Sejarah Sastra - Pengarang Perempuan.docx

  • Uploaded by: Amelinda Ruby
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sejarah Sastra - Pengarang Perempuan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 12,732
  • Pages: 60
SEJARAH SASTRA

MEMAHAMI PEREMPUAN DAN KARYANYA LEWAT “PENGARANG PEREMPUAN” Dosen Pengampu : Helvy Tiana Rosa, M. Hum

Disusun Oleh : Kelompok 1 – 1 SI 2 Ade Irma Amalul Ikram Amelinda Ruby Felicia Azrila Fiorela Intan Uswatun Hasanah Sitti Jamilatulfadhylah Qorilin Putri Metha Sari

2125161447 2125162603 2125160339 2125161005 2125160686 2125162277 2125160532

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2017

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmatnya yang luar biasa kelompok dua bisa mengerjakan tugas sejarah sastra yang merupakan salah satu nilai ujian tengah semester, pada semester dua ini dengan lancar dan tepat waktu. Dari mulai tahap persiapan materi yang akan dibahas hingga pengiriman tugas ini, dan nanti tahap presentasi. Sangat besar harapan kami agar selalu diberikan berkah untuk melaksanakannya dengan baik. Namun, harapan tak akan pernah terjadi sesuai kenyataan jika tidak ada usaha dan bantuan dari kedua orang tua kami yang senantiasa mendukung kami dalam dunia pendidikan, juga dosen pengampu, Helvy Tiana Rosa M. Hum dalam mata kuliah sejarah sastra yang begitu banyak membimbing kami agar mampu menyelesaikan tugas ini. Maka dengan itu laporan ini kami buat sebagai wujud hasil secara tertulis diskusi kami tentang bab “Penulis-Penulis Perempuan”. Semoga laporan ini bermanfaat kedepannya meskipun dalam isinya masih banyak kekurangan yang nampak jelas maupun tidak. Jakarta, 21 Juni 2017

Penyusun

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.............................................................................................. ........... 1

DAFTAR ISI............................................................................................................. ........... 2

BAB I - PENDAHULUAN................................................................................... ........... 3 A. B. C. D.

Latar Belakang......... ........... ........... ........... ........... ........... ........... ...................... 3 Rumusan Masalah...................................................................................... ........... 4 Manfaat..................................................................................................... ........... 5 Tujuan...................................................................................................... ........... 5

BAB II – PEMBAHASAN..................................................................................... ........... 6 A. B. C. D. E. F.

Sejarah masuknya penulis perempuan di Indonesia.................................... 6 Penulis perempuan sesuai periode......................................................... ........... 8 9 Penulis perempuan Indonesia............................................................ ........... 12 Tema yang diangkat dalam kepenulisan................................................ ........... 51 Masalah yang dihadapi selama perjalanannya........................................ ........... 52 Pengaruh perempuan dalam dunia literasi............................................. ........... 56

BAB III – PENUTUP........................................................................................... .... ........... 57 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... .... ........... 58

2

BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Manusia secara fisik dapat dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya menjadi laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, sifat-sifat jantan dan betina pada dasarnya tidak semudah itu diklasifikasikan melalui perbedaan fisik. Oleh karena itu, sosiolog menggunakan kata gender untuk membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan aspek psikologis, sosial, dan budaya (Giddens, 2009)

Namun, perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Itu karena perempuan sebagai objek yang kaya akan estetika. Perempuan bukan hanya bernilai estetis secara fisik, setiap ruang gerak, tutur kata dan perangai perempuan identik dengan nilai estetika. Nilai inilah yang kemudian menjadi titik temu yang sangat pas antara sebuah karya sastra sebagai karya estetika dengan objek perempuan tersebut. Begitu pula dalam kaca mata pembaca bila perempuan itu sendiri yang menulis, akan begitu menarik dan membuat penasaran, karena dalam gaya bahasa dan tema yang diangkat pun akan semakin mengerucutkan tentang kehidupan perempuan-perempuan itu sendiri.

Dalam sejarah Sastra Indonesia, memang tidak banyak penulis ataupun pengarang perempuan dan karya-karya yang dihasilkan. Akan tetapi, pengarang perempuan telah muncul dengan karya-karyanya bahkan pada periode atau angkatan Balai Pustaka. Seperti pada tahun 1970-an, banyak sastrawan yang menyaksikan kesuksesan novel-novel NH. Dini yang tidak mampu diimbangi diimbangi leh novelnovel pria pada saat itu. Kesuksesan tersebut dikarenakan faktor tema yang tepat, yang memang pada saat itu karya sastra yang tengah digemari oleh public adalah tema percintaan dengan segala seginya.

3

Selain itu, faktor yang menyebabkan suksesnya novel pengarang wanita adalah timbul massa pembaca wanita terpelajar, ditambha dengan situasi politik yang relative tenang, hingga masuknya teknologi modern (Sumadjo, 1979: 117). Hal ini juga dipengaruhi yang sekitar tahun 1970-an adanya pengaruh paham feminisme yang mulai memasuki Indonesia sesudah masa revolusi. Paham feminism menurut Goefo (Sugihastuti,2003) merupakan teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan terorganisasi yang diperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan.

Paham itu berpengaruh besar terhadap munculnya penulis perempuan, bisa dikatakan juga bahwa kaum perempuan benar-benar mendapatkan persamaan hak mereka mulai sekitar tahun 1950-an, karena pada saat itu kaum perempuan baru memperoleh kesempatan yang sama dan terbuka seperti pria. Sehingga pada tahun tersebut, banyak terlahir perempuan-perempuan yang menjadi konsumen “bacaan wanita” atau masa pembaca wanita terpelajar.

Sehingga bicara perempuan berarti bicara feminisme. Bicara feminisme berarti kita akan menemukan bacaan-bacaan tentang itu yang diangkat oleh kaum perempuan. Bacaan berarti berhubungan dengan sastra, dan itulah keistimewaan perempuan dibalik situasi yang seolah menindasnya. Mereka mampu mengangkat kaum mereka lewat sebuah karya sastra.

Hingga perlu diketahui dan dipelajari bagaimana proses mereka menuliskan torehan kegelisahannya yang menjadi semangat juang dan sastrawi siapa yang menjadi penggerak atau titik semangat gerakan ini. Dalam gerakan feminisme ataupun dalam ruang lingkup pengarang perempuan.

4

B.

RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana sejarah masuknya penulis perempuan di Indonesia? b. Siapa penulis perempuan Indonesia yang membuka jalan? c. Siapa

saja

penulis-penulis

perempuan

Indonesia

dalam

kesesuaian

periodenya? d. Siapa penulis perempuan yang cukup berpengaruh dalam Indonesia? e. Apa topik-topik yang diangkat dalam kepenulisan penulis perempuan Indonesia? f. Apa saja masalah yang dihadapi dalam perkembangan adanya penulis perempuan di Indonesia? g. Bagaimana pengaruh penulis perempuan Indonesia terhadap dunia literasi?

C.

TUJUAN :

1. Mengetahui perkembangan penulis perempuan di Indonesia. 2. Mengetahui siapa-siapa saja penulis perempuan Indonesia serta pengaruhnya. 3. Mengetahui tema atau konsep yang dibahas dalam karya-karyanya. 4. Mengetahui masalah yang dihadapi selama perkembangan penulis perempuan Indonesia.

D.

MANFAAT :

1. Mampu menghargai karya sastra dalam ruang lingkup penulis perempuan. 2. Mampu mempelajari proses mereka dalam dunia kepenulisan dan menerapkan hal-hal yang bermanfaat seperti pengaruh yang diberikan. 3. Mampu mengembangkan ide atau belajar dari ide-ide penulis perempuan Indonesia yang sudah muncul sebelumnya. 4. Mampu menanggulangi permasalahan dalam kiprah penulis perempuan Indonesia.

5

BAB II PEMBAHASAN

A.

SEJARAH MASUKNYA PENULIS INDONESIA

SEJARAH PENULIS PEREMPUAN (Gerakan perempuan) JASMERAH! (Jangan Pernah Melupakan Sejarah) – Ir. Soekarno . Dalam rentang sejarah sastra Indonesia, dunia sastra Indonesia selalu didominasi pengarang laki-laki. Meski sejak kemerdekaan mulai banyak bermunculan penulis-penulis perempuan, kedudukan dan karya-karya mereka masih tenggelam di bawah bayang-bayang pengarang laki-laki. Jika diperhatikan lebih jauh, sebenarnya pengarang perempuan telah ada sejak dulu. Novel modern yang pertama di dunia, Genji Monogatari, yang ditulis pada tahun 1000 di Jepang merupakan karya seorang wanita, Murasaki Shikibu yang hidup pada 975—1015 (Shikibu, 1992:xxii). Karya sastra Bugis La Galigo yang berbentuk puisi (terpanjang di dunia, tebalnya 7000 halaman, lebih tebal daripada Iliad dan Odysea atau Mahabarata dan Ramayana) ditulis pada abad ke-19 di bawah pengayom seni seorang wanita, Siti Aisyah We Tenriolle (Rampan, 1984:13). Sejarah Penulis Perempuan Di dalam sejarah Indonesia menempatkan perempuan sebagai tokoh yang dipahlawankan. Tendensi itu mengemuka sebelum Revolusi Nasional yang dikemukakan oleh Frederick dan Soeroto (1982) yang digolongkan menurut dua kategori peran.

6

Pertama, perempuan yang berperan sebagai panglima militer yang melawan, memusuhi dan menentang penjajahan Belanda. Perempuan ini, contohnya, adalah Tjut Nya' Dien, Tjut Mutia, Nyi Ageng Serang, Christina Martha Tiahahu. Meskipun panglima militer perempuan ini pada akhirnya ditangkap, dibuang, dipenjara seumur hidup dan dipandang sebagai pemberontak tetapi sungguh kebiasaannya yang menyimpang dari tradisi (lakilaki) itu justru menjadi perhatian penulis sejarah Belanda. Adapun peran perempuan golongan yang kedua adalah yang memiliki pemikiran dan kegiatan yang sejalan dengan politik etis Belanda pada akhir abad 20 dan awal abad 21 untuk memberi kesempatan perempuan pribumi memperoleh pendidikan 'modern'. Para perempuan perintis dan penyelenggara pendidikan ini adalah Kartini, Dewi Sartika, Maria Walandau Maramis, Nyi Hadjar Dewantoro, Rahmah El Yunusiyah, dll. Penulisan perempuan dalam sejarah seperti itu masih dipergunakan oleh kurikulum sejarah nasional untuk menggambarkan adanya perempuan yang anti kolonial. Paradoksnya, menurut Frederick dan Soeroto, itu berarti kita harus mengakui bahwa dalam penulisan perempuan dalam sejarah Indonesia pada dasarnya masih menggunakan perspektif kolonial.

7

B.

PENULIS PEREMPUAN SESUAI PERIODENYA

Dalam sejarah sastra Indonesia, tidak banyak pengarang perempuan dan karya-karya yang dipublikasikan. Pada periode angkatan Balai Pustaka hanya ada Hamidah yang menulis Kehilangan Mestika yang terbit pada 1935. Nama lain dari Fatimah Hasan Delais ini dilahirkan pada 8 Juni 1914 di Bangka dan meninggal pada 8 Mei 1953. Angkatan Pujangga Baru ada pengarang perempuan bernama Selasih, Saleguri atau Sariamin. Perempuan yang lahir di Talu (Sumatera Barat), 31 Juli 1909 ini mengenyam pendidikan guru dan pernah menjadi guru di Bengkulu dan Bukit Tinggi. Pernah juga menjadi ketua Jong Islamieten Bond Dames Afdeling Cabang Bukittinggi (1928-1930) dan anggota DPRD Riau (1947-1948). Karya-karyanya: Kalau Tak Untung (novel, 1933), Pengaruh Keadaan (novel, 1937), Rangkaian Sastra (1952), sejumlah cerita anak-anak, legenda, dan sejumlah puisi yang tersebar dalam berbagai antologi (Eneste, 1990:164). Selain itu, juga ada pengarang wanita lain seperti Sa’adah Alim dan Nursjamsu. Angkatan 45 ada beberapa penulis wanita seperti S. Rukiah, Ida Nasution, dan Siti Nuraini (Sumardjo, 1992:139-140). S. Rukiah lahir di Purwakarta, 25 April 1927. Setelah selesai menjalani pendidikannya di Sekolah Guru, dia kemudian menjadi guru di Purwakarta. Pernah pula menjadi sekretaris majalah Pujangga Baru (sesudah Perang) dan anggota Pimpinan Pusat Lekra (1959-1965). Karya-karyanya: Tandus (kumpulan sajak, 1952 memenangkan Hadiah Sastra Nasional BMKN), Kejatuhan dan hati (novel, 1950), Si Rawun dan Kawan-kawannya (cerita anak, 1955), dan lain-lain. S. Rukiah cukup produktif.

Selanjutnya ada Ida Nasution lahir 1924 dan

meninggal 1948). Pernah belajar di Fakultas Sastra UI tetapi tidak tamat. Dia pernah menjadi redaktur “Gelanggang”/Siasat dan Het Inzicht. Ida Nasution pernah menerjemahkan Le Conquerants atau “Pemenang” karya Andre Gide. Sementara itu, Siti Nuraini lahir di Padang, 6 Juli 1930. Perempuan ini pernah belajar di Fakultas Hukum UI tetapi tidak tamat. Dia juga pernah menjadi

8

redaktur “Gelanggang”/Siasat. Karya-karyanya berupa sejumlah puisi yang tersebar dalam berbagai antologi dan terjemahan Le Petit Prince karya Antoine de Saint-Exupéry tahun 1952. Periode 1950-an (semasa generasi majalah Sastra dan Kisah) ada Widia Lusia Zulia. Periode 1960-an dan 1970-an kemudian muncul sejumlah nama yang makin memeriahkan dunia pengarang perempuan dalam sastra Indonesia. Bahkan banyak di antara mereka yang hingga kini masih tetap produktif. Nama-nama pengarang tersebut secara alfabetis yaitu: Agnes Sri Hartini Arswendo, Aryanti, Asnelly Luthan, Boen S. Oemaryati, Diah Hadaning, Farida Soemargono, Ida Ayu Galuhpethak, Ike Soepomo, Ima Suwandi, Iskasiah Sumarto, Isma Sawitri, La Rose, Marga T., Maria A. Sardjono, Marrianne Katoppo, Mira W., N.H. Dini, Nana Ernawati, Nina Pane, Poppy Donggo Hutagalung, Rayani Sriwidodo, Rita Oetoro, S. Mara GD, S. Tjahjaningsih, Samiati Alisjahbana, Susy A. Aziz, Suwarsih Djajapuspito, Th. Sri Rahayu Prihatmi, Titie Said, Titis Basino, Toety Herati Noerhadi, V. Lestari, Waluyati. Pada

periode

tersebut

memang

muncul

pengarang-pengarang

perempuan yang jumlahnya lumayan banyak bila dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya. Dalam bidang puisi paling tidak ada sederet nama seperti: Toeti Heraty, N. Susy Aminah Aziz, Diah Hadaning, Isma Sawitri, M. Poppy Donggo Hutagalung, Rayani Sriwidodo, Upita Agustin, Agnes Sri Hartini Arswendo, Asnelly Luthan, dan Tuti Kuswardani. Sementara dalam bidang fiksi muncul nama-nama semacam N.H. Dini, Mariane Katoppo, Iskasiah Sunarto, Maria A. Sardjono, Marga T, Th. Sri Rahayu Prihatmi, Titis Basino P.I.,Totilawati Tjitrawasita, Aryanti (nama lain Haryati Soebadio), dan lainlain. Pada dekade 1970-an tersebut, banyak sastrawan menyaksikan kesuksesan novel-novel NH. Dini yang tidak mampu diimbangi oleh novelnovel dari pengarang pria pada saat itu. Kesuksesan tersebut dikarenakan faktor tema yang tepat, maksudnya pada saat itu tema karya sastra yang tengah digemari oleh publik adalah tema percintaan dengan segala seginya. Disamping itu, faktor yang menyebabkan suksesnya novel pengarang wanita

9

adalah timbul massa pembaca wanita terpelajar, ditambah dengan situasi politik yang relatif tenang, hingga masuknya teknologi modern. Kesuksesan novel pengarang wanita oleh karena timbul massa pembaca wanita terpelajar pada sekitar dekade 1970-an dipengaruhi oleh adanya pengaruh paham feminisme yang mulai memasuki Indonesia sesudah masa revolusi. Paham feminisme sendiri menurut Goefo (Sugihastuti, 2003) merupakan teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan terorganisasi yang diperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Jika dikaitkan dengan hal ini, berarti bisa dikatakan bahwa kaum wanita benar-benar mendapatkan persamaan hak mereka mulai atau sekitar tahun 1950-an, karena pada waktu itu kaum wanita baru memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sama dan terbuka seperti pria. Sehingga setelah tahun tersebut, banyak terlahir wanita-wanita yang menjadmenjadi konsumen “bacaan wanita” atau bisa disebut dengan massa pembaca wanita terpelajar. Setelah dekade 1970an, perjalanan pengarang wanita Indonesia dalam sejarah kesusastraan dilanjutkan oleh munculnya pengarang wanita baru seperti Ayu Utami lewat Saman (1998), dan Larung (2001). Diikuti oleh gebrakan Dewi Lestari dengan Supernova (2001), Akar (2002), dan Fira Basuki dengan Jendela-jendela (2001) yang merupakan bagian pertama dari trilogi Pintu (2002) dan Atap (2002). Pengarang-pengarang wanita tersebut mencoba berkarya dengan mengembangkan perspektif feminisme. Jumlah penulis perempuan yang disebutkan di atas belum seberapa jika dibandingkan dengan penulis laki-lakinya Pada tahun 1990-an, pengarangpengarang perempuan yang telah atau mulai produktif sejak periode 1970-an disusul oleh generasi berikutnya yang membuat periode ini makin marak dengan pengarang perempuan dan karya-karyanya. Selain generasi 1970-an dan 1980-an, pada periode ini disemarakkan oleh para pengarang perempuan generasi Ayu Utami dan Dewi Lestari. Dalam buku Angkatan 2000 Sastra Indonesia (Rampan, 2000:11-773) terdapat 17 pengarang dari 78 pengarang, sementara pengarang laki-lakinya sebanyak 61 orang. Tentu saja jumlah tersebut belum mencakup keseluruhan pengarang perempuan yang produktif

10

pada periode ini (begitu juga pengarang laki-lakinya). Ketujuh belas pengarang perempuan tersebut yaitu: Abidah El Khalieqy, Ayu Utami, Dianing Widya Yudhistira, Dorothea Rosa Herliany, Endang Susanti Rustamaji, Helvy Tiana Rosa, Lea Pamungkas, Mona Sylviana, Nenden Lilis A., Omi Intan Naomi, Rainy M.P. Hutabarat, Rani Rachmani Moediarta, Rayni N. Massardi, Sirikit Syah, Taty Haryati, Ulfatin Ch., dan Zoya Herawati. Jumlah ini jauh lebih baik daripada perbandingan jumlah pengarang laki-laki dan perempuan pada periode-periode sebelumnya. Penulis-penulis perempuan tidak serta-merta muncul dan mendominasi peta kepengarangan di Indonesia kini. Seringkali, penulis-penulis perempuan dipinggirkan; tidak dikategorikan sebagai penulis karya sastra, tidak dikategorikan sebagai penulis sastra yang 11 bermutu alias penulis sastra populer, atau sekedar penulis penggembira bukan penulis utama yang mewakili generasinya atau angkatannya.

11

C.

9 PENULIS PEREMPUAN INDONESIA TERBAIK

1.

S. Rukiah

S. Rukiah juga dikenal dengan nama Siti Rukiah Kertapati lahir di Purwakarta, Jawa Barat, 25 April 1927, meninggal di Purwakarta, Jawa Barat, 6 Juni 1996 pada umur 69 tahun. S. Rukiah adalah penulis novel, cerita anak, cerpen dan puisi Indonesia.

Setelah lulus sekolah Guru, selama dua tahun mengajar di Purwakarta. Tahun 1945 mengajar di Sekolah Gadis Purwakarta. Sejak tahun 1946 mengisi majalah Gelombang

Zaman

karya sastra puisi dimuat

dan

Godam

Djelata.

di majalahGelombang

Rukiah

menerbitkan

Zaman menggunakan

nama

lengkapnya Siti Rukiah. Pada Mei 1948 menjadi pembantu tetap majalah sastra Poedjangga Baroe. Tahun 1950 pindah ke Jakarta menjadi sekretaris majalah. Pada tahun yang sama, diterbitkan novel pertamanya berjudul Kejatuhan dan Hati. Tahun 1951 pindah ke Bandung dan menjadi penyunting pada majalah anakanak Cendrawasih.

Rukiah pernah bergabung menjadi anggota Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Tahun 1959 Rukiah terpilih sebagai anggota pimpinan pusat Lekra. Namun, hal ini berakibat buku-bukunya menjadi salah satu yang dilarang pada masa penggulingan

Presiden

Sukarno

dan

pelarangan PKI (Partai

Komunis

Indonesia) tahun 1965.

Kumpulan cerpen dan puisi pertamanya berjudul Tandus terbit tahun 1952 dan memenangkan hadiah sastra nasional. Pada tahun itu juga, Rukiah mulai menulis cerita anak menggunakan nama S. Rukiah Kertapati, dan terus menerus menulis cerita anak sampai 1964. Rukiah menderita trauma tahun 1965, dan tidak pernah menulis lagi sejak itu.

12

Karya Cerita Anak 

Si Rawun dan Kawan-kawannya (1955)



Teuku Hasan Johan Pahlawan (1957)



Jaka Tingkir (1962)



Dongeng-dongeng Kutilang (1962)



Kisah Perjalanan Si Apin (1962)



Taman Sanjak Si Kecil (1959)

Novel 

Kejatuhan dan Hati (1950)

Kumpulan Cerpen dan Puisi 

13

Tandus (1952)

2.

Nh. Dini

Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari 1936;

umur

81

tahun)

atau

lebih

dikenal

dengan

nama NH

Dini adalah sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia.

Peraih penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand ini sudah telanjur dicap sebagai sastrawan di Indonesia, padahal ia sendiri mengaku hanyalah seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan, pengalaman pribadi dan kepekaan terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisannya. Ia digelari pengarang sastra feminis. Pendiri Pondok Baca NH Dini di Sekayu, Semarang ini sudah melahirkan puluhan karya.

Beberapa karya Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang dikenal dengan nama NH Dini, ini yang terkenal, di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975) atau Namaku

Hiroko (1977), Orang-orang

Tran (1983), Pertemuan

Dua

Hati (1986), Hati yang Damai (1998), belum termasuk karya-karyanya dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. Budi Darma menyebutnya sebagai pengarang sastra feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki. Terlepas dari apa pendapat orang lain, ia mengatakan bahwa ia akan marah bila mendapati ketidakadilan khususnya ketidakadilan gender yang sering kali merugikan kaum perempuan. Dalam karyanya yang terbaru berjudul Dari Parangakik ke Kamboja (2003), ia mengangkat kisah tentang bagaimana perilaku seorang suami terhadap isterinya. Ia seorang pengarang yang menulis dengan telaten dan produktif, seperti komentar Putu Wijaya; 'kebawelan yang panjang.

Hingga kini, ia telah menulis lebih dari 20 buku. Kebanyakan di antara novelnovelnya itu bercerita tentang wanita. Namun banyak orang berpendapat, wanita yang dilukiskan Dini terasa “aneh”. Ada pula yang berpendapat bahwa dia menceritakan dirinya sendiri. Itu penilaian sebagian orang dari karya-karyanya. Akan tetapi terlepas dari semua penilaian itu, karya NH Dini adalah karya yang dikagumi. Buku-bukunya banyak dibaca kalangan cendekiawan dan jadi bahan pembicaraan sebagai karya sastra.

14

Bukti keseriusannya dalam bidang yang ia geluti tampak dari pilihannya, masuk jurusan sastra ketika menginjak bangku SMA di Semarang. Ia mulai mengirimkan cerita-cerita pendeknya ke berbagai majalah. Ia bergabung dengan kakaknya, Teguh Asmar, dalam kelompok sandiwara radio bernama Kuncup Berseri. Sesekali ia menulis naskah sendiri. Dini benar-benar remaja yang sibuk. Selain menjadi redaksi budaya pada majalah remaja Gelora Muda, ia membentuk kelompok sandiwara di sekolah, yang diberi nama Pura Bhakti. Langkahnya semakin mantap ketika ia memenangi lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah. Setelah di SMA Semarang, ia pun menyelenggarakan sandiwara radio Kuncup Seri di Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang. Bakatnya sebagai tukang cerita terus dipupuk.

Pada 1956, sambil bekerja di Garuda Indonesia Airways (GIA) di Bandara Kemayoran, Dini menerbitkan kumpulan cerita pendeknya, Dua Dunia. Sejumlah bukunya bahkan mengalami cetak ulang sampai beberapa kali - hal yang sulit dicapai oleh kebanyakan buku sastra. Buku lain yang tenar karya Dini adalah Namaku Hiroko dan Keberangkatan. la juga menerbitkan serial kenangan, sementara cerpen dan tulisan lain juga terus mengalir dari tangannya. Walau dalam keadaan sakit sekalipun, ia terus berkarya.

Dini dikenal memiliki teknik penulisan konvensional. Namun menurutnya teknik bukan tujuan melainkan sekadar alat. Tujuannya adalah tema dan ide. Tidak heran bila kemampuan teknik penulisannya disertai dengan kekayaan dukungan tema yang sarat ide cemerlang.

Dia mengaku sudah berhasil mengungkapkan isi hatinya dengan teknik konvensional.Ia mengakui bahwa produktivitasnya dalam menulis termasuk lambat. Ia mengambil contoh bukunya yang berjudul Pada Sebuah Kapal, prosesnya hampir sepuluh tahun sampai buku itu terbit padahal mengetiknya hanya sebulan. Baginya, yang paling mengasyikkan adalah mengumpulkan catatan serta penggalan termasuk adegan fisik, gagasan dan lain-lain. Ketika ia melihat melihat atau mendengar yang unik, sebelum tidur ia tulis tulis dulu di blocknote dengan tulis tangan.

15

Pengarang yang senang tanaman ini, biasanya menyiram tanaman sambil berpikir, mengolah dan menganalisis. la merangkai sebuah naskah yang sedang dikerjakannya. Pekerjaan berupa bibit-bibit tulisan itu disimpannya pada sejumlah map untuk kemudian ditulisnya bila sudah terangkai cerita.

Dini dipersunting Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang, pada 1960. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang (lahir pada 1961) dan Pierre Louis Padang (lahir pada 1967). Anak sulungnya kini menetap di Kanada, dan anak bungsunya menetap di Prancis. Sebagai konsekuensi menikah dengan seorang diplomat, Dini harus mengikuti ke mana suaminya ditugaskan. Ia diboyong ke Jepang, dan tiga tahun kemudian pindah ke Pnom Penh, Kamboja. Kembali ke negara suaminya, Prancis, pada 1966, Dini melahirkan anak keduanya pada 1967. Selama ikut suaminya di Paris, ia tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura (Green Peace). Dia turut serta menyelamatkan burung belibis yang terkena polusi oleh tenggelamnya kapal tanker di pantai utara Perancis.

Setahun

kemudian

ia

mengikuti

suaminya

yang

ditempatkan

di Manila, Filipina. Pada 1976, ia pindah ke Detroit, AS, mengikuti suaminya yang menjabat Konsul Jenderal Prancis. Dini berpisah dengan suaminya, Yves Coffin pada 1984, dan mendapatkan kembali kewarganegaraan RI pada 1985 melalui Pengadilan Negeri Jakarta.

Mantan suaminya masih sering berkunjung ke Indonesia. Dini sendiri pernah ke Kanada ketika akan mengawinkan Lintang, anaknya. Lintang sebenarnya sudah melihat mengapa ibunya berani mengambil keputusan cerai. Padahal waktu itu semua orang menyalahkannya karena dia meninggalkan konstitusi perkawinan dan anakanak. Karena itulah ia tak memperoleh apa-apa dari mantan suaminya itu. Ia hanya memperoleh 10.000 dollar AS yang kemudian digunakannya untuk membuat pondok baca anak-anak di Sekayu, Semarang.

Dini yang pencinta lingkungan dan pernah ikut Menteri KLH Emil Salim menggiring Gajah Lebong Hitam, tampaknya memang ekstra hati-hati dalam memilih pasangan setelah pengalaman panjangnya bersama diplomat Perancis itu. la

16

pernah jatuh bangun, tatkala terserang penyakit 1974, di saat ia dan suaminya sudah pisah tempat tidur. Kala itu, ada yang bilang ia terserang tumor, kanker. Namun sebenarnya kandungannya amoh sehingga blooding, karena itu ia banyak kekurangan darah. Secara patologi memang ada sel asing. Kepulangannya ke Indonesia dengan tekad untuk menjadi penulis dan hidup dari karya-karyanya, adalah suatu keberanian yang luar biasa. Dia sendiri mengaku belum melihat ladang lain, sekalipun dia mantan pramugrari GIA, mantan penyiar radio dan penari. Tekadnya hidup sebagai pengarang sudah tak terbantahkan lagi.

Mengisi kesendiriannya, ia bergiat menulis cerita pendek yang dimuat berbagai penerbitan. Di samping itu, ia pun aktif memelihara tanaman dan mengurus pondok bacanya di Sekayu. Sebagai pencinta lingkungan, Dini telah membuat tulisan bersambung di surat kabar Sinar Harapan yang sudah dicabut SIUPP-nya, dengan tema transmigrasi.

Menjadi pengarang selama hampir 60 tahun tidaklah mudah. Baru dua tahun terakhir ini, ia menerima royalti honorarium yang bisa menutupi biaya hidup seharihari. Tahun-tahun sebelumnya ia mengaku masih menjadi parasit. Ia banyak dibantu oleh teman-temannya untuk menutupi biaya makan dan pengobatan.

Tahun 1996-2000, ia sempat menjual-jual barang. Dulu, sewaktu masih di Prancis, ia sering dititipi tanaman, kucing, hamster, kalau pemiliknya pergi liburan. Ketika mereka pulang, ia mendapat jam tangan dan giwang emas sebagai upah menjaga hewan peliharaan mereka. Barang-barang inilah yang ia jual untuk hidup sampai tahun 2000.

Dini kemudian sakit keras, hepatitis-B, selama 14 hari. Biaya pengobatannya dibantu oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto. Karena ia sakit, ia juga menjalani USG, yang hasilnya menyatakan ada batu di empedunya. Biaya operasi sebesar tujuh juta rupiah serta biaya lain-lain memaksa ia harus membayar biaya total sebesar 11 juta. Dewan Kesenian Jawa Tengah, mengorganisasi dompet kesehatan Nh Dini. Hatinya semakin tersentuh ketika mengetahui ada guru-guru SD yang ikut menyumbang, baik sebesar 10 ribu, atau 25 ribu. Setelah ia sembuh, Dini, mengirimi

17

mereka surat satu per satu. Ia sadar bahwa banyak orang yang peduli kepadanya. Sejak 16 Desember 2003, ia kemudian menetap di Sleman, Yogyakarta. Ia yang semula menetap di Semarang, kini tinggal di kompleks Graha Wredha Mulya, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Kanjeng Ratu Hemas, istri Sultan Hamengku Buwono X yang mendengar kepindahannya, menyarankan Dini membawa serta perpustakaannya. Padahal empat ribu buku dari tujuh ribu buku perpustakaannya, sudah ia hibahkan ke Rotary Club Semarang.

Alhasil, Dini di Yogya tetap menekuni kegiatan yang sama ia tekuni di Semarang, membuka taman bacaan. Kepeduliannya, mengundang anak-anak di lingkungan untuk menyukai bacaan beragam bertema tanah air, dunia luar, dan fiksi. Ia ingin anak-anak di lingkungannya membaca sebanyak-banyaknya buku-buku dongeng, cerita rakyat, tokoh nasional, geografi atau lingkungan Indonesia, cerita rekaan dan petualangan, cerita tentang tokoh internasional, serta pengetahuan umum. Semua buku ia seleksi dengan hati-hati. Jadi, Pondok Baca Nh Dini yang lahir di Pondok Sekayu, Semarang pada 1986 itu, sekarang diteruskan di aula Graha Wredha Mulya. Ia senantiasa berpesan agar anak-anak muda sekarang banyak membaca dan tidak hanya keluyuran. Ia juga sangat senang kalau ada pemuda yang mau jadi pengarang, tidak hanya jadi dokter atau pedagang. Lebih baik lagi jika menjadi pengarang namun mempunyai pekerjaan lain.

Dalam kondisinya sekarang, ia tetap memegang teguh prinsip-prinsip hidupnya. Ia merasa beruntung karena dibesarkan oleh orang tua yang menanamkan prinsip-prinsip hidup yang senantiasa menjaga harga diri. Mungkin karena itu pulalah NH Dini tidak mudah menerima tawaran-tawaran yang mempunyai nilai manipulasi dan dapat mengorbankan harga diri.

Ia juga pernah ditawari bekerja tetap pada sebuah majalah dengan gaji perbulan. Akan tetapi dia memilih menjadi pengarang yang tidak terikat pada salah satu lembaga penerbitan. Bagi Dini, kesempatan untuk bekerja di media atau perusahaan penerbitan sebenarnya terbuka lebar. Namun seperti yang dikatakannya, ia takut kalau-kalau kreativitasnya malah berkurang. Untuk itulah ia berjuang sendiri dengan cara yang diyakininya; tetap mempertahankan kemampuan kreatifnya.

18

Menyinggung soal seks, khususnya adegan-adegan yang dimunculkan dalam karya-karyanya, ia menganggapnya wajar-wajar saja. Begitulah spontanitas penuturan pengarang yang pengikut kejawen ini. la tak sungkan-sungkan mengungkapkan segala persoalan dan kisah perjalanan hidupnya melalui karya-karya yang ditulisnya. NH Dini sekarang tinggal di Panti Wredha Langen Wedharsih, Ungaran.

19

3.

Ratna Indraswari Ratna Indraswari (lahir 24 April 1949 – meninggal 28 Maret 2011 pada umur

61 tahun) merupakan seorang Sastrawan berkebangsaan Indonesia. Dia melahirkan karya sastra secara produktif, walaupun kemampuan fisiknya nyaris tidak berfungsi, kesetiaan berkarya Ratna di dunia sastra ditandai dengan lebih dari 400 karya cerpen dan novel yang dihasilkannya sejak usia remaja hingga akhir hayatnya.

Menulis bagi Ratna hanyalah salah satu kegiatan, tetapi berbuat nyata dan menginspirasi orang lain adalah “tugas besar” yang terus ditunaikannya semasa hidupnya, sekalipun dari atas kursi roda. Salah satunya, pada tahun 2001, Ratna membentuk Forum Kajian Ilmiah Pelangi yang bermarkas di rumahnya, Jl. Diponegoro 3.A Malang. Forum ini mampu menjadi oase, kantong budaya, karena mengakomodasi berbagai elemen masyarakat dalam diskusi beragam persoalan aktual setiap bulannya.

Semasa hidupnya, hampir setiap hari, khususnya pada siang hari, rumah Ratna selalu dikunjungi tamu dari berbagai latar belakang. Semuanya disambut dengan ramah, meskipun ia harus menghentikan sementara proses penulisan cerpen atau novelnya. Ratna menyebut kunjungan tamu-tamu ini sebagai 'gangguan yang indah".

Dari dialog dengan para tamu, anak-anak muda, pasangan suami-istri, membaca koran, majalah, buku, dan lain-lain, lahirlah ide-ide untuk menulis cerpen. Menurut Ratna, ide bisa diperoleh dari mana saja, tetapi tetap harus ada usaha untuk menemukannya. Setelah gagasan itu matang, mulailah Ratna menulis. Lebih tepat: mendiktekan kalimat demi kalimat kepada asisten pribadinya. Biasanya tidak butuh waktu lama bagi Ratna untuk melahirkan sebuah cerpen.

Dalam karya-karyanya, seluruh tokoh protagonis dalam cerpen Ratna adalah perempuan. Tokoh-tokohnya tak terbatas pada kaum marginal, tetapi wanita-wanita dari segala kelas. Tampak jelas Ratna adalah seorang pembela kaum perempuan. Namun tidak hanya tema pembelaan kaum perempuan yang ditulisnya, novel Lemah Tanjung merupakan karya pembelaan Ratna kepada lingkungan hidup.

20

Novel yang ditulisnya dalam waktu dua tahun ini boleh dikata merupakan karya Ratna yang paling komplet. Pergulatan batin dan emosinya begitu kental, pergolakan liku-liku hidup, cinta, kesadaran sejarah, dan napas perlawanan dalam novel Lemah Tanjung sedemikian kuat dan gampang terbaca. Novel yang diterbitkan pada 2003 ditulis berdasarkan kisah nyata. Warga Kota Malang mengenal Lemah Tanjung yaitu lahan bekas kampus Akademi Penyuluh Pertanian (APP) seluas 28,5 hektare, yang juga merupakan hutan kota. Hutan Lemah Tanjung saat itu menjadi satu-satunya paru-paru kota yang tersisa, sekaligus menjadi buffer zone Kota Malang. Di dalamnya terdapat hutan heterogen, kebun kopi, kakao, sawit, ladang jagung, hamparan sawah, pun lapangan rumput terbuka. Hidup pula sedikitnya 128 spesies tanaman, yang beberapa di antaranya belum teridentifikasi dan menjadi tempat bernaung tak kurang dari 36 spesies burung langka.

Rencana pengalihan fungsi hutan kota APP menjadi perumahan mewah ditentang banyak kalangan, terutama warga setempat, akademisi dan aktivis lingkungan. Dalam pembelaannya terhadap APP, Ratna tidak saja berperan sebagai sastrawan, tetapi juga bertindak sebagai aktivis tulen, ia turut terlibat aktif dalam berbagai diskusi dan unjuk rasa menentang pengalihan fungsi hutan kota menjadi perumahan mewah tersebut.

Ratna menulis novel Lemah Tanjung sebagai doku-drama dari bahan yang otentik karena ia sendiri terlibat dalam aksi-aksi perjuangan penolakan penggusuran. Rapat para demonstran dan aktivis melawan penggusuran APP Tanjung pada tahun 1999 juga tak jarang dilakukan di rumah Ratna. Ratna benar-benar mendedikasikan novel Lemah Tanjung tersebut bagi warga yang menentang pembangunan perumahan mewah di atas lahan hutan kota APP. Novel Lemah Tanjung yang sempat pula diangkat sebagai cerita bersambung di harian Jawa Pos. Demikianlah perjuangan Ratna untuk APP yang secara totalitas dilakukannya dengan segala keterbatasannya beraktivitas di atas kursi roda. Karya 

Antologi Kado Istimewa (1992)



Pelajaran Mengarang (1993)

21



Lampor (1994)



Aminah di Suatu Hari, Menjelang Pati (1994)



Laki-laki yang Kawin dengan Peri (1995)



Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997)



Namanya Massa (2000)



Lakon Di Kota Senja (2002)



Waktu Nayla (2003)



Sumi dan Gambarnya (2003)



Bukan Pinang di Belah Dua (2003)



Lemah Tanjung (2003)



Pecinan di Kota Malang (2007)



Lipstik di Tas Doni (2007)

22

4. Dorothea Rosa Herliany Nama Lengkap: Dorothea Rosa Herliany, Alias: Rosa berprofesi sebagai Sastrawan. Lahir Minggu, 20 Oktober 1963, Magelang, Jawa Tengah. Hobby: membaca dan menulis sajak dan cerpen. Suami: Andreas Darmanto,

anaknya

Regina Redaning, dan Sabina

Kencana Arimanintan. Adapun riwayat pendidikannya adalah SD Tarakanita Magelang, SMP Pendowo Magelang, SMA Stella Duce di Yogyakarta kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni di IKIP Sanata Dharma yang sekarang berubah nama menjadi Universitas Sanata Dharma yogyakarta. Menjadi wanita karir, Penulis lepas serta pernah menjadi Guru SMA Gama Jogya tahun 1984

Dorothea Rosa Herliany adalah seorang penulis dan penyair Indonesia. Ia adalah orang pertama yang memenangi kedua kategori Kusala Sastra Khatulistiwa, prosa dan puisi, dengan "Santa

Rosa"

(puisi)

pada

2015. Dorothea termasuk

2006 sastrawan

dan

"Isinga:

Roman

Indonesia

Papua"

angkatan

(prosa)

pada

1980-1990an

Dorothea Rosa Herliany lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 20 Oktober 1963. Setamat SMA Stella Duce di Yogyakarta, ia melanjutkan pendidikan ke Jurusan Sastra Indonesia, FPBS IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta (kini Universitas Sanata Dharma) dan tamat dari sana tahun 1987. Ia mendirikan Forum Ritus Kata dan menerbitkan berkala budaya Kolong Budaya. Pernah pula membantu harian Sinar Harapan dan majalah Prospek di Jakarta. Sekarang

Dorothea

sibuk

mengelola

Karya 

Nyanyian Gaduh (1987)



Matahari yang Mengalir (1990)



Kepompong Sunyi (1993)



Nikah Ilalang (1995)



Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)

23

penerbit

Tera

di

Magelang.



Kill the Radio (Sebuah Radio, Kumatikan; edisi dwibahasa, 2001)

Kumpulan cerpen: 

Blencong (1995)



Karikatur (1996).



Sepotong Cinta (1996)

Penghargaan: 

Pemenang I penulis puisi Chairil Anwar di IKIP Sanata Dharma tahun 1981



Pemenang I penulisan puisi Dies Natalis IKIP Sanata Dharma tahun 1985



Pemenang I penulisan puisi di Institut Filsafat dan Theologia (IFT) Yogyakarta tahun 1985



Pemenang I penulisan esai tahun 1986, Minister of Environment Award for best environment tahun 1994



Penghargaan kesusastraan dari Asosiasi Wartawan Jawa Tengah Indonesia tahun 1995



Pemenang II sayembara kumpulan puisi terbaik PKJ TIM tahun 1998



Puisi terbaik “Mimpi Gugur Daun Zaitun” dari Dewan Kesenian Jakarta tahun 2000



Nominator The Khatulistiwa Literary Award sajak “Kill The Radio” tahun 2003



Penulis terbaik dari Pusat Bahasa Indonesia tahun 2003



Penghargaan seni dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI tahun 2004



The Khatulistiwa Literary Award karya “Santa Rosa” tahun 2006.

24

5.

Helvy Tiana Rosa

Lahir di Medan, 2 April 1970, Helvy hidup dalam keluarga yang sederhana. Keluarganya bahkan pernah sempat tinggal di tepian rel kereta api yang membuat mereka harus bertahan dengan suara bising kereta setiap saat. Hidup dalam kesederhanaan, setiap harinya Helvy dan adik-adiknya, Asma Nadia dan Aeron Tomino, mendapatkan dongeng dan wejangan dari ibunya yang sering kali berpesan akan optimisme hidup. Tak hanya pesan akan optimisme hidup yang berhasil ditanamkan Helvy dalam hidupnya, namun, kemampuan dan kebiasaan menulis ibunya yang memotivasi dirinya untuk lebih optimis dalam hidup.

Barangkali bakat menulis itu memang diturunkan dari ibunya dan telah ada sejak kecil. Dapat membaca sejak umur lima tahun nyatanya memudahkan Helvy dalam mengerti dan memaknai arti dari sebuah tulisan. Ia mulai semangat membaca sejak ia bisa membaca dan tahu ada tempat persewaan buku yang memajang banyak buku. Setiap harinya, ia sempatkan untuk mampir walau hanya sekedar melihat-lihat jenis buku yang ada.

Maklum, kebutuhan finansial keluarga saat itu hanya cukup digunakan untuk membayar uang sekolah. Namun, bukan Helvy namanya jika ia menyerah pada apa yang ia inginkan. Menginjak kelas 3 SD, Helvy mulai mengumpulkan buku dari hasil tabungannya. Buku-buku yang telah ia kumpulkan lalu disewakan kepada temanteman sebayanya agar mereka bisa dapat membaca dan mengerti akan luasnya pengetahuan.

Benar, ketika ada suatu ungkapan bahwa dengan membaca kita akan mengetahui isi dunia dan dengan membaca pula kita bisa menuliskan betapa luas dan beragamnya dunia. Agaknya ungkapan tersebut memang berlaku dalam hidup Helvy, hobi membacanya kerap kali ditularkan pada adik-adiknya.Tak hanya itu, ia juga mulai aktif menulis puisi dan cerpen lalu mengirimkan ke redaksi majalah anak. Benar saja, tak ada perjuangan yang sia-sia, karya Helvy banyak dimuat di majalah anak-anak yang kemudian semakin menyemangatinya untuk terus menulis dan memberikan contoh bagi adik-adiknya.

25

Helvy kecil tak hanya pandai menulis puisi dan cerpen, ia juga pandai menulis syair lagu. Ayahnya seorang musisi dan percaya bahwa suatu saat nanti Helvy dapat menjadi seorang penulis kenamaan Indonesia. Selama membuat syair lagu, ayahnya selalu mempercayakan Helvy untuk memeriksa syair-syair yang kurang pas kemudian digubah.Di sekolah, Helvy pun sering mengikuti lomba membaca puisi yang mengantarkannya menjadi seorang sastrawan terkemuka saat ini. Di samping selalu menulis puisi dan cerpen, Helvy juga mulai belajar seni peran yang sering kali ia lihat dan pelajari saat ia berkunjung ke Taman Ismail Marzuki (TIM) setiap minggunya.

Perlahan-lahan bakat istri Widanardi Satryatomo di dunia sastra mulai tampak. Berbagai kejuaraan lomba puisi berhasil ia menangkan dan berbagai pementasan seni peran juga sering ia perankan hingga pada tahun 1990 ibu dari Abdurahman Faiz dan Nadya Paramitha ini mendirikan Teater Bening dan sering menuliskan naskah drama untuk dipentaskan saat dirinya berkuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Tak hanya aktif kuliah dan berkecimpung dalam dunia sastra, Helvy membagi waktunya dengan bekerja sebagai redaktur majalah Annida yang merupakan majalah pelopor anak muda berbasis reliji yang ada saat itu. Sebagai redaktur, Helvy menjadi semakin keranjingan untuk menulis dan menulis. Karyanya banyak dimuat di majalah Annida dan berhasil mengekskusi dirinya untuk naik jabatan menjadi seorang redaktur pelaksana.

Banyak karya Helvy yang dimuat di berbagai majalah, cerpen-cerpennya dianggap sebagai cerpen inspiratif anak muda jaman itu. Cerpennya yang sangat fenomenal dan mendobrak dunia sastra saat itu adalah Ketika Mas Gagah Pergi yang diterbitkan di Annida pada tahun 1993. Cerpen tersebut bersama dengan cerpen lain Helvy yang dibukukan Annida berhasil naik cetak puluhan kali dan dicetak dalam jumlah

yang

sangat

banyak.Adanya

fenomena

tersebut

banyak

sastrawan

menyebutnya sebagai pendobrak dunia sastra modern. Rupanya bakat Helvy memang tak lagi bisa diragukan meski karyanya sempat mengalami pembajakan oleh warga Malaysia yang mengumpulkan karya-karya Helvy di berbagai media, nama Helvy tetap berkembang dan semakin dikenal.

26

Hingga akhirnya pada tahun 1997 bersama dengan adiknya, Asma Nadia, Helvy mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan buku. Takut diklaim sebagai usaha keluarga, Helvy mengajak cerpenis Annida lain untuk ikut bergabung dengan perusahaan yang ia beri nama Forum Lingkar Pena (FLP). FLP adalah sebuah tempat bagi siapapun kaum muda dari berbagai kalangan yang ingin menjadi penulis. Melalui FLP, nama Helvy semakin dikenal di berbagai negara. Perusahaan yang bertujuan mencari para penulis muda yang ia dirikan tersebut akhirnya menuai keberhasilan.

Didapatkan ratusan ribu penulis muda dari berbagai pelosok kota di Indonesia turut bergabung. Bahkan, pada tahun 2008, FLP meraih Danamon Award, sebuah penghargaan tingkat nasional yang diberikan kepada inspirator dan inisiator yang berhasil melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar secara signifikan. Sebelumnya, pada tahun 2002, FLP mendirikan Rumah Cahaya yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas membaca masyarakat dan pada tahun 2004 bergabung dengan Penerbit Mizan menjadi Lingkar Pena Publishing House. Di sana, Helvy menjabat sebagai direktur utama PT. Lingkar Pena Kreativa tahun 2004-2011. Kini, FLP sudah tersebar luas di pelosok Indonesia bahkan sudah sampai luar negeri seperti Hongkong, Malaysia, dan banyak lagi.

Ditanya bagaimana mulanya ia meraih banyak kesuksesan, seperti meraih The 500 Most Influential Muslims in The World (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia), Royal Islamic Studies Centre, Jordan dan Georgetown University selama tiga tahun berturut-turut (2009-2011), Helvy mengaku bahwa bakat adalah bonus yang diberikan oleh Allah, tinggal bagaimana individu tersebut mengasah dan melatih bakatnya, kata dosen Fakultas Sastra Universitas Negeri Jakarta yang tengah menyelesaikan studi doktoral di tempat yang sama ini.

27

PENGHARGAAN 

The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan (2014/2015)



The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan (2013/2014)



Anugerah Sastra Balai Pustaka dan Majalah Horison untuk Kategori Tokoh Sastra (2013)



The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan (2012)



Ibu Inspiratif Majalah Noor (2012)



Penulis dan Buku Puisi Terfavorit ("Mata Ketiga Cinta"), Anugerah Pembaca Indonesia, dari Goodreads Indonesia (2012)



"Kartini Masa Kini" Pilihan Majalah Gatra (2012)



The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan (2011)



The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan (2010)



The World's Most 500 Influential Muslims (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia), Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan & Georgetown University (2009)



Muslimah Inspirasi Indonesia versi Majalah Annisa (2012)



Kartini Award sebagai salah satu “The Most Inspiring Women in Indonesia” dari Majalah Kartini (2009)



She CAN! Award dari Tupperware Indonesia (2009)



Nominator SK Trimurti Award, Aliansi Jurnalis Independen (2009)



Danamon Award mengusung FLP yang ia dirikan (2008)



Wanita Indonesia Inspiratif dari Tabloid Wanita Indonesia (2008)



100 Pemimpin Muda Nasional, PKS Award (2008)



Bukavu, 10 Buku Prosa Terbaik Khatulistiwa Literary Award (2008)



Dosen Berprestasi Universitas Negri Jakarta (2008)



Nominator Indonesia Berprestasi Awards (2007)



Ikon Perempuan Indonesia versi Majalah Gatra (2007)

28



Pemenang Utama Sayembara Esai AyahBunda-Prenagen berhadiah 100 juta rupiah (2007)



Tokoh Perbukuan Islam IBF Award, IKAPI (2006)



Tokoh Sastra Eramuslim Award (2006)



Muslimah Teladan Majalah Alia (2006)



Duta Baca Nasional Pos Wanita Keadilan, menaungi 1000 rumah baca di Indonesia, 2007.



Penghargaan Perempuan Indonesia Berprestasi dari Tabloid Nova dan Menteri Pemberdayaan Perempuan RI (2004)



Ummi Award dari Majalah Ummi (2004)



Pena Award untuk buku: Lelaki Kabut dan Boneka/ Dolls and The Man of Mist (Syaamil, 2002)



“Ibuku Idolaku Award” dari Benadryl, dalam rangka Hari Ibu Tingkat Nasional (2002).



Muslimah Peduli Keu Nanggroe dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh (2001)



Cerpen Terbaik Majalah Sastra Horison Satu dekade (1990-2000), untuk “JaringJaring Merah”



Muslimah Indonesia Berprestasi dari Majalah Amanah (2000)



“Fisabillah” Juara Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional, Yayasan Iqra, dengan Dewan Juri: HB Jassin, Sutardji Calzoum Bachi dan Hamid Jabbar (1992).



Juara II Lomba Baca Puisi Tingkat Nasional, HUT Taman Ismail Marzuki 1987 de.

KARYA 1. Guru Cinta; Kumpulan Tulisan Bersama Para Guru Teladan (Gramedia Pustaka Utama, 2014) 2. Juragan Haji, Kumpulan Cerpen (Gramedia Pustaka Utama, 2014) 3. Mata Ketiga Cinta (ANPH, 2012) 4. Kartini 2012: Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia Mutakhir (Kosakatakita, 2012) 5. Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali (ANPH,2011) 6. Idiosinkrasi; Pendidikan Karakter Melalui Bahasa dan Sastra (Kumpulan Tulisan Bersama, Kepel Press, 2010)

29

7. Bukavu (LPPH, 2008) 8. Catatan Pernikahan (LPPH, 2008) 9. Tanah Perempuan, Drama 3 Babak (Lapena, 2007) 10. Tanah Perempuan, Drama 9 Babak (Lapena, 2005) 11. Risalah Cinta (Lingkar Pena Publishing House, 2005) 12. Menulis Bisa Bikin Kaya! (MVP, 2006) 13. Perempuan Bermata Lembut ( Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2005) 14. Ketika Cinta Menemukanmu (Antologi Cerpen Bersama, Gema Insani Press, 2005) 15. Dokumen Jibril (Antologi Cerpen Bersama, Republika, 2005) 16. Jilbab Pertamaku (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2005) 17. 1001 Kisah Luar Biasa dari Orang-orang Biasa (Penerbit Anak Saleh 2004) 18. Dari Pemburu ke Teurapeutik (Antologi Cerpen Bersama, Pusat Bahasa, 2004) 19. Lelaki Semesta (Antologi Cerpen Bersama, LPPH, 2004) 20. Matahari Tak Pernah Sendiri I (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2004) 21. Di Sini Ada Cinta! (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2004) 22. Leksikon Sastra Jakarta (DKJ dan Penerbit Bentang, 2003) 23. Segenggam Gumam, Esai-esai Sastra dan Budaya, Syaamil, 2003) 24. Bukan di Negeri Dongeng (Syaamil, 2003) 25. Lelaki Kabut dan Boneka/ Dolls and The Man of Mist, Kumpulan Cerpen Dwi Bahasa (Syaamil, 2002) 26. Wanita yang Mengalahkan Setan, Kritik Sastra (Tamboer Press/ Indonesia Tera, 2002) 27. Pelangi Nurani (Syaamil, 2002) 28. Sajadah Kata (Antologi Puisi Bersama, Syaamil, 2002) 29. Kitab Cerpen: Horison Sastra Indonesia (Yayasan Indonesia & Ford Foundation, 2002) 30. Dunia Perempuan (Antologi Cerpen Bersama, Bentang, 2002) 31. Ini…Sirkus Senyum (Antologi Cerpen Bersama, Komunitas Bumi Manusia, 2002) 32. Luka Telah Menyapa Cinta (Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2002) 33. Kado Pernikahan (Antologi Cerpen Bersama, Syaamil, 2002) 34. Graffiti Gratitude (Antologi Puisi Bersama, Penerbit Angkasa, 2001) 35. Dari Fansuri ke Handayani (Penerbit Horison dan Ford Foundation, 2001)

30

36. Ketika Duka Tersenyum (Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2001) 37. Titian Pelangi, Kumpulan Cerpen (Mizan, 2000) 38. Hari-Hari Cinta Tiara, Kumpulan Cerpen (Mizan, 2000) 39. Akira no Seisen/ Akira: Muslim wa tashiwa, Novel (Syaamil, 2000) 40. Pangeranku, Cerita Anak (Syaamil, 2000) 41. Manusia-Manusia Langit, Kumpulan Cerpen (Syaamil, 2000) 42. Nyanyian Perjalanan, Kumpulan Cerpen (Syaamil, 1999) 43. Hingga Batu Bicara, Kumpulan Cerpen (Syaamil, 1999) 44. Lentera (An Najah Press,1999) 45. Kembara Kasih, Novel (Pustaka Annida, 1999) 46. Sebab Sastra yang Merenggutku dari Pasrah, Kumpulan Cerpen (Gunung Jati, 1999) 47. Ketika Mas Gagah Pergi, Kumpulan Cerpen (Pustaka Annida, 1997. Cet II dstnya Syaamil ) 48. Mc Alliester, Novel (Moslem Press, London, 1996) 49. Angkatan 2000 Dalam Sastra Indonesia (Kumpulan Tulisan Bersama, Grasindo, 2000.) 50. Kembang Mayang (Antologi Cerpen Bersama, Penerbit Kelompok Cinta Baca, 2000) 51. Sembilan Mata Hati (Antologi Cerpen Bersama, Pustaka Annida, Jakarta, 1998), dll

31

6.

Ayu Utami

Justina

Ayu

Utami

atau

sering

di

sapa Ayu

Utami

seorang

novelis terkenal dengan gaya penulisan yang gamblang, terus terang, terkait isu gender, seks dan spiritualisme. Lahir di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968.

Pendidikan terakhirnya adalah S-1 Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994). Ia juga pernah sekolah Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, UK (1995) dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999). Ayu menggemari cerita petualangan, seperti Lima Sekawan, Karl May, dan Tin Tin. Selain itu, ia menyukai musik tradisional dan musik klasik. Sewaktu mahasiswa, ia terpilih sebagai finalis gadis sampul majalah Femina, urutan kesepuluh. Namun, ia tidak menekuni dunia model.

Ayu pernah bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang memasok senjata dan bekerja di Hotel Arya Duta sebagai guest public relation. Akhirnya, ia masuk dalam dunia jurnalistik dan bekerja sebagai wartawan Matra, Forum Keadilan, dan D & R. Ketika menjadi wartawan, ia banyak mendapat kesempatan menulis. Selama 1991, ia aktif menulis kolom mingguan “Sketsa” di harian Berita Buana. Ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan kebebasan informasi, sebagai kurator. Ia anggota redaktur Jurnal Kalam dan peneliti di Institut Studi Arus Informasi.

Setelah tidak beraktivitas sebagai jurnalis, Ayu kemudian menulis novel. Novel pertama yang ditulisnya adalah Saman (1998). Dari karyanya itu, Ayu menjadi perhatian banyak pembaca dan kritikus sastra karena novelnya dianggap sebagai novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia. Melalui novel itu pula, ia memenangi Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel tersebut mengalami cetak ulang lima kali dalam setahun. Para kritikus menyambutnya dengan baik karena novel Saman memberikan warna baru dalam sastra Indonesia. Karyanya yang berupa esai kerap dipublikasikan di Jurnal Kalam. Karyanya yang lain, Larung,

32

yang merupakan dwilogi novelnya, Saman dan Larung, juga mendapat banyak perhatian dari pembaca.

Latar belakang Ayu mulai menulis, menurutnya karena sejak kecil ia suka menulis. Kemudia ketika menjadi seorang jurnalis dan novelis. Ia mengaku sering sekali menulis karena gelisah atas ketidakadilan yang terjadi di negeri ini. Misalnya ketika menulis novel Saman, ia melihat ketidakadilan ekonomi terhadap oetani kecil dan ketidakadilan budaya terhadap perempuan. Untuk mendapatkan ide bahan tulisan, menurut ayu adalah dengan tertarik kepada orang lain. Karena menurutnya kalau tertarik pada diri sendiri kita cepat kehabisan bahan. Namun, kalau tertarik kepada orang lain, mempelajari mereka, membaca mereka, niscaya akan punya banyak sekali bahan tulisan. Ketertarikan Ayu Utami akan cerita kehidupan sebenarnya sudah tampak dalam dirinya sejak anak-anak. Contohnya, sejak masih kecil, ia sudah punya kebiasaan berkhayal sebelum tidur. Seusai menonton televisi misalnya, ia bersama kakaknya Retno sering bercerita di kamar sampai pukul sebelas malam. Ayu mengaku menggemari cerita petualangan seperti Lima Sekawan, Karl May, dan Tin Tin. Sedangkan mengenai bagaimana semua fantasi tulisannya bisa hadir dalam pikirannya, berkat orangtuanya yang tidak pernah melarang atau menyalah-nyalahkan dirinya karena fantasi yang aneh. Menurutnya, setiap anak punya fantasi yang aneh, tetapi sering kali kemampuan berfantasi itu dimatikan oleh orang dewasa. Dari novel-novelnya yang sudah diterbitkan, banyak yang memuji tulisan ayu. Namun, tidak sedikit juga yang menganggapnya terlalu berani. Sebab, tulisannya mendobrak norma dan bicara hal yang masih tabu bagi sebagian besar orang Indonesia. Di novel 'Saman' misalnya, Ayu Utami membicarakan seks didalam novelnya, sementara di novel 'Bilangan Fu', persoalan yang Ayu dobrak adalah monotheisme dan militerisme yang bahkan sempat membuat beberapa pembaca menduga Ayu seakan mengampanyekan sesuatu yang anti Tuhan, bahkan hidup tanpa tuhan. Akan tetapi ayu menjelaskan bahwa dalam novelnya 'Bilangan Fu' tersebut ia hanya bersikap kritis. Sikap untuk mengajukan pertanyaan dan keraguan dengan tulus tanpa maksud jahat atau sombong.

33

Dari kecil, Ayu yang dididik dengan latar agama dan budaya yang kental, mengaku melihat ada banyak ketidakadilan sehingga mengungkapkannya melalui tulisan. Misalnya, novel Saman yang di anggap

mendobrak tabu karena

menggunakan kata-kata kotor,menurut Ayu,latar belakang dari novel itu adalah adanya ketidakadilan terhadap perempuan. Di level bahasa salah satunya. "sebagai bangsa, kita ingin tampak bermoral tapi melampaui batas, dan justru malah tak adil. Mengenai keagamaan Ayu, ia dulu sangat religius. Keluarganya konservatif tapi membebaskan anaknya menikah dengan beda agama asal tidak dengan komunis. Di usia 20-an awal, Ayu mulai tak percaya agama. Alasannya, ia menyebut lebih banyak mudaratnya, patriakal, dan terkesan saling memusuhi antar agama. Ketika mahasiswa, ia bahkan memutuskan untuk menjadi seorang Agnostic.

Di usia 20-an akhir, ia mulai melihat agama dengan kacamata baru : sebuah kenyataan peradaban. Bergulat dengan semua itu, yakni agama, ketidakadilan, moralitas kelebihan, akhirnya membuat Ayu diperkirakan "terjebak" untuk selalu menulis tiga tema, yakni: seks, kegilaan dan agama.

Namun, ia tidak bisa memungkiri kalau bahasa Alkitab sangat berpengaruh pada dirinya. "Meski benci agama pada satu periode,tapi agama sudah batubata dalam dirinya. Itulah fakta sejarah yang tak bisa dihilangkan Ayu Utami dalam dirinya. Karir 

Wartawan lepas Matra



Wartawan Forum Keadilan



Wartawan D&R



Anggota Sidang Redaksi Kalam



Kurator Teater Utan Kayu



Pendiri dan Anggota Aliansi Jurnalis Independen



Peneliti di Institut Studi Arus Informasi

34

Karya 

Novel Saman, KPG, Jakarta, 1998



Novel Larung, KPG, Jakarta, 2001



Kumpulan Esai "Si Parasit Lajang", GagasMedia, Jakarta, 2003



Novel Bilangan Fu, KPG, Jakarta, 2008



Novel Manjali Dan Cakrabirawa (Seri Bilangan Fu), KPG, Jakarta, 2010



Novel Cerita Cinta Enrico, KPG, Jakarta, 2012



Novel Soegija: 100% Indonesia, KPG, Jakarta, 2012



Novel Lalita (Seri Bilangan Fu), KPG, Jakarta, 2012



Novel Si Parasit Lajang: , KPG, Jakarta, 2013



Novel Pengakuan: Eks Parasit Lajang, KPG, Jakarta, 2013



Novel Maya Penghargaan



Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta 1998



Prince Claus Award 2000



Khatulistiwa Literary Awards, kategori prosa (2008)

35

7.

Suwarsih Suwarsih Djojopuspito (lahir di Cibatok, Bogor, 21 April 1912 – meninggal di

Yogyakarta, 24 Agustus 1977 pada umur 65 tahun) adalah penulis wanita Indonesia (suku Sunda) yang menulis novel dalam 3 bahasa: Sunda, Belanda, dan Indonesia. Lahir pada tanggal 21 April 1912 di Cibatok, Bogor dengan nama kecil Tjitjih dari keluarga tani, bernama Raden Bagoes Noersaid Djajasapoetra asal Cirebon, yang buta huruf namun mampu menjadi dalang wayang kulit dalam 3 bahasa (Jawa, Sunda, dan Indonesia). Pendidikan Kartini School (setingkat HIS didirikan oleh van Deventer – Sekolah Dasar 7 tahun khusus perempuan) di Bogor tahun 1919-1926, kemudian meneruskan dengan bea siswa ke MULO (SMP zaman Belanda) tahun 1926-1929 di Bogor juga, dan terakhir mendapat bea siswa penuh (uang sekolah dan asrama) pada Europeesche Kweekschool (Sekolah Guru Atas Belanda, hanya 2 orang pribumi dari 28 murid) di Surabaya tahun 1929-1932.

Setelah lulus tahun 1932 Suwarsih pindah ke Purwakarta kesempatan pertama menjadi guru di sana, kemudian tahun 1933 menikah dengan Sugondo Djojopuspito di Cibadak dan pindah ke Bandung menjadi guru di Perguruan Tamansiswa Bandung di mana Kepala Sekolah adalah suaminya, padahal memiliki ijazah sebagai guru sekolah Belanda yang seharusnya mengajar di sekolah Belanda namun lebih memilih perguruan pribumi dan aktif dalam Perkoempoelan Perempoean Soenda sebagai anggota. Kakaknya, yang bernama Suwarni, menikah dengan Mr. A.K.Pringgodigdo. Tahun 1934, suaminya (Sugondo Djojopuspito) kena larangan mengajar (Onderwijs Verbod) oleh Pemerintah Hindia Belanda ketika di bawah pimpinan Gubernur General Mr. Bonifacius Cornelis de Jonge, bersamaan dengan ditangkapnya para aktivis politik (tahun 1933 Soekarno dibuang ke Flores kemudian dipindahkan ke Bengkulu, tahun 1934 Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir dibuang ke Boven Digoel, kemudian dipindahkan ke Banda Neira). Namun kemudian tahun 1935 Onderwijs Verbod dicabut oleh Pemerintah Hindia Belanda.

36

Tahun 1935 itu juga pindah ke Bogor, setelah Onderwijs Verbod (larangan mengajar) dari suaminya dicabut, dan mendirikan sekolah Loka Siswa, namun tak ada murid, sehingga ditutup. Kemudian tahun 1936 pindah ke Semarang mencari pekerjaan ikut suami yang diterima bekerja sebagai guru Tamansiswa Semarang, dan Suwarsih bekerja di sekolah Drs. Sigit. Kemudian tahun 1938 pindah ke Bandung dan mengajar di Pergoeroean Soenda. Ketika keadaan Eropa genting, menjelang Perang Dunia II, maka pada tahun 1940 Soewarsih pindah ke Batavia mengisi lowongan guru yang ditinggal pergi orang Balanda. Ia menjadi guru di GOSVO (Gouvernement Opleiding School voor Vak Onderwijzeressen Paser Baroe Batavia – Sekolah Guru Kepandaian Putri Negeri Pasar Baru Batavia – sekarang SMKN 27 Pasar Baru). Seperti diketahui pada waktu itu hanya ada 2 SGKP, yang lain adalah OSVO Soerabaia. Ia juga dipercaya oleh kenalannya yang pulang ke Eropa untuk menjaga rumah di daerah elite Menteng (Tjioedjoengweg,

sekarang

Jl.

Teluk

Betung

belakang

HI).

Pada zaman pendudukan Pemerintah Dai Nippon hampir semua bangsa Indonesia bekerja di Pemerintah Dai Nippon, dia bekerja sebagai guru pada Sekolah Dasar Daiichi Menteng, dan juga pindah rumah ke Jl. Serang (sekarang Jl. Samsurijal) titipan orang Belanda yang pulang ke Eropa akibat penjajahan Jepang.

Pada masa revolusi fisik berhubung berpindah-pindah tempat tinggal dari Jakarta, Cirebon, Purworejo, dan Yogyakarta, maka tidak sempat menulis novel, karena mengikuti suami yang Anggota BP-KNIP di Jakarta dan Purworejo. Tahun 1948 menetap di Yogyakarta ikut suami Sugondo Djojopuspito ketika BP-KNIP pindah ke Yogyakarta, kemudian suaminya diangkat menjadi Menteri Pembangunan Masyarkat pada Kabinet dr. Abdul Halim pada tahun 1949 Awalnya pada tahun 1951 ia menjadi guru SGKP Lempuyangan Yogyakarta, kemudian berhenti menjadi guru tahun 1953 setelah ke Amsterdam, karena mendapat undangan dari Pemerintah Kerajaan Belanda untuk tinggal di Amsterdam selama 6 bulan atas biaya Pemerintah Kerajaan Belanda (tinggal di rumah kontrakan bilangan Kijzerkracht).

37

Ketika kembali ke Indonesia, ia mulai kegiatan menulis atau menterjemahkan buku-buku (dari bahasa Perancis, Belanda, Jerman, maupun Inggris karena mahir berbahasa tersebut), yaitu untuk menambah keuangan keluarga (pensiun suami sebagai bekas Menteri sangat kecil). Banyak novel ditulis pada masa ini. Wafat pada 24 Agustus 1977 serta mendapat kehormatan dimakamkan di Pemakamam Tamansiswa Taman Wijayabrata di Celeban, Umbulharjo – Yogyakarta. Seperti halnya dengan Ibu Sud belajar biola dan Amir Pasaribu belajar piano, yang berkesempatan belajar musik di Hogere Kweek School (HKS – Sekolah Guru Atas) Bandung, maka Ny. Soewarsih juga belajar piano di Eropeesche Kweekschool Surabaya, dan juga senang menyanyi. Anak-anaknya semua kemudian diajarkan piano juga. Pada waktu menidurkan anak bungsunya, ia suka menyanyikan Wiegenlied Ciptaan W.A. Mozart dengan terjemahan Tidurlah Putra Bunda. Teks lagu itu adalah: Tidurlah Putra Bunda Tidurlah putra bunda, Khewan mencari mangsa, Di hutan rimba sunyi, Di malam gelap kelam Bulan bersinar terang, Bintang-bintang bertaburan, Tidur, tidurlah anakku, Tidurlah putera bunda Tidur, tidurlah anakku Dalam rangka hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke68, maka Pemerintah telah menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma pada tanggal 14 Agustus 2013 di Istana Negara oleh Presiden SBY kepada ahli warisnya.

38

Karya Novel

Buiten het gareel, De Haan Uitgevery, Utrecht, 1940. Dengan kata pengantar dari E. du Perron, Cetakan ke-dua Amsterdam, 1946, terbit atas usaha sastrawan Eduard du Peron 1. Tudjuh tjeritera pendek, Pustaka Rakjat – Jakarta, 1951. Karangan pertama dari dia dalam bahasa Indonesia setelah Kemerdeakaan, diterbitkan atas bantuan Prof. Takdir Alisyahbana (pemilik Pustaka Rakyat) 2. Empat serangkai. Kumpulan tjerita pendek. Pustaka Rakyat – Jakarta, 1954. Diterbitkan atas bantuan Prof. Takdir Alisyahbana (pemilik Pustaka Rakyat) 3. Riwayat hidup Nabi Muhammad s.a.w. Bulan Bintang – Jakarta, 1956 (cetakan kedua 1976), dengan kata pengantar H. HAMKA 4. Marjanah. Balai Pustaka (1959)- Jakarta, 1959. Novel berbahasa Sunda, karangan pertama dari dia tahun 1938, namun ditolak oleh Balai Poestaka, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Belanda sebagai Buiten het Gareel’ pada tahun 1939 dan terbit di Utrecht tahun 1940 atas bantuan sastrawan Eduard du Peron 5. Siluman Karangkobar. Pembangunan – Jakarta, 1963. Terbit atas bantuan Hassan Sadhily 6. Hati wanita. Pembangunan – Jakarta, 1964. Terbit atas bantuan Hassan Sadhily 7. Manusia bebas. Djambatan – Jakarta, 1975. Penulisan ulang: Buiten het Gareel, terbit atas bantuan Pemerintah Kerajaan Belanda 8. Maryati. Pustaka Jaya – Jakarta, 1982. Terbit atas bantuan Ayip Rosyadi

Artikel yang pernah ditulis: Lihat Levensbericht Jaarboek van de Maatschappij der Nederlandse Letterkunde te Leiden 1978-1979. 1. “De Indonesische vrouw en het passief kiesrecht”. pada Algemeen, Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift I 1938, halaman 75-76 (Fragment) 2. “De Indonesische vrouw van Morgen”. pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift I, 1938, halaman 145-147 3. “Onze moslim-zusters in en buiten Indonesië”. pada Algemeen, Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrif I 1938, halaman 279-280 4. “De taal der Soendanese jongeren”. pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift I l939, halaman 348-350.

39

5. “In memoriam E. du Perron”. pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift 3, l940, halaman l92-l93 6. “In de schaduw van de Leider”. pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift 4, l941, halaman 191-l92 7. “In memoriam E. du Perron”. pada Criterium 4, 1946, halaman 386-388 8. “Ontmoeting met E. du Perron”. pada Vrij Nederland, 14 december 1946 9. “Eddy du Perron, de vriend die nooit gestorven is”. pada Tirade 17, 1973, halaman 68-70 10. “De thuiskomst van een oud-strijder”. pada Tirade 21, 1977, halaman 38-47.

Artikel yang tidak diterbitkan: 

Eddy Du Perron, de vriend die nooit gestorven is’. Typoscript uit 1971, 7 pag. Door Soewarsih Djojopoespito aan Rob Nieuwenhuys gegeven tijdens zijn verblijf in Indonesië in oktober 1971. Aanwezig in het HISDOC van het KITLV, signatuur D H 1019a. Welwillend afgestaan voor transscriptie aan het Damescompartiment.

Ulasan penulis Belanda 

“Buiten het gareel”. Oleh Rob Nieuwenhuys pada majalah Oost-Indische Spiegel, edisi 1978, halaman 401-404



“Soewarsih Djojopoespito, Cibatok 20 april 1912 — Yogyakarta 24 augustus 1977” oleh Gerard Termorshuizen pada Maatschappij der Nederlandse Letterkunde Yaarboek di Leiden 1978-1979, halaman 39-48.



“Een leven buiten het gareel” oleh Gerard Termorshuizen pada Engelbewaarder Winterboek 1979, halaman 109-122



“Soewarsih Djojopoespito, E. du Perron dan novel Buiten het gareel” oleh Robert-Henk Zuidinga pada Indische Letteren, 1986, halaman 158 e.v.



“Maryanah, Novel Sunda dari Soewarsih Djojopoespito{” oleh 5. J. Noorduyn pada Indisch-Nederlande Literatuur dengan redaksi Reggie Baay dan Peter van Zonneveld, Utrecht, 1988, halaman 232-242



“A life free from trammels : Soewarsih Djojopoespito and her novel Buiten het gareel” pada Canadian Journal of Netherlandic Studies Vol. XII, no. ii (Spring 1991) “Bij de dood van een vriendin” oleh Beb Vuyck pada NRC, 2 september 1977

40

Keluarga

1. Sugondo Djojopuspito, (1905-1978), suami, tahun 1928 sebagai Ketua Kongres Pemuda 1928, anggauta BP-KNIP 1945-1948, Menteri Pembangunan Masyarakat RI (Kabinet Dr. Halim, 1949), mendapat anugrah Bintang Jasa Utama tahun 1978 2. Sunartini Djanan Chudori, SH (almarhum, Lahir Bandung 1935 – Wafat Yogyakarta 1996), anak pertama, Sarjana Hukum lulusan UGM, aktivis LBH Yogyakarta 3. Sunarindrati Tjahyono, SH, (Lahir Yogyakarta 22 Februari 1937, tanggal kelahiran sama dengan bapaknya), anak kedua, Sarjana Hukum lulusan UGM, pensiunan Bank Indonesia, sekarang bekerja sebagai Direktur Bank Mizuho Jakarta 4. Ir. Sunaryo Joyopuspito, M.Eng., (Lahir Bandung 1939), anak ketiga, Sarjana Teknik ITB, Sertifikat Urban Transport JICA Tokyo, dan Magister Engineering AIT Bangkok, pensiunan Departemen Perhubungan, sekarang guru musik di Jakarta (piano dan biola)

41

8.

Mira W Mira Widjaja (Wong) atau lebih dikenal dengan nama pena Mira W

adalah Penulis Indonesia yang lahir pada Tanggal 13 September 1951. Mira Widjaja Terlahir dari keluarga keturunan Tionghoa, ia dikenal sebagai salah satu penulis novel-novel roman populer di Indonesia. Ayahnya, Othniel, adalah pelopor industri perfilman di Indonesia. Mira menulis novel dengan berbagai genre, termasuk roman, kriminal, dan kehidupan rumah sakit. Ia berprofesi sebagai dokter sebelum menjadi penulis. Mira lahir di Jakarta pada 13 September 1951, putri dari produser film Othniel Widjaja dan istrinya; ia adalah anak kelima dari lima bersaudara. Kakaknya, Willy Wilianto, juga berkecimpung di dunia perfilman. Saat masih SD, Mira sudah menunjukkan bakat menulisnya, ia sering mengirim karyanya ke majalah-majalah anak ternama. Cerpen populer pertama Mira adalah "Benteng Kasih", yang dimuat di majalah Femina pada tahun 1975, saat itu ia masih kuliah kedokteran di Universitas Trisakti. Sedangkan novel pertamanya, Dokter Nona Friska, dimuat sebagai cerita bersambung di majalah Dewi pada tahun 1977, diikuti oleh novel keduanya, Sepolos Cinta Dini. Setahun kemudian, ia menerbitkan Cinta Tak Pernah Berhutang.

Setelah lulus dari Trisakti, Mira menjadi staf pengajar di Universitas Moestopo. Novelnya yang paling terkenal, Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi, diterbitkan pada tahun 1980. Ia terus menghasilkan karya, berkiblat pada penulispenulis seperti Nh. Dini, Agatha Christie, Y. B. Mangunwijaya dan Harold Robbins. Mira, bersama dengan Marga T, dianggap sebagai pelopor penulis keturunan Tionghoa di Indonesia, menjadi inspirasi bagi penulis-penulis berikutnya seperti Clara Ng.

Hingga tahun 1995, Mira telah menerbitkan lebih dari 40 novel, kebanyakan di antaranya telah diangkat menjadi film dan sinetron, termasuk Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi, Ketika Cinta Harus Memilih, dan Permainan Bulan Desember.

42

Karya – Karya ·

Dari Jendela SMP,

·

Bukan Cinta Sesaat,

·

Segurat Bianglala di Pantai Senggigi,

·

Cinta Cuma Sepenggal Dusta,

·

Bilur - Bilur Penyesalan,

·

Di Bahumu Kubagi Dukaku,

·

Trauma Masa Lalu,

·

Seruni Berkubang Duka,

·

Sampai Maut Memisahkan Kita,

·

Tersuruk Dalam Lumpur Cinta,

·

Limbah Dosa,

·

Kuduslah Cintamu, Dokter,

·

Semburat Lembayung di Bombay,

·

Luruh Kuncup Sebelum Berbunga,

·

Di Ujung Jalan Sunyi,

·

Semesra Bayanganmu,

·

Merpati Tak Pernah Ingkar Janji,

·

Cinta Diawal Tiga Puluh,

·

Ketika Cinta Harus Memilih,

·

Delusi (Deviasi 2),

·

Deviasi,

·

Relung - Relung Gelap Hati Sisi,

43

·

Cinta Berkalang Noda,

·

Jangan Renggut Matahariku,

·

Nirwana Di Balik Petaka,

·

Perisai Kasih yang Terkoyak,

·

Mekar Menjelang Malam,

·

Jangan Pergi, Lara,

·

Jangan Ucapkan Cinta,

·

Tak Cukup Hanya Cinta,

·

Perempuan Kedua,

·

Firdaus Yang Hilang,

·

Permainan Bulan Desember,

·

Satu Cermin Dua Bayang-Bayang,

·

Galau Remaja di SMA,

·

Kemilau Kemuning Senja,

·

Sepolos Cinta Dini,

·

Cinta Menyapa Dalam Badai 2,

·

Cinta Menyapa dalam Badai 1,

·

Mahligai di Atas Pasir,

·

Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat,

·

Titian Ke Pintu Hatimu,

·

Seandainya Aku Boleh Memilih,

·

Tatkala Mimpi Berakhir,

·

Cinta Tak Melantunkan Sesal,

44

·

Bila Hatimu Terluka,

·

Cinta Tak Pernah Berhutang,

·

Di Bibirnya Ada Dusta,

·

Bukan Istri Pengganti,

·

Biarkan Kereta Itu Lewat, Arini!,

·

Dikejar Masa Lalu,

·

Pintu Mulai Terbuka,

·

Di Sydney Cintaku Berlabuh - Sydney, Here I Come,

·

Solandra,

·

Tembang yang Tertunda,

·

Obsesi Sang Narsis,

·

Sentuhan Indah itu Bernama Cinta,

·

Di Tepi Jeram Kehancuran,

·

Sisi Merah Jambu,

·

Dakwaan Dari Alam Baka,

·

Kumpulan Cerpen: Benteng Kasih,

·

Seruni Berkubang Duka,

·

Di Bahumu Kubagi Dukaku,

·

Sematkan Rinduku di Dadamu,

·

Dunia Tanpa Warna

45

9. Asma Nadia Asma Nadia ialah Asmarani Rosalba. Asma nadia berkarir sebagai penulis, lahir pada tanggal 26 maret taun 1972 di Jakarta. Belaiu mulai tertarik pada tulis menulis saat pertama kali menciptakan lagu di sekolah dasar. Sejak saat itu ia mulkai aktif menulis cerpen, puisi, dan berbagai resensi di dunia media sekolah. Asma Nadia bersekolah di SMA 1 Budi Utomo dan melanjutkan kuliah di Intitut Pertanian Bogor Fakultas Teknologi Pertanian. Saat sedang sibuk dengan kuliahnya, Asma Nadia sakit sehingga mengharuskan dirinya untuk beristirahat dan tidak bisa menamatkan kuliahnya. Biografi Asma Nadia Asma Nadia memiliki pendirian yang sangat kuat, sabar dan lemah lembut ini berkeinginan utnuk terus menjadi penilis bahkan saat ia sedang sakit tetap semangat menulis. Selain dari semangatnya, semangat dan dorongan dari semua sahabat dan kerabat yang selalu menyayanginya juga selalu ia dapatkan. Asma selalu aktif mengirimkan karyanya ke majalah-majalah yang bernuansa Islam. Asma tidak hanya menulis cerita fiksi, ia juga aktif menulis lirik lagu dan lain-lain. Beberapa dari hasil karyanya dapat dijumpai di album Bestari I tahun 1996, Bestari II tahun 1997 serta Bestari III tahun 2003, Snada The Prestation, Air Mata Bosnia, Cinta Illahi dan Kaca Diri. Asma merupakan adik dari seorang penulis Helvy Tiana Rosa, Asma ialah anak kedua dari pasangan Amin Usman dari Aceh dan Maria Eri Susanti seorang mualaf keturunan Tiongkok yang berasal dari Medan. Adiknya yang bernama Aeron Tomino juga menekuni minaat yang sama dengan kedua kakanya yaitu menulis. Ia juga berhasil mendapatkan beberapa penghargaan dan hadiah sastra. Bahkan cerpen ciptaannya yang berjudul Imut dan Koran Gondrong berhasil menyabet juara satu menulis Cerita Pendek Islami atau LMCPI tingkat Naasional yang diselenggarakan oleh majalah Anninda tahun 1994 dan tahun 1995. Bukunya yang berjudul Rembulan Di Mata Ibu berhasil meraih pengahrgaan adikarya dalam ketegori buku remaja terbaik pada tahun 2001. Tidak hanya mendapat hadian sastra, Asma juga mendapat penghargaan khusus dari adiarya IKAPI tahun 2002. Pada tahun 2003 Asma juga memenangkan kategpri penulis fiksi remaja terbaik dati Mizan Award karena kedua

46

karyanya berhasil masuk dalam antalogi kumpulan cerpen terbaik di majalah Anninda dalam Merajut Cahaya (Pustaka Anninda). Bukan hanya mendapatkan pengahargaan sastra dari hasil karya fiksinya, Asma juga pernah mengikuti pertemuan antara sastrawan yang di selengrakan di Brunei Darussalam dan Workshop kepenulisan novel yang di selenggarakan Majelis Sastra Asia Tenggara atau MASTERA. Hasil dari kegiatan ini ialah novel yang berjudul Derai Sunyi. Kesibuakn Asma sekarang selain menjadi penulis beliau juga mengetuai atau pendiri forum lingkar pena yang merupakan forum kepenulisan untuk para penulis muda yang berbakat, anggota dari forum ini hampir ada di seluruh provinsi di Indonesia. Beliau juga pandai menciptakan lagu Islami dan menyanyikannya, Asma juga sering menjadi host di acara-acara yang bernuansa Islami, ia juga aktif sebagai direktur di Yayasan Prakasa Insani Mandiri atau PRIMA. Asma juga sedang sibuk dengan kegiatannya mengadakan beberapa paket kegiatan untuk anak melaluli prime kids serta memberi kursus bahasa Inggris. Karena semua karya yang telah ia buat, Asma berhasil mendapat berbagai penghargaan. Selain menulis Asma juga sering diminta untuk memberikan meteri dalam berbagai kegiatan lokakarya yang berhubungan dengan penulisan dan feminisme yang diadakan di dalam maupun luar negeri. Dalam perjalannya keliling Eropa pada tahun 2009 setelah mendapatkan undangan Writers in Residence dari Le Chateau de Lavigny yang diselenggarakan pada Agustus sampai September tahun 2009, Asma sempat di undang untuk dapat memberikan seminar dan wawancara kepenulisan di PTRI Jenewa, Masjid Al Falah Berlin yang bekerja sama dengan FLP dan KBRI di sana, KBRI Roma, Manchaster dalam acara KIBAR Gathering serta Newcastle. Asma mulai merintis penerbitan sendiri dengan brand Asma Nadia Publishing House pada awal tahun 2009. Beberapa buku dari hasil karyanya yang telah diadaptasi menjadi film adalah Emak Ingin Naik Haji, Assalamualaikum Beijing dan Rumah Tanpa Jendela. Semua royalti yang di dapat ari buku Emak Ingin Naik Haji di sumbangkan bagi panti sosial dan kemanusiaan, terpenting untuk membantu mewujudkan impian umat Islam yang kurang mampu untuk menunaikan ibadah haji. Asma juga berprofesi sebagai penulis tetap dikolom resonansi di Republika setiap hari sabtu.

47

Asma pernah menjadi salah satu dari 35 penulis dari 31 negara yang di undang sebagai penulis tamu dalam Iowa International Writing Program, selama di sana Asma sempat berbagi tentang Indonesia dan perjalanan kretifnya dalam menulis bersama pelajar dan mahasiswa serta kaum tua di Amerika Serikat. Bukan hanya memenuhi undangan membaca cerpen yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, karya dari Asma Nadia juga terpilih untuk di tampilkan dalam adaptasi pentas teater yang di selenggarakan di lowa, Asma juga berkolaborasi dengan aktor tunarungu Amerika Serikat di pementasan yang di selenggarakan di State Departement, Washington DC. Asma juga menggemari fotografi dan telah mengunjungi 59 negara serta 290 kota di dunia. Melalui yayasnnya ia merintis Rumah Baca Asma Nadia yang telah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Rumah baca yang sederhana beberapa diantaranya memiliki sekolah dan kelas komputer serta tempat tinggal bagi anak-anak yatimsecara gratis untuk dapat membaca dan melakukan aktifitas bagi anak-anak remaja kurang mampu. Sampai sekarang sudah ada 140 perpustakaan yang telah di kelola bersama relawan untuk kaun yang kurang beruntung dan tidak mampu. Karya-karya Asma Nadia 

Assalamualaikum, Beijing!



Salon Kepribadian



Derai Sunyi, novel yang mendapat penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera)



Preh (A Waiting), naskah drama dua bahasa yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta



Cinta Tak Pernah Menari, kumpulan cerpen yang meraih Pena Award



Rembulan di Mata Ibu (2001), novel yang memenangkan penghargaan Adikarya IKAPI sebagai buku remaja terbaik nasional



Dialog Dua Layar, novel yang memenangkan penghargaan Adikarya IKAPI, 2002



101 Dating: Jo dan Kas, novel yang meraih penghargaan Adikarya IKAPI, 2005



Jangan Jadi Muslimah Nyebelin!, nonfiksi, best seller.



Emak Ingin Naik Haji: Cinta Hingga Tanah Suci yang diadaptasi menjadi film Emak Ingin Naik Haji dan sinetron Emak Ijah Pengen ke Mekah



Jilbab Traveler

48



Muhasabah Cinta Seorang Istri



Catatan Hati Bunda



Jendela Rara telah diadaptasi menjadi film yang berjudul Rumah Tanpa Jendela



Catatan Hati Seorang Istri, karya nonfiksi yang diadaptasi menjadi sinetron Catatan Hati Seorang Istri yang ditayangkan RCTI



Serial Aisyah Putri yang diadaptasi menjadi sinetron Aisyah Putri The Series: Jilbab In Love:



Aisyah Putri: Operasi Milenia



Aisyah Putri: Chat On-Line!



Aisyah Putri: Mr. Penyair



Aisyah Putri: Teror Jelangkung Keren



Aisyah Putri: Hidayah Buat Sang Bodyguard



Aisyah Putri: My Pinky Moments

-Karya yang ditulis bersama penulis lain 

The Jilbab Traveler



Jangan Bercerai Bunda



Catatan Hati Ibunda



La Tahzan for Hijabers



Ketika Penulis Jatuh Cinta



Kisah Kasih dari Negeri Pengantin



Jilbab Pertamaku



Miss Right Where R U? Suka Duka dan Tips Jadi Jomblo Beriman



Jatuh Bangun Cintaku



Gara-gara Jilbabku



Galz Please Don’t Cry



The Real Dezperate Housewives



Ketika Aa Menikah Lagi



Karenamu Aku Cemburu



Catatan Hati di Setiap Sujudku



Badman: Bidin



Suparman Pulang Kampung



Pura-Pura Ninja

49



Catatan Hati di Setiap Sujudku



Mengejar-ngejar Mimpi



Dikejar-kejar Mimpi



Gara-gara Indonesia



Diary Doa Aisyah Putri

50

D.

TOPIK YANG DIANGKAT DALAM ISI TULISAN



Karya penulis perempuan yang secara sadar mengangkat tubuh dan seksualitas

sebagai persoalan serius. Yang termasuk golongan ini antara lain: Ayu Utami, Dinar Rahayu, Nova Riyanti Yusuf, dan Djenar Maesa Ayu. 

Karya penulis perempuan yang tidak secara khusus bergelut dengan soal-soal

keperempuanan meskipun tokoh utamanya mungkin perempuan. Golongan kedua antara lain: Laksmi Pamuntjak, Linda Christanty, Nukila Amal, dan Dewi Lestari. 

Penulis perempuan juga kerap direndahkan peranannya dalam dunia

kesusasteraan karena topik yang diangkat biasanya hanya seputar persoalan psikologis. Ada anggapan bahwa perempuan lebih sensitif daripada laki-laki, karena itu perempuan tidak bisa mengangkat topik-topik yang lebih luas. 

Keberadaan para perempuan penulis sering dikaitkan dengan laki-laki di

dekatnya. 

51

Gaya bahasanya yang lebih mudah membawa pembaca pada perasaan.

E.

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

1. Diskriminasi Jender Perbedaan jender telah melahirkan perbedaan peran sosial. Terkadang peran sosial tersebut sangat mempengaruhi masyakarat, sehingga tidak ada kesempatan bagi perempuan atau laki-laki untuk berganti peran. Padahal hakikatnya, laki-laki dan perempuan adalah mahluk Tuhan yang berasal dari jenis mahluk yang sama. Ini jualah yang merupakan salah satu masalah yang dihadapi kebanyakan penulis perempuan di Indonesia. Permasalahan perempuan dalam kesastraan Melayu Tionghoa yang juga merupakan karya sastra sebelum didirikannya Balai Pustaka ini melukiskan suatu pandangan yang hidup dalam masyarakat, yaitu tentang permasalahan perempuan dalam ketertindasan dari kungkungan tabu masyarakat. Permasalahan tersebut misalnya menyatakan pendapat, bersekolah tinggi atau bekerja di luar rumah. Selain dasar tersebut, teks kesastraan Melayu Tionghoa memiliki potensi untuk menjadi saksi zamannya mengenai masalah perempuan, yang dianggap warga kelas dua akibat patriartical power, suatu paham yang dapat meniimbulkan ketimpangan sosial (Kuntowijoyo, 1987:136). Jika melihat kembali filosofi bagaimana kedudukan perempuan di Indonesia pada masa lampau memang tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan perempuan sangatlah berada di bawah status sosial yang rendah. Di era R. A. Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20 perempuan di Indonesia belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Perempuan belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria, bahkan belum diijinkan menentukan pasangan hidupnya sendiri, dan lain sebagainya.

Karena adanya

batasan terhadap kaumnya, maka timbullah keinginan oleh Kartini untuk merubah tatanan budaya masyarakat dalam memberikan hak perempuan yang jika dibandingkan dengan kedudukan perempuan bangsa lain sangatlah jauh tertinggal. Keprihatinan Kartini ia tuangkan dalam tulisan, yaitu dalam surat-surat yang ia kirimkan kepada sahabat-sahabatnya di Belanda. Dari berbagai surat yang ia tulis itulah mengapa Kartini masuk dalam kategori penulis perempuan yang terkenal di Indonesia menurut kami. Karena surat-surat Kartini tidak hanya sebuah tulisan ungkapan keprihatinannya saja, tetapi juga menimbulkan dampak yang barun bagi pergerakan emansipasi

52

perempuan di Indonesia. Meskipun pada abad 20, Kartini telah menyuarakan sebuah feminisme, nyatanya perbedaan jender masih menjadi masalah utama bagi perempuan untuk terjun dalam kehidupan sosial. Dengan masih maraknya diskriminasi tersebut, sudah sewajarnya banyak perempuan Indonesia memilih sastra sebagai salah satu media pembahasan hal tersebut. Namun, bukan berarti penulis perempuan yang menyuarakan feminisme melalui tulisan dengan mudahnya dapat diterima oleh pembaca. Karya-karya sastra yang lahir dari kaum perempuan pada masa lampau tidak semudah itu dapat diterima oleh para pembacanya. Cibiran serta cemoohan kerap kali melanda hasil karya yang diketahui lahir dari pena seorang perempuan. Perempuan yang hanya dianggap berkutat pada urusan rumah tangga saja, mana mungkin dapat menghasilkan suatu karya tulisan yang sublim. Nyatanya, pemikiran seperti itu dapat disanggah dengan munculnya para penulis perempuan pada masa lampau, seperti Salasih (Sariamin Ismail/Seleguri), Hamidah (Fatimah Hasan Delais), S. Rukiah, N. H. Dini, dan lain-lain yang menghasilkan karya-karya sastra dikalangan masyarakat.

2. Karya yang Dianggap Kontroversial Perdebatan seputar feminisme pada awal 1990-an, belum juga usai. Namun, semakin marak muncul para aktivis perempuan yang menyuarakan tentang emansipasi kaum perempuan, ide-ide feminsme memberi perangkat metodologi untuk mendekonstruksi dunia perempuan yang didefinisikan oleh kaum pria, dalam rangka mendefinisikan dirinya sendiri secara lebih radikal. Dalam konteks inilah kita melihat sastra feminis mengambil tempat dan sekaligus peran penting dalam mewacanakan ide-ide pembebasan kaum perempuan secara lebih massif (Ahmad Gaus dalam 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, 2014:679-680). Karya sastra feminisme dimulai sejak Balai Pustaka dilanjutkan pada periode Pujangga Baru seperti dalam karya Sutan Takdir Alisjahbana melalui novel Layar Terkembang. Pada masa ini, sastra semakin menampilkan dirinya pada karya-karya yang menyangkut perempuan. Banyak dari kalangan sastrawan yang mengangkat tema tentang perempuan. Salah satu nama penting terkait feminisme adalah penulis perempuan, yaitu Ayu Utami. Karya pertamanyalah yang memunculkan masalah kontroversial. Meskipun permasalahan karyanya

53

tersebut tidak secara umum dirasakan oleh para penulis perempuan lainnya, namun Ayu menjadi penulis perempuan yang cukup berani dalam melahirkan sebuah karya yang ditunjuk sebagai biang keladi dari maraknya karya-karya fiksi yang sifatnya vulgar pada masa itu.

Kemunculan novel Saman menjelang saat-saat jatuhnya orde baru, sempat menghebohkan dunia sastra Indonesia karena isinya yang dianggap kontroversial, mendobrak berbagai masalah tabu di Indonesia baik mengenai represi politik, intoleransi beragama, dan seksualitas perempuan. Ada pihak-pihak yang mengkritik keras novel tersebut karena dianggap terlalu berani dan panas dalam membicarakan

perosalan

seks.

Banyak

pula

yang

memujinya

karena

penggambaran novel tersebut apa adanya, polos, dan tanpa kepura-puraan. Banyaknya tuduhan-tuduhan yang didapatkan Ayu Utami, dalam berbagai kesempatan, ia mencoba menjelaskan alibinya mengenai novel yang ditulisnya itu bukan hanya soal alat kelamin. Yang utama ialah kritik sosial pada kekuasaan yang arogan, pada relasi jender yang menempatkan kaum perempuan melulu sebagai korban. Meskipun karyanya dianggap kontroversial, namun ternyata novel Saman berhasil mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta 1998. 3. Kondisi dan Peran yang Menuntut Perempuan Lambat laun, setelah hadirnya banyak penulis perempuan di Indonesia, masalah umum terkait diskriminasi jender dapat redup seiring bergantinya zaman. Masyarakat mulai terbiasa bahkan mengagumi pelbagai karya-karya yang lahir dari pena penulis perempuan. Namun, apakah itu berarti masalah yang dihadapi penulis perempuan selesai? Tentu saja tidak. Perempuan merupakan agen perubahan untuk dunia yang lebih baik karena dari rahim perempuanlah lahir generasi-generasi perubahan bagi bangsa ataupun dunia. Kondisi dan peran yang dituntut perempuan berbeda dengan laki-laki. Perempuan, pada umumnya, bukanlah milik dirinya sendiri, ia milik keluarganya: suaminya, anak-anaknya, yang setiap saat seolah punya hak untuk menginterupsinya, dan perempuan seolah mau tidak mau wajib mematuhinya (Nenden Lilis Aisyah dalam 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, 2014:430). Itu berarti, meskipun secara umum perempuan sudah bebas melakukan sesuatu sesuai kehendaknya sendiri, namun

54

ketika perempuan sudah berkeluarga, maka kebebasannya itu akan sedikit berkurang tanpa disadari. Meskipun tidak ada yang membatasi ataupun melarang perempuan melakukan apa yang ia mau setelah berkeluarga, secara naluriah perempuan akan lebih memprioritaskan keluarga menjadi hal utamanya. Begitu pula bagi penulis perempuan yang telah berkeluarga memiliki suami dan anakanak. Menulis memang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, tetapi menulis juga memerlukan produktivitas dan kontinuitas agar hasil tulisan itu dapat diterima oleh para pembaca serta penikmatnya. Hal inilah yang juga dapat menjadi masalah bagi penulis perempuan. Memang setiap kemampuan seseorang menulis, baik kondisi maupun tuntutannya itu berbeda-beda. Ada penulis yang mampu menulis karyanya meskipun dalam kondisi diinterupsi – seperti yang Nenden Lilis Aisyah katakan – dan ada pula yang benar-benar membutuhkan ruang untuk merenung, mengkontemplasikan ide-idenya, merancang, dan menjalani proses kreatifnya agar menghasilkan sebuah karya tulisan. Seperti salah satu penulis perempuan Indonesia yang terkenal, yaitu N. H. Dini. Ia menyatakan bahwa produktivitasnya dalam menulis termasuk lambat. Hal demikian terjadi bukanlah karena faktor dari luar dirinya, melainkan karena faktor internal diri. Seperti yang kita tahu, persoalan yang menyangkut keluarga termasuk ke dalam persoalan internal seseorang. Itulah yang menjadi salah satu masalah yang dihadapi N. H. Dini pasca-kehidupan berkeluarganya. Tanggung jawab terhadap pekerjaan rumah, mengurus suami serta anak-anak, menjadi salah satu alasan N. H. Dini lambat dalam proses menghasilkan karyanya. Selain dituntut berkarya, seorang penulis perempuan terlebih lagi yang sudah berkeluarga, memang memiliki kondisi dan peran ganda dalam menciptakan karyanya tersebut. Hal seperti ini sering tidak dipertimbangkan dalam melihat posisi penulis perempuan dalam masyarakat patriarkhi. Betapa hebatlah penulis perempuan yang dapat terus menghasilkan karya yang berharga meskipun dalam kondisi dan peran yang menuntutnya itu.

55

F. 

PENGARUH PENULIS PEREMPUAN DALAM DUNIA LITERASI

Hadirnya studi mengenai feminisme di tahun 1970an telah menyadarkan sejumlah kalangan mengenai pentingnya memosisikan perempuan pada tempatnya.



Munculnya eksistensi para penulis perempuan yang membawa kesadaran bahwa adanya kesetaraan hak anatara perempuan dan laki-laki termasuk dalam menciptakan sebuah karya sastra. Seperti dalam novel-novel karya Abidah El Khalieqy yang banyak menyusung tema feminisme dalam novelnya.



Mampu membuat penikmat sastra terkesima dalam peristiwa-peristiwa yang dihadirkan dengan penuh daya sublimasi, interpretasi, asosiasi terhadap berbagai realitas yang ada dalam kehidupan manusia.



Berhasil membuat suatu karya sastra yang dapat dihargai oleh para sastrawan lain maupun penikmat sastra dan masyarakat.



Telah membuka jalan bagi siapa saja yang ingin menyalurkan ide dan pikiran tanpa adanya diskriminasi gender ataupun sistem patriaki.



Memunculkan tumbuhnya motivasi dan inspirasi bagi setiap orang serta berperan penting dalam menumbuhkan kepekaan penikmat terhadap krisis, konflik maupun trageti yang sedang terjadi.



Mampu menepis anggapan-anggapan yang menyatakan bahwa dalam dunia sastra yang mewakili penciptaan dan pembacaan karya sastra adalah kaum laki-laki dan menunjukan bahwa perempuan juga dapat membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya.



Mampu mewadahi ide dan pikiran siapa saja dalam suatu forum. Misalnya saja penulis Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, dan sejumlah perempuan pengarang lain yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena kemudian menghadirkan estetika baru pula yang mengusung nilai-nilai estetika Islam dalam karya-karyanya.

56

BAB III PENUTUP Dari awal perkembangan penulis perempuan Indonesia sudah diwarnai oleh kontrovensi, maka tak mengapa jika perjalanannya kini melesit, suka tidak suka pasti ada. Namun, sejarah mengajarkan kita banyak hal, pengalaman baru yang terkadang kita tak paham atau bahkan belum mengetahuinya hingga pelajaran yang seharusnya tidak kita ulang dimasa depan. Penulis Perempuan Indonesia, mengajarkan semua gender, bahwa kita harus saling menghargai dan menghormati. Serta, mengajarkan bahwa tumpahkan segala kegundahan dan keluh kesah pada hal yang bermanfaat yaitu menulis, dengan keberanian yang kita punya juga keinginan diri untuk lebih baik dengan menciptakan ide atau gagasan yang baru. Kini perempuan pengarang bisa menepuk dada bahwa mereka bisa mengubah wajah sastra Indonesia menjadi begitu feminin. Mereka pun benar-benar telah menjadi bintang dalam hiruk-pikuk dunia sastra Indonesia modern hari ini. Sejak itu estetika sastra Indonesia benar-benar seperti dikuasai oleh perempuan pengarang. Mengenai hal itu, Sapardi Djoko Damono dengan nada bercanda mengatakan bahwa masa depan sastra Indonesia berada di tangan perempuan pengarang. Sebuah pernyataan dari seorang sastrawan dan pakar sastra terkemuka yang telah mengubah paradigma selama ini dan mungkin sebuah keberhasilan dari upaya yang dilakukan oleh para perempuan pengarang yang tidak mungkin terjadi di masa lalu. Semoga makalah ini mampu memberikan manfaat bagi pembacanya.

57

DAFTAR PUSTAKA Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sutrisno, Sulastin. 1979. Surat-Surat Kartini. Jakarta: Djambatan Toer, Pramoedya Ananta. 2000. Panggil Aku Kartini Saja, Jakarta: Hasta Mitra Nurhadi. 2007. Dari Kartini Hingga Ayu Utami: Memposisikan Penulis Perempuan Dalam Sejarah Sastra Indonesia. Jamal D. Rahman, dkk. 2014. 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Jakarta: Gramedia. L. M. Gandhi Lapian. 2012. Disiplin Hukum yang Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Adib Sofia. 2009. Aplikasi Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Citra Pustaka. Kuntowijoyo.

1987.Beberapa

Perspektif

Feminis

dalam

Menganalisis

Permasalahan Wanita. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rosidi, Ajip. 1982.Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia.Bandung: Bina Cipta. Sugihastuti. 1991.Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http://sastra-indonesia.com/2009/03/sastra-perempuan-tempo-dulu/ http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/DARI%20KARTINI%20HINGGA%20AY U%20UTAMI%20MEMPOSISIKAN.pdf http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kartini http://mariacholifah.blogspot.co.id/2010/06/permasalahan-yang-dihadapiwanitadalam.html?m=1 http://fiksi.kompasiana.com/novel/2012/03/12/novel-saman-karya-ayu-utami https://metasastra.wordpress.com/2009/11/15/kedudukan-perempuan-pengarangdalam-kehidupan-sastra-indonesia/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C2673819674

58

Assalamu'alaikum bunda, alhamdulillah kelompok amel mengerjakan semua dengan materi yang saling melengkapi satu sama lain, yang awalnya mencari materi satu persatu dan kemudian diedit hingga menjadi kesatuan yang saling melengkapi. semoga berkenan bunda. Untuk materi makalah dikumpulkan di saya,Amelinda dan saya yang mengedit hingga menjadi keseluruhan. Untuk Power point di edit oleh Qorilin.

59

Related Documents

Biodata Pengarang
June 2020 5
Sastra
July 2020 21
Sastra
December 2019 43

More Documents from ""