Morning Report Komite Medik RSUD Kota Mataram
OLEH : dr. Sandra Yuliana Andini Putri
PEMBIMBING : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S, M.Kes, FINA
DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP BAGIAN INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KOTA MATARAM 2018
14
ABSTRAK Latar Belakang : Kasus : Kata kunci :
15
BAB 1 LAPORAN KASUS
Tanggal Masuk RSUD Kota Mataram
: 9 Januari 2019
No. RM
: 302933
Diagnosis Masuk
: observasi penurunan kesadaran
Tanggal Pemeriksaan
: 9 Januari 2019
1. IDENTITAS Nama
: Nn. WS
Usia
: 20 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Lombok Timur
Suku
: Sasak
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Mahasiswi
2. SUBYEKTIF 2.1.Keluhan Utama Penurunan kesadaran 2.2.Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dibawa dengan keluhan penurunan kesadaran. Menurut teman pasien, pasien sepulang dari kampus sempat makan siang lalu tertidur karena pasien mengeluh sakit kepala akibat beberapa hari ini pasien begadang. Kemudian beberapa jam setelah pasien tidur, pasien terbangun dan muntah sebanyak 2 kali lalu seperti orang mengigau. Saat dibangunkan, pasien tidak sadar penuh dan meronta-ronta sambil terkadang memukul kepala nya. Akhirnya pasien dibawa ke IGD RSM. 2.3.Riwayat Penyakit Dahulu Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya 2.4.Riwayat Penyakit Keluarga Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
16
2.5.Riwayat Pengobatan 2.6.Riwayat Lingkungan dan Sosial Pasien adalah seorang mahasiswi
2.7.Riwayat Alergi Riwayat alergi makanan maupun obat disangkal oleh pasien.
3. PEMERIKSAAN FISIK 3.1. Status Generalis Keadaan umum : buruk Kesadaran
: Somnolen, E2M4Vx
3.2.Tanda Vital Tekanan Darah
: 110/60 mmHg (posisi baring)
Nadi
: 80 x/menit, regular, kuat angkat (posisi baring)
Frekuensi Nafas
: 20 x/menit, regular, tipe torakoabdominal
Suhu aksiler
: 36,6ºC
SpO2
: 99% tanpa O2
CRT
: < 2 detik
3.3. Pemeriksaan Fisik Umum Kepala dan leher - Kepala
: Bentuk dan ukuran normal, rambut normal, edema (-)
- Mata
:konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), reaksi cahaya pupil (+/+) isokor, exoptalmus (-/-), strabismus (-/-), edema palpebra (-/-), kornea dan lensa normal,
- Telinga
: simetris, otorrhea (-/-), nyeri tekan (-/-)
- Hidung
:deformitas(-),rhinorrhea (-), perdarahan(-), deviasi septum(-), mukosa normal, hiperemis (-).
- Mulut
: sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
- Leher
:deviasi trakea (-), pembesaran kel. tiroid (-), massa (-), pembesaran KGB (-), otot SCM tidak aktif maupun hipertrofi, JVP 5+2 (tidak meningkat)
Thoraks 1. Inspeksi
Bentuk dada normal, ukuran dada simetris kiri dan kanan 17
Pergerakan dinding dada simetris antara kiri dan kanan
Permukaan dada : skar (-), petechiae (-), purpura (-), spider naevi (-), vena kolateral (-), massa (-), ginekomasti (-), iktus kordis tidak tampak
Penggunaan otot bantu nafas : otot SCM aktif (-), hipertrofi SCM (-), otot bantu abdomen aktif (-)
Fossa jugularis: tidak tampak adanya deviasi trakea
Fossa supraclavicularis dan infraclavicularis simetris antara kiri dan kanan
Tulang iga dan sela iga : simetris kiri dan kanan, pelebaran sela iga (-)
Tipe pernapasan : torakal
2. Palpasi
Pergerakan dinding dada simetris antara kiri dan kanan
Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra
Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-)
Fremitus vocal Kanan
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
3. Perkusi -
Densitas Kanan
-
-
Kiri
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Batas paru-hepar -
Inspirasi
: ICS VI
-
Ekspirasi
: ICS IV
Ekskursi 2 ICS
Batas paru-jantung -
Kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
-
Kiri
: ICS V axillaris anterior
4. Auskultasi 18
Cor
: S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
:
o Suara napas Lapang Paru Depan Kanan
Kiri
Vesikular
Vesikular
Vesikular
Vesikular
Vesikular
Vesikular
Lapang Paru Belakang Kanan
Kiri
Vesikular
Vesikular
Vesikular
Vesikular
Vesikular
Vesikular
o Suara napas tambahan rhonki Lapang Paru Depan Kanan
Kiri
-
-
-
-
-
-
Lapang Paru Belakang Kiri
Kanan
-
-
-
-
-
-
o Suara napas tambahan wheezing Lapang Paru Depan Kanan -
Kiri -
19
-
-
-
-
Lapang Paru Belakang Kiri
Kanan
-
-
-
-
-
-
Abdomen 1. Inspeksi:
Distensi (-), darm countuor (-), darm steifung (-), membesar (-)
Umbilicus: masuk merata
Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-), ikterik (-), massa (-), vena kolateral (-), caput meducae (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-).
2. Auskultasi:
Bising usus (+) normal, frekuensi 16 x/menit
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
3. Perkusi:
Orientasi Timpani
Timpani
Timpani
Timpani
Timpani
Timpani
Timpani
Timpani
Timpani
Organomagali : hepatomegali (-), splenomegali (-)
Shifting dullness : (-)
4. Palpasi:
Nyeri tekan epigastrium (-)
Hepar, lien, dan ren dextra/sinistra tidak teraba
Tes undulasi (-) 20
Ekstremitas Akral hangat : + +
Sianosis
: - -
+ + Edema
Deformitas
: -
-
-
-
: -
-
-
-
- Clubbing finger
: - - -
Tremor
: - - -
Pergerakan sendi : normal Capillary Refill Time < 2 detik
Genitourinaria Tidak dievaluasi. 3.4.Pemeriksaan Neurologis 1. GCS
: E2M4Vx
2. Fungsi Luhur -
Reaksi emosi
: Tidak dapat dievaluasi
-
Intelegensia
: Tidak dapat dievaluasi
-
Fungsi bicara
: Tidak dapat dievaluasi
-
Fungsi psikomotor
: Tidak dapat dievaluasi
-
Fungsi Psikosensorik
: Tidak dapat dievaluasi
3. Tanda rangsang Meningen: -
Kaku kuduk
: (-)
-
Kernig
: (-)
-
Brudzinski I
: (-)
-
Brudzinski II
: (-)
-
Brudzinski III
: (-)
-
Brudzinski IV
: (-)
4. Pemeriksaan Nervus Cranialis Nervus kranialis
: Kanan
Kiri
N I (Olfaktorius) 21
-subjektif
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
-objektif (dg bahan)
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
-tajam penglihatan
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
-lapangan pandang
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
-melihat warna
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
-funduskopi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Ortho
Ortho
Tidak ada
Tidak ada
-gerakan bulbus
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
-strabismus
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
-nistagmus
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak ada
Tidak ada
Bulat, isokor, 3 mm
Bulat, isokor, 3 mm
+
+
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Ortho
Ortho
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
-
-
N II (Optikus)
N III (Okulomotorius) -bola mata -ptosis
-ekso/endotalmus -pupil bentuk reflex cahaya
N IV (Trochlearis) -gerakan mata ke bawah -sikap bulbus -diplopia N V (Trigeminus) -Motorik membuka mulut menggerakkan rahang menggigit mengunyah -Sensorik Divisi Oftalmika *reflex kornea *sensibilitas Divisi Maksila 22
*reflex Masseter
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
*sensibilitas Divisi Mandibula *sensibilitas N VI (Abdusen) -gerakan mata ke lateral -sikap bulbus
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Ortho
Ortho
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
-mencibir/bersiul
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
-memperlihatkan gigi
Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi
-diplopia N VII (Fasialis) -raut wajah -sekresi air mata -fisura palpebra -menggerakkan dahi -menutup mata
-sensasi lidah 2/3 depan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-
-
-suara berbisik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-rinne test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-weber test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-swabach test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-sensasi lidah 1/3 blkg
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-refleks muntah (Geg Rx)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-hiperakusis N VIII (Vestibularis)
*memanjang *memendek N IX (Glossofaringeus)
N X (Vagus) -Arkus faring
Tidak dapat dievaluasi
-uvula
Tidak dapat dievaluasi
-menelan
Tidak dapat dievaluasi
-artikulasi
Tidak dapat dievaluasi 23
-suara
Tidak dapat dievaluasi
-nadi
Tidak dapat dievaluasi
N XI (Asesorius) -menoleh ke kanan
Tidak dapat dievaluasi
-menoleh ke kiri
Tidak dapat dievaluasi
-mengangkat bahu kanan
Tidak dapat dievaluasi
-mengangkat bahu kiri
Tidak dapat dievaluasi
N XII (Hipoglosus) -kedudukan lidah dalam
Tidak dapat dievaluasi
-kedudukan lidah
Tidak dapat dievaluasi
dijulurkan -tremor
Tidak dapat dievaluasi
-fasikulasi
Tidak dapat dievaluasi
-atropi
Tidak dapat dievaluasi
5. Pemeriksaan Fungsi Motorik Motorik
: Superior
Inferior
Dextra
Sinistra
Dextra
Sinistra
Pasif
Pasif
Pasif
Pasif
Kekuatan
5
5
5
5
Tonus otot
Normal
Normal
Normal
Normal
Bentuk otot
Normal
Normal
Normal
Normal
Pergerakan
6. Sensorik -
-
-
Eksteroseptif
Propioseptif
Fungsi kortikal
Nyeri
: Tidak dilakukan
Suhu
: Tidak dilakukan
Raba halus
: Tidak dilakukan
Rasa sikap
: Tidak dilakukan
Nyeri dalam
: Tidak dilakukan
Diskriminasi : Tidak dilakukan Stereognosis : Tidak dilakukan\
24
7. Sistim Refleks a.
Releks fisiologis Biceps
:
Triceps
:
Patella
:
Achilles
:
b.
Releks Patologis Hoffman
: (-)
Trommer
: (-)
Babinsky
: (-)
Chadock
: (-)
Gordon
: (-)
Schaefer
: (-)
Oppenheim
: (-)
8. Cerebellum -
-
Gangguan Koordinasi
Tes jari hidung
Tes pronasi-supinasi : Tidak dilakukan
Tes tumit
: Tidak dilakukan
Tes pegang jari
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
Gangguan keseimbangan
Tes Romberg
Tidak dilakukan
9. Kolumna Vertebralis -
Inspeksi
: Normal
-
Pergerakan
: Normal
-
Palpasi
: Normal
-
Perkusi
: Normal
10. Fungsi otonom
miksi
: baik
defekasi
: baik
sekresi keringat
: baik
25
4. RESUME dibawa dengan keluhan penurunan kesadaran. Menurut teman pasien, pasien sepulang dari kampus sempat makan siang lalu tertidur karena pasien mengeluh sakit kepala akibat beberapa hari ini pasien begadang. Kemudian beberapa jam setelah pasien tidur, pasien terbangun dan muntah sebanyak 2 kali lalu seperti orang mengigau. Saat dibangunkan, pasien tidak sadar penuh dan meronta-ronta sambil terkadang memukul kepala nya. 5. PEMERIKSAAN PENUNJANG 5.1.Pemeriksaan Darah Lengkap Hasil Parameter
Nilai Rujukan 17-09-18
HGB
10.6
12,3–15,3 g/dL
RBC
4,08
4,1 – 5,1 x 106 /µL
HCT
30,2
35,0 – 47,0 %
MCV
74,2
80,0 – 96,0 fl
MCH
25,9
26,0 – 32,0 pg
35
32,0 – 36,0 g/dL
16,93
4,5–11,5 x 103 /µL
Eosinophil
0,9
1,0 – 3,0 %
Basofil
0,2
0 – 2,0 %
Neutrophil
89
50 – 70 %
Limfosit
7,1
18 – 42 %
Monosit
2,8
2,0 – 11,0 %
PLT
411
150– 450 x 103 /µL
MCHC WBC
5.2.Pemeriksaan lainnya
Kimia klinik Hasil
Nilai
17-09
Rujukan
41
<160 mgl/dl
Parameter GDS GDP
74-106 26
mg/dl 2,15
Ureum
65,8
SGOT
140
< 40 mgl/dl
SGPT
147
< 41 mgl/dl
Na
K
Cl
0,6 – 1,1
Kreatinin
mgl/dl 17,0 – 43,0 mgl/dl
136 -145 mmol/l 3,5-5,1 mmol/l 98-107 mmol/l
Hasil Pemeriksaan CT Scan
27
6. DIAGNOSIS Diagnosa klinis
:
Diagnosa topis
:
Diagnosa etiologi
:
Diagnosa sekunder
:
7. PROGNOSIS Quo ad vitam
:
Quo ad sanam
:
Quo ad functionam
: bonam
28
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
I.
Definisi dan Epidemiologi Perdarahan intraventrikel merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer dan perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan intraserebral (ICH) nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. ICH nontraumatic menyumbang 10% -15% dari kasus akut. Meskipun dalam kebanyakan kasus ICH disebabkan oleh hipertensi, amyloid angiopathy, atau gangguan koagulasi, fitur historis seperti hipertensi, usia yang lebih tua, atau koagulopati, seringkali tidak cukup untuk menetapkan etiologi ICH. Memang, dalam banyak kasus, ICH disebabkan oleh lesi vaskular seperti AVM, aneurisma intrakranial dengan ruptur intraparenkimal murni, dan DVST Dural Venous Sinus Trhombosis (yaitu, SICH) .1–3 Identifikasi yang tepat waktu dan akurat dari pasien dengan SICH adalah penting karena pilihan dan tingkat terapi. rehemorrhage secara substansial berbeda dari ICH primer. Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel.
( Brust, 2012 )
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau dari posterior communicating artery. ( Brust, 2012 ) II. Sistem ventrikel Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus lateralis (I & II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada diencephalon dan ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang terletak di depan thalamus pada masing-masing sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii).
Sesuai dengan perputaran hemispherium ventriculus 29
lateralis berbentuk semisirkularis, dengan taji yang mengarah ke caudal. Kita bedakan beberapa bagian : cornu anterius pada lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate, sebelah dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit (cella media) di atas thalamus, cornu temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada lobus occipitalis. (satyanegara, 2010) Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran vascular seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri choroideus. Pleksus ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan dilapisi oleh lapisan epitel yang berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus terhadap struktur-struktur otak yang berdekatan dikenal sebagai tela choroidea. Pleksus ini membentang dari foramen interevntrikular, dimana pleksus ini bergabung dengan pleksus-pleksus dari ventrikel lateralis yang berlawanan, sampai ke ujung cornu inferior (pada cornu anterior dan posterior tidak terdapat pleksus choroideus). Arteri yang menuju ke pleksus terdiri dari a. choroidalis ant., cabang a. carotis int. yang memasuki pleksus pada cornu inferior; dan a. choroidalis post. Yang merupakan cabang-cabang dari a.cerebrum post (satyanegara, 2010)
Gambar 1: sistem ventrikel III. Liquor Cerebrospinalis LCS (Liquor Cerebrospinalis) mempunyai fungsi memberikan dukungan mekanik pada otak, dapat digambarkan sebagai selimut dari air yang mengelilingi otak. Cairan ini mengatur eksitabilitas otak dengan mengatur kadar ion, membawa keluar metabolitmetabolit otak,
memberikan perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan.
Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. (satyanegara, 2010) 30
Berikut adalah nilai normal rata-rata LCS: Tabel 1 nilai normal LCS Daerah
Penampilan
Tekanan
Sel ( per µl)
Protein
Lain-lain
0-5
15-45
Glukosa 50-
mg/dl
75 mg/dl
dalam air Lumbalis
Jernih dan
70-180
tanpa warna Ventrikel
Jernih dan tanpa warna
70-190
0-5
( 5-15 mg/dl
limfosit)
Nitrogen non protein 10-35 mg/dl
LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal ± 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari. (satyanegara, 2010) Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air; perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa kenaikan tekanan. (satyanegara, 2010)
31
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah – kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorbsi dalam keadaan seimbang (satyanegara, 2010) IV. Etiologi Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan : 1. Hipertensi, aneurisma bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler 2. Kebiasaan merokok 3. Alkoholisme Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol. 4. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering PIVH pada usia muda. Pada orang dewasa, PIVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur periventrikel. Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH. (Annnibal, 2013)
V. Patofisiologi Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai sarana penghasil 32
LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk sumbatan di situ akan
Secara otomatis tekanan
intrakranila pun ikut meningkat yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang. Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing dalam menjalankan tugasnya seperti : frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik, parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena. (Annnibal, 2013)
Bagan 1 patofisiologi VI. Gejala klinik Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa : 1. Sakit kepala mendadak 2. Kaku kuduk 3. Muntah 33
5. Penurunan Kesadaran
Untuk menilai derajat keparahan dari perdarahan intraventrikuler digunakan sistem scoring yang menilai volume darah di bagian otak. Salah satu sistem scoring yang digunakan adalah Graeb score. Dinilai berdasarkan ada tidaknya volume darah pada tiap sistem ventrikel. Dinilai pada sisi kiri dan kanan. Bila didapatkan > 6 , dapat diindikasikan adanya hidrosefalus akut dan Tabel 2 graeb score menjadi suatu indikasi adanya penanganan segera. (Hinson, 2013)
VII. Diagnosis Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepaladiperlukan untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai berikut. a.
Computed Tomography-Scanning (CT- scan). CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan. 34
gambar 2 CT-scan intraventrikular hemorrage3 Didapatkan pada gambar adanya perdarahan pada sistem ventrikel. b. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin
dan
hemosiderin. c.
USG Doppler (Ultrasonografi dopple) Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada area karotis didapatkan profil penyempitan vaskuler akibat thrombus.
d. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid. (Annibal, 2013) Identifikasi yang tepat waktu dan akurat dari pasien dengan SICH adalah penting karena pilihan dan tingkat terapi. rehemorrhage secara substansial berbeda dari ICH primer. Karena ketersediaannya yang luas, kecepatan akuisisi, biaya yang lebih rendah, dan profil risiko yang menguntungkan dibandingkan dengan angiografi kateter konvensional, MDCTA ( Multidetector CT Angiography) dengan cepat menjadi pemeriksaan diagnostik yang disukai dalam evaluasi awal pasien yang kembali ke gawat darurat dengan ICH di banyak pusat medis di Amerika 35
Serikat dan seluruh dunia. Selain itu, beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa dibandingkan dengan angiografi kateter konvensional dan temuan intraoperatif, MDCTA sangat akurat untuk mendeteksi lesi vaskular yang mendasari pada pasien dengan ICH, dengan sensitivitas yang dilaporkan berkisar antara 89% hingga 96% dan spesifisitas 92% untuk 100%. Akhirnya dikembangkan sistem penilaian praktis untuk memprediksi risiko pasien ICH yang diberikan untuk memiliki lesi vaskular yang mendasarinya sebagai etiologi ICH, yaitu Secondary ICH Score.
Kepraktisan skor SICH terletak pada kemudahan penghitungannya karena hanya membutuhkan peninjauan NCCT untuk menentukan kategorisasi (high probability, indeterminate, low probability) dan data klinis secara rutin diperoleh pada presentasi ke gawat darurat (usia pasien, jenis kelamin, riwayat hipertensi, penggunaan obat antiplatelet, jumlah trombosit, INR, dan aPTT). •
HIGH PROBABILITY •
Pelebaran pembuluh darah atau kalsifikasi di sepanjang margin ICH Atau
•
Hyperattenuation dalam sinus vena dural atau vena kortikal di sepanjang jalur drainase vena ICH
36
•
INDETERMINATE •
•
Tidak memenuhi kriteria untuk NCCT probabilitas tinggi atau rendah
LOW PROBABILITY •
Tidak ada kriteria probabilitas tinggi 1 dan 2 ATAU
•
ICH terletak pada basal ganglia, thalamus, atau lokasi batang otak
Skor SICH dapat dihitung dengan cepat segera setelah pemeriksaan NCCT dilakukan saat pasien masih di meja pemindai CT, dan dapat berfungsi sebagai alat yang berharga dalam keputusan klinis apakah akan melakukan evaluasi neurovaskular. Interpretasi Hasil Skor sICH
Pasien dengan skor SICH rendah (0-2) hanya akan pantas evaluasi lebih lanjut dengan angiografi kateter konvensional jika CTA awal baik positif atau samarsamar, sementara pasien dengan skor SICH tinggi (≥3) akan memerlukan evaluasi lebih lanjut dengan angiografi kateter konvensional bahkan jika CTA awal negatif.
VIII. Tata laksana Penanganan emergency
Kontrol tekanan darah Rekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke Association guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg, dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak. Penapat ini masih kontroversial karena mempertahankan tekanan darah yang tinggi dapat juga 37
mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi otak yang cukup.
Terapi anti koagulan Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk menghindari tejadinya komplikasi.
Penanganan peningkatan TIK:
Elevasi kepala 300C Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di leher seperti vena jugularis
Trombolitik Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai obat pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA ( recombinant tissue plasminogen activator ). Obat golongan ini bekerja dengan mengubah plaminogen menjadi plasmin , plasmin akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin degradation product. Contoh obat yang beredar adalah alteplase yang diberikan bolus bersama infus.
Pemasangan EVD ( Eksternal Ventrikular Drainage) Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya obstruksi akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan penilaian graeb score. Langkah-langkah : General anestesi Pasien dibersihkan dan diberikan local anestesi infiltrasi Dilakukan insisi pada os parietal atau pada titik kocher’s ( 1 cm anterior dari sulkus coronarius ). Dilakukan burr holes Dura di insisi lalu digumpalkan bersama dengan piamater Masukkan kateter melalui lubang dan hubungkan dengan eksternal drain Kemudian tutup insisi 38
Setelah pemasangan EVD dilakukan dilakukan tindakan pemantauan. Dilakukan tindakan imaging kepala secara berkala serta pengukuran tekanan intrakranial. Bila didapatkan adanya pertambahan volume dari perdarahan serta adanya peningkatan tekanan intrakranial, maka dilakukan tindakan pemasangan VP shunt. Rekomendasi AHA Guideline 2009: 1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial, atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri. 2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran. 3. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.
Tindakan ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan guiding imaging.
Gambar 3 eksternal ventricular drainage Pemberian obat anti kejang Pasien yang mempunyai perdarahan pada kepala tidak terkecuali perdarahan intraventrikel mempunyai risiko tinggi akan terjadinya kejang. Menrut rekomendasi American Heart Association tahun 2007 pemberian obat anti kejang seperti Obat Anti
39
Epilepsi pada pasien-pasien dengan perdarahan di otak , dapat mencegah terjadinya kejang awal. (Dey Mahua, 2013) IX. Komplikasi 1. Hidrosefalus.
Hal
ini
merupakan
komplikasi
yang
sering
dan
kemungkinandisebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungandengan keluaran yang buruk. 2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi. 3. Vasospasme. Hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasmeserebri, yaitu: -
Disfungsi
arteriovena
hipotalamik
berperan
dalam
perkembangan
vasospasmeintrakranial. -
Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasicairan serebrospinal. (Dey Mahua, 2013)
X.
PROGNOSIS IVH merupakan salah satu faktor risiko independent penyebab kematian setelah terjadinya ICH ( Intra Cranial Hemorrage). Penilaian terhadap GCS dan volume pada IVH dapat dijadikan prediksi hasil yang akan didapatkan oleh pasien. GCS yang rendah serta volume IVH yang besar akan memberikan hasil yang buruk. (Dey Mahua, 2013)
40