 1945. B. SARAN Dari penjelasan diatas, masih banyak peran yang harus dilakukan bangsa Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia. Dalam menciptakan perdamaian dunia, Indonesia tidak boleh berhenti berperan hingga saat ini saja. Melainkan hingga masa yang akan datang, Indonesia harus meningkatkan perannya dalam menjaga perdamaian dunia yang tetap berdasar dengan pancasila dan UUD 1945.
36