Ringkasan Panduan Pengobatan Antibiotik Pada Ispa.docx

  • Uploaded by: Fiqhiyatun Perdani
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ringkasan Panduan Pengobatan Antibiotik Pada Ispa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 894
  • Pages: 4
RINGKASAN PANDUAN PENGOBATAN ANTIBIOTIK PADA ISPA Infeksi saluran napas merupakan infeksi yang paling banyak terjadi. Infeksi saluran napas ini dapat disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Pemberian antibiotik direkomendasikan ketika ada keterlibatan bakteri, dan bukan virus. Terdapat berbagai guideline yang menjelaskan mengenai pemberian antibiotik untuk infeksi saluran napas, beberapa di antaranya adalah: American Academy of Allergy, Asthma & immunology (AAAAI), American Academy of Family Physicians (AAFP), American College of Physicians (ACP), Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Sinus and Allergy Health Partnership (SAHP), Infectious Diseases Society of America, Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI), dan American Thoracic Society (ATS). Pada tahun 2012, California Medical Association (CMA) Foundation menyusun suatu ringkasan dari guideline-guideline untuk tatalaksana antibiotik pada infeksi saluran napas akut pada pasien dewasa.

Penyakit

Sinusitis Bakterialis Akut

Indikasi untuk perawatan antibiotic Diberikan antibiotik: Diagnosis sinusitis bakterialis akut dapat ditegakkan jika infeksi saluran napas viral tidak membaik setelah 10 hari atau memburuk setelah 5 - 7 hari. Tidak diberikan antibiotik:Hampir semua kasus sinusitis mereda tanpa pemberian antibiotik. Antibiotik hanya digunakan untuk gejala yang sedang dan tidak membaik setelah 10 hari, atau yang memburuk setelah 5 - 7 hari

Patogen

Terapi Antimikroba

Antibiotik

Guidelin e acuan

Streptococcus

Durasi antibiotik: 7 - 10 hari. Jika tidak merespons dalam waktu 72 jam, reevaluasi pasien dan ganti ke antibiotik jenis lain

Lini pertama: Amoxicillin Alternatif: - Amoxicillin clavulanate - Cephalosporin oral (bukan generasi 1 dan bukan cefixime (contoh: cefpodoxime, cefuroxime, cefdinir) Quinolone (levofloxacin, moxifloxacin) Alergi β-Lactam: Trimethoprim-

AAAAI AAFP ACP CDC SAHP

pneumoniae Nontypeable Haemophilus influenzae Moraxella catarrhalis Virus

sulfamethoxazole, doxycycline, azithromycin, - clarithromycin

Faringitis

Batuk nonspesifik / Bronkitis akut / Pertusis

Diberikan antibiotik: Streptococcus pyogenes (Group A Strp); gejala: leher sakit, demam, sakit kepala. Temuan mencakup: demam, eritema tonsiolofaringeal dan nanah, petechiae pada palatum, kelenjar limfe anterior servikal membesar dan nyeri, tidak ada batuk. Konfirmasi diagnosis dengan kultur atau deteksi antigen sebelum menggunakan antibiotik. Tidak diberikan antibiotik: Kebanyakan faringitis berawal dari infeksi virus. Jika terdapat gejala berikut: konjungtivitis, batuk, hidung berair, diare, tidak ada demam, hindari penggunaan antibiotik. Tidak diberikan antibiotik: 90% kasus nonbakterial. Jangan diberikan kecuali ada riwayat bronkitis kronik atau komorbiditas lain. Diberikan antibiotik: Jika terdapat eksaserbasi bakterialis akut dari bronkitis kronik dan COPD, umumnya pada perokok.

Streptococcus pyogenes

Group A Strep: Berikan antibiotik setelah deteksi antigen atau kultur positif. Durasi antibiotik: 10 hari

Lini pertama: Penicillin V Benzathine penicillin G Amoxicillin Alternatif: Cephalosporin oral Alergi β-Lactam: Azithromycin Clindamycin - Clarithromycin

ACP CDC ISDA ICSI

Tanpa komplikasi:Tida k diindikasikan

Tanpa komplikasi: Tidak diindikasikan COPD kronik: Amoxicillin, trimethoprimsulfamethoxazole, tetracycline Lain-lain: Bordetella pertussis, Chlamydophila pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae macrolide

AAFP ACP CDC IDSA

Virus

Virus

Chlaydophila pneumoniae - Mycoplasma pneumoniae - Bordetella pertusis

Infeksi saluran napas tidak spesifik

Outpatient Communit y Acquired Pneumonia

Pada pasien dengan gejala lebih berat, eksklusikan kondisi lain yang lebih berat, misal pneumonia. Periksa lebih lanjut sebelum atau selama perawatan pertusis. Pemeriksaan pertusis direkomendasikan terutama pada saat wabah dan menurut rekomendasi badan kesehatan. Tidak diberikan antibiotik:Jelaska n kepada pasien bahwa antibiotik tidak dibutuhkan pada kasus ini dan jelaskan pendekatan nonfarmakologi. Diberikan antibiotik dan pasien dirawat jalan: Lakukan CXR untuk mengkonfirmasi diagnosis pneumonia. Evaluasi untuk pasien rawat jalan. Pertimbangkan kondisi sebelumnya: hitung pneumonia severity index. Pemeriksaan sputum dan kultur direkomendasikan jika ada penyalahgunaan alkohol, obstruksi atau gangguan struktur paru, atau efusi pleura. Tidak diberikan antibiotik sebagai pasien rawat jalan:

(azithromycin atau clarithromycin) atau doxycycline

Virus

Tidak diindikasikan

Tidak diindikasikan

AAFP ACP CDC ICSI IDSA

Streptococcus

Terapi empiris: Sehat tanpa DRSP (drug resistant S. pneumoniae): Macrolide; pertimbangkan doxycycline Terdapat komorbiditas, penggunaan antibiotik dalam 3 bulan, atau risiko DRSP: quinolone atau kombinasi β lactam + macrolide (atau doxycycline): minimal 5 hari; hentikan penggunaan setelah tidak demam selama 48-72 jam.

Lini pertama: Macrolide (azithromycin atau clarithromycin) Doxycycline (alternatif macrolide) Alternatif β Lactam:(diberika n bersama macrolide) - Amoxicillin dosis tinggi atau amoxicillinclavulanate - Cephalosporin (cefpodoxime, cefuroxime) Alternatif lain: Quinolone (moxifloxacin, levofloxacin 750 mg)

IDSA ATS ICSI

pneumoniae - Mycoplasma pneumoniae Haemophilus influenzae Chlamydophil a pneumoniae

Pertimbangkan untuk dirawat inap jika skor PSI > 90, skor CURB-65 ≥ 2, tidak dapat diberikan scara per oral, keadaan sosial tidak stabil, atau penilaian klinis. Berdasarkan studi dan meta-analisis, CMA merekomendasikan agar antibiotik tidak diberikan kepada pasien dengan bronkitis akut atau batuk. Pemberian antibiotik dikaitkan dengan reaksi alergi, infeksi C. difficile dan resistensi antibiotik di masa mendatang pada pasien dan komunitas. CMA juga merekomendasikan untuk melakukan edukasi ke pasien bahwa bronkitis kebanyakan disebabkan oleh virus, dan batuk disebabkan virus atau merupakan reaksi saluran napas. Perlu dijelaskan mengenai durasi gejala, misal: batuk akan bertahan selama 4 minggu. Pasien mungkin perlu diberikan terapi simtomatik seperti obat batuk, NSAID, bronkodilatator. CMA merekomendasikan pemberian vaksin untuk infeksi saluran napas pada kondisi-kondisi berikut: 1. Vaksinasi influenza untuk semua orang berumur ≥ 6 bulan, terutama pasien yang masih muda dan lnjut usia dan mereka dengan penyakit lain yang menyertai. 2. Vaksinasi pneumococcal untuk mereka dengan penyakit lain yang menyertai dan semua berumur > 65 tahun yang belum divaksin selama 5 tahun terakhir. 3. Vaksinasi pertusis direkomendasikan pada pasien dewasa semua umur yang sedang tidak mengandung yang belum divaksin: terutama jika mereka sedang atau akan banyak berkontak dengan bayi berumur kurang dari 12 bulan (misal: orangtua, kakek-nenek, perawat anak, tenaga medis) dan tetap diberikan booster tetanus rutin sekali dalam 10 tahun. Kesimpulan: infeksi saluran napas dapat disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Pemberian antibiotik hanya dilakukan jika ada keterlibatan bakteri. Dalam penanganan dan pencegahan infeksi saluran napas perlu dilakukan edukasi dan vaksinasi.(AGN)

Related Documents


More Documents from ""