-
i-jr
-2
1
PEMANFAATAN LIMBAH SAGU (Metro-xylonsngzi Rottb.) SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PEMBIBITAN TANAMAN SENGON (Pnrserinntlzesf(~lcntnric~ (L.) Nielsen)
Oleh WNOTO A 28.1437
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1998
RINGKASAN WINOTO (A 28.1437). Pemanfaatan Limbah Sagu (Me/roxylot~sngrr Rottb.) Sebagai Media.Tanam &da Pembibitan Tanaman Sengon (Pnmserinr~thesfnlcntnrin &.) Nielsen). (Dibimbing oleh M. H. BINTORO DJOEFRIE dan ISWANDI ANAS). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan limbah sagu sebagai media tanam terhadap pertumbuhan bibit sengon. Percobaan dilalcukan di rumah kaca Jurusan Tanah, Fak~lltasPertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan September 1995 sampai Januari 1997.' Pembiakan mikroorganisme dilakukan selama 2 minggu dari akhir bulan September 1995 sampai Olctober 1995. Proses delcomposisi limbah sagu dilakulcan selama 18 minggu dari bulan Olctober 1995 sampai Februari 1996. Icemudian limbah sagu hasil delcomposisi selama 18 minggu dihamparkan di atas plast
kg tanah (L2) dan 1.5 kg limbah sagu pada 4.0 kg tanah (L3). ICombinasi perlakuan sebanyak 12 buah. Setiap kombinasi perlakuan terdapat 5 ulangan sehingga seluruhnya terdapat 60 satuan percobaan. Penambahan limbah sagu sebagai media tanam meninglcatkan pertumbuhan tinggi tanaman, diameter batang dan bobot kering tajuk. Perlakuan jenis mikroorga..
nisme berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering tajulc dan bobot kering alcar. Perlalcuan mikroorganisme tanah lapisan atas memberikan' pengaruh paling baik. Interaksi perlalcuan dosis limbah sagu dengan jenis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 6 dan 22 minggu setelah tanam serta diameter' batang pada 2 dan 6 minggu setelah tanam. Kombinasi perlalcuan dosis limbah sagu 0.5 kg dengan mikroorganisme tanah lapisan atas memberilcan pengaruh paling baik.
PEMANFAATAN LIMBAB SAGU (Metroxylon sngu Rottb.) SEBAGAI MEDIA TANAM
PADA PEMBTBITAN TANAMAN SENGON (Pnmseric~nthes fnlcntnrin (L.) Nielsen)
Sliripsi sebngni safnl~satu synrat untuli rnernperolel~ gelnr Snrjana Pertaninn pnda Faliultns Pertaninn Institut Pertnninn Bogor
Oleh WINOTO A 28.1437
SURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAICULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1998
Judul
: PEMANFAATAN LIMBAH SAGU (IC.ietro.~yyEon stfgn Ro tt b.)
SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PENBIBITAN TANAMAN SENGON (Pnrmerinntlzesfnlcatnrin (L.)Nielsen ) Nama : WINOTO . .
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. D r Ir H. M. H. hintoro Djoefrie, MAgr
NIP
: 130422690
Mengetahui,
Dr I r Iswarldi Anas, MSc NIP : 130607613
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadhirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertaniail pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir H. M. H. Bintoro Djoefrie, MAgr dan Bapak Dr Ir Iswandi Anas, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan sehingga kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah inl dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada' Bapak Ir Iskandar Lubis, MS selaku dosenpenguji yang telah memberikan masukan kepada penulis da-' lam penulisan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kakak dan adik serta rekan-rekan di Ekasari. Disamping itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 1998
l:'enulis
RIWAYATHIDUP
Penulis
dila~irkan
di Kebumen pada tanggal 21 Agustus 1971 dari pasangan
Bapak Sodari dan Ibu Doniyah, merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara. Pada tahun 1978 penulis masuk ke Pendidikan Taman Kanak-kanak Kuwayuhan dan lulus pada tahun 1979. Penulis meneruskan ke SD Negeri 2 Kuwayuhan dan lulus pada tahun 1985. Penulis kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Kebumen dan lulus pada tahun 1988. Penulis meneruskan ke SMA Ne'geri 1 Kebumen dan lulus pada tahun 1991. Penulis meneruskan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 1991. Pada tahun 1992 penulis diterima di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pert ani an, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
DAFTARISI Halaman DAFTAR TABEL..........................................................................................
ii
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................. Tujuan............................................................................................... Hipotesis ...........................................................................................
1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik................................................................................... Mikroorganisme Tanah................. ........................... ...... ...... ..... .........
5 6
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat............................................................................. Bahan dan Alat.................................................................................. Metode............................................................................................... Pelaksanaan Percobaan ... ................ .... .......... ... ..... ....... ... ... ..... ...........
10 10 11
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil.................................................................................................. 15 Pembahasan................ ........ .... .................................. ...... ............ ....... 26 KESlMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ................ ... ... ..... ............ .......... ..... ......... .......... ........... Saran .................................................................................................
30 30
DAFTARPUSTAKA. ..................................................................................... 31 LAMPIRAN..................................... ... ........................ .............. ... .............. .....
33
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman teks
1. 2.
Suhu Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi pada Berbagai Perlakuan Jenis Mikroorganisme.....................................................
17
Derajat Keasaman Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi. pada Berbagai Perlakuan Jenis Mikroorganisme ......................................
19
3.
Hasil Analisis Kimia Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi pada Berbagai Pelakuan Jenis Mikroorganisme ........... ........... ......... 20
4.
Sifat Kimia Berbagai Campuran Media Tanam.. ................... ...... ......... ..... 21
5.
Pengaruh Pelakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme terhadap Tinggi Tanaman pada 2, 6, 10, 14, 18, 22, 26 dan 30 MST................................................................................ 22
6. Pengaruh Inteniksi Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme terhadap Tinggi Tanaman pada 2 dan 6 MST ............ 23 7. Pengaruh Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme terhadap Diameter Batang pada 2, 6, 10, 14, 18, 22, 26 dan 30 MST .................................................................................... 23 8. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme terhadap Diameter Batang pada 2 dan 6 MST ............ 24 9. Pengaruh Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme terhadap Bobot Kering Tajuk dan Bobot Kering Akar pada 30 MST................................................................................... 25 Lampiran 1. Analisis Ekonomi Penanaman Sengon ................................. .....................
34
2. Analisis Ekonomi Pembibitan Sengon ...... ........... .......... ...... ......... ............ 35 3. Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada 2,6,10, 14, 18,22,26 dan 30 MST ... 37 4. Sidik Ragam Diameter Batang pada 2,6, 10, 14, 18,22,26 dan 30 MST... 38 5. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk dan Bobot Kering Akar pada 30 MST.. 39
PENDAHULUAN Latar Belakang
Tanaman sengon (Paraserianthesjalcataria (L.) Nielsen) merupakan tanaman tropis yang tumbuh cepat. Menurut Perhimpi dan Balitbang Kehutanan (1990) tanaman sengon pernah dipilih sebagai pohon ajaib (miracle tree) karena sebagai pohon-pohonan, sengon dapat tumbuh dengan cepat dan jika ditanam pada tanah yang subur dan iklim yang sesuai, tingginya dapat mencapai 7 meter pada umur 1 tahun, 18 meter pada umur 3 tahun dan 30 meter pada umur 9-10 tahun. Dalam kondisi opti-. mal, pertumbuhan diameter batang dapat mencapai 5-7 cmltahun. Sengon merupakan tanaman yang mempunyai banyak kegunaan. Sengon dapat ditanam sebagai tanaman pelindung pada tanaman perkebunan. Kayu sengon
da~
pat dimanfaatkan untuk pembuatan papan, peti kemas, atau bahan baku industri kertas.
Menurut Atmosuseno (1994) kayu sengon banyak digunakan sebagai bahan ba-
ku pembuatan peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam konstruksi, industri korek api, pensil, papan partikel dan bahan baku industri pulp. Pengusahaan sengon relatif mudah dan menguntungkan. Menurut Atmosuseno (1994) dengan modal sekitar Rp 6 juta, pengusahaan sengo.n dalam waktu 6 tahun akan memberikan keuntungan bersih kurang lebih Rp 21 500000.00 (Tabel Lampiran I). Apabila pengusahaan sengon dilakukan dalam bentuk usaha pembibitan maka dengan modal sekitar Rp 13 juta dalam waktu I tahun akan diperoleh keuntungan bersih kurang lebih Rp 7 100000.00 (Tabel Lampiran 2).
2
Permintaan kayu sengon datang dari dalam maupun luar negeri. Atmosuseno (1994) mengatakan kayu sengon dari Indonesia diekspor terutama ke 'negara Jepang, Amerika, Korea dan negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa. Dewasa ini sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang diprioritaskan pada pengusahaan hutan tanaman industri (BTl).
Menurut Basri dan Hidayat (1993) se-
ngon dipilih sebagai salah satu jenis tanaman yang dikembangkan HTI karena sifatnya yang cepat tumbuh dan mampu beradaptasi di tanah kritis.
Kayu sengon dapat
dimanfaatkan sejak tanaman berumur muda, kurang lebih lima tahun.
Al Rasjid
(1973) mengatakan pengusahaan HTl memerlukan pohon-pohon dengan kriteria memiliki produksi tinggi, cepat tumbuh, cepat dipungut hasilnya dan memenuhi persyaratan industri. Sengon merupakan jenis tanaman yang memenuhi persyaratan tersebut Pengusahaan sengon dalam HTI merilbutuhkan bibit dala,m jumlah besar dan berkualitas. Dalam hal ini diperlukan media pembibitan yang baik. Hartman dan Kester (1978) menyarankan media untuk pembib1tan sebaiknya memenuhi persyaratan seperti subur, daya menahan air baik, sarang, bebas gulma dan patogen, serta. kemasaman yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi media tersebut dapat diperoleh dengan rr:enambahkan bahan organik ke tanah. Limbah sagu merupakan limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan organik unt'uk memperbaiki sifat media di pembibitan. Ketersediaan limbah sagu di Indonesia cukup besar. Nasution, Basri dan Karsinah (1995) melaporkan dewasa ini Indonesia memiliki cadangan sagu terbesar dengan luas mencakup 50.9% dari perkiraan populasi dunia.
Soekarto dan Wijandi
(1983) melaporkan luas areal sagu di Indonesia kurang lebih 850 000 ha yang terse-
3
bar terutama di daerah Irian Jaya, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,. Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bengkulu, pulau Mentawai, pantai barat Sumatera Barat, pantai timur Riau dan Sumatera Utara serta beberapa temp at di Aceh, Bogar, Banten, Sukabumi, Cianjur dan pantai utara Jawa Tengah. Purnomo dan Prahasto (1984) melaporkan potensi produksi sagu di Irian Jaya kurang lebih 12.3 juta tonltahun, sedangkan di Maluku kurang lebih 800 ribu ton Itahun. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) dewasa ini sagu mulai banyak diperhatikan para ahli, peneliti, perencana, pengambil keputusan (pemerintah), para pengu. saha, karena selain sebagai sumber pangan, sagu menjanjikan banyak harapan untuk dijadikan bahan baku berbagai macam keperluan industri.
Supriadi dan Hakim
(1991) mengatakan khusus untuk keperluan bahan pangan, pemanfaatan sagu akan semakin berkembang dengan dikeluarkan Instruksi Presiden No. 20 tahun 1979 tentang usaha diversifikasi pangan dalam susunan makanan masyarakat Indonesia. Apabila ketersediaan limbah sagu yang cukup besar tidak diimbangi dengan pemanfaatan yang maksimal maka banyak limbah sagu yang terbuang. Dewasa ini pemanfaatan limbah sagu masih sedikit. Haryanto dan Pangloli. (1992) mengatakan pemanfaatan limbah sagu masih sangat sedikit baru terbatas sebagai media tumbuh Jamur. Limbah sagu perlu dimanfaatkan secara maksimal diantaranya sebagai media tanam dan sumber bahan organik di pembibitan untuk mengatasi terbatasriya jumlah pupuk kandang. Pe}llanfaatan limbah sagu juga akan mengurangi kemungkinan pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah tersebut.
4
Pemberian limbah sagu ke media tanam sebaiknya telah matang atau nisbah CIN-nya rendah agar berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian limbah sagu segar ke media tanam akan merugikan tanaman.
Buntan (1982) me-
ngatakan penambahan ampas sagu dengan nisbah elN tinggi mendorong pertumbuhan j asad renik dan mengikat beberapa unsur hara tanaman sehingga terlihat tanaman kekurangan unsur hara sementara. Penggunaan· T. harzianum Rifai Aggr. dan mikroorganisme tanah lapisan atas diharapkan dapat mempercepat proses dekomposisi limbah sagu. Trichoderma harzianum Rifai Aggr. merupakan golongan kapang yang dapat menghasilkan enzim selu-
lase sehingga diharapkan akan mendegradasi limbah sagu yang mempunyai kandungan selulosa cukup tinggi. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) kandungan selulosa limbah sagu sekitar 62%. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan limbah sagu sebagai media tanam terhadap pertumbuhan bibit sengon. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam percobaan ini yaitu : 1. Penggunaan mikroorganisme mempercepat proses dekomposisi limbah sagu. 2. Pemberian limbah sagu mempercepat pertumbuhan bibit sengon 3. Terdapat interaksi pengaruh antara dosis dengan penggunaan mikroorganisme yang berbeda pada proses dekomposisi limbah sagu terhadap pertumbuhan bibit sengon.
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Organik
Bahan organik mempunyai peranan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah dan selanjutnya terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan kapasitas tukar kation dan daya pegang tanah terhadap air. Menurut Soepardi (1983) setengah dari kapasitas tukar kation tanah biasanya berasal dari bahan organik dan merupakan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Stevenson (1982) mengatakan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada tanah yang diberi bahan organik ternyata lebih vigor, lebih sehat dan haranya lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada tanah dengan pemberian hara anorganik dalam jumlah yang sarna dalam bentuk pupuk buatan. Bahan organik dapat diperoleh dari jaringan tumbuhan atau hewan. Menurut Soepardi (1983) sumber asli bahan organik yaitu jaringan tumbuhan. Binatang biasanya dianggap sebagai penyumbang bahan organik sekunder setelah tumbuhan. Menurut Leiwakabessy (1988) bahan organik tanah secara umum dibedakan atas : bahan organik yang relatif sulit didekomposisikan selanjutnya oleh jasad renik, yang disebut humus dan bahan organik yang mudah didekomposisikan. Bentuk terakhir tersebut berkisar dari sisa-sisa tanaman yang masih segar sampai dengan bentuk terakhir menj elang bentuk yang resist en. Bahan organik yang akan ditambahkan ke media tumbuh tanaman sebaiknya sudah matang atau nisbah elN-nya rendah agar berpengaruh positif terhadap pertum-
6
buhan tanaman. Menurut Leiwakabessy (1988) nisbah CIN dari tanaman, humus atau tanah memberikan gambaran tentang mudah tidaknya bahan tersebut didekomposisi, tingkat kematangan dari bahan organik tersebut atau tentang mobilisasi nitrogen tanah. Apabila bahan organik yang akan dihancurkan mempunyai nisbah CIN lebih besar dari 30 maka akan teIjadi imobilisasi nitrogen tanah. Jika nisbah CIN 20-30 tidak terjadi imobilisasi nitrogen maupun maupun pelepasan nitrogen dari bahan organik sedangkan jika nisbah CIN lebih kecil dari 20 maka cepat teIjadi pelepasan nitrogen dari bahan organik ke dalam tanah. Menurut Soepardi (1983) jika sejumlah besar sisa tumbuhar; yang mempunyai nisbah CIN tinggi dimasukkan ke dalam tanah maka flora heterotrofik, yaitu bakteri, fungi dan aktinomisetes menjadi aktif dan berkembang biak secara cepat serta menghasilkan CO2 dalam jumlah besar. Dalam keadaan tersebut nitrat di dalam tanah akan berkurang karena akan dimanfaatkan oleh jazad mikro untuk membentuk jaringan tubuhnya. Selama pelapukan nisbah C dengan N menurun karena karbon dibebaskan sedangkan nitrogen tidak. Limbah sagu merupakan limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik untuk memperbaiki sifat media tanam terutama sifat fisiknya. Limbah sagu merupakan sisa empulur sagu setelah diambil patinya. Limbah sagu berupa serat-serat kecil tidak memadat sehingga akan mempunyai daya pegang air yang cukup tinggi. Mikroorganisme Tanah
Beberapa mikroorganisme tanah telah diketahui mempunyal peranan yang penting dalam pertanian. Mikroorganisme tersebut berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah. Kapang termasuk jenis mikroorganisme
7
tanah dari golongan fungi yang mempunyai peranan penting dalam pertanian dan mempunyai adaptasi lingkungan yang luas. Soepardi (1983) mengatakan kapang berkembang baik dalam suasana masam, netral, atau alkalin. Kapang akan berkembang lebih baik dalam suasana masam karena persaingan bakteri maupun aktinomisetes sangat terbatas. Kapang dijumpai di setiap horison tanah terutama dalam lapisan olah yang banyak mengandung bahan organik dan aerasi tanah baik. Jenis kapang yang banyak dijumpai yaitu Penicillium spp., Mucor spp., Trichoderma spp. dan Aspergillus spp. (Soepardi, 1983).
Trichoderma spp. memiliki kemampuan menghasilkan enzim se-
lulase yang dapat merombak kristal selulosa secara efisien (Sasaki et. al., dalam Taguchi, 1983). Macris dan Galiotou-Panayotou (1986) mengatakan T. harzianum Rifai Aggr. merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memproduksi enzim selulase. Disamping dapat menghasilkan enzim selulase, T. harzianum Rifai Aggr. merupakan jenis kapang yang bersifat hiper parasit, yaitu dapat membunuh patogen yang dapat menyerang tanaman. Penggunaan T. harzianum Rifai Aggr. diharapkan akan mempercepat proses dekomposisi limbah sagu. Haryanto dan Pangloli (1992) mengatakan limbah sagu mengandung selulosa yang cukup tinggi,
s~kitar
62%.
Selulosa merupakan polimer glukosa linier yang tersusun atas 8 000-12 000 unit anhidroglukosa yang dihubungkan melalui ikatan glikosidik B-l,4. Beberapa rantai molekul selulosa paralel dihubungkan oleh ikatan hidrogen membentuk fibril. Fibril-fibril tersebut sebagian kristalin dan di dalam kayu dilingkupi lignin (Enari, dalam Forgarty, 1983).
8
Enzim selulase merupakan enzim yang dapat menguraikan biomassa selulolitik menjadi glukosa. Enzim selulase dapat memutuskan ikatan glikosidik B-l,4 di dalam molekul selulosa serta mengubah selulosa, selodekstrin, se.lobiosa dan turunan selulosa lainnya menjadi glukosa (Enari, dalam Forgarty, 1983). Beberapa mikroorganisme prokariotik dan eukariotik memiliki kemampuan menghasilkan enzim selulase sebagai respon terhadap selulosa di lingkungan hidupnya. Kemampuan menghasilkan enzim selulosa tersebut membuat mikroorganisme selulolitik dapat menghidrolisis selulosa menjadi gula terlarut yang kemudian digunakan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhannya (Gong dan Tsao, 1978). Enzim selulase paling tidak terdiri atas 3 komponen enzim yaitu : Cl, aktif menghidrolisis selulosa ·alami, seperti kapas; Cx, aktif merombak selulosa terlarut, seperti Carboxy Methyl Cellulose (CMC); dan selubiase (Reese, Siu dan Levinson; 1950).
Enzim selulase paling tidak terdiri atas 2 komponen Cx., yaitu Cx Endoglu-
kanase (Endo B 1,4-glukanase) dan Cx Eksoglukanase (Ekso B 1,4-glukanase). Cx Endoglukanase akan menghidrolisis molekul selulosa secara acak, sedangkan Cx Eksoglukanase akan aktif melepaskan unit-unit glukosa dalam bentuk selobiosa mulai dari kedua ujung rantai molekul glukosa. Selobiosa kemudian dihidrolisis oleh enzim selubiase (B 1,4-gl':l-kosidase) menjadi glukosa (Brown, dalam Powel dan Bu'lock 1975). Pada umumnya kapang hanya menghasilkan enzim Cx saja. Trichoderma spp. merupakan salah satu jenis kapang perombak selulosa yang mempunyai enzim Cl dan Cx. Pada kapang yang mempunyai enzim Cl dan Cx, kedua enzim tersebut akan bekerja secara sinergis dalam memecah substrat kompleks (Reese et. al., 1975).
9
Mekanisme perombakan selulosa berlangsung bertahap. Tahap pertama, enzim menghidrolisis polimer selulosa dari kompleks selulosa dan mengubahnya menjadi monomer glukosa. Tahap kedua, metabolisme gula sederhana menjadi C02 (secara aerobik) atau asam organik dan alkohol yang diikuti oleh
C~
dan CO 2 (anae-
robik) dengan penggabungan secara simultan dari bahan karbon ke dalam protoplasrna mikroba (Rao, 1982).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat
Percobaan dilakukan di rumah kaca Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor dari bulan September 1995 sampai Januari 1997. Pembiakan mikroorganisme dilakukan selama 2 minggu dari akhir bulan September 1995 sampai Oktober 1995. Proses dekomposisi limbah sagu dilakukan selama 18 minggu dari bulan Oktober 1995 sampai Februari 1996. Kemudian limbah
sa~u
hasil dekomposisi
selama 18 minggu dihamparkan di atas plastik selama 4 bulan. Selanjutnya limbah sagu dicobakan ke tanaman dari bulan Juni 1996 sampai Januari 1997. Tanaman yang digunakan pada percobaan ini rencananya yaitu tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.), tetapi kemudian diganti dengan sengon (P. falcataria (L.) Nielsen) karena bahan tanaman nilam yang akan digunakan tidak memenuhi kebutuhan percobaan meskipun perbanyakan telah dilakukan. Kegiatan tersebut menyebabkan penanaman di polibag tidak dapat segera dilakukan sehingga waktu percobaan menjadi lebih lama dari rencana sebelumnya. Bahan dan Alat
Percobaan menggunakan limbah sagu yang diperoleh dari pabrik pengolahan sagu di daerah Kedung Halang, Bogor. Bahan tanaman yang digunakan berupa bibit sengon berumur 40 hari. Benih sengon diperoleh dari Balai Benih Kehutanan Bogor. Trichoderma harziamml Rifai Aggr. dan mikrorganisme tanah lapisan atas digunakan
pada proses dekomposisi limbah sagu. Trichoderma harzianum Rifai Aggr. diperoleh dari Laboratorium Biologi Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Perta-
11
nian Bogor; sedangkan mikroorganisme tanah lapisan atas diperoleh dari tanah lapisan atas di bawah timbunan limbah sagu dari pabrik pengolahan sagu di daerah Kedung Halang, Bogor. Media tanam yang digunakan yaitu eampuran tanah lapisan atas Latosol Darmaga dengan limbah sagu sesuai masing-masing perlakuan. Limbah sagu yang digunakan telah mengalami proses dekomposisi selama 18 minggu dan dihamparkan di atas plastik selama 4 bulan. Limbah sagu pada bak pengomposan diambil pada bulan Februari 1996 dan selanjutnya dihamparkan di atas plastik. Pada bulan Juni 1996 limbah sagu tersebut diambil untuk dieampur dengan tanah lapisan atas Latosol Darmaga. Selanjutnya eampuran tanah dan limbah tersebut digunakan sebagai media tanam bibit sengon. Media tanam ditempatkan di polibag berukuran 25 em X 35 em sejumlah 60 polibag.
Pada setiap media tanam diberikan pupuk Urea (45% N) 25
kg N/ha, SP-36 (36% P 2 0s) 50 kg P20s/ha dan KCI (60% K 2 0) 37.5 kg K20/ha. Metode Pereobaan menggunakan raneangan aeak lengkap dua faktor yang disusun seeara faktorial. Faktor pertama yaitu jenis mikroorganisme yang digunakan pada proses dekomposisi limbah sagu yaitu : tanpa mikroorganisme (MO), T. harzianum Rifai Aggr. (Ml) dan mikroorganisme tanah lapisan atas (M2). Faktor kedua yaitu dosis limbah sagu sebagai media tanam yaitu 0.0 kg limbah sagu pada 4.0 kg tanah (LO), 0.5 kg limbah sagu pada 4.0 kg tanah (Ll), 1.0 kg limbah sagu pada 4.0 kg tanah (L2), dan 1.5 kg limbah sagu 4.0 kg tanah (L3). Kombinasi perlakuan berjumlah 12 buah, terdapat 5 ulangan, sehingga seluruhnya terdapat 60 satuan pereobaan.
12
Model yang digunakan pada penelitian ini yaitu : Yijk = U + Mi + Lj + (ML)ij + Eijk Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan jenis mikroorganisme ke-i (i = 0, 1, 2), dosis limbah sagu ke-j
G= 0, 1, 2, 3), dan ulangan ke-k (k =
1, 2, 3, 4, 5)
U = rataan umum Mi = pengaruh jenis mikroorganisme ke-i Lj
=
pengaruh dosis limbah sagu ke-j
(ML)ij
=
pengaruh interaksi perlakuanjenis mikroorganisme ke-i dan dosis limbah sagu ke-j.
Yijk = galat percobaan pada ulangan ke-k, pengaruh jenis mikroorganisme ke-i dan dosis limbah sagu ke-j Asumsi dari model tersebut yaitu galat timbul secara acak, menyebar secara normal dan nilai tengah sarna dengan no!.
Pelaksanaan Percobaan Dekomposisi limbah sagu Proses dekomposisi limbah sagu dilakukan selama 18 minggu menggunakan tiga buah kotak dari bambu berukuran 1 m X 1 m X 1 m. Limbah sagu segar dirnasukkan ke dalam kotak masing-masing 400 kg. Pada kotak tersebut dicampurkan serbuk gergaji sebanyak 10% dari bobot limbah sagu segar agar diperoleh aerasi yang baik. Pada setiap kotak diberi N dan P, masing-masing sebanyak 5 kg/ton campuran limbah sagu dan serbuk gergaji dalam bentuk Urea dan SP-36.
13
Limbah sagu yang terdapat di kotak I diberi perlakuan tanpa mikroorganisme, kotak II T. harzianum Rifai Aggr. dan kotak III mikroorganisme tanah lapisan atas. Banyaknya inokulan dari mikroorganisme yang digunakan masing-masing 2.5% dari bobot lim-bah sagu dan serbuk gergaj i. Selama proses dekomposisi dilakukan pengadukan seminggu sekali agar aerasi tetap baik. Setelah 18 minggu limbah sagu hasil dekomposisi dihamparkan diatas plastik selama 4 bulan. Ketebalan hamparan maksimal 5 em agar tidak terjadi proses dekomposisi. Limbah sagu tersebut kemudian dieobakan ke tanaman. Dalam proses dekomposisi limbah sagu dilakukan pengamatan yang terdiri atas tiga tahap, yait\l : 1) Tahap awal , pengamatan terhadap ampas sagu segar meliputi analisis kandungan C, N, P,dan pH, 2) Selama dekomposisi, pengamatan terhadap CfN, suhu dan pH. Suhu diamati setiap hari pada pukul 09.00, 12.00, dan 15.00 Pengukuran CfN dilakukan dua minggu sekali. Pengukuran pH dilakukan seminggu sekali. Pada pengukuran pH, sampel diambil sebanyak 10 gram ditambah aquades 25 m! dan dikoeok selama 25 menit. Cairan hasil pengoeokan diukur pH-nya dengan menggunakan pH meter, dan 3) Tahap akbir (setelah 18 minggu), pengamatan terhadap ampas sagu hasil dekomposisi meliputi analisis kandungan C, N, P, K, Ca, dan Mg, serta pH . Persemaian Persemaian benih sengon dilakukan pada bak plastik berisi media pasir yang telah diayak ha!us. Tebal pasir pada bak plastik yaitu 5 em.
14
Benih disemai pada larikan pasir dengan kedalaman 1 em. Jarak antar larikan 5 em.
Penyiraman dilakukan 2 kali kali sehari pada pagi dan sore hari sampai bibit
siap dipindah ke polibag. Pemindahan ke polibag Bibit dari pesemaian yang telah berumur 40 hari dipindahkan ke polibag yang berisi media tanam berupa eampuran tanah lapisan atas dan limbah sagu hasil dekomposisi selama 18 minggu. Pupuk SP-36 diberikan pada saat peneampuran tanah dengan limbah sagu, sedangkan pupuk Urea dan KCI diberikan satu minggu setelah tanam dengan eara melingkar di sekeliling tanaman. Pemeliharaan bibit meliputi penyjraman dan pembersihan gulma yang tumbuh di polibag. Penyiraman dilakukan setiap hari sekali pada pagi hari. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap seluruh bibit di polibag yaitu 60 buah bibit. Peubah yang diama.ti yaitu tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang dilakukan empat minggu sekali sejak dua minggu setelah tanam sampai 30 minggu setelah tanam. Pengamatan bobot kering tajuk dan bobot kering akar dilakukan sekali pada 30 minggu setelah tanam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Selama proses dekomposisi limbah sagu dengan berbagai perlakuan jenis mikroorganisme terjadi perubahan warna, plastisitas, fluktuasi suhu dan pH. Limbah sagu hasil dekomposisi selama 18 minggu berwama coklat kehitaman. Wama limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme lebih gelap dibandingkan yang tidak mendapat perlakuan mikroorganisme tetapi dengan perbedaan keci!. Suhu limbah sagu selama proses dekomposisi berfluktuasi dan cenderung semakin menurun. Suhu tertinggi yang teramati 59.33 0 C, sedangkan suhu terendah 30.000 C. Suhu tersebut terjadi pada hari ke-6 proses dekomposisi dengan perlakuan tanpa mikroorganisme. Suhu tertinggi limbah sagu dengan perlakuan T. harzianum Rifai Aggr. ataupun mikroorganisme tanah lapisan atas yaitu 59.00 0C, terjadi pada hari ke-7 proses dekomposisi. Suhu terendah limbah sagu dengan perlakuan tanpa mikrooganisme terjadi pada hari ke-41, 99 dan 126. Pada perlakuan T. harziallllm Rifai Aggr., suhu terendah limbah sagu terjadi pada hari ke-99; sedangkan pada perlakuan mikroorganisme tanah lapisan atas, suhu terendah terjadi pada hari ke-55, 56, 57, 58 dan 99. Pada hari ke-50 dan 60, suhu limbah sagu dengan perlakuan tanpa mikroorganisme lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendapat perJakuan mikroorganisme. Keadaan tersebut menunjukkan pada saat tersebut limbah sagu dengan perlakuan tanpa mikroorganisme mengalami perombakan lebih baik. Hal tersebut diduga karena aerasi limbah sagu lebih baik sehingga akan mendukung pertumbuhan mikroorga-
16
nisme. Aerasi yang baik dapat diperoleh dengan pengadukan dan pembalikan. Menurut Murbandono (1982) dengan pengadukan maka timbunan yang semula padat akan mendapat 02 yang eukup sehingga proses pengomposan berjalan baik. Pada hari ke-70, 80 dan 90; suhu limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme lebih tinggi dibandingkan yang tidak mendapat perlakuan mikroorganisme. Pada saat tersebut perombakan limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme lebih baik, diduga karena mikroorganisme yang diinokulasikan pada awal proses dekomposisi telah beradaptasi dengan baik. Pada saat yang sarna jumlah N dan P yang ditambahkan pada awal proses dekomposisi masih eukup tersedia. Pada hari kel0, 20, 30, 40, 100, 110, 120 dan 126; suhu limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme relatif sarna dengan yang tidak mendapat perlakuan mikrootganisme. Pada saat tersebut perombakan pada limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme berjalan seperti pada limbah sagu yang mendapat perlakuan tanpa mikroorganisme. Proses perombakan yang kurang baik pada hari ke-l0, 20, 30, 40 diduga karena adaptasi mikroorganisme yang diinokulasikan pada awal proses belum baik meskipun jumlah N dan P eukup tersedia; sedangkan pada hari ke-l00, 11 0, 120 dan 126, perombakan tidak berjalan baik diduga karena jumlah N dan P tinggal sedikit meskipun mikroorganisme yang ada telah beradaptasi dengan baik. Selama proses dekomposisi berlangsung, suhu diantara ketiga limbah sagu mempunyai perbedaan keeil. Hal tersebut menunjukkan perombakan yang teIjadi pada ketiga limbah sagu relatif sarna. Suhu limbah sagu selama proses dekomposisi pada berbagai perlakuanjenis mikroorganisme terlihat pada Tabel1.
17 Tabel l. Suhu Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi pada Berbagai Perlakuan Jenis Mikroorganisme Hari ke1 2 3 ~
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Suhu(OC) MO M1 M2 37.00 35.00 36.33 41.00 43.00 43.00 51.00 52.33 52.00 55.67 55.67 55.67 59.00 58.67 58.00 59.33 58.33 58.33 59.00 59.00 59.00 49.67 49.33 49.33 55.33 55.00 55.33 56.33 56.00 57.00 56.33 56.00 57.00 55.67 55.33 55.33 54.33 54.33 54.67 47.00 47.50 47.50 45.33 46.67 46.33 49.67 50.33 51.33 50.00 51.00 52.00 49.67 51.33 52.33 48.33 51.00 51.67 47.67 50.33 51.00 43.00 45.00 45.00 46.67 47.00 48.33 45.67 52.33 50.67 43.33 52.00 48.33 40.67 47.67 44.67 39.33 44.00 42.00 38.33 41.00 40.33 35.50 36.50 36.50 37.67 37.67 39.67 39.67 39.67 42.00 43.00 40.67 45.00 44.33 41.67 44.67 42.67 42.67 43.00 42.00 42.00 42.33 . 37.50 38.00 39.00 34.67 37.00 40.67 34.00 36.00 40.00 33.00 34.67 37.00 . 31.33 33.33 32.67 30.00 31.00 31.00 31.00 31.50 32.00
Hari ke43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71
72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84
Suhu (OC) MO MI M2 33.00 33.00 33.00 32.00 32.00 33.00 31.33 31.67 31.67 32.00 32.00 32.00 33.00 32.00 31.67 33.00 32.00 31.33 33.00 32.00 31.00 35.00 33.00 32.33 35.33 33.00 31.33 35.00 33.50 32.50 34.00 32.67 30.67 35.67 32.33 30.67 39.67 32.33 30.00 41.00 31.50 30.00 41.67 33.00 30.00 40.67 33.00 30.00 40.67 33.33 30.33 41.00 34.33 30.67 41.00 37.33 31.00 40.00 40.33 31.67 38.50 40.00 32.50 40.00 42.67 35.67 40.33 42.00 38.00 39.00 40.00 39.33 38.33 40.00 40.00 38.33 40.33 40.33 38.00 40.00 40.00 35.50 38.50 38.00 36.00 39.67 39.67 35.00 40.00 40.00 35.00 39.33 38.67 35.00 39.33 39.00 35.00 40.00 38.00 35.00 39.00 38.00 33.50 37.50 35.50 33.00 38.00 36.00 33.00 38.00 36.00 33.00 37.33 36.00 33.00 38.00 35.33 33.00 37.00 35.00 33.00 37.00 35.00 3UO 35.00 33.50
-Keterangan ~ -MO : tanpa'mikroorganisme -M1 : T. harzianllnl Rifai Aggr. -M2 : mikroorganisme tanah lapisan atas "--
Hari ke85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126
Suhu t0C) MO M1 M2 33.00 35.00 34.00 33.00 35.00 34,00 33.00 35.00 35~OO 33.00 35.00 35.00 33.00 35.00 35.00 33.00 35.00 35.00 33.00 34.00 33.50 34.00 35.00 34.67 34.00 35.00 35.00 34.00 35.00 35.00 33.00 34.00 34.00 33.00 34.00 33.00 32.00 32.67 32.00 30.50 30.50 30.50 30.00 30.00 30.00 32.00 31.33 30.67 33.67 33.33 32.33 35.67 34.67 34.00 37.00 36.33 33.67 32.00 31.33 32.67 33.67 35.67 35.33 33.33 31.50 32.00 32.67 33.67 34.33 34.00 33.33 32.00 31.00 31.67 32.67 33.00 32.67 32.00 30.00
31.50 32.00 33.67 35.67 37.67 37.33 36.33 33.50 33.00 33.67 34.67 35.33 35.33 34.33 33.00 32.33 32.67 33.00 33.67 33.67 33.00 32.50
30.50 31.00 32.33 34.33 36.00 35.33 34.67 32.50 32.67 33.33 34.67 35.33 35.33 34.67 32.50 31.33 32.00 32.33 33.33 33.33 32.67 3UO
18
Derajat keasaman limbah sagu selama proses dekomposisi berfluktuasi dan eenderung semakin menurun. Nilai pH limbah sagu pada akhir proses dekomposisi selama 18 minggu pada perlakuan : tanpa mikroorganisme, T. harziallum Rifai Aggr. dan mikroorganisme tanah lapisan atas; berturut-turut 5.10, 5.20 dan 4.70. Berdasarkan nilai tersebut maka ketiga limbah sagu bereaksi masam. Selama proses dekomposisi berlangsung, pH limbah sagu pada ketiga perlakuan mempunyai perbedaan yang keeil. Hal tersebut menunjukan proses dekomposisi limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme berjalan seperti pada limbah sagu yang tidak mendapat perlakuan mikroorganisme.
Fluktuasi pH dengan
perubahan keeil menunjukan proses dekomposisi tidak berjalan dengan baik. Derajat keasaman limbah sagu selama proses dekomposisi pada berbagai perlakuan j enis mikroorganisme terlihat pada Tabel2. Nisbah e/N limbah sagu selama proses dekomposisi semakin menurun. Hal tersebut sesuai dengan pemyataan Soepardi (1983) bahwa selama proses pengomposan nisbah e/N akan semakin rendah sampai meneapai suatu keseimbangan. Pada akhir proses dekomposisi, nisbah e/N limbah sagu yang mendapat perlakuan mikroorganisme lebih rendah dibandingkan yang tidak mendapat perlakuan mikroorganisme tetapi dengan perbedaan keci!. Nisbah e/N pada akhir proses dekomposisi pada perlakuan : tanpa mikroorganisme, T. harziallum Rifai Aggr. dan mikroorganisme tanah lapisan atas; berturut-turut 17.74, 15.18 dan 14.48.
Berdasarkan nisbah e/N
tersebut maka limbah sagu hasil dekomposisi selama 18 minggu pada berbagai perlakuan jenis mikroorganisme telah matang. Nisbah e/N limbah sagu selama proses dekomposisi pada berbagai perlakuanjenis mikroorganisme terlihat pada Tabel3.
19
Tabel 2. Derajat Keasaman Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi pada Berbagai Perlakuan Jenis Mikroorganisme Mingguke- Tanpa mikroorganisme
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
6.83 6.79 6.34 6.85 6.65 6.80 6.50 6.27 6.05 5.90 5.89 5.90 5.98 5.95 7.16 6.88 6.90 5.10
T. harzianum
6.79 6.83 6.41 6.72 6.66 6.85 6.94 6.50 6.18 6.12 5.86 5.92 6.05 6.12 7.08 6.85 7.05 5.20
Mikroorganisme tanah laElisan atas 6.92 6.67 6.49 6.80 6.66 6.74 6.73 6.70 6.53 5.95 6.20 6.08 5.95 6.00 6.90 6.75 7.08 4.70
Pada akhir proses dekomposisi, limbah sagu mengandung nitrogen sebesar 2.46% (tanpa mikroorganisme), 2.91% (T. harzianum) dan 2.95% (mikroorganisme tanah lapisan atas), kandungan fosfor berturut-turut 2.15%, 2.59% dan 2.22%; serta kalium berturut-turut 1.10%, 1.05% dan 0.95%. Berdasarkan nilai tersebut, kandungan N dan P limbah sagu cukup baik.
Gaur (1982) mengatakan kompos yang
berkualitas baik mengandung 1.0-1.5% N, 0.44% P dan 1.25% K. Hasil analisis kimia limbah sagu selama proses dekomposisi pada berbagai perlakuan jenis mikroorganisme terlihat pada Tabel3. Limbah sagu hasil dekomposisi selama 18 minggu yang ditambahkan pada tanah di polibag meningkatkan KTK, basa-basa dapat dipertukarkan (kalium, kalsium, magnesium dan natrium), hidrogen dan pH tanah (TabeI4).
20
Tabel3. Hasil Analisis Kimia Limbah Sagu selama Proses Dekomposisi pada Berbagai Perlakuan Jenis Mikroorganisme Perlakuan 0
2
4
Tanpa mikroorganisme C(%) 50.78 47.74 48.03 2.46 N(%) 1.21 P(%) 1.34 0.71 2.06 K(%) Ca(%) Mg(%) pHI-hO 41.97 19.52 CIN T. harzianum Rifai Aggr. C(%) 50.56 47.69 2.91 N(%) 0.69 P(%) 1.26 1.12 1.99 K(%) Ca(%) Mg(%) pH H 20 CIN 16.39 Mikrorganisme tanah lapisan atas C(%) 41.13 47.04 47.63 2.95 N(%) P(%) 1.08 1.98 2.06 K(%) Ca(%) Mg(%) pH H20 CIN 16.15
6
Mingguke8 10
12
14
16
18
43.71 45.82 43.63 41.64 43.63 41.85 (43.63) 1.31 (2.46) 2.24 1.48 2.26 2.15 2.15 1.10 0.22 0.27 5.10 34.98 (17.74) 44.50 45.58 44.17 42.54 44.17 30.65 1.08 1.92 1.27 2.42 1.93
42.20
(44.17) (2.91) 2.59 1.05 0.67 0.29 5.20 (15.18)
43.91 45.96 42.72 41.85 42.73 41.95 (42.73) 1.06 (2.95) 1.12 1.40 1.94 2.22 2.22 0.95 0.72 0.32 4.70 43.36 - (14.48)
Tinggi tanaman Perlakuan dosis limbah sagu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman muIfli 6 MST (Tabel Lampiran 3). Perlakuan dosis limbah sagu LO (0.0 kg) memberikan pengaruh paling buruk. Perlakuan dosis limbah sagu Ll (0.5 kg), L2 (1.0 kg) dan L3 (1.5 kg) berpengafuh positifterhadap tinggi tanaman, tetapi ketiga perlakuan tersebut
21
saling tidak berbeda nyata. Pengaruh perlakuan dosis limbah sagu terhadap tinggi tanaman terlihat pada Tabel S. Perlalcuan j enis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel Lampiran 3). Perlakuanjenis mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah lapisan atas) memberikari pengaruh lebih baik dibandingkan dengan perlalcuan MO (tanpa mikroorganisme). Pengaruh perlakuan jenis mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah lapis an atas) tidak berbeda nyata dengan perlakuan Ml (T. harzianum Rifai Aggr.) (TabeIS). Tabel 4. Sifat Kimia Berbagai Campuran Media Tanam Media Tanam Tanah MOLl MOL2 MOL3 MiLl MIL2 MIL3 M2Ll M2L2 pH H20 (1:1) 4.50 4.90 5.00 5.00 5.20 4.80 5.10 5.10 5.00 pH KCI (1:1) 4.05 4.50 4.50 4.30 4.50 4.60 4.55 4.40 4.55 C(%) 4.28 1.75 5.99 3.51 2.16 2.12 3.92 3.20 4.92 N total (%) 0.03 0.25 0.35 0.09 0.31 om 0.11 0.27 0.39 Basa dapatdipertukarkan (meflOOg) K 1.26 3.34 0.10 1.54 3.08 3.34 1.49 2.21 4.62 8.27 3.24 4.16 Ca S.65 8.76 1.18 4.44 6.38 5.91 Mg 9.38 3.57 3.98 3.89 8.26 0.42 3.09 6.53 7.49 2.17 1.04 1.91 Na 1.13 1.30 2.30 0.17 1.22 1.83 KTK (mefl00g) 14.35 21.52 20.97 22.62 18.21 19.86 28.69 20.14 25.11 AI (mefl00g) 1.67 0.07 H (meflOOg) 2.47 0.71 1.63 0.23 1.41 1.90 0.98 0.85 2.54
M2L3 5.50 4.50 7.28 0.47
3.08 7.15 6.69 1.74 18.48 0.85
Keterangan : -MOL I : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasil dekomposisi tanpa mikroorganisme (0.5 kg) -MOL2: Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi tanpa mikroorganisme (1.0 kg) -MOL3 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi tanpa mikroorganisme (1.5 kg) -MiLl: Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasil dekomposisi T. harzianum Rifai Aggr. (0.5 kg) -MIL2 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi T. harzianum Rifai Aggr.(100 kg) -MIL3 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi T. harzianum Rifai Aggr.(105 kg) -M2L I : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi mikroorganisme tanah lapisan atas (0.5 kg) -M2L2 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasil dekomposisi mikroorganisme tanah lapisan atas (1.0 kg) -M2L3 : Tanah (4 kg) + Limbah sagu hasH dekomposisi mikroorganisme tanah lapisan atas (1.5 kg)
22
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Dosis Lirnbah Sagu dan Jenis Mikroorganisrne terhadap Tinggi Tanarnan pada 2,6, 10, 14, 18,22,26 dan 30 MST Perlakuan 2
Minggu ke-
6 10 14 18 22 26 30 ............................................................ cm ............................................................ .
Dosis
LO LI L2
4.670a 4.783a 4.837a
L3 4.880a Jenis Mikroorgamsrne MO MI M2
13.513b 18.967a 18.613a 16.283ab
24.737b 38.333b 43.900b 49.880b 54.313b 59.693b 36.713a 58.923a 72.823a 87.810a lO0.497a 107.163a 35.453a 60.180a 73.823a 88.313a 101.847a 107.777a 32.273a 57.977a 72.057a 82.1l7a 94.930a 101.530a
4.695b 13.480c 28.098b 47.978b 58.948b 70.372b 82.290b 88.322b 4.482b 17.032b 33.193ab 53.643ab 65.617ab 77.195ab 87.815ab 94.515ab 5.200a 20.020a 35.593a 59.940a 72.388a 83.522a 93.585a 99.285a
Keterangan; Angka pada kolorn yang sarna yang diikuti hurufyang sarna tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada tarafO.05. Interaksi perlakuan dosis lirnbah sagu dan j enis rnikroorganisrne berpengaruh nyata terhadap tinggi tanarnan pada 6 dan 22 MST (Tabel Larnpiran 3). Pada 6 MST, tinggi tanarnan paling baik diperoleh pada dosis lirnbah sagu L1 (0.5 kg) yang dikornbinasikan dengan perlakuan jenis rnikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah lapisan atas). Dosis limbah sagu L3 (1.5 kg) yang dikombinasikan dengan perlakuan MO (tanpa mikroorganisme) memberikan pengaruh paling buruk. Pada 22 MST, tinggi tanaman paling baik pada dosis limbah sagu L1 (0.5 kg) diperoleh pada perlakuan jenis mikroorganisme M2(mikroorganisme tanah lapisan atas). Pada semua perlakuan jenis mikroorganisme, dosis limbah sagu LO (0.0 kg) memberikan pengaruh paling buruk. Pengaruh interaksi perlakuan dosis Iimbah sagu dan jenis mikroorganisme terhadap tinggi tanaman terlihat pada Tabel6. Diameter batang Perlakuan dosis limbah sagu berpengaruh nyata terhadap diameter batang mulai 6 MST (Tabel Lampiran 4). Perlakuan dosis limbah sagu LO (0.0 kg) memberikan pengaruh paling buruk. Perlakuan dosis limbah sagu L1 (0.5 kg), L2 (1.0 kg) dan L3
23
(1.5 kg) berpengaruh positif terhadap diameter batang. Pengaruh perlakuan dosis limbah sagu terhadap diameter batang terlihat pada Tabel 7. Perlakuan jenis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap diameter batang (Tabel Lampiran 4). Perlakuan jenis mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah lapisan atas) memberikan pengaruh paling baik (Tabel 7). Tabel 6. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme terhadap Tinggi Tanaman pada 6 dan 22 MST
LO L1 L2 L3
6MST MO Ml M2 .............................. cm ......................... 12.930 def 14.950 cdef 12.660 ef 16.870 bcdef 15.370 cdef 24.660 a 19.540 abed 22.650ab 13.650 edef 10.470 f 18.270 abcde 20.110 abe
22MST MO M1 M2 .......................... cm ........................... 50.820 d 51.500 d 47.320 d 82.150 be 80.000 be 101.280 a 80.390 be 94.060 ab 90.610 ab 83.220 be 95.000 ab 68.130 e
Keterangan : Angka yang diikuti hurufyang sarna tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 0.05. Tabel7. Pengaruh Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme terhadapDiameter Batang pada 2,6, 10,.14, 18,22,26, dan 30 MST Perlakuan
Minggu ke22 26 30 2 6 10 14 18 .......................................................... mm ...........................................................
Dosis 6.480b 9.307b 11.420b 12.507b 13.013b LO 1.l00a 2.403b 4.247b Ll 1.050a 3.117a 5.617a 8.457a 11.270a 13.740a 14.673a IS.100a L2 1.017a 2.910a 5.437a 8.910a 11.71Oa 14.223a 15.220a 15.680a L3 1.097a 2.850a 4.790ab 8.527a 11.347a 13.900a . 15.190a 15.567a Jenis Mikroorganisme 7.362b 10.367b 12.955b 13.995b 14.470b MO 0.993b 2.327e 4.455b 14.440b Ml 1.045b 2.71Ob 5.090ab 8.198ab 10.750ab 13.010b 14.095b 15.610a M2 1.160a 3.423a 5.522a 8.720a 11.608a 13.997a 15.103a Keterangan: Angka pada kolom yang sarna yang diikuti hurufyang sarna tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada tarafO.OS.
24
Interaksi perlakuan dosis limbah sagu dan jenis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada 2 dan 6 MST (Tabel Lampiran 4). Pada 6 MST, diameter batang paling baik diperoleh pada dosis L1 (0.5 kg), L2 (1.0 kg) dan L3 (1.5 kg) yang dikombinasikan dengan perlakuan mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah lapisan atas).
Pada perlakuan mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah
lapisan atas),dosis limbah sagu LO (0.0 kg) memberikan pengaruh paling buruk. Pengaruh interaksi perlakuan dosis limbah sagu dan jenis mikroorganisme terhadap diameter batang terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Interaksi Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme terhadap Diameter Batang pada 2 dan 6 MST 2MST 6MST MO MO Ml M2 Ml M2 ........................ mm ........................ ...................... mm ..................... 1.150 ab 1.130 ab LO. 1.060 ab 2.390 b 2.490 b 2.330 b 2.620 b 2.660 b 4.070 a 0.940 be 1.000 abc 1.210 a L1 L2 0.850 c 1.000 abc 1.200 a 2.240 b 2.830 b 3.660 a L3 1.210 a 2.060 b 2.860 b 3.630 a 1.030 abc 1.050 abc Keterangan : Angka yang diikuti hurufyang sarna tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada tarafO.05. Bobot kering tajuk Perlakuan dosis limbah sagu berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk pada 30 MST (Tabel Lampiran 5). Perlakuan dosis limbah sagu LO (0.0 kg) memberikan pengaruh paling buruk. Perlakuan dosis limbah sagu L1 (0.5 kg), L2 (1.0 kg) dan L3 (1.5 kg) berpengaruh positifterhadap bobot kering tajuk. Pengaruh perlakuan dosis limbah sagu terhadap bobot kering tajuk terlihat pada Tabel 9. Perlakuan jenis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk pada 30 MST (Tabel Lampiran 5). Perlakuan jenis mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah lapisan atas) memberikan pengaruh paling baik (TabeI9).
25
Interaksi periakuan dosis limbah sagu dan jenis mikroorganisme tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk (Tabel Lampiran 5). Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Dosis Limbah Sagu dan Jenis Mikroorganisme terhadap Bobot Kering Tajuk dan Bobot Kering Akar pada 30 MST Perlakuan
Dosis LO
Bobot Kering Tajuk
Bobot Kering Akar ...................................... gram .................................... 30.409 b 55.853 a 56.310 a 55.443 a
L1
16.445 a 14.943 a 15.082 a 15.339 a
L2 L3 Jenis mikroorganisme MO 43.282 b 14.494 b Ml 48.793 b 13.080 b M2 56.393 a '18.783 a Keterangan: Angka pada kolom yang sarna yang diikuti hurufyang sarna tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada tarafO.05. Bobot kering akar Perlakuan dosis limbah sagu tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar pada 30 MST (Tabel Lampiran 5). Pengaruh perlakuan dosis limbah sagu terhadap bobot kering akar terlihat pada Tabel 9. Perlakuan jenis mikroorganisme berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar pada 30 MST (Tabel Lampiran 5). Periakuan jenis mikroorganisme M2 (mikroorganisme tanah lapisan atas) memberikan pengaruh paling baik (Tabel 9). Interaksi perlakuan dosis limbah sagu dan jenis mikroorganisme tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar pada 30 MST (Tabel Lampiran 5).
26
Pembahasan Selama proses dekomposisi, Iimbah sagu mengalami perubahan warna, nisbah elN, fluktuasi suhu.dan pH. Warna ketiga limbah sagu pada berbagai periakuan jenis mikroorganisme berubah dari putih kekuningan menjadi coklat kehitaman. Limbah sagu yang mendapat periakuan mikroorganisme berwarna lebih gelap dibandingkan limbah sagu yang tidak mendapat periakuan mikroorganisme tetapi dengan perbedaan yang keci!. Suhu dan pH ketiga limbah sagu selama proses dekomposisi juga mempunyai perbedaan keci!. Pada 8 minggu proses dekompossi, nisbah elN limbah sagu yang mendapat periakuan mikroorganisme berbeda dengan yang tidak mendapat perlakuan mikroorganisme. Nisbah elN limbah sagu yang mendapat periakuan mikroorganisme lebih tinggi dibandingkan yang tidak mendapat periakuan mikroorganisme. Hal tersebut diduga karena pada saat tersebut aerasi limbah sagu buruk sehingga akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Mikroorganisme yang diinokulasikan
pada awa! proses dekomposisi tidak tumbuh optima!. Proses perombakan Iimbah sagu berja!an lambat. Murbandono (1982) mengatakan aerasi yang baik menyebabkan proses pengomposan berja!an dengan baik karena O 2 tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga akan mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Pada aerasi yang bu- . ruk pertumbuhan mikroorganisme akan terhambat. Disamping faktor aerasi limbah yang kurang baik, pertumbuhan mikroorganisme yang tidak optimal diduga karena jumlah inokulan, N dan P yang diberikan pada awal proses dekomposisi sedikit. Hadiwiyoto (1983) mengatakan apabila organisme perombak pada 'permulaan pengomposan sedikit maka pengomposan akan berja-
27
Ian lambat. Hal tersebut berhubungan dengan waktu adaptasi organisme perombak. Semakin banyakjumlahnya pada awal suatu proses maka adaptasinya semakin cepat. Penambahan limbah sagu sebagai media tanam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, diameter batang dan bobot kering tajuk karena limbah sagu yang ditambahkan tersebut telah matang. Limbah sagu akan memperbaiki sifat media terutama sifat fisiknya. Media yang baik menciptakan kondisi bagi pertumbuhan akar lebih baik dan selanjutnya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Soepardi (1983) pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah yaitu merangsang granulasi, menurunkan plastisitas dan kohesi, serta meningkatkan kemampuan menahan air. Disamping berpengaruh terhadap sifat fisik tanah, menurut Soepardi (1983) bahan organikjuga berpengaruh terhadap sifat kimia tanah. Bahan organik akan meningkatkan kapasitas tukar kation dan berpengaruh terhadap suplai dan ketersediaan hara. Selanjutnya Soepardi (1983) mengatakan walaupun jumlahnya sedikit, pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan selanjutnya terhadap pertumbuhan tanaman sangat nyata. Bahan organik merupakan perekat butiran lepas, sumber utama nitrogen, sulfur dan belerang. Bahan organik cenderung meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan dan jumlah air yang tersedia bagi tanaman.
Kononova (1966)
mengatakan peranan bahan organik dalam tanah yaitu : 1) membantu proses penghancuran dan perubahan bagian-bagian mineral tanah, 2) sebagai sumber hara tanaman, 3) membentuk struktur tanah yang stabil dan 4) berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
28
Penambahan limbah sagu dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang saling tidak berbeda nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman, diameter batang dan bobot kering tajuk; diduga karena ketiga limbah sagu dengan dosis yang berbeda tersebut memberikan pengaruh yang relatif sarna terhadap perbaikan media. Penambahan bahan organik dengan dosis lebih tinggi tidak selalu berpengaruh lebih baik terhadap perbaikan media, bahkan apabila bahan organik yang diberikan terlalu tinggi dapat berpengaruh negatifterhadap pertumbuhan tanaman, Devlin (1975) mengatakan apabila bahan organik yang diberikan terlalu tinggi maka mengakibatkan unsur hara yang ada terikat dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman, terlihat dari pertumbuhannya. Media tanpa limbah sagu memberikan pengaruh paling buruk karena media tersebut hanya berupa tanah tanpa limbah sagu yang berfungsi sebagai bahan organik sehingga tidak terdapat perbaikan sifat media yang menyebabkan pertumbuhan tanaman paling rendah. Disamping hal tersebut media tanpa limbah sagu akan lebih memadat dengan adanya penyiraman. Media yang memadat akan menghambat pertumbuhan akar yang selanjutnya terhadap pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Media yang memadat berarti mempunyai aerasi yang buruk. Menurut Leiwakabessy (1988) media dengan aerasi buruk akan menekan absorpsi hara oleh tanaman. Faktor penyebabnya yaitu rasio 02/C02 dalam tanah. Semakin tinggi persentase 02 semakin tinggi pula serapan hara karena respirasi meningkat. Limbah sagu hasH dekomposisi mikroorganisme tanah lapisan atas memberikan pengaruh paling baik diduga karena mikroorganisme yang terdapat pada pada limbah tersebut ada yang bermanfaat bagi tanaman seperti dengan memperbaiki kua-
29
litas media. Media yang baik memudahkan penetrasi akar, selanjutnya akar akan lebih berkembang. Perkembangan akar yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Dalzell et.
at. (1987) mengatakan bahim orgaanik dan mi-
kroorganisme tanah dapat mengikat partikel-partikel tanah dan menciptakan suatu kondisi sehingga respirasi, serapan air dan hara serta perkembangan akar tanaman berjalan dengan baik.
KESIMPULAN PAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan limbah sagu sebagai media tanam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, diamete·r batang dan bobot karing tajuk.
Perlakuan jenis mikroor-
ganisme berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. PerIakuan mikroorganisme tanah lapisan atas
memberi~
kan pengaruh paling baik. Interaksi perlakuan dosis limbah sagu dan j enis mikroorganisme berpengaruh nyata tehadap tinggi tanaman pada 6 dan 22 minggu setelah tanam serta diameter batang pada 2 adan 6 minggu setelah tanam. Kombinasi perlakuan dosis limbah sagu 0.5. kg dengan mikrQorganisme tanah lapisan atas memberikan pengaruh paling baik.
Samn Pemanfaatan limbah sagu dengan perlakuan mikroorganisme perIu diteliti lebih lanjut dengan memperpendek interval waktu pembalikan sehingga diperoleh kondisi aerasi yang lebih baik untuk pertutnbuhan mikroorganisme pada limbah yang didekomposisikan. Disamping itu perIu meningkatkan jumlah inokulan, N dan P yang diberikan pada. proses dekomposisi limbah sagu agar mikroorganisme dapat berkembang lebih baik dan perombakan berlangsung lebih cepat sehingga diperoleh limbah sagu yang telah matang dalam waktu yang lebih singkat.
DAFTAR PUSTAKA AI Rasjid, H. 1973. Beberapa keterangan tentangAlbiziafalcataria (L.) Fosberg. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan No. 157 : 22-26. Atmosuseno, B. S. 1994. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Sengon. Panebar Swadaya. Jakarta. 143 hal. Basri, E. dan S. Hidayat. 1993. Pengaruh asal dan umur pohon terhadap sifat pengeringan kayu sengon. Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. (11) 4: 129-133. Brown, D. E. 1975. Production and use ofcellulases enzyme, p: 1-15. In A. J. Powei and J. D. Bu'lock (ed.). Cellulosic Substrat. Octagon. PaperNo. 3. The University of Manchester, UK. Buntan, A. 1982. Pengaruh bakteri pelarut P dan kompos terhadap produksi tanaman jagung. Tesis Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 74 hal (Tidak dipublikasikan). Dalzell, H. W., A. J. Riddlestone, K. R. Gray and K. Thurairajan. 1987. Soil Management : Compost production and use in tropical and subtropical environments. FAO of the United Nations. Rome. Devlin, R. M. 1975. Plant Physiology. D' Van Nostrand Co. New York. 600p. Enari, T. M. 1983. Microbial Cellulases, p : 183-223. In W. M. Forgarty (ed.). Microbial enzymes and biotechnology. Appl. Sci. New York. Gaur, A. C. 1982. A manual of rural composting. Improving soil fertility through organic recycling (F AO/UNDP region poject RAS175/004). Project Field Document No. 15. FAO of the United Nations. Gong, C. S. and G. T. Tsao. 1978. Cellulase and biosynthesis regulation, p : 111140. In D. Perlman (ed.). Annual Report on Fermentation Processes. Vol. III. Academic Press. Inc., New York. Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Panebar Inti Idayu Press. Jakarta. 54 hal. Hartman, H. T. and D. E. Kester. 1978. Plant Propagation 3rd (ed.). Prentice Hall of India Privat Ltd. New Jersey. 622p. Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta. 140 hal.
32
Kononova, M. M. 1966. Soil Organic Matter. Its Nature, its Role in Soil Formation and Soil Fertility. Pergamon Press. New York, Oxford, London. 544p Leiwakabessy, F. M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 294 hal. Macris, B. J. and M. Galiotou-Panayotou. 1986. Enhanced cellobiohydrolase production from Aspergillus ustus and Trichoderma harzianum. Enzyme Microb. Technology. 8: 141-144. Murbandono,1. 1982. Membuat Kompos. Panebar Swadaya. Jakarta. 67 hal. Nasution, R., E. Basri dan N. Karsinah. 1995. Penelitian dan pengembangan tanaman industri. Warta. Pusat Penelitian dan Pengembangan T.anaman Industri. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (1) 2 : 1-4. Perhimpi dan Balitbang Kehutanan. 1990. Peta Kesesuaian Agroklimat HTI Sengon (Albiziajalcataria) di Pulau Jawa. 102 hal. Purnomo, B. M., S. At dan H. Prahasto. 1984. Potensi hutan sagu rakyat Seram Barat, Propinsi Maluku. Penelitian Hasil Hutan. Puslitbang Hutan. 1(3): 9-14. Rao, N. S. S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing. Bombay, New Delhi. Reese, E. T., R. G. H. Siu dan H. S. Levinson. 1950. The biological degradation of soluble cellulose and derivates and its relationship to the mechanism of cellulose hydrolisis. J. Bacterial. 59: 485-497. Sasaki, H., Y. Kamagata, S. Takao, P. Matangkasombut dan A. Bhumiratana. 1983. Selection and classification of active cellulose decomposing fungi, p : 65-76. In H. Taguchi (ed.). Microbial Utilization of Renewable Resource. Vol. ill. International Center of Cooperative Research in Biotechnology. Japan. Soekarto, S. T. dan S. Wijandi. 1983. Prospek pengembangan sagu sebagai bahan pangan di Indonesia. Seri Monitering Strategis Perkembangan IPTEK No.4. Biro Koordinasi dan Kebijaksanaan Ilmiah-LIP1. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakuitas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal. Stevenson, F. J. 1982. Humus Chemistry, Genesis, Composting, Reaction. John Wiley and Sons. New York. 401p. Supriadi, R. dan 1. I:Iakim. 1991. Aspek sosial ekonomi pengusahaan sagu di Maluku. Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. (9) 6 : 238-246.
LAMP IRAN
34 Tabel Lampiran I. Analisis Ekonomi Penanaman Sengon No.
Uraian
Nilai (Rp)
Biaya
7
TahunI: Sewa tanah 1 ha selama 6 tahun@Rp 500 000.00 Bibit 2 000 batang @Rp 75.00 Pembuatan lobang 30 HOK @ Rp 2 750.00 Pupuk kandang 4 kg/tanaman@ Rp 40.00 Insektisida 10 I@Rp 9 000.00 Peralatan: - Cangkul5 buah @ 7500.00 - Gergaji rantai (cliain saw) 1 unit - Parang 10buali ~RP 10 000.00 - Embrat 10 buah Rp 10 000.00 Pemeliharaan 2 ka I setahun, 7 HOK
1 2 3
Tahun II : Urea 107 kg @Rp 350.00 Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 7 HOK Penjarangan I, 10 HOK
37450.00 38500.00 27500.00
1
Tahunill : Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 10 HOK
55 000.00
1 2 3
TahunIV : Urea 64 kg@Rp 350.00 Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 10 HOK Penjarangan II, 15 HOK
22400.00 55 000.00 41250.00
1
Tahun V: Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 10 HOK
55 000.00
1 2
Tahun VI: Pemeliharaan 2 kali setahun, @ 10 HOK Pemanenan 30 HOK Total = ............................................................................ .
1 2 3 4 5 6
3000 000.00 150 000.00 82500.00 266560.00 90 000.00 37500.00 2 000 000.00 100 000.00 100 000.00 38500.00
55 000.00 82500.00 6334660.00
Pendapata'n
1 2 3
Kayu hasi! penjaransan dijual sebagai kayu bakar @ 6 000.00/m3. Kayu hasll"pemanenan dijual sebaaai bahan baku kayu olahan @ Rp 50 000.00/m3. l:'endapatan dapat dihitung sebagai berikut : Penjarangan I (40%) = 666 pohon@ 0.05 m3 Penjarangan II (40%) = 400 pohon @ 0.50 m3 Pemanenan 600 pohon @ 0.88 m3 Total = ............................................................................ .
Keuntungan Keuntungan = Pendapatan - Biaya = (Rp 27 799 800.00 - Rp 6 334 660.00) =Rp21465140.00 Sumber: Atmosuseno (1994)
199800.00 1200 000.00 26 400 000.00
27 799 800.00
35 Tabel Lampiran 2. Analisis Ekonomi Pembibitan Sengon No.
1 2
3
1
2 3 4 5
1 2 3 4 5
Uraian Biaya 1. Modal Dasar Sewa tanah 0.5 ha (untuk satu tahun) Sarana bangunan pembibitan :. - Sarlon 1 000 m2 @Rp 1 750.00 - Kayu tiang dan papan 50 m3 @Rp 40 000.00 - Seng plastik bergelombang 50 lembar @ Rp 1 250.00 - Kawat rem 1 000 m2 @Rp 550.00 Peralatan: - Sprayer 5 buah - Sekop 5 buah - Geobag dorong 3 buah - Gembor 3 buah -Drum4 buah - Selang plastik 100 m - Cangkul 5 buah - Ember 3 buah - Bak kecambah 300 buah - Pancilcerek 2 buah - Kompor 2 buah Total 1= .......................................................................... II. Modal Lanjutan Bahan - Benih sengon 10 kg @Rp 12500.00 - Pupuk NPK 300 kg - Pupuk kandang 20 kubik - Gandasil D 6 kg Pestisida. - Furadan 3 G, 10 kg - Dithane M 45, 6 kg Formalin 90%, 3 liter Kantong polibag 290 000 buah Minyak tanah 50 liter Total II = .........................................................................
ill. Tenaga kerja Pembuatan shade house, bed eng tabur, gudang dan bedeng pencampuran media, 150 HOK Pembuatan p.agar pembibitan, 75 HOK Pengumpulan dan pengolahan media, 90 HOK Pengisian ke polibag, 80 HOK Penaburan benih, 40 HOK
Nilai (Rp)
750000.00 1 750000.00 2000000.00 62500.00 550000.00 100000.00 50000.00 180000.00 60000.00 40000.00 150000.00 75000.00 15000.00 1050000.00 20000.00 30000.00 6882500.00
125000.00 360000.00 500000.00 75000.00 40000.00 84000.00 28500.00 2030000.00 20000.00 3262500.00
412500.00 206250.00 247500.00 220500.00 110000.00
36 Tabel Larnpiran 2. (Lanjutan) No. 6 7 8 9 10
1 2
Uraian Penyirarnan, 200 HOK Penyapihan, 25 HOK Pernupukan, 60 HOK Pengendalian harna dan penyakit Penjaga pernbibitan, 200 HOK Total III = .........................................................................
Nilai (Rp) 550000.00 68750.00 165000.00 165000.00 550000.00 269555.00
IV. Lain-lain Transportasi Adrninistrasi Total IV= ....................................................................... .
350000.00 150000.00 500000.00
Pendapatan . Besar pendapatan dihitung berdasarkan jurnlah bibit tersedia dil
Keuntungan = Pendapatan - Biaya = Rp 20400000.00 - (Total I + II + III + IV) = Rp 20 400 000.00 - Rp 13 340550.00 = Rp 7 059 450.00 Surnber: Atrnosuseno (1994)
37
Taber Lampiran 3. Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Minggu ke 2,6, 10, 14, 18,22,26, dan 30 Setelah Tanam. Derajat lumlah Kuadrat Sumber Tengah Keragaman Bebas Kuadrat 0.963 4 3.851 Tinggi tanaman Ulangan M 5.433 2.717 2MST 2 3 0.370 0.123 L 6 0.381 MXL 2.287 44 Galat 21.827 0.496 Tinggi tanaman Ulangan 4 105.899 26.475 M 2 428.780 214.390 6MST L 3 285.659 95.220 6 306.478 51.080 MXL 44 Galat 945.699 21.493 4 591.000 147.750 Tinggi tanaman Ulangan 292.980 10 MST M 2 585.960 L 3 1299.384 433.128 MXL 6 559.219 93.203 44 3533.892 80.316 Galat Tinggi tanaman Ulangan 4 972.793 243.198 14MST M 2 1432.348 716.174 L 4854.058 1618.019 3 MXL 6 1434.587 239.098 Galat 44 7044.663 160.106 Tinggi (anaman Ulangan 191.066 4 764.265 1806.369 18 MST M 903.185 2 L 3 9485.519 3161.840 MXL 6 2176.170 362.695 Galat 44 7797.714 177.221 Tinggi tan3man Ulangall 4 696.979 174.245 22MST M 2 1730.042 865.021 L 3 15097.780 5032.593 MXL 6 2009.458 334.910 Galat 44 6347.812 144.268 Tinggi tanaman Ulangan 4 1004.926 251.232 26MST M 2 1275.970 637.985 L 3 22960.058 7653.353 MXL 6 2121.975 353.662 Galat 44 8621.515 195.944 Tinggi tanaman Ulangan 4 342.039 1368.157 30MST M 2 1208.509 604.255 L 3 23950.672 7983.557 MXL 6 2124.392 354.065 Galat 44 9861.247 224.119 Keterangan: *Berbeda nyata pada uji F pada tarafO.05 Peubah
F hit.
P
5.480 * 0.250 0.770
0.008 0.862 0.599
9.970* 4.430* 2.380*
0.0003 0.008 0.044
3.650* 5.390* 1.160
0.034 0.00"3 0.345
4.470* 10.110* 1.490
0.017 0.0001
5.100' 17.840* 2.050
0.0102 0.0001 0.079
6.000* 34.880* 2.320*
0.005 0.0001 0.049
3.260' 39.060' 1.800
0.048 0.0001 0.120
2.700* 35.620* 1.580
0.079 0.0001 0.176
0.D95
38
Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Diameter Batang I?ada Minggu ke 2, 6, 10, 14, 18,22,26, dan 30 Sptelah Tanam. Jumlah Kuadrat 0.036 0.294 0.072 0.362 0.854 1.838 12.353 4.059 6 5.784 44 13.546 Gaial Diameter Batang Ulangan 4 9.622 IOMST M 2 11.532 17.708 L 3 8.779 MXL 6 Galat 44 66.551 Diameter Batang Ulangan 4 15.778 14 MST 2 18.754 M L 53.844 3 MXL 6 22.924 Galat 44 89.603 Diameter Batang Ulangan 4 21.178 18 MST 16.128 M 2 L 52.964 3 MXL 6 14.870 Gala! 44 81.797 Diameter Batang Ulangan 4 28.635 22 MST M 2 13.767 L 3 74.082 MXL 6 9.376 Galat 44 77.342 Diameter Batang Ulangan 4 27.179 26MST M 2 15.011 L 3 74.338 MXL 6 4.873 Galat 44 87.751 Diameter Batang Ulangan 4 37.224 30MST M 2 17.796 69.569 L 3 MXL 6 4.745 Galat 44 86.445 Keterangan : 'Berbeda nyata pada uji F pada taraf 0.05
Sumber Keragaman Diameter Batang Ulangan M 2MST L MXL Galat Dinmclcr Batang Ulangan M 6MST L MXL Peubah
Derajat Bebas 4 2 3 6 44 4 2 3
Kuadrat Tengah 0.009 0.147 0.024 0.060 0.019 0.460 6.177 1.353 0.964 0.308 2.405 5.766 5.903 1.463 1.513 3.944 9.377 17.948 3.821 2.036 5.294 8.064 17.655 2.478 1.859 7.159 6.883 24.694 1.563 1.758 6.795 7.505 24.779 0.812 1.994 9.306 8.898 23.190 0.791 1.965
F hit.
P
7.560* 1.230 3.110*
0.002 0.309 0.012
20.060* 4.400* 3.130*
0.0001 0.009 0.012
3.810* 3.900* 0.970
0.030 0.015 0.458
4.600* 8.810* 1.880*
0.015 0.0001 0.106
4.340' 9.500* 1.330
0.019 , 0.0001. 0.263
3.920' 14.050' 0.890
0.027 0.0001 0.511
3.760' 12.420* 0.410
0.031 0.0001 0.870
4.530' 11.800' 00400
0.016 0.0001 0.873
39
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Bobot Kering Tajnk dan Bobot Kering Akar pada 30 Minggu Setelah Tanam.
Peubah
Bobot Kering Tajuk
Bobot Kering Akar
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Ulangan M L MXL Galat
4 2 3 6 44
602.001 1733.378 7286.539 848.191 5981.155
150.500 866.689 2428.846 141.365 135.935
Ulangan M L MXL Galat
4 2 3 6 .44
66.124 352.927 20.916 66.669 818.882
Kctcrangan : 'Bcrbcda nyata pada uji F pada tamfO.05
16.531 176.464 6.972 11.112 18.611
F hit.
/'
P
6.380' 17.870' 1.040 .
0.004 0.0001 0.413
9.480' 0.370 0.600
0.0004 0.772 0.731