ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DI IRD LANTAI 1 RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
DISUSUN OLEH :
FIRLI RAMADHANA NIM P27820116048
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan kritis dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) di IRD Lantai 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2019 sampai dengan 15 Maret 2019 telah disahkan sebagai Laporan Asuhan Keperawatan Kritis Semester VI di RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas nama Firli Ramadhana dengan NIM P27820116048.
Surabaya, 4 Maret 2019 Dosen Pendidikan,
Pembimbing Ruangan,
Hepta Nur A, S.Kep.Ns., M.Kep.
Maman Yulianti, SST
NIP. 19800325 200501 2 004
NIP. 301 0867 1986 092010 4702
Mengetahui, Kepala Ruangan IRD Lantai 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Kurniawati, SST NIP. 19680604 198803 2 005
LAPORAN PENDAHULUAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
1. PENGERTIAN Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit
untuk
mereplikasikan
diri.
Dalam
proses
itu,
virus
tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007). HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006). 2. ETIOLOGI Awal mula ketika HIV/AIDS menyebar di Amerika Serikat adalah dari kelompok homoseksual, sebab pada umumnya para pelaku homoseksual banyak yang menggunakan jarum suntik (morfin) dan sering berganti-ganti pasangan. Namun, informasi terakhir mengatakan 86% penularan virus HIV/AIDSmelalui hubungan heteroseksual, 60% hubungan seksual, dan sisanya melalui tranfusi darah, penggunaan jarum suntik pada pecandu narkoba (Hawari, 1999). Penelitian lain menunjukkan bahwa virus HIV bisa tertular melalui kehamilan/kelahiran. Perempuan yang terinfeksi HIV dapat menularkan virusnya pada anak yang disusuinya (Gallant, 2010) 3. TANDA DAN GEJALA A. Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan
B. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus C. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan D. TBC E. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan F. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur Candida albicans G. Pembesaran kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh H. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh
Penderita AIDS biasanya mengalami krisis kejiwaan pada dirinya, dalam bentuk kepanikan, ketakutan, kecemasan, keputusasaan, dan depresi. Selain itu, adanya stigma yaitu reaksi sosial terhadap pasien HIV/AIDS yang jelek menjadi permasalahan bagi penderita. Stigma ini muncul karena virus ini berkaitan dengan perilaku seksual yang selalu diumbar. 4. FAKTOR RESIKO A. Dengan melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang memiliki HIV B. Dengan berbagi jarum suntik dan peralatan obat suntik lainnya yang terkontaminasi dengan HIV C. Dengan menggunakan peralatan tato dan body piercing (termasuk tinta) yang tidak disterilkan dengan benar dan dibersihkan dan terinfeksi HIV D. Dari seorang ibu dengan HIV kepada bayinya (sebelum atau selama kelahiran) dan dengan menyusui E. Kontak dengan darah, air mani, atau cairan vagina yang terrinfeksi HIV pada luka atau luka terbuka 5. PATOFISIOLOGI Virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembang biak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD 4. Sel-sel yang memiliki reseptor CD 4 biasanya disebut CD 4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel
lainnya.
Pada
sistem
kekebalan
yang
kesemuanya
membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. Mekanisme alergi terjadi akibat induksi IgE yang spesifik terhadap allergen tertentu berkaitan dengan mediator alergi yaitu sel mast. Reaksi alergi dimulai dengan cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada sel mast atau basofil dengan allergen. Rangsang ini meneruskan sinyal untuk mengaktifkan system nukleotida siklik yang meninggikan rasio cGMP terhadap cAMP dan masuknya ion Ca++ ke dalam sel. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan mediator lain. Mediator yang telah ada di dalam granula sel mast diantaranya histamine, eosinophil chemotatic factor of anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil chemotatic of factor (NCF). Histamine memiliki peran penting pada fase awal setelah kontak dengan allergen (terutama pada mata, hidung, dan kulit) histamine dapat menyebabkan kontraksi otot polos. 6. KOMPLIKASI A. Oral Lesi Karena kandida, herpes simplek, sarkoma kaposi, HPV oral, gingivitis, leukoplakia oral, dehidrasi. B. Neurologik Komplek dimensia, enselophaty akut, infark cerebral karena sifilis, meningovaskuler, neuropati karena inflamasi demielinasi HIV. C. Gastrointestinal Diare karena bakteri dan virus, hepatitis, penyakit anoreksial karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal. D. Respirasi Infeksi karena pneumocyste cranii, virus influenza, peumococcus.
E. Dermatologik Lesi kulit stapilokokus, herpes simplek dan zoster, dermatitis, lesi scabies, dekubitus. F. Sensorik Pandangan
: sarkoma komposi pada konjungtiva (kebutaan).
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan : pendengaran. 7. PENATALAKSANAAN A. Pengendalian infeksi oportunistik Bertujuan
menghilangkan,
mengendalikan,
dan
pemulihan
infeksi
oportunistik, nosokomial, atau sepsis. B. Terapi Azidotimin (AZT) Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. C. Terapi antiviral baru -
Didanosine
-
Ribavirin
-
Diedoxycytidine
-
Recombinant CD 4 dapat larut
D. Vaksin dan rekonstruksi virus 8. Antiretrovirus (ARV) Antiretrovirus merupakan obat yang berfungsi menekan pertumbuhan HIV dengan mengintervensi salah satu siklus hidupnya, oleh karena itu diproduksilah beberapa jenis obat antiretrovirus yang diklasifikasikan menjadi 6 golongan. Dari 6 golongan tersebut 3 golongan merupakan obat yang telah lama digunakan, yaitu: A. Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI) Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah Abacavir (ABC), Didanosine (ddI), Emtricitabine (FTC), Lamivudine (3TC), Stavudine (d4T), Tenofovir (TDF), dan Zidovudine (ZDV atau AZT)
B. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) Obat-obat yang yang termasuk golongan ini adalah Delavirdine (DLV), Efavirenz (EFV), dan Nevirapine (NVP) C. Protease Inhibitors (PI) Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah Amprenavir (APV), Atazanavir (ATV), Fosamprenavir (FPV), Indinavir (IDV), Lopinavir (LPV), Nelvinafir (NFV), Ritonavir (RTV), Saquinavir (SQV), dan Timpranavir Sedangkan 3 golongan lainnya adalah merupakan agen tambahan, yakni: A. Fusion Inhibitors Obat-obat golongan ini adalah Enfuvirtide/T20 B. Chemokine Coreceptor Antagonists Obat-obat golongan ini adalah Maraviroc C. Integrase Inhibitors Obat-obat golongan ini adalah Raltegravir Pada dasarnya, ada 3 jenis kombinasi yang digunakan secara umum, yaitu: 1 NNRTI + 2 NRTI; 1 atau 2 PI + 2 NRTI dan 3 NRTI. 9. EFEK SAMPING ARV A. NRTI Obat yang termasuk adalam golongan ini dihubungkan dengan degenerasi lemak hepar dan asidosis laktat sehubungan dengan keracunan mitokondrial seluler. Pada awalnya asidosis laktat kemungkinan muncul dengan gejala gastrointestinal yang tidak spesifik seperti mual, muntah, rasa sakit dan peregangan abdomen serta kelemahan secara menyeluruh. Hal
ini
kemungkinan akan meningkat menjadi tachypnoe dan dyspnoe dan akhirnya kegagalan respirasi. NRTI harus dihentikan bila asidosis laktat diperkirakan terjadi. Temuan fisikal termasuk lymphadenopathy, ulcerasi membrane mukosa dan skin rash. Abnormalitas laboratorium termasuk peningkatan enzim liver, creatinine phos[hokinase, creatine dan thrombocytopenia. B. NNRTI
Obat-obatan yang termasuk ke dalam kelas NNRTI dihubungkan dengan skin rash yang mungkin ringan atau meningkat menjadi sindroma steven Johnson. NNRTI
juga
dapat
menimbulkan
peningkatan
alanine/aspartate
aminotransferase dan kasus hepar parah yang jarang. Nevirapine merupakan NNRTI yang poten dan telah dapat ditoleransi dengan baik, saat ini pemberian nevirapine masih dua kali sehari. Sediaan NVP yang beredar adalah dalam bentuk tablet 200mg. Dosis yang dianjurkan sebagai komponen kombinasi ARV adalah satu tablet 200mg sehari selama 14 hari, selanjutnya satu tablet 200mg dua kali sehari, dengan tujuan untuk menghidari kemungkinan terjadinya induksi cytochrome P 450 (CYP450) serta ruam kulit sebagai efek samping akibat peningkatan konsentrasi plasma NVP secara tiba-tiba setelah pemberian obat tersebut (Parienti dan Peytavin, 2011). Efek samping obat yang paling sering dilaporkan berkaitan dengan pemberian NVP adalah ruam kulit, peningkatan enzim hati, demam, fatigue, sakit kepala, dan mual. Ruam merupakan efek samping yang paling umum pada penggunaan NVP (Ammassari, et al., 2002) C. PI Efek samping yang spesifik dari kelas protease inhibitor termasuk tahanan insulin, diabetes mellitus, hyperlipidemia, lipidistrophy, hepatitis, kerusakan tulang dan peningkatan perdarahan pada hemophilia. 10. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Dicari jumlah limfosit total, antibodi HIV,dan pemeriksaan rontgen. Bila hasi pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4, protein parufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear. Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Jenis tes HIV: 1.
Tes serologi : meliputi tes cepat (mendeteksi antibodi terhadap
HIV-1 dan HIV-2), tes ELISA (mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2), tes western blot 2.
Tes virologis dengan PCR : meliputi tes HIV DNA kualitatif (untuk bayi), dan tes HIV RNA kuantitatif
3.
Tes antibodi antigen
11. PATHWAY HIV - Hubungan seksual - Jarum bekas penderita HIV - Jarum tato/tindik yang tidak steril - Ibu hamil dengan HIV
virus masuk dalam peredaran darah dan invasi sel target hospes
CD 4
Makrofag
Sel B
Transkripsi RNA virus + DNA sel sehingga terbentuknya provirus
Sel host mengalami kelumpuhan
Menurunnya sistem kekebalan tubuh
Terapi
ARV
Infeksi oportunistik
Berhasil
Tidak berhasil
Alergi/Efek samping obat
Sistem GIT Virus HIV+, kuman salmonell a, candida Menginva si saluran cerna
integume n
Sistem reproduk si
Sistem respira si
Sistem neurolo gi
Herpes zoster Herpes simpleks
candidias is
Mikrobak teri TB
kriptokok us
dermatitis
Ulkus genital
Pneumoni a pneumocy tis
Meningit is kriptokok us
Batuk non produktif, nafas pendek, demam
Kelemah an, mual, nafsu makan (), vomitus, pusing
Ruam, bersisisk, kulit kering
peristaltik Diare
Resiko kerusakan integritas kulit
Masalah Keperawatan: - Perubahan eliminasi - Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh - Resti kekurangan volume cairan
Nyeri
Masalah Keperawatan: - Hipertermi - Bersihan jalan nafas - Pola nafas Masalah Keperawatan: inefektif - Keletihan - Resti cidera - Defisit Nutrisi - Resti kekurangan volume cairan - Intoleransi aktivitas
Sel beta membentuk igE
Sel mast degranulasi mengelaurkan histamin
Gejala-gejala: mual, muntah, rasa sakit dan peregangan abdomen, kelemahan, ruam kulit, peningkatan enzim hati
Masalah keperawatan: -nyeri akut - Resiko infeksi - Gangguan integritas kulit
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA PASIEN DENGAN HIV
I.
PENGKAJIAN 1. Identitas Penderita HIV/AIDS terbanyak terdapat di kawasan Afrika Timur dan Selatan, di posisi kedua kawasan Afrika Barat dan Tengah, kemudian posisi ketiga kawasan Asia pasifik. HIV/AIDS banyak diderita oleh kaum wanita. Jika dikelompokkan berdasarkan latar belakang, penderita HIV datang dari kalangan pekerja seks homoseksual, pengguna narkoba suntik, transgender, dan mereka yang ada ditahanan. 2. Primary Survey A. Riawayat Kesehatan a. Keluhan utama Pasien sering mengalami diare, demam berkepanjangan, dan nafsu makan berkurang. b. Riwayat penyakit sekarang Faktor pencetus HIV/AIDS adalah sex bebas, alat suntik yang terinfeksi darah pengidap HIV. Sifat keluhan: mendadak / perlahan-lahan / terus-menerus / hilang timbul Lokalisasi dan sifat: menjalar / menyebar/ berpindah-pindah / menetap Berat ringan keluhan: menetap / cenderung bertambah / berkurang Lamanya keluhan: berhubungan dengan waktu Upaya yang telah dilakukan: menggunakan obat generic sesuai penyakit yang dialami c. Riwayat penyakit dahulu Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi penyakit, riwayat masuk RS)
d. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit menular atau keturunan pada keluarga B. Airway: menjaga airway dengan control servikal, pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. C. Breathing: menjaga pernafasan dengan ventilasi D. Circulation: dengan control perdarahan, penilaian dengan cepat status hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi E. Disability: status neurologis. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spinal. Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder F. Exposure Merupakan bagian akhir dari primary survey, pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Selanjutnya selimuti pasien dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.
3. Secondary Survey A. Pengkajian Body Sistem 1) B1 (Breathing) Biasanya pasien HIV mudah lelah, napas terkadang memendek, batuk kronis selama lebih dari satu bulan. 2) B2 (Blood) Konjungtiva tampak anemis, tekanan darah hipotensi, nadi takikardia 3) B3 (Brain)
Terdapat neuropati perifer, biasanya keadaan atau tingkat kesadarannya apatis 4) B4 (Bladder) Biasanya ada rasa terbakar saat miksi 5) B5 (Bowel) Biasanya ada diare yang lama tidak kunjung sembuh, BB menurun turgor kulit buruk 6) B6 (Bone) Biasanya merasakan nyeri panggul, ekstremitas mengalami kelemahan otot
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri b.d proses alergi 2. Gangguan integritas kulit b.d proses alergi 3. Resiko infeksi b.d proses alergi 4. Pola nafas tidak efektif b.d penururunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan 5. Defisit volume cairan b.d diare berat 6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hambatan asupan makanan, gangguan intestinal 7. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan secret paru 8. Intoleransi akivitas b.d penurunan produksi energi metabolisme 9. Resiko gangguan harga diri rendah b.d perubahan status kesehatan
III. INTERVENSI 1. Nyeri b.d proses alergi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan nyeri berkurang-hilang Kriteria Hasil :
a. Skala nyeri 0-1 b. Nadi 60-80x/menit c. Pasien tampak rileks d. Pasien mengatakan nyeri berkurang-hilang Intervensi: a. Ajarkan teknik non-farmakologi: relaksasi (nafas dalam) dan teknik distraksi (berdoa, mendengar lagu/sholawat) R/: Menenangkan pikiran dan mengalihkan perasaan nyeri yang dirasakan pasien b. Observasi tanda-tanda vital (nadi, skala nyeri) R/: Mengetahui perkembangan pasien c. Kolaborasi pemberian obat analgesik R/: Obat analgesik menghambat reseptor nyeri dan mengurangi rasa : sakit 2. Gangguan integritas kulit b.d proses alergi d.d kulit kemerahan, kering Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan turgor kulit membaik Kriteria Hasil : a. Kemerahan pada kulit berkurang-menghilang b. Rasa gatal berkurang-menghilang c. Bekas garukan berkurang d. Kulit lembab Intevensi a. Observasi keadaan kulit dan adanya kemerahan R/: Mengetahui keadaan integritas kulit b. Ajarkan pasien untuk tidak menggaruk bagian kulit yang gatal R/: Menghindari turgor kulit yang lebih buruk c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering R:/ Menghindari turgor kulit yang lebih buruk.
d. Kolaborasi pemberian obat antihistamin dan kortikosteroid R/: Antihistamin memblokir zat histamine yang diproduksi tubuh dan mengobati reaksi alergi, kortikosteroid digunakan untuk mengurangi kemerahan, gatal, dan reaksi alergi. 3. Resiko infeksi b.d proses alergi Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan dalam waktu 1x6 jam diharapkan tidak terjadi infeksi Kriteria hasil a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi b. Jumlah leukosit dalam batas normal Intervensi: a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal R/: mengetahui sejauh mana infeksi terjadi b. Monitor hitung granulosit, WBC R:/ Sel darah putih berperan penting dalam system kekebalan tubuh untuk melawan infeksi c. Anjurkan pasien dan keluarga pasien agar menjaga kebersihan lingkungan R/: lingkungan yang bersih mencegah terjadinya infeksi d. Kolaborasi pemberian terapi antibiotik bila diperlukan R:/ antibiotic berfungsi membunuh bakteri atau virus penyebab infeksi di tubuh
IV. IMPLEMENTASI Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat sebelumnya.
V. EVALUASI
Merupakan tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIV DI IRD LT.1 RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
I.
PENGKAJIAN Nama Pengkaji
: Firli Ramadhana
Tanggal Pengkajian
: 10 Maret 2019 pukul 21.00
A. Biodata Nama pasien : Ny. J Jenis Kelamin: Perempuan Usia
: 35 tahun
No.RM
: 12.58.57.XX
Diagnosa
: HIV
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
: Sidoarjo
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Buruh
B. Primary Survey 1. Keluhan Utama Pasien mengeluh badannya nyeri. 2. Riwayat keperawatan a) Riwayat penyakit sekarang Pasien mengatakan dibawa oleh keluarganya ke IRD lt.1 tanggal 10 maret 2019 pukul 21.00 karena seluruh badannya terasa nyeri 2 jam sebelum MRS. Selain itu, kulitnya terasa gatal, panas, dan muncul bercak merah 2 hari sebelum MRS.
b) Riwayat penyakit dahulu Pasien mengatakan mengidap penyakit HIV kurang lebih 2 tahun, pasien berhenti terapi minum obat ±1 tahun dan tidak kontrol ke poli upipi karena tidak ada yang mengantar. Pada hari senin, 4 maret 2019 pasien kontrol kembali untuk pertamakali di poli UPIPI dan mendapatkan obat ARV (duviral [lamivudine+zidovudine] + neviraphine) c) Riwayat kesehatan keluarga Suami yang ke-3 riwayat HIV, meninggal setahun yang lalu. Dari suami yang ke-3 memiliki 1 anak, sekarang usia 2 tahun. Keluarga lainnya tidak ada yang menderita penyakit HIV seperti pasien. d) Genogram
Ket: : laki-laki
: cerai
: perempuan
: meninggal
: pasien
: tinggal serumah
3. Airway (A) Jalan nafas pasien tidak ada hambatan, auskultasi suara paru vesikuler. 4. Breathing (B) Gerakan dada simetris, pola nafas regular, tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada penggunaan alat bantu nafas. RR 20x/menit, SpO2 98%. 5. Circulation (C) Nadi perifer dan karotis teraba, akral hangat kering merah, tidak sianosis, konjungtiva tidak anemis, CRT <2detik, TD: 100/70, Nadi 108x/menit, Suhu 37,90C. 6. Disability (D) Status mental pasien baik, pasien tidak gelisah, mampu diajak berkomunikasi. Tingkat kesadaran composmentis, GCS 4-5-6. 7. Exposure (E) Ekstremitas hangat kering merah, CRT <2 detik, suhu 37,90C, kulit nampak kemerahan, gatal ada bekas garukan, terpasang infus pada tangan kanan, ekstremitas bergerak bebas, tidak ada oedema. C. Secondary survey 1. B1 (Breathing) Pola nafas regular, batuk (-), sesak (-), RR 20x/menit, SpO2 98% 2. B2 (Blood) Konjungtiva tidak anemis, TD: 100/70 mmHg, nadi 108x/menit 3. B3 (Brain) Keadaan umum baik, keaadaran composmentis, GCS 4-5-6 4. B4 (Bladder) Tidak ada keluhan saat berkemih 5. B5 (Bowel) Tidak ada keluhan saat buang air besar. Diare (-), BB menurun 6. B6 (Bone) Pasien mengatakan nyeri di sekujur tubuhnya, ekstremitas bergerak bebas
7. Tanda Vital TTV:
-TD: 100/70 mmHg, - N: 108x/menit - S: 37,90C -RR: 20x/menit -SpO2: 98%
8. Terapi a) Injeksi metamizole 3x100mg iv bolus b) Injeksi dipenhydramine 3x10 mg iv bolus c) Injeksi dexamethasone 3x5mg iv bolus d) Infus NaCl 0,9% 500ml/24 jam 9. Pemeriksaan laboratorium NO.
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
1
HIV
reaktif
Non reaktif
2
HbsAg
Non reaktif
Non reaktif
3
HGB
12,3
g/dL
Nilai rujuk
L: 13,3-16,6 P: 11,0-14,7
4
WBC
8,24
X10^3/µL
3,37-10,0
5
LYMPH
13,1
%
23,1-49,9
6
MONO
1,2
%
4,3-10,10
7
Natrium
135
mmol/l
136-144
8
Kalium
5,4
mmol/l
3,8-5,0
9
Klorida
99
mmol/l
97-103
II. ANALISIS DATA Pengelompokan Data DS : 1. Pasien mengatakan merasa nyeri sekujur tubuhnya, nyeri skala 5, nyeri dirasakan sejak 2jam sebelum MRS DO : 1. Pasien tampak meringis 2. Nadi 108x/menit
DS : 1. Pasien mengatakan kulitnya gatal, terasa panas DO : 1. Kulit nampak kemerahan, 2. Kulit nampak kering, 3. Ada bekas garukan
Penyebab Obat-obatan
Masalah Keperawatan Nyeri akut
Sel beta membentuk igE Sel mast degranulasi mengeluarkan histamin Merangsang ujung saraf sensoris melalui reseptor K1 Nyeri akut Obat-obatan Sel beta membentuk igE Sel mast degranulasi mengeluarkan histamin Gejala alergi Integumen Kulit kemerahan, kering Gangguan integritas kulit
Gangguan integritas kulit
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN No. 1.
Ditemukan Masalah
Diagnosa Keperawatan
Tanggal
Paraf
Masalah Teratasi Tanggal
Paraf
Nyeri b.d proses alergi d.d pasien
10 maret
mengeluh nyeri,
2019
pasien tampak
Firli R.
meringis 2.
Gangguan integritas kulit b.d proses
10 maret
alergi d.d kulit
2019 Firli R.
kemerahan, kering
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN Perencanaan No.
1.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan
Tindakan
Kriteria Hasil
Keperawatan
Nyeri b.d proses
Tujuan :
alergi d.d pasien
Setelah dilakukan
teknik non-
pikiran dan
mengeluh nyeri,
tindakan
farmakologi:
mengalihkan
pasien tampak
keperawatan
relaksasi
perasaan nyeri
meringis
selama 1x6 jam
(nafas dalam)
yang dirasakan
diharapkan nyeri
dan teknik
pasien
berkurang-hilang
distraksi
Kriteria Hasil :
(berdoa,
perkembangan
1. Skala nyeri 0-
mendengar
pasien
1
1. Ajarkan
Rasionalisasi
1. Menenangkan
2. Mengetahui
lagu/sholawat) 3. Obat analgesik
2. Nadi 60-
2. Observasi
menghambat
80x/menit
tanda-tanda
reseptor nyeri
3. Pasien tampak
vital (nadi,
dan mengurangi
skala nyeri)
rasa sakit
rileks 4. Pasien
3. Kolaborasi
mengatakan
pemberian
nyeri
obat analgesic
berkuranghilang 2.
Gangguan
Tujuan :
integritas kulit
Setelah dilakukan
keadaan kulit
keadaan
b.d proses alergi
tindakan
dan adanya
integritas kulit
d.d kulit
keperawatan
kemerahan
kemerahan,
selama 1x6 jam
kering
diharapkan turgor
pasien untuk
yang lebih
kulit membaik
tidak
buruk
Kriteria Hasil :
menggaruk
1. Kemerahan
bagian kulit
turgor kulit
yang gatal
yang lebih
pada kulit berkurangmenghilang 2. Rasa gatal
1. Observasi
2. Ajarkan
3. Jaga kebersihan
1. Mengetahui
2. Menghindari turgor kulit
3. Menghindari
buruk. 4. Antihistamin
kulit agar
memblokir zat
berkurang-
tetap bersih
histamine yang
menghilang
dan kering
diproduksi
3. Bekas garukan 4. Kolaborasi berkurang 4. Kulit lembab
tubuh dan
pemberian
mengobati
obat
reaksi alergi,
antihistamin
kortikosteroid
dan
digunakan
kortikosteroid
untuk mengurangi kemerahan, gatal, dan reaksi alergi.
V. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN No.
Diagnosa
Tindakan Keperawatan
Keperawatan 1.
Tanda Tangan/Paraf
Nyeri b.d proses
Tanggal 10 maret 2019
alergi d.d pasien
Pukul 21.30
mengeluh nyeri,
1. Mengajarkan teknik
pasien tampak
relaksasi (nafas dalam) dan
meringis
distraksi (berdoa) 2. Observasi tanda tanda vital
Firli R.
pasien (N=108x/menit, skala nyeri 5) 3. Menginjeksi obat metamizole 100mg iv bolus 2.
Gangguan integritas
Tanggal 10 maret 2019
kulit b.d proses alergi
Pukul 21.35
d.d kulit kemerahan,
1. Melakukan Observasi
kering
adanya tanda kemerahan dan gatal pada kulit pasien ( kulit pasien tampak merah terutama dibagian muka dan gatal di sekujur
Firli R.
tubuh) 2. Mengajarkan pada pasien agar memassage (menggosok) bukan menggaruk dengan kuku saat terasa gatal 3. Menganjurkan pemberian lotion (baby oil) pada kulit pasien yang kering 4. Menginjeksi obat : dexamethasone 5mg iv bolus dan dypenhydramine 10mg iv bolus
VI. EVALUASI KEPERAWATAN No. 1.
Diagnosa Keperawatan
Catatan Perkembangan
Nyeri b.d proses alergi d.d
Tanggal : 11 maret 2019
pasien mengeluh nyeri,
Jam : 02.00 WIB
pasien tampak meringis
S : 1. Pasien mengatakan
Tanda Tangan/Paraf
nyeri berkurang, skala 2
O : 1. Pasien nampak rileks 1. Nadi = 95x/menit Firli R A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 1,2 dilanjutkan
2.
Gangguan integritas kulit
Tanggal : 11 maret 2019
b.d proses alergi d.d kulit
Jam : 02.00 WIB
kemerahan, kering S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak terlalu gatal
O : 1. Warna kemerahan kulit berkurang 2. Kulit kering 3. Bekas garukan tetap (tidak ada tanda garukan baru)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 1,2,3 dilanjutkan
Firli R
DAFTAR PUSTAKA
Brunner. Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, ahli bahasa: Waluyo Agung. Jakarta: EGC
Gallant, J. 2010 Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS. Jakarta: PT. Indeks
Nurarif, A.H. dan Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Nursalam. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV. Jakarta: Salemba Medika